Friday, October 19, 2012

Bangkitlah Komselku



Ev Jeffrie Lie

Kis 2:43-47


Pendahuluan
Komunitas di dalam gereja Tuhan seharusnya berbentuk lingkaran (circle), di mana kita melihat kebutuhan sesama orang percaya. Ada beberapa kesaksian di gereja tempat saya pelayanan. Ada seorang ibu yang bersaksi. Suatu malam suaminya sakit (sesak nafas) dan butuh pertolongan karena anak-anaknya belum terlalu besar. Entah kenapa ia mengangkat telepon dan menghubungi teman komselnya. Lalu teman itu cepat datang dan membawa suaminya ke rumah sakit. Inilah sebuah persekutuan di dalam Tuhan. Ada juga seorang ketua kelompok yang mengalami masalah dalam hidupnya. Ia stress berat dan ingin keluar dari persekutuan pemuda. Ia mengajukan banyak alasan. Kemudian saya kumpulkan semua ketua komsel yang saya didik dan ajak mereka makan bersama. Saya ceritakan pengalaman dan kekecewaan dalam pekerjaan saya. Saya membuka bagian-bagian yang mungkin saya malu ungkapkan untuk sharing. Akhirnya saya berkata, “Ini ceritaku, apa ceritamu?” Lalu mereka satu per satu cerita bergiliran sampai tiba di pemuda yang bermasalah itu. Usianya sepantaran saya. Ia pemuda yang sukses secara materi. Ia berjuang sendiri membuka usaha secara online. Usahanya sudah berjalan sehingga tidak perlu ia terus datang ke tempat usahanya namun cukup mengawasinya saja. Tetapi kemudian ia stress karena ia tidak punya pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan. Ia “tidak bekerja” tapi uang datang. Ia tidak memiliki teman yang dekat, sehingga ia menemukan hidupnya begitu hampa karena ia memiliki karakter yang agak berbeda dengan temannya yang lain. Ia stress karena tidak bekerja. Ia ceritakan semua masalahnya. Ia merasa tidak diterima teman-temannya sehingga berpikir untuk pindah ke komunitas lain. Yang menarik, solusi masalahnya tidak datang dari saya, tetapi dari teman-teman ketua kelompok kecil yang memberikan masukan yang selama ini tidak pernah dia dapatkan. Saya tidak dapat memberikan perspektif ini, tetapi teman yang lain bisa karena memandang dari sudut yang lain. Sehingga akhirnya ia berkata-kata, “Thank you teman-teman. Saya pikir ini komunitas yang saya cari, komunitas untuk berbagi hidup.” Itu komunitas yang berbentuk lingkaran.

Sekitar tahun 2000 ada film tentang seekor semut yang bernama Zee. Film ini dimulai dari keluhan Zee. Semut hidup berkoloni dan bekerjasama untuk menghidupi mereka semua. Tetapi Zee kemudian mengeluh. Kenapa aku harus bekerja untuk semua semut di koloni ini? Kenapa aku harus perhatikan kepentingan kelompok / koloni? Bagaimana dengan kebutuhanku? Ada 3 hal yang membuat komsel ada di dalam gereja tetapi seperti ada dan tidak ada. Ada programnya, tetapi mati segan hidup tidak mau. Tantangan pertama : individualisme (mementingkan diri sendiri). Kedua : mengisolasi diri (mengurung diri) ada orang yang tidak mau bersosialisasi dalam gereja. Ketiga : konsumerisme (gaya hidup yang terlalu berfoya-foya).

Individualisme
Dimulai dengan pertanyaan, “Bagaimana dengan kebutuhanku? Bagaimana dengan diriku?” Banyak orang datang ke gereja dengan pertanyaan ini. Kita bisa terjebak dengan pertanyaan ini. Kalau kebutuhan tidak diperhatikan, kita mulai berpikir untuk keluar dari gereja. Ini jadi penghambat. Rasul Paulus menghadapi masalah yang sama di Filipi. Pada Fil 2 dikatakan hendaklah kamu mengosongkan diri seperti Kristus. Alasannya : orang-orang di Filipi mulai berkata untuk “kepentinganku”. Rasul Paulus berkata, “Jangan pikirkan kepentingan diri sendiri tapi kosongkanlah diri”. Apakah waktu saya berkelompok kecil, saya tanggalkan kepentingan saya lalu saya tidak pernah berpikir kepentingan saya tetapi kepentingan teman kelompok kecil saya? Apakah berkomunitas itu berarti kematian bagi kepentingan individu? 

Tiga Jawaban atas Individualisme
1.       Kej 2:18. 7 kali dalam waktu penciptaan, Tuhan berkata, “baik, baik,baik… “ dan diakhiri dengan kata sangat baik setelah penciptaan manusia. Sampai penciptaan berakhir, pada Kej 2 Adam tidak menemukan teman yang sepadan (cocok) dengan dia.  Memang manusia tidak baik seorang diri bukan saja dalam kaitan dengan pasangan. Allah melihat tidak baik kita sendiri lalu ciptakan Hawa dan menutup dengan kalimat “sungguh amat baik”. Individualisme tidak baik sama sekali. Orang yang mementingkan diri sendiri membawa ketidakbaikan di tengah gereja. Kej 3: Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Adam mulai menyalahkan Hawa demi kepentingannya sendiri. Dosa masuk dalam dunia membuat manusia menjadi manusia yang egois karena berpusat pada kepentingan diri sendiri. Gereja bukan tempat orang-orang yang sempurna. Gereja isinya orang berdosa yang harusnya dididik. Bila ada orang berdosa masuk ke dalam gereja, maka ada keegoisan dalam gereja. Itu merusak persekutuan dalam gereja. Waktu datang ke gereja, apakah kita berpikir apa yang akan saya dapatkan? Kalau pertanyaan ini terus ditanyakan, kita terjebak dalam individualisme.
2.       Komunitas dan individu dalam jemaat mula-mula Kondisi jemaat mula-mula menjual hartanya lalu membagikannya kepada jemaat (Kis 2:44-46). Perlukah kita meniru jemaat mula-mula. Yang punya rumah 2, dijual 1 supaya bisa dibagika? Harta diserahkan ke gereja supaya tidak ada yang kaya atau miskin?. Tidak ada yang mau demikian. Andy White, sarjana Alkitab, melihat aspek sosiologis dari ayat ini. Jemaat mula-mula tidak menjual harta miliknya semua. Di Alkitab tertulis mereka masih berkumpul di rumah-rumah. Artinya ada yang masih punya rumah dan mereka bergantian berkumpul dari rumah ke rumah. Kalau dijual semuanya berarti tidak punya rumah. Mereka masih bekerja untuk mencukupkan kehidupan mereka. Tidak semua aspek itu untuk mereka semua. Sebagian mereka punya tanah yang luas, dijual lalu diserahkan ke rasul untuk dibagikan. Tapi mereka tidak menjual semua. Kita bertanggung jawab secara pribadi. Seperti  kata Paulus  “Kalau kamu tidak bekerja jangan makan”. Kalau ada yang tidak bekerja jangan dikasih makan, karena setiap orang harus bertanggung jawab atas kebutuhan biaya hidupnya masing-masing. Namun di pihak lain ada tempat untuk men-sharing-kan kebutuhan dengan orang lain. Sehingga realitas dari komunitas Kristen tidak meniadakan kebutuhan individu. Bukan sekedar komunitas yang jual semua miliknya lalu dibagikan bersama tetapi individu yang ada saling melengkapi. Kita bertanggung jawab atas kebutuhan masing-masing, dan kita saling melengkapi satu dengan lain. Bagaimana dengan kebutuhan teman kelompok kecilku? Maukah kita belajar mendengar kelompok kecil masing-masing lalu berani membagikan hidup kita bagi mereka? Jangan jadi orang Kristen yang tidak mau tahu. Kita tahu, tetapi berpikir, waktu kita akan terbuang dll, sehingga tidak mau tahu. Celakalah hidup seperti itu. Ada tempat bagi individu tetapi ada tempat untuk sharing satu dengan lain.
3.       Personal salvation yang tidak sempit. Waktu diselamatkan, hidup kita dialihkan dari personal ke orang lain. Sehingga fokus hidup bukan sekedar kekudusan, keintiman kita dengan Tuhan tetapi bagaimana membantu orang lain hidup kudus, hidup intim dengan Tuhan. Banyak orang datang ke gereja untuk menyembah Tuhan. Ia datang, menyanyi, duduk dengar Firman Tuhan, beri persembahan, lalu pulang. Hal seperti itu bisa dilakukan di rumah. Itu bisa dilakukan tanpa pergi ke gereja. Tetapi bukan untuk itu kita ke gereja tetapi bersekutu, bagaimana kita memperhatikan dan membantu mereka secara alamiah dan bertumbuh dalam Tuhan. Bukan personal salvation tidak penting. Orang bermain sepakbola tidak sekedar menendang dan memberikan umpan tetapi menyangkut karakter. Bagaimana pemain sepakbola bermain dengan sportif. Keselamatan itu tidak sekedar bersifat personal tapi lebih dari itu. Apakah itu berarti meniadakan bahwa dalam sepakbola, yang ada “menendang dan mengumpan”? Kekristenan berbicara personal salvation, tetapi kekristenan lebih dari sekedar itu.

Karl Barth menulis “Pemilihan di dalam Kristus”. Semakin menulis ia berpindah ke pemilihan yang terjadi dalam sebuah komunitas. Artinya untuk berada di dalam Kristus, kita harus menjadi bagian dari tubuh Kristus. Untuk memiliki hubungan dengan Allah , kita harus menjadi bagian dari keluarga Allah. Kalau ada orang datang ke gereja, tidak mau komunitas, sharing hidupnya, tidak mau perhatikan kebutuhan orang lain, orang itu menghidupi hubungan yang semu. Jika kita ingin benar-benar hidup sebagai orang Kristen yang punya hubungan baik dengan Allah maka kita harus jadi bagian dari keluarga Allah. Komunitas setiap minggu pergi ke gereja tidak cukup. Ibadah hari minggu dibuat untuk menguatkan jemaat hidup bagi Kristus. Tempat yang paling dalam dimana kita memiliki keintiman adalah dalam kelompok sel. Di situlah tempat di mana kita bisa nangis bersama, sharing, membagikan, memikirkan orang lain, tergerak empati meskipun kita harus mengorbankan uang dan waktu kita. Bukan saja menguatkan orang lain tetapi menguatkan hubungan kita dengan Tuhan. Tidak cukup 40-50% jemaat yang ikut dalam komsel.  Bill Donahoe dan Russ Robinson bergumul tentang  The Church with Small Group (gereja punya banyak program salah satunya kelompok kecil) or The Churh of Small Group (gereja yang ada karena terdiri atas kelompok kecil). Gereja yang secara keseluruhannya terdiri dari kelompok kecil-kelompok kecil, jadi semua orang ikut kelompok kecil. Sejak 1992-2002 hal ini dilakukan di gereja mereka. Hari ini gereja mereka menjadi the church of small group. Saya menantang untuk berpikir persekutuan pemuda di gereja mau dibawa kemana? Hal ini juga berlaku untuk PKS. Mau dibawa kemana gereja ini? Sebagai PKS mulailah sharing hidupmu. Saat berani menanggalkan kepentinganmu maka kelompok akan sharing hidup mereka. Sepulang saya berkelompok kecil, saya berdoa, “Tuhan malam ini saya lelah bersekutu tetapi sebagai pemimpin saya berkata, bukan saya tetapi kelompok kecil yang saling menguatkan.” Saya menemukan makin mencintai kelompok saya. Saya menemukan bahwa kelompok kecil yang ada memperkaya masing-masing. Itu dimulai dengan berani men-sharing-kan hidup saya. Saya rindu kelompok di GKKK , setiap kelompok berani mengambil langkah kecil untuk sharingkan hidup.

No comments:

Post a Comment