Sunday, November 27, 2016

Zakheus yang Diubahkan


Ev. Jimmy Lukas

Lukas 19:1-10
1 Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu.
2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya.
3 Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.
4  Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.
5  Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu."
6  Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.
7  Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."
8  Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."
9  Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.
10  Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."


Pendahuluan

                Kejadian belakangan  ini membuat kita seharusnya lebih menghargai kesempatan untuk beribadah dan waktu kita untuk bersama dengan saudara seiman. Mungkin di masa mendatang, bisa beribadah menjadi anugerah khusus, karena kita akan mengalami kesulitan untuk mengekspresikan iman. Saat-saat ini merupakan masa genting dan kita perlu banyak berdoa. Ketika peristiwa demo yang lalu terjadi dan kata-kata makian keras muncul di media sosial, saya mulai mengkaji apa yang menyebabkan orang-orang tertentu ingin mendirikan negara agama dan hal itu berpotensi menyebabkan orang-orang Kristen dan orang-orang keturunan Tionghoa menjadi korban. Dengan mempelajari sejarah dapat diketahui bahwa sejak tahun 1800 , setiap terjadi perubahan politik maka orang-orang keturunan Tionghoa dan orang-orang Kristen telah menjadi korban. Mengapa? Kita dengan mudah bisa dibuang dan disisihkan karena kehadirannya tidak berdampak di tengah masyarakat (tidak bisa dirasakan di masyarakat). Kita lebih mirip Jailangkung daripada Tuhan Yesus. Jailangkung datang tidak diundang dan pulang tidak diantar. Mungkin kuntilanak lebih berpengaruh daripada orang Kristen karena kehadirannya bisa membuat orang menjerit-jerit, sedang kehadiran orang Kristen tidak berdampak. Padahal Alkitab memberikan kita teladan bagaimana orang Kristen seharusnya hidup di tengah bangsa ini dan  hidup di tengah-tengah orang yang membencinya. Alkitab memberi teladan Zakheus.

Zakheus Bertobat dan Berubah!

                Zakheus yang bertubuh pendek tidak bisa diremehkan karena ia adalah seorang pemungut cukai (pajak) yang posisinya cukup tinggi, gajinya cukup besar dan memiliki banyak harta. Tetapi dengan mempelajari latar belakangnya ternyata diketahui bahwa bukan saja seorang pemimpin di penarik pajak tapi ia juga melakukan korupsi sehingga teramat kaya. Mengapa orang seperti Zakheus yang pendek dan secara fisik tidak signifikan di tengah masyarakat,  mau mengejar karir sedemikian rupa sehingga mengalahkan keterbatasannya dan berada di posisi yang cukup tinggi? Mengapa ia menjadi begitu beringas untuk mengumpulkan harta yang begitu banyak? Saya pikir, ia mati-matian mengumpulkan harta karena hidupnya berorientasi pada dirinya sendiri. Tubuhnya kecil dan  pendek, mungkin tidak sampai semeter. Tingginya tidak signifikan sehingga ia sering diremehkan dan dilecehkan, sehingga mungkin membuatnya marah dan memanipulasi orang lain melalui pajak. Zakheus orang yang berorientasi pada dirinya sendiri (yang penting elu tidak bisa bully gua, yang penting gua kaya dan senang dll). Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia tetap manusia biasa yang merindukan kebenaran.
                Agustinus berkata, “Di dalam hati manusia ada sumur yang sangat dalam yang tidak bisa diisi oleh apapun juga kecuali oleh Allah. Kita bisa mengisi dengan kekayaan, reputasi dan cita. Tapi relung hati hanya bisa diisi oleh Allah, ia diciptakan khusus oleh Allah. Sehingga Zakheus walaupun egois (selfish)  tapi ia merindukan kebenaran. Begitu mendengar Tuhan Yesus datang, ia pun berlari-lari mendahului massa, tapi karena tubuhnya kecil dan terdapat banyak orang maka ia tidak bisa menembus kerumuman tersebut. Ia kemudian naik ke pohon ara dan menunggu Tuhan Yesus. Tuhan Yesus yang berjalan melaluinya melihat Zakehus lalu berkata, "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (Lukas 19:5).  Ini sebuah undangan, seruan, proklamasi bahwa Yesus yang dielu-elukan orang banyak menerima Zakheus apa adanya. LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) menerjemahkannya secara tepat dari bahasa aslinya. Yesus tidak mengatakan, “Aku mau menumpang di rumah mu. Boleh tidak?” Tetapi ” "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Dalam perkataan ini, ada semacam desakan dari Yesus. Ini tidak biasa. Yang punya rumah adalah Zakheus sedangkan yang mau menumpang adalah Yesus. Di mana-mana orang yang mau menumpang bertanya dulu (bukan maksa). Misal ,”Bro, boleh tidak menumpang?” Tetapi Tuhan Yesus tidak begitu. Zakheus pemungut cukai yang bekerja di bawah kekaisaran Roma yang menjajah Yahudi waktu itu. Orang Yahudi punya kebanggaan atas kewargaaannya (mereka warga negara utama). Kita orang Tionghoa tidak dianggap. Tiba-tiba mereka dijajah oleh kekaisaran Roma. Perasaan mereka benci luar bisa pada orang yang menduduki negera mereka. Dan Zakheus adalah orang yang keturunan Abraham tetapi bekerja pada penjajah dan menjajah bangsanya sendiri. Sehingga ia benar-benar dibenci oleh orang-orang sebangsanya. Walau ia kaya dan hebat, tetapi jadi tidak hebat karena Zakheus mengkhianati bangsanya sendiri.
                Bila menghadapi Zakheus ada orang yang benci dan hal ini tidak bisa ditutupi. Karena kalau pun ditutupi maka suatu kali akan terbuka juga. Kebencian terhadap Zakheus diekspresikan. Di mata orang sebangsanya, ia bukan siapa-siapa. Tapi ketika berkata seperti itu (Aku harus menumpang di rumahmu), Tuhan Yesus menerima Zakheus (Aku menerimamu apa adanya dan aku mau berjamu denganmu) Sementara orang lain meremehkan , Tuhan Yesus meninggikan. Orang lain menolak, Yesus menerima. Orang lain menilai Zakheus secara negatif, Tuhan Yesus tetap melihat esensi dari Zakheus. Perjumpaan Yesus dengan Zakheus mengubah hidup Zakheus menjadi orang baru. Kesediaan Yesus makan di rumahnya bukan saja penerimaan Yesus tetapi juga pengakuan bahwa ia keturunan Abraham seperti orang Yahudi lainnya. Ia percaya dan mempercayakan dirinya pada Yesus. Iman  berarti mempercayai Yesus dan mempercayakan diri pada Yesus. Ini yang dilakukan Zakheus. Ia mempercayakan diri pada Tuhan Yesus. Zakheus pecaya dan melepaskan berhala dan kekayaannya , lalu berbalik kepada Yesus tempatnya bersandar. Sehingga ia berkata"Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." (Lukas 9:8).  Kalau ia tipe bully menggunakan jabatan untuk diri sendiri, maka betapa kayanya Zakheus. Namun ia menerima Tuhan Yesus, bertobat dan melepaskan kekayaannya dan memeluk Yesus. Setengah dari kekayaan diberikan ke orang miskin. Sisanya tinggal setengah. Bila sisanya misalnya ½ nya dari orang yang dipalak dikembalikan empat kali lipat maka sisanya praktis tidak ada. Ketika seseorang berjumpa dengan Tuhan Yesus, pilihannya ada dua yakni  menerima atau menolak Yesus. Menerima Yesus berarti mempercayakan diri pada Yesus dan Yesus akan memeliharanya. Hal-hal lain menjadi tidak penting seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Filipi 3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus. Orang yang mengalami Yesus dan mempercayakan diri pada Yesus akan menganggap hal lain selain Yesus tidak berarti.
                Kita bisa melihat ilustrasi dengan mengangkat 1 jari kita dan fokus pada jari tersebut. Apa yang dilihat pada sekeliling jari tersebut? Sekeliling jari menjadi blur. Ketika kita fokus pada sesuatu , maka hal-hal lain di luar fokus menjadi buram dan tidak penting (signifikan). Ketika mata kita terarah pada Yesus, maka segala sesuatu di luar Yesus menjadi buram. Ketika percaya Yesus maka hidup kita benar-benar mengalami perubahan. Pertobatan bukan saja perubahan internal dari kebiasaan lama menjadi baru. Seringkali Ini yang ditekankan. Misalnya : dahulu merokok dan makan sembarangan sekarang tidak lagi. Dulu suka main tangan terhadap istri sekarang tidak. Tetapi pertobatan berbicara mengenai perubahan menyeluruh dari segala aspek kehidupan. Pertobatan itu bersifat general dan overall (semua). Sehingga Yohanes pembaptis berkata, “Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.” (Matius 3:8).  
Kalau bertobat harus berbuah yang sesuai. George Horace Gallup (1901 –1984) (dalam majalah Leadership) berkata,”Ada perbedaan kecil di dalam tingkah laku etis antara orang yang pergi dan tidak pergi ke gereja. Ada banyak kebohongan dan ketidakjujuran di antara orang yang pergi ke gereja sama seperti di antara orang yang tidak pergi ke gereja. Semua orang berkata bahwa agama itu penting sayang tidak mengubah hidup. Orang mengatakan agama penting untuk mengalahkan depresi tapi tidak berdampak pada perubahan perilaku. Singkatnya, berdasarkan survei hidup orang Kristen di gereja dengan orang non Kristen di luar gereja tidak berbeda. Ini ironi yang sangat menyedihkan. Orang Kristen percaya bahwa dalam pertobatan terjadi sesuatu yang bersifat supranatural sekaligus natural. Pertobatan bukan saja keputusan akal budi. Teologi kekristenan mengajarkan bahwa pertobatan bersifat supra natural (adi kodrati) dan pertobatan menghasilkan lahir baru dan mengalami perubahan diri. Roh Kudus bekerja dalam diri saya sehingga perilaku saya secara otomatis mengalami perubahan. Perubahannya adalah  kesepakatan bahwa dosa adalah dosa dan bahwa saya harus hidup sesuai kehendak Allah (saya menunjukkan  perubahan). Di lain pihak pertobatan adalah karya Allah dalam diri saya sehingga saya harus menunjukkan perubahan yang signifikan.
Agama lain tidak melibatkan Allah dalam bentuk pertobatan (saya sadar untuk berubah dalam hidup kita, semoga amal ibadah diterima Tuhan). Itu bukan ajaran Tuhan. Seharusnya orang Kristen punya hidup yang betul-betul berbeda dari orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Namun hasil survei menyatakan bahwa ternyata tidak ada perbedaan yang signifkan antara orang Kristen dan non Krristen. Ini berarti celaka! Tanda tanya besar! Jadi apakah sudah pada lahir baru? Datang ke gereja puluhan tahun , tapi tidak lahir baru maka tidak masuk surga. Yoh 3:3 Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." Percaya kepada Yesus tidak menyelamatkan tapi lahir baru yang menyelamatkan. Orang lahir baru karena ia percaya Kristus. Orang yang berkata bahwa ia percaya belum tentu lahir baru. Kalau kita lahir baru mengapa gaya hidup kita tidak berbeda? Rodney "Gipsy" Smith MBE (1860 –1947) suatu malam di Afrika Selatan berkhotbah dan didengar oleh seorang pemuda Belanda dan kemudian menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Setelah pemuda itu bertobat, ia mendatangi seorang Belanda lainnya. Ia bertanya,”Apa engkau mengenal jam ini?” Yang dijawab,”Oh ini jam tangan saya. Ada inisial nama saya. Jam ini sudah hilang berpuluh tahun lalu. Kamu temu di mana?” Pemuda itu  berkata, “Saya mencurinya.” Pemiliknya bertanya,”Lalu apa yang menyebabkan engkau mau mengembalikannya kepada saya?” Pemuda ini menjawab,”Semalam saya bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat. Jadi saya mengembalikan apa yang telah saya curi pada hari ini.”
 Apa beda kita dengan Zakheus? Mungkin kita tinggi dia pendek. Tapi kita manusia yang sama. Allah mengasihi Zakheus dan kita. Apa yang Allah lakukan untuk Zakheus juga untuk ktia. Dia ingin mengubah hidup kita. Kalau ia sanggup mengubah Zakheus Ia juga sanggup mengubah hidup kita. Zakheus bertobat dengan memberikan harta ke orang lain, kita juga bisa. Pertobatan kita seharusnya menunjukkan perubahan yang nyata , berdampak dan secara sosial bisa dilihat.
                Setelah bertobat, menangis itu biasa. Apalagi pembawa khotbahnya pandai membawa suasana sehingga bisa membuat orang menangis dengan mudah. Tetapi setelah itu apa? Setelah menangis apa? Apakah kita menunjukkan perubahan secara hidup signifikan dan berdampak bagi orang lain? Zakehus bertobat, kelihatan perubahannya (sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat) dan pertobatannya berdampak sosial. Kalau tidak berdampak sosial, maka kita mudah dibuang. Zakheus , awalnya orang yang berorientasi pada diri sendiri dan memakmurkan diri sendiri dengan satu dan lain cara. Apa beda kita dengan Zakheus kalau kita bertobat tapi tidak berdampak? Kadang saya pikir, orang Kristen tidak beda dengan upil. Saya membandingkan bahwa upil itu dikilik enak, ditarik basah. Dipelintir enak dan dibuang jadi sampah. Asal upil dari sel darah putih (leukosit) yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh dan dari debu. Sel darah putih mempertahankan diri kita. Ia menjadi “jenazah” setelah mempertahankan diri manusia dari penyakit. Awalnya ia berguna. Saat tidak dibutuhkan lagi ia dibuang. Orang Kristen jadi upil, kalau tidak dibutuhkan maka diberangus (dibuang). Hal ini berbeda bila kita menjadi tangan kanan. Tidak ada yang membuangnya. Ibarat kita membuat tato naga di tangan saat kurus. Namun setelah bertambah gemuk, gambar naga-nya  menjadi seperti cacing tapi tangannya tidak dibuang. Kalau kita bermain pasir dengan anak lalu tangan kita menjadi kotor, maka tangan tersebut tidak diamputasi. Tangan tertoreh paku karatan dan bernanah  tidak diamputasi tapi dicari alternatif penyembuhan, karena tangan itu penting.
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (Matius 5:13). Wajar dibuang karena tidak ada gunanya selain diberangus, dibredel dan dipotong walau sepertinya kejam. Ini konsekuensi logis. Kehadiran kita memang tidak berdampak. Kadang kentut busuk lebih bagus daripada orang Kristen yang tidak berdampak. Sebagai orang Kristen tidak bisa seperti itu (ada bagus, tidak ada tidak apa-apa), entah minoritas atau mayoritas. Kita harus tunjukkan hidup kita dengan penuh dampak pada orang lain. Caranya mudah. Kalau sudah terima Tuhan Yesus, maka sudah saatnya mempercayakan diri pada Yesus. Ketika mempercayakan diri pada Yesus, maka kita mempercayakan bisinis, pekerjaan, keluarga pada Yesus. Mempercayakan semua aspek pada Yesus tidak berarti lepas tangan. Kita akan mengalami perubahan oreintasi. Sebelumnya hidup kita berusaha dengan kekuatan sendiri, sekarang hidup untuk kemuliaan Yesus. Dulu bisnis untuk mengejar keuntungan. Sekarang keuntungan Tuhan yang atur tapi tugas dan tanggung jawab kita adalah mengerjakan yang terbaik. Setelah mempercayakan hidup pada Yesus, kita ubah orientasi : dulu kejar karier demi keuntungan dan kepuasan pribadi, sekarang diubah menjadi demi kemuliaan Allah. Charles Haddon Spurgeon (pangeran pengkhotbah, 1834-1892) berkata, “Apa tujuan akhir manusia? Tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Allah selama-lamanya.” Sekarang untuk memuliakan dulu. Dulu memperkaya diri sekarang berdampak untuk orang lain.

Menjadi berdampak.

Mungkin saat ini adalah Yesus adalah benteng kita satu-satunya. Berita hari ini sekjen FPI berkata, “Bila sampai ada yang melarang mereka demo dan salat di jalan akan dibunuh, polisi sekalipun.” Kalau sampai ekstrim maka akan terjadi perang dengan polisi bila polisi juga keras. Gajah bertarung melawan gajah,pelanduk di tengah mati terjepit. Kita yang berada di tengah yang akan mati terjepit. Siapa benar dan siapa salah, itu bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan? Yang kita permasalahkan, konsekuensi logis semuanya apa? Belajar dari sejarah, siapa menang atau kalah , kita tetap diberangus. Kita harus membeli diri. Alkitab tidak melarang kita membela diri. Kita membeli diri tanpa kehilangan tujuan hidup di hadapan Allah. Kita tidak mengangkat senjata. Cara kita harus membela diri dengan signifikan dan cerdas. Bagaimana caranya? Jadikan kehadiranmu dan saudara seimanmu penting sehingga saudara seimanmu dan dirimu tidak bisa dibuang.
Dulu ada seorang guru kungfu cukup terkenal di Lokasari. Anaknya adalah teman saya. Dia tidak mau mengajarkan kungfunya ke sesama orang Tionghoa. Saat minum kopi bersama, saya bilang kepada teman saya,”Hal ini perlu kalau belajar dari sejarah”. Dia bilang kalau ada kerusuhan orang bisa melarikan diri ke luar negeri. Saya berkata,”Bisa. Tapi kalau dari Mangga Besar ke bandara berapa jauh? Kalau di tengah jalan dipegat bagaimana? Kamu jago. Kalau melawan 10 orang masih bisa menang tapi kalau lawan 100 orang bagaimana?” Yang kaya bisa beli tiket pesawat, begitu ada kerusuhan lari ke luar negeri, lalu mau bekerja apa di sana. Setelah itu balik ke Indonesia. Sama saja bukan? Hidup kita harus berdampak. Kalau tidak , maka tidak ada gunanya. Beda kalau kita memberdayakan 100 pemuda untuk diajarkan 25% dari ilmu dia, maka bisa menjadi satu pasukan. Maka orang tidak bisa sembarangan. Kalau orang Kristen menjadi kekuatan sosial, maka gereja tidak gampang diobok dan dibuang. Jadikan hidup berdampak. Buat apa jabatan dan kekayaan ? Tidak ada artinya. Bila tidak ada apa-apa di dunia dan kita bisa hidup aman, tentram, sentosa, tetapi setelah meninggal  siapa yang akan mengingat diri kita? Yang ingat hanyalah orang yang hidupnya pernah dipengaruhi dengan keberadaan kita. Dia akan menceritakan kisahmu pada cucunya. Kau mati tapi hidup dalam benak orang yang ditolong. Betapa rentan kekayaan dan kekuatan, kita membutuhkan komunitas Kristen yang berdampak.
                Pada Mei 98 saya sedang berada di Malang praktek di sebuah gereja yang sudah tua dan tidak besar  di kawasan China Town Surabaya. Ukuran gerejanya sebalkon dari gedung gereja GKKK Mangga Besar. Jemaat yang datang duduk berdempetan. Gereja ini sudah lama berdiri. Sehingga jemaatnya yang dulunya anak Sekolah Minggu beranjak remaja , menjadi pemuda, lalu menikah dan menjadi kaya. Walhasil jemaat pemuda yang jadi orang kaya, datang ke gereja. Dulu naik sepeda sekarang naik mobil, maka jalan di depan gereja macet. Pada tahun 1997 gembala mengumumkan agar jemaat tidak memarkir kendaraan di depan gereja tetapi bisa memarkir di hotel atau restoran yang jaraknya sekitar 100 meter dari gereja. Dulu biasa naik sepeda, sekarang setelah biasa naik mobil maka kalau berjalan ngos-ngosan sehingga ada yang komplain. Pendeta bilang tidak boleh, karena mengganggu jalan dan menjadi batu sandungan. Akhirnya jemaat parkir di hotel dan restoran. Jalan 100 meter tidak jauh tapi karena tidak mau jalan lalu naik beca dan kasih ke tukang becaknya ada yang Rp 20,000, Rp 30.000, Rp 50.000 untuk jarak dekat sehingga tukang beca ramai. Beca selalu habis. Pulang pergi jemaat naik becak. Saya pikir pada Mei 1998 gereja ini akan dibakar. Saat tempat lain dijarah, ternyata gereja ini tidak ada yang senggol karena becanya dibawa ke depan gereja dan gereja dibarikade oleh tukang beca yang asalnya dari Madura. Mereka berkata, “Kalau berani gereja dibakar, gua bacok dan matiin kamu.” Karena kehadiran gereja dan jemaat berdampak positip bagi tukang beca. Ada hubungan simbiosis mutualisme dan penuh kasih antara jemaat dengan tukang gereja. Mereka memahami orang Kristen dan merasakan orang Kristen penting. Sehingga tukang beca pasang badan. Jumlahnya kecil tapi uangnya banyak.
Ada seorang preman yang berkata,”Ada orang yang parkir sembarangan dan tidak kasih orang lewat karena mobilnya takut dibaret.”  Preman itu bilang, “Duit elu bisa tahan tapi nyawa elu berapa lama?” Uang mu bisa menahan hidupmu bertahan lama? Kalau uang disimpan didompet, uangmu membuat engkau mati. Kalau tidak mati karena kerusuhan tapi mati karena kolesterol. Tapi bila gunakan uang untuk sosial, uangmu akan memperpajang nyawa. Mei 98 saya berkhotbah,”Jangan takut Allah akan melindungi kita.” Setelah turun mimbar menyampaikan khotbah pendeta senior berkata, “Orang Kristen di Jakarta ada yang menjadi korban. Di mana Tuhan?” Tuhan menolong dengan berbagai cara.
Pada suatu hari terjadi banjir besar di suatu desa. Para warga mulai mengungsi dan ada juga yang menghindari banjir itu ketempat yang lebih tinggi sambil menyelamatkan barang – barang yg ada. Di desa tersebut terdapat seorang warga yang sangat rajin beribadah dan sangat fanatik terhadap ajaran agamanya dan kita sebut saja namanya Pak Tebe. Akibat banjir tersebut dia kemudian naik ke atas atap rumah sambil terus berdoa minta keselamatan pada Sang Pencipta sambil melihat tinggi air yang sekarang sudah hampir mendekati atap tempat dia duduk. Kemudian datang seorang warga yang menggunakan perahu kecil ke rumah Pak Tebe dan berkata, “Pak, ayo cepat ngungsi nanti tenggelam lho. Mari naik kemari” Tapi jawab Pak Tebe; ” Tenang Tuhan pasti menolong saya..” maka warga tadi pun berlalu meninggalkan Pak Tebe yang masih diatas atap dan terus berdoa. Besoknya, Sebuah rakit penduduk pun menghampiri Pak Tebe dan berkata; ” Ayo pak, ikut dengan kami kalau tidak nanti bapak tenggelam lho!”
Tapi Pak Tebe tetap menjawab; “Tenang Tuhan pasti akan memberi pertolongan pada saya. Silahkan kalian pergi..” Maka pergilah rakit itu meninggalkan Pak Tebe yang sudah kedinginan dan lemas akibat hujan yang belum reda dan akibat sejak kemarin perutnya belum diisi. Tak lama datanglah sebuah boat penyelamat yang melihat ada orang yg masih belum mengungsi yaitu Pak Tebe tadi. Si regu penyelamat berkata; “Ayo pak naik, nanti bapak tenggelam lho!!” tapi lagi lagi Pak Tebe menolaknya dengan menjawab; “Sudahlah, saya tidak mau ikut, saya yakin Tuhan akan menolong saya. pergilah kalian” Maka menjauhlah boat itu sambil membawa pengungsi lain ke tempat yang aman. Hingga Pada detik – detik terakhir datanglah helikopter dan menjulurkan tali ke bawah untuk mengangkat pak Tebe sambil berkata: ” Cepat pegang talinya pak, agar kami bisa menarik anda ke atas” Namun Pak Tebe malah memotong tali itu dan berteriak; ” AKU AKAN DITOLONG TUHAN, tinggalkan saja saya”. Singkat cerita Akhirnya Pak Tebe tenggelam dan mati. Setelah mati, Pak Tebe pun menghadap pada Tuhan. Tapi Pak Tebe marah pada Tuhan dan berkata: ” Tuhan mengapa Kau tidak adil? Engkau biarkan saya mati padahal saya percaya padaMu dan akan menolongku!!” Sambil senyum Tuhan pun menjawab: “Hei manusia…,  kalau Saya tidak menolongmu lantas untuk apa ada bantuan rakit, boat dan helikopter yang Saya kirimkan kepadamu. Salahmu sendiri tidak menggunakan fasilitas tersebut untuk menyelamatkan diri.” Mendengar Jawaban Tuhan, Pak Tebe pun sadar akan kekhilafannya. Dia terlalu mengharap datangnya mukjizat seperti malaikat datang dari langit dan mengangkat dia, ternyata perkiraannya salah besar.

Dalam perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-13), Tuhan Yesus berkata, belajarlah dari bendahara ini  tetapi bukan korupsinya melainkan ia tahu bagiamana menggunakan mamon untuk membangun persahabatan. Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi." (Lukas 16:9). Tuhan memberkati supaya kita menolong orang lain dan berdampak. Kalau sungguh mengalami pertobatan, walau tidak punya uang, pastikan hidup kita berdampak bagi orang lain!        

Bersimpuh di Kaki Tuhan (Refleksi dari Maria)


Ev. Cici S. Larosa

Lukas 10: 38-42
38  Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.
39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,
40  sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."
41  Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,
42  tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."

Yoh 11:1-2 Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.  Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.

Yoh 12:1-8
1 Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati.
2  Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus.
3  Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.
4  Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata:
5  "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?"
6  Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.
7  Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku.
8 Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu."

Pendahuluan

                Bersimpuh mungkin bukan hal yang mudah bagi sebagian orang. Bersimpuh adalah cara duduk di mana kedua kaki ditekuk , dilipat ke belakang lalu ditindih oleh berat badan. Cara duduk seperti ini tidak nyaman. Jarang ada orang yang senang dengan cara duduk seperti ini. Kecuali pada saat tertentu seperti saat seperti penahbisan majelis, peneguhan pendeta dll, namun tidak dilakukan secara penuh (bersimpuh) melainkan lututnya yang menjadi tumpuan (setengah berlutut). Tetapi di dalam Alkitab, dikisahkan ada seorang perempuan (Maria) yang duduk bersimpuh dekat kaki Tuhan. Perikop Lukas 10:38-42 diberi judul oleh LAI : Maria dan Marta. Firman Tuhan ini menceritakan bagaimana Maria dengan setia datang  duduk bersimpuh di hadapan Tuhan Yesus dan mendengarkan firmanNya. Siapakah Maria ini? . Maria adalah orang yang pernah mengurapi Tuhan Yesus, yang kisahnya akan kita renungkan hari ini secara mendalam. Kisah Maria yang mengurapi kaki Tuhan Yesus ditulis pada 3 kitab Injil (kecuali yang ditulis pada Injil Lukas). Namun kali ini hanya akan diambil dari Yoh 12:1-8 (Perikop LAI : Yesus Diurapi di Betania).
Jika kita mengingat kronologi dari kisah ini yang dicatat oleh kitab Injil Yohanes, Tuhan Yesus sedang duduk bersama Lazarus. Ia adalah  saudara laki-laki Maria dan Marta dan  pernah menderita penyakit kusta lalu mati. Setelah itu ia dibangkitkan Yesus. Peristiwa ini membuat Tuhan Yesus dikejar-kejar oleh  ahli Taurat , orang-orang Farisi dan Yahudi saat itu. Karena tidak berhasil mengejar, maka dikeluarkan perintah agar siapa yang menjumpai Tuhan Yesus agar dibawa kepada ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka tidak senang karena peristiwa itu membuat orang Yahudi percaya pada Tuhan Yesus. Namun perintah ini tidak menjadi halangan bagi Lazarus untuk menyampaikan rasa syukurnya kepada Tuhan sehingga ia mengadakan perjamuan makan kepada Tuhan Yesus di rumahnya. Ia tidak takut dengan penguasa saat itu.
Peristiwa ini terjadi di Betania, sebuah kota yang menurut catatan Markus  11:1 terletak di bukit Zaitun terletak di lereng gunung dan berjarak beberapa mil dari Yerusalem. Saat itu tepat 6 hari sebelum orang Yahudi merayakan (ibadah) Paskah mereka yang tentunya diadakan di Yerusalem. Tuhan Yesus berada dengan murid-muridNya di sana. Penduduk kota ini cukup ramah dibanding dengan penduduk kota Yerusalem dalam menerima Tuhan Yesus sehingga Tuhan Yesus aman di sana. Perjamuan ini diadakan untuk menghormati Tuhan Yesus, padahal  para imam yang saat itu bersama-sama dengan orang Yahudi sedang mengeluarkan perintah untuk membawa Tuhan Yesus. Dengan demikian Lazarus sedang melawan perintah penguasa (duniawi). Saat itu Marta melayani sedangkan Maria tidak demikian. Luk 10:38-42 Maria datang dan duduk bersimpuh dekat kaki Tuhan Yesus dan mendengar perkataanNya. Apa yang dimiliki Maria sehingga ia mampu melakukan hal ini (bersimpuh dekat kaki Tuhan Yesus) ? Tindakannya ini bahkan dipuji oleh Tuhan Yesus sendiri. Itu karena ia memiliki hati seperti apa?

Hati Maria

1.    Maria memiliki hati yang mengasihi yang menimbulkan tindakan yang menakjubkan dan tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendorongnya melakukan tindakan ini. Ia melakukannya dengan tulus hati. Saudaranya Marta sedang melayani, mempersiapkan di dapur hal-hal yang dibutuhkan oleh tubuh jasmani. Berbeda dengan Marta, ia mengambil setengah kaki minyak narwastu murni yang mahal harganya. Sedangkan Matius mencatat sebagai buli-buli pualam yang berisi minyak wangi. Minyak narwastu hanyalah sebuah nama produk saja. Markus mencatat  hal yang sama dengan Matius. Bedanya Markus menyebut nama minyak wangi (sama seperti yang disebut oleh Yohanes) yakni minyak narwastu yang murni dan mahal harganya. Dari kalimat yang kita baca, ada disebutkan kaki. Kati merupakan ukuran atau takaran berat yang digunakan oleh orang Romawi saat itu. Bila disesuaikan dengan ukuran (timbangan) yang sekarang dipakai di Indonesia yaitu 1 kaki = 6,25 ons , jadi kalau 1/2 kati beratnya  sama dengan 3 ons lebih. Itu minyak yang dimiliki Maria saat itu. Menurut tradisi Yahudi, minyak narwastu adalah minyak yang paling berharga dimiliki seorang gadis kala itu. Baunya sangat wangi dan digunakan sewaktu seorang gadis mengadakan pesta pernikahannya. Minyak wangi ini dituangkan ke wajah perempuan. Minyak wangi yang begitu harum dan berkualitas, harganya mahal. Seperti yang dikatakan Yudas,”Harga dari sebuah minyak narwastu kira-kira 300 dinar (1 dinar = nilai upah seorang pekerja harian dalam sehari, bila upah 300 dinar maka besarnya 1 x 300 dinar. Bila upah harian Rp 50.000 maka berarti 300 dinar x Rp 50.000 / hari atau seharga Rp 15 juta). Itu kalau Rp 50.000 namun sekarang lebih tinggi dari itu. Jadi minyak wangi setengah kati ini sangat mahal. Seorang gadis yang belum mampu membelinya, dia pasti menabung entah berapa tahun demi minyak ini sebagai persiapan pesta pernikahan. Ini satu-satunya barang berharga yang dimiliki gadis Yahudi seperti halnya Maria. Dengan tindakannya Maria menunjukkan kasihnya kepada Tuhan Yesus.

2.    Hati yang rela, hati yang iklas melakukan apapun tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Itu yang dilakukan Maria. Kendatipun Tuhan Yesus dikejar-kejar orang Farisi saat itu, tetapi ia tidak mau menghiraukannya. Tetapi Maria mau mengambil minyak dan memberikannya pada Tuhan Yesus. Ia memberikanNya dengan tindakan membuka minyak yang dimiliki dan melakukan urapan pada saat itu. Ia meminyaki Tuhan Yesus saat itu. Ada yang mengatakan dimulai dari kepalaNya. Injil ada yang mencatatnya dari kepala dan ada juga yang mengatakan dari kaki. Ketiga Injil  mencatat dan saling melengkapi. Intinya Maria mengurapi Tuhan Yesus dengan minyak yang mahal. Minyak yang sedemikian rupa, satu-satunya dimiliki dipersembahkan kepada Tuhan Yesus. Ia tidak memikirkan minyak ini sebagai barang yang dibeli dengan cara mengampilkan. Padahal minyak ini dibeli dengan harga mahal dan lama sudah ia mengumpulkan uang untuk membelinya. Tetapi Maria mau memberikannya kepada Yesus. Tidak berhenti di situ saja. Setelah melakukan pengurapan, ia menyeka kaki Tuhan Yesus, melap kakiNya dengan menggunakan rambutnya. Bagaimana dengan kita? Jangankan kaki orang lain, ada yang rela membersihkan kaki dengan rambutnya. Padahal rambut adalah sesuatu yang sangat berharaga. I Kor 11:15 adalah kehormatan bagi perempuan untuk memiliki rambut panjang. Rambut adalah anggota tubuh yang sangat berharga bagi dirinya, tetapi Maria mau menggunakan untuk melap kaki Tuhan Yesus.
Minyak Narwastu yang satu-satunya barang berharga yang berguna untuk pesta di masa depannya diberikan pada Tuhan Yesus dan rambutnya adalah bagian tubuh yang dimiliki, direlakan dan digunakan untuk Tuhan Yesus. Ia tidak memikirkan harga yang mahal dan rambutnya yang begitu penting. Tetapi ia merelakannya. Ia tidak memikiran apa yang menjadi kemuliaan Tuhan Yesus karena Tuhan Yesus lebih mulia dari diriNya. Maria lebih memilih dan mengambil kesempatan untuk bersama dengan Tuhan Yesus dan juga untuk mendengarkanNya (Lukas 10). Maria telah mengambil kesempatan yang baik yang hanya ada saat itu (di saat lain belum tentu ia mendapatnya). Ia memberikan apa yang dimiliki pada Tuhan Yesus. Maria yang mengasihi Tuhan Yesus membuat ia memiliki hati yang rela untuk memberikan apa yang dimilikinya ke Tuhan Yesus. Melalui kisah Maria ini, kita dibawa pada kesadaran akan kasih itu sendiri yaitu kasih yang memiliki totalitas, kasih yang rendah hati dan sadar tidak akan mementingkan diri sendiri.

Penutup

                Dalam tradisi Jawa keraton, ada abdi dalam di sebuah kerajaan (keraton) dan melayani dalam keraton tersebut. Mereka berjalan bukan dengan cara biasa. Mereka berjalan sambil bersimpuh. Betapa mereka menghormati junjungannya. Mereka hidup sederhana dan tidak digaji mahal. Banyak dari mereka ingin melayani. Karena sebuah kebanggaan bagi mereka menjadi abdi dalam. Namun tidak semua orang memiliki kesempatan menjadi abdi dalam.
Di sebuah gereja kecil di kota Roma (Skala Santa) , ada tangga kudus. Ini mengingat masa kesengsaraan Tuhan Yesus. Melambangkan Tuhan Yesus sebelum disalib pernah menaiki sebuah gunung. Ada gambar Tuhan Yesus disalib dan bejana tabernakel yang terbuat dari emas. Lalu cara menaiki tidak dengan berjalan tetapi bersimpuh. Mereka mau melakukannya karena mereka mengasihi dan ada sosok yang dikasihi seperti Tuhan Yesus. Mungkin banyak motivasi yang mereka miliki. Mereka membawa pergumulan dan berdoa. Mereka memberi diri dengan cara seperti itu dan mereka mau datang kepada Tuhan walaupun kita tidak setuju dengan cara seperti ini. Mereka datang dan memberikan waktu dan diri mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus.
                Kita bisa melihat ilustrasi bagaimana mereka mengorbankan diri mereka pada orang yang dikasihi. Sebagai orang percaya kita bisa melakukan hal yang lebih dari ini. Karena hidup untuk mengasihi Tuhan terus menerus. Tetapi terkadang diri kita terlalu egois. Kita sering memikirkan diri kita. Bagaimana kalau saya mengambil pelayanan dalam waktu saya? Bagaimana setiap pagi harus melakukan renungan padahal harus sibuk memasak? Tetapi firman Tuhan mengingatkan kita kembali. Mari kita bersama mengasihi Tuhan , memberikan waktu kita untuk mendengarkan Tuhan melalui doa pribadi dan saat teduh kita. Waktu kita hanya utnuk Tuhan. Sudahkah kita memiliki hati yang mengasihi Tuhan seperti Maria? Sudahkan kita memiliki hati yang mau mengasihi atau seperti Marta? Apakah sekarang kita tidak mampu mengasihi Tuhan oleh karena dunia yang sedang menindas kita dan membuat iman kita jauh dari hadapan Tuhan? Apakah kita telah dikalahkan dunia atau sebaliknya kita mengalahkan dunia yang sedang berkuasa saat ini? Adakah kita lebih mengasihi apa yang lebih berharga yang kita miliki daripada mengasihi Tuhan  dan mengobankan apa yang dimiliki pada Tuhan? Dengan cara apa? Dengan cara mengasihi sesama kita juga. Apakah pernah kita menyia-nyiakan kesempatan yang kita miliki untuk menunjukkan kasih kita kepada Tuhan dengan mengasihi orang lain juga? Atau kita tidak mau melepaskan apa yang sedang kita idamkan padahal di kala ada orang yang jauh lebih membutuhkan kasih kita. Mari kita merenungkan hal itu.             Jika kita masih belum, maka mintalah ke Tuhan agar Dia memampukan kita agar kita memiliki hati yang mau mengasihi sehingga kita memiliki hati yang rela sehingga orang lain bisa melihat totalitas dari hati tersebut dalam kerendahan hati. Mari bersama kita memilih mendengarkan firman Tuhan lebih utama dari yang lain dan menerapkannya dalam hidup kita. Setelah pulang, mari kita siap menjadi orang yang telah bersimpuh di kaki Tuhan dan yang olehNya kita mampu memiliki hati yaitu hati yang mengasihi dan hati yang rela. Sebelum mengasihi manusia, jangan pernah kita katakan bahwa kita sudah mampu mengasihi Tuhan dan memberikan apa yang kita miliki kepada Tuhan. Kualitas dan kemampuan kita mengasihi Tuhan bisa dilihat dari tindakan kita sehari-hari. Kiranya setelah pulang dari kebaktian kita mampu mengalahkan dunia yang ingin mengatur kita dan kita katakan kepada dunia bahwa engkau seharusnya di bawah kendali kami. Amin.
                

Tuesday, November 8, 2016

Kisah Seorang Penabur


Ev. Susan Kwok

Mat 13:1-23
1  Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau.
2  Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.
3  Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.
4  Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
5  Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
6  Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
7  Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
8  Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
9  Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
10  Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?"
11  Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.
12  Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
13  Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.
14  Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.
15  Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.
16  Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.
17  Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.
18  Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.
19  Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
20  Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
21  Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.
22  Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
23  Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."

Pendahuluan

                Agar mudah mengingat firman Tuhan yang tercantum pada Mat 13:1-23 (perikop paralel Markus 4:1-20 dan Lukas 8:4-15), kita dapat menyanyikan lagu Kisah Seorang Penabur.

Ada tanah yang keras di pinggir jalan. Ada tanah berbatu-batu.
Ada tanah yang penuh belukar duri. Hingga benih tak dapat tumbuh
O Tuhan jadikanlah hatiku lembut. Sperti tanah yang baik dan subur
Agar benih FirmanMu. Dapat bertumbuh – berbunga dan berbuah lebat

Perumpamaan tentang penabur adalah satu di antara sejumlah perumpamaan yang dicatat dalam ketiga Injil sinoptik [Matius, Markus dan Lukas]. Benih yang ditaburkan adalah “firman tentang Kerajaan” (Matius13:19), “firman” (Markus 4:14) atau “firman Allah” (Lukas 8:11).

                Saat berdoa saya menyampaikan hal yang merupakan isi hati saya,”Selama menjadi orang percaya, saya mungkin sudah mendengarkan kisah ini lebih dari 20 kali. Saat membacanya, saya sering bertanya dalam hati, ‘Apalagi yang Tuhan mau ajarkan kepada saya? Kalau Tuhan mau mengajar 20 kali, bagaimana respon hati saya?’” Ada empat respon yang mungkin diambil yakni : 1. Mendengar-lupa;  2. Mendengar - bertumbuh sebentar - lalu lupa; 3.  Mendengar – ingat - melakukan tetapi saat mengalami kesusahan, dikatakan bahwa firman ini tidak cocok untuk saya; 4. Saya terus berjuang untuk melakukan firman ini. Mungkin saya bisa berdiri di antara semak belukar atau bertumbuh di semak duri karena  di ladang gandum juga ada lalang. Ataukah saya akan setia sampai mati? Ketika membaca firman Tuhan, apa yang kita mengerti tentang firman Tuhan? Sebelum Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang penabur , pada Mat 13:2a dikatakan Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia. Berarti pada saat itu banyak orang yang mengerumuni, mencari dan bertanya pada Dia. Apa motivasi mereka? Orang yang mengikut Tuhan Yesus banyak sekali. Di pasal-pasal sebelumnya dicatat Tuhan Yesus sudah membuat begitu banyak mujizat dan perkara ajaib di mana orang yang buta menjadi celik, yang lumpuh berjalan, yang terikat kuasa gelap dilepaskan. Semua orang senang melihatnya dan tidak ada orang yang mau melihat hal-hal yang tidak baik. Itu sebabnya semua orang yang melihatnya kemudian mengikuti dan mengerumuni Yesus. Alasannya hanya satu yaitu mereka ingin terus melihat mujizat-mujizat dan mengalami hal-hal yang baik dan mengherankan dari Tuhan. Di antara orang – orang yang berbondong-bondong itu ada yang sedang sakit atau bermasalah. Mereka ingin agar mereka ditolong oleh Tuhan. Hal tersebut tidak ada salahnya. Yang salah kalau motivasi ikut Tuhan berhenti sampai di sana. Itu sebabnya Tuhan Yesus memberi banyak perumpamaan. Mereka kemudian berharap Tuhan memberikan mujizat yang lain karena yang sebelumnya tidak cukup. Sehingga Tuhan marah dan menegur mereka,”Kamu ini angkatan dan generasi yang jahat. Kamu sudah melihat tapi hatimu tidak percaya. Kamu hanya sekedar melihat, kamu tidak bertumbuh dari orang yang biasa saja menjadi orang yang militan bagi Tuhan.” Sehingga Tuhan berkata, “Kepada mereka hanya diberikan tanda Yunus.” Nabi Yunus yang membangkang dihajar oleh Tuhan melalui ciptaan-ciptaan yang lain. Dengan demikian kita melihat bahwa perumpamaan tentang penabur ini adalah cerita yang Tuhan Yesus sampaikan untuk mengeritik , mengorek, menegur hati mereka sekaligus untuk menguatkan hati orang-orang yang sudah percaya. Tuhan mengajak kita untuk mengintrospeksi diri. Hatimu seperti apa saat mendengar firman Tuhan? Setiap minggu kita datang ke gereja dan menanyakan hal yang sama, sesudah mendengar firman untuk apa dan sesudah mendengarnya lalu apa? Lebih bertumbuh, berhikmat dan lebih mencintai Tuhan?

1.    Menabur benih yang jatuh di pinggir jalan

          Mari melihat kisah ini pada Matius 13:3-4. Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Pada ayat 18-19, Yesus memberi pengertian bahwa benih yang jatuh di pinggir jalan adalah orang yang mendengar firman, tapi tidak bertumbuh dan iblis dengan mudah mengambilnya dan benihnyapun mati. Benih itu tidak sempat tumbuh karena firman Tuhan betul-betul tidak mendapat tempat di dalam hatinya sehingga firman Tuhan tidak masuk dan berakar. Sebagai orang Kristen, kapan firman tidak mendapat tempat dalam diri kita? Ketika kita berkata, “Khotbah itu bukan untuk diri saya tapi untuk orang lain. Itu tidak relevan untuk saya tapi untuk dia.” atau “Hamba Tuhan-nya terlalu sombong rohani sehingga tidak cocok untuk saya. Firman nya tidak cocok untuk saya sehingga tidak mendapat tempat dalam hati saya.” Kalau tidak merasa cocok, bagaimana mungkin membaca  firman Tuhan, melakukan saat teduh dan mempelajarinya? Bagaimana keluarga bisa mencintai Tuhan? Bagaimana mungkin sebagai pekerja di kantor mau menceritakan tentang Tuhan? Seharusnya hidupnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai orang yang percaya Tuhan. Kalau firman tidak tumbuh maka ia akan mati.

2.     Menabur benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu.
          Matius 13:5-6  Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Benih itu jatuh di tanah yang berbatu-batu yang permukaan tanahnya tipis sehingga benih itu cepat bertumbuh. Dia tidak perlu berjuang keras untuk menembus tanah karena tanahnya tipis. Tetapi ketika matahari mulai terbit dan terik (pk 11-12) karena akarnya tidak kuat, maka membuat dia tidak tahan sehingga menjadi layu dan mati. Tuhan Yesus memberitahu arti benih yang jatuh ke tanah berbatu-batu. Mat 13:21  Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.  Orang yang menerima firman Tuhan dengan gemibira tetapi mereka tidak mengerti ada harga yang harus dibayar untuk pertumbuhan yang baik. Setelah menerima firman, ia menganggap sudah selesai. Easy-going terhadap hal-hal yang bersifat rohani. Dia bertumbuh sebentar lalu mati. Rasul Pualus berkata, “Ketika gereja harus mencari seorang penatua, majelis atau pelayan jangan mencari orang yang baru betobat.” Apakah Rasul Paulus menganggap bahwa orang yang baru bertobat tidak rohani? Rasul Paulus ingin agar orang yang baru bertobat menjadi matang dan dewasa terlebih dahulu. Saat betobat, sukacitanya luar biasa.  Saat mendengar firman Tuhan, ia berkonsentrasi penuh dan cepat menangkap maksudnya. Kalau tidak paham, langsung mencari hamba Tuhan dan bertanya apa maksudnya. Keitka hamba Tuhan memberinya buku rohani , langsung dibaca karena ingin tahu. Pertobatan hanyalah awal perjalanan karena masih harus menjalani proses pembentukan. Mengapa ada orang yang baru 2 tahun dibaptis lalu pindah kepercayaan? Rasul Paulus tidak bermaksud mengecilkan orang yang bertobat. Itu bagus tapi harus dimatangkan. Tanah yang berbatu-batu tetap punya potesi untuk tumbuh. Masalahnya harus dibarengi dengan menggali firman Tuhan . Ibarat benih di tanah berbatu-batu, tanah hatinya tidak mau digarap, tidak mau repot untuk menginvestasikan hal-hal yan bersifat rohani. Zaman sekarang kita diperhadapkan pada semangat untuk berinvestasi fisik lebih tinggi dibanding memikirkan hal-hal yang bersifat rohani.

3.    Menabur benih yang jatuh di pinggir jalan

          Matius 13:7  Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.  Benih jatuh di tanah yang bersemak belukar. Tanahnya cukup baik, tetapi benih tidak dapat bersaing dengan semak belukar sehingga mati. Pada Matius 13:18-19, Tuhan Yesus memberi arti bahwa orang ini mendengar firman Tuhan tapi tidak berbuah. Penderitaan dan kekecewaan menghimpit proses pertumbuhannya. Saya suka menanam di ladang yang kecil. Tiap malam tumbuh tanaman yang tidak saya tanam. Mungkin berasal dari ada benih tanaman lain yang tertiup angin. Sehingga saya selalu memperhatikan tanaman yang merusak saya cabut, supaya tanaman yang saya tanam tidak mati. Ketika firman Tuhan ditaburkan di tanah, memang tidak selalu tanahnya bebas dari semak duri dan belukar. Benihnya bisa bertumbuh, tetapi semak itu bisa mengalahkan benih yang baik. Tantangan dari dalam bisa menjadi ‘semak belukar’ dan menghimpit pertumbuhan iman seseorang. Eka Darmaputera (1942-2005), seorang pendeta yang sangat dihargai di lingkungan gereja di Indonesia (di GKI benar-benar diakui), merupakan seorang hamba Tuhan yang semasa hidupnya mengamati hal-hal terkait politik di negara kita. Saya pernah bertemu dengannya di suatu kebaktian penghiburan. Ia seorang yang pintar namun ketika itu ia tengah menderita kanker stadium 4. Walau tidak kenal baik, saya senang membaca bukunya. Ketika malam itu berjumpa saya bertanya, “Pak, bangaimana kesehatannya?” Kepada orang yang tidak benar-benar beriman, belum tentu saya berani bertanya, “Ada kemungkinan sembuh?” Dia menjawab, “Secara logika tidak mungkin sembuh.” Saya bertanya lagi,”Lalu apa kegiatan setelah menjalani kemoterapi?” Dia lalu berkata, “Yang mungkin saya bisa hadapi akan saya hadapi. Tetapi puji Tuhan sampai hari ini saya tetap berjuang dan berhasil menerima kondisi saya dan tetap berkarya dan pergi pelayanan.” Sebulan kemudian ia meninggal. Hidup itu penuh belukar dan semak duri yang selalu ada di sekitarnya. Kadang kebencian terhadap orang lain bisa menjadi semak duri dan belukar itu. Semura orang melakukannya, padahal itu tidak sesuai dengan firman Tuhan. Bisa jadi eksklusifme (yang paling penting diri sendiri). Menurut Pak Eka, “Justru tantangan dari diri sendiri hanya pikirkan diri sendiri. Itu jauh lebih berbahaya.”

4.    Menabur benih yang jatuh di tanah yang baik.

Matius 13: 28 8  Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Benih jatuh di tanah yang baik akan bertumbuh dengan subur dan berbuah berlipat-lipat. Tanah yang baik dan bertumbuh adalah orang yang mendengar firman , belajar mengerti firman (mungkin tidak semua dia mengerti) dan melaksanakannya. Ketiganya sepertinya mudah dan ada di proses pertumbuhannya. Saat kita tidak mengerti , kita mau menggali dan bertanya. Kita tidak menjadi jemaat yang acuh saja. Jangan berpikiran, “Untuk apa buang waktu supaya mengerti dan mau melakukannya?” Apakah selalu kita harus melakukannya? Itu bukan bagian saya (saya tidak termasuk). Saya merasa tidak bisa untuk membuka diri untuk melakukannya. Karena dengan membuka diri berarti ada hal yang harus dibayar dan dikorbankan. Hasilnya tidak mengarah ke hal yang bersifat materi. Kalau hati kita tanah, maka tanah hati kita seperti apa? Apa serta merta tanah menjadi lebih baik? Tidak. Kalau tanah ialah tanah di pinggir batu maka kita selalu mengalah pada dunia. Terkadang dengan mengalah kita mengorbankan hal-hal yang benar.
Contoh praktis : Ketika anak seorang aktifis gereja masuk kuliah saya bertanya,”Mengapa kamu ingin menyekolahkan anakmu di sana?” Ia terdiam. Ia punya tujuan untuk memberikan sekolah yang bagus untuk anaknya. Ia menjawab,”Supaya anak saya bisa bertemu dengan siswa-siswi yang berlatar belakang keluarga yang berada, keren dan beken sehingga mungkin diangkat jadi menantu”. Bagaimana kalau ada aktifis menjawab seperti tadi? Mengikuti aktivitas gerejawi tidak pernah menjamin kerohanian seorang aktifis. Kita jangan lagi tertipu untuk mengikuti aktivitas rohani. Kita harus ingat bahwa Tuhan tidak bisa ditipu dengan mengucapkan 1.001 macam alasan. Ia tidak bisa ditipu dan disogok. Ketika Tuhan Yesus memberikan perumpamaan ini mereka bertanya, “Guru mengapa Engkau memberikan perumpamaan?” Orang sekarang ada yang mendengar khotbah merasa berat sekali dan bisa jatuh tertidur. Apalagi, kalau dengar firman tidak masuk ke dalam hati. Ia hanya menangkap sekedar kesaksian tentang hidup. Hati-hati dengan spirit ini. Suatu hari kita bisa tertipu. Lalu Tuhan Yesus mengatakan, “Begini muridku. Dari zaman dulu, mereka sudah dikasih tahu. Namun mereka masih tidak mau menerima. Buktinya walau Tuhan Yesus sudah membuat banyak mujizat mereka masih tidak percaya dan hatinya tertutup. Maka “hanya orang yang mau belajar mengerti dan bersedia diajar yang dapat menerima firman” Jangan sampai orang yang mendengar tidak bisa mengerti. Cahaya yang sudah diberikan itu mereka tutup sehingga sinarnya tidak kelihatan.

                Kisah seorang penabur ini sebenarnya menggambarkan hati kita. Bagaimana kita harus berespon sepanjang hidup? Saat jatuh harus berdiri lagi dan berbicara pada Tuhan. Ada seorang penulis Kristen yang digantung oleh Adolf Hiler (1889-1945). Ia menulis, “Orang Kristen merasakan anugerah. Anugerah Kristus dalam hidup bukan murahan. Tetapi yang berharga adalah menciptakan orang Kristen yang tidak manja/cengeng/tidak berani berjuang dan murah hati. Seringkali kita membuat diri kita menjadi orang Kristen yang murahan. Pdt Eka Darmaputera, “Mungkin dalam banyak hal kita tidak bisa mengalahkan dunia dan merasa kecil  bila dibandingkan orang lain. Minimal untuk diri sendiri harus sehat. Kita harus tahu apa spirit dunia ini supaya hati terus digarap oleh Dia.”

Kesimpulan

Kisah Seorang Penabur merupakan perumpamaan yang menceritakan tentang seorang penabur benih yang menaburkan benihnya. Yesus sendiri yang menjelaskan tentang perumpamaan ini kepada murid-muridNya saja. Penabur yang menaburkan benih adalah orang yang menaburkan Firman Tuhan. Benih yang jatuh ke tanah adalah "firman tentang Kerajaan Sorga" yang masuk ke hati manusia. Benih yang ditaburkan jatuh ke empat jenis tanah (melambangkan jenis hati manusia):
1.     pinggir jalan. Benih yang jatuh di sini diinjak orang (Injil Lukas) dan dimakan habis oleh burung. Hal ini melambangkan hati orang yang tidak mengerti firman yang dikabarkan dan datanglah si jahat (iblis) yang merampas firman tersebut dari hatinya, "supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan" (Injil Lukas)
2.     tanah yang berbatu-batu. Benihnya bertumbuh dengan cepat tetapi segera layu dan kering karena tidak berakar (Injil Matius dan Markus) dan tidak mendapat air (Injil Lukas). Hal ini melambangkan hati orang yang mendengar firman tersebut dan menerimanya, namun ia tidak tahan pencobaan, dan apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.
3.     semak duri. benih di tengah semak duri terhimpit hingga mati dan tidak berbuah (Injil Markus). Hal ini melambangkan hati orang yang mendengar firman tersebut tetapi terbuai oleh hal-hal duniawi (kekuatiran dunia ini, tipu daya kekayaan, kenikmatan hidup) menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

4.   tanah yang baik. benih di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat (Injil Matius dan Markus), ada yang tiga puluh kali lipat (Injil Matius dan Markus). Hal ini melambangkan hati orang yang mendengar firman tersebut dan mengerti (Injil Matius) atau menyambut (Injil Markus) firman tersebut dan menyimpannya dalam hati (Injil Lukas) dan mengeluarkan buah. 

Kembali ke Alkitab (Back to Bible)


Pdt. Jonathan Lo

Mat 13:23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."
Lukas 8:15 Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."
Kolose 3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

Pendahuluan

                Besok (31 Oktober) kita akan memperingati pembaruan (reformasi) yang dilakukan oleh Tuhan pada abad 16  (tahun 1517). Gerakan Reformasi ini dimulai di Jerman dan diprakarsai oleh Martin Luther (1483-1546). Pengalaman Martin Luther diharapkan menjadi pengalaman hidup kita juga.
Khotbah ini diawali dengan pertanyaan sederhana yang seringkali saya tanyakan kepada diri sendiri,”Mengapa kita ke gereja?” Mungkin sebagain orang menjawab, “Saya ke gereja untuk menyembah Tuhan.” Jawaban ini tidak salah. Tetapi apakah setelah kita ke gereja, hidup kita telah mengalami perubahan? Apakah setelah ke gereja , membuat hidup kita lebih baik, lebih mengenal dan mencintai Tuhan? Faktanya, banyak orang yang telah bertahun-tahun ke gereja tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan. Saya pernah menghadiri sebuah ibadah kedukaan di mana orang tuanya belum percaya kepada Tuhan Yesus dan saya baru tahu saat itu dan kemudian saya bertanya ke teman yang berada di samping saya. Saya tahu orang yang meninggal ini anaknya sudah lama percaya kepada Tuhan Yesus dan bahkan sudah memberitakan firman Tuhan. Mengapa orang tuanya tidak percaya Tuhan? Memang percaya Tuhan adalah kedaulatan Tuhan. Tetapi mengapa anaknya bertahun-tahun hidup bersama orang tuanya namun orang tuanya tidak percaya? Teman itu menjawab, Begitulah. Bahkan mamanya pernah berkata, ‘Jikalau Tuhan Yesus adalah Tuhanmu maka seumur hidup saya tidak akan percaya kepada Tuhan!’” Mengapa mamanya berkata begitu? Hidup anaknya tidak mencerminkan hidup Yesus dalam hatinya. Mamanya melanjutkan, “Jikalau Tuhan Yesus tidak mampu mengubah hatimu, buat apa percaya kepada Tuhan?” Seminggu lalu, saya berdialog dengan seorang yang telah bertahun-tahun ke gereja dan mampu memberitakan firman Tuhan. Ia berkata, “Saya punya kebencian terhadap orang ini. Dan sekarang saya bertemu dengan orang yang mirip orang itu lagi. Dan orang itu melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh orang yang saya benci itu. Maka saya membenci orang itu” Saya berkata, “Doakan dia.” Dia menjawab,”Tidak bisa Pak! Masih sulit sekali” Saya berkata, “Jikalau hatimu membenci orang lain bagaimana engkau bisa melayani orang lain?” Itu realita. Seringkali kita ke gereja, tetapi tidak mengalami perubahan dalam hidup kita.  Seringkali apa yang kita tahu hanya berada dalam wilayah otak saja, tetapi tidak menyentuh ke dalam hati kita. Kalau kita sudah lama ke gereja, banyak hal yang sudah kita ketahui. Tetapi yang menjadi persoalan, apakah benih firman Tuhan itu jatuh ke tanah yang subur, kemudian berbuah dan menghasilkan berlipat-lipat. Itulah perumpamaan Tuhan Yesus terhadap orang banyak yang mendengarkan firman Tuhan. Belum tentu hidupnya diubahkan oleh firman Tuhan, kecuali firman yang jatuh di tanah yang subur. Dari perumpamaan Tuhan Yesus, ada beberapa hal yang sama, tetapi ada juga yang berbeda dan hasilnya pun berbeda.

Firman yang Mengubah Hidup

                Tuhan Yesus mengatakan ada penabur yang menaburkan benih yang jatuh di tempat yang berbeda-beda. Ada yang jatuh di pinggir jalan, di semak dan ada yang jatuh di tanah yang subur. Pada perumpamaan ini hal yang pertama diketahui adalah benihnya memiliki kualitas yang baik. Penabur tidak memilih-milih benih. Karena kualitas benih hanya dipercayakan ke penabur. Benih itu adalah firman. Tuhan mengajarkan firman dan itulah benih yang baik dan berasal  dari Tuhan yang nantinya menghasilkan yang baik. Penaburnya juga sama. Penabur yang sama, benih yang baik tetapi menghasilkan buah yang berbeda. Yang menjadi persoalan ialah tanah yang berbeda. Ada bebatuan, ada tanah yang subur dan ada yang tidak punya tanah. Tanah adalah diri kita dan Matius menjelaskan ada orang yang mendengar dan mengerti firman. Lukas mengatakan mereka yang mendengar dan menerima (menyambut) firman Tuhan. Itulah tanah yang subur yaitu orang yang punya kerendahan hati, dan hati yang terbuka untuk mendengar firman Tuhan sehingga firman itu masuk ke dalam hidupnya dan menyatu dengan dia. Hasilnya ada buah yang sesuai benihnya. Apa yang ditabur, itulah hasilnya. Tidak mungkin menabur apel tumbuhnya pepaya atau nanas. Apa yang ditabur, kualitas hasilnya sesuai dengan   benih yang ditaburkan. Hasilnya adalah dari benih itu hanya bentuknya berbeda. Baik Matius, Markus maupun Lukas mencatat, “Kalau hidup ada firman, maka firman akan mengubah kita dan menghasilkan buah yang hidup sesuai dengan firman. Bukan buah kita tetapi buah firman. Apa yang dari benih sudah menyatu dari firman maka otomatis hidup kita akan keluar dari benih firman itu. Itu yang mengubah hidup seseorang.
                Jemaat Berea adalah suatu jemaat yang masih baru pada waktu Rasul Paulus memberitakan Injil kepada mereka. Alkitab mengatakan bahwa mereka percaya pada firman Tuhan. Pengertiannya sama dengan yang dicatat oleh Lukas. Mereka percaya. Percaya artinya menyambut dan menerima. Setelah percaya, mereka pulang ke rumah, meyelidiki firman dan hidup buat di dalam firman. Saat ada penganiayaan mereka tidak pernah takut karena firman meneguhkan hati mereka. Jemaat Tesalonika juga seperti itu. Rasul Paulus 3 minggu berturut-turut berkhotbah pada mereka. Mereka menyambut firman Tuhan dengan sukacita. I Tes 2:13  Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi  —  dan memang sungguh-sungguh demikian  —  sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya. Apa yang terjadi? Di tengah jemaat Tesalonika, setelah 3 minggu mereka menerima firman Tuhan dan belum dibaptis, belum menjadi pengurus gereja dan menjadi pemberita firman.  tetapi hidup mereka berdiri teguh dengan firman Tuhan walau ada penganiayaan. Rasul Paulus mengatakan bahwa firman dikerjakan oleh Roh Kudus di tengah-tengah penindasan yang kamu alami. Yang membuat orang tahan uji, karena kehadiran Roh Kudus  dan firman dalam hati kita. Membuat hidup kita bukan lagi si aku yang hidup tetapi Kristus yang telah berkuasa dalam hidup saya. Itulah hidup yang diubahkan oleh firman Tuhan.
                Kolose 3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. Rasul Paulus mengatakan,”Perkatan Kristus adalah rhema. Banyak orang Kristen salah mengerti tentang rhema. Rhema adalah firman yang tertulis dan dihidupi oleh Roh Kudus dan firman itu menjadi milikku. Banyak orang yang berdoa dan bermimpi lalu Tuhan berbicara kepadanya dan itu dikatakan sebagai rhema. Itu bis amenyesatkan. Mimpi itu sesuatu yang bersifat subjektif yang tidak bertanggung jawab terhadap keyakinan mereka bahwa Tuhan berbicara kepada mereka. Rhema kuasa firman yang bekerja menghidupkan firman yang tertulis dan firman itu bukan firman yang di memimpin dan luar hidup saya tetapi bergabung dan menyatu dengan hidup saya. Pada waktu orang memiliki firman , orang tersebut memiliki iman. Waktu orang memiliki firman maka orang itu memiliki sukacita dan harapan yang ada di dalam Kristus. Firman merupakan segalanya dalam hidup kita. Oleh karena itu Rasul Paulus mengatakan firman itu berdiam dan  berdiam itu bukan pasif tetapi menguasai kita. Berdiam itu bukan sesuatu yang hanya menduduki suatu tempat tetapi tidak punya pengaruh. Berdiam berarti firman berotoritas dan tertuang dalam hidup kita sehingga hidup kita berubah. Seringkal kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai hamba dan bukan tuan. Kita menghendaki Tuhan Yesus melakukan sesuatu (apa) yang kita mau , jadi Tuhan Yesus itu seorang hamba. “Tuhan Yesus aku mau ujian besok tetapi tidak mempersiapkan dengan baik, Tuhan Yesus tolongalah.” Kalau tidak mau tolong lalu ngambek. “Tuhan saya mau usaha. Tuhan Yesus tolong buat aku berhasil.” Tuhan Yesus menjadi hamba untuk memenuhi apa yang kita kehendaki. Kita tidak boleh memerintah Tuhan Yesus, karena firmanitu  berdiam dalam hati, Firman mengambil tempat dan menguasai hati. Firman itu mengembalikan segala kemuliaan kepada Tuhan. Dengan kehadiran firman itu maka hidup kita bukan lagi sebagai tuan melainkan firmanTuhan. Kehadiran firman membuat kita menyangkal diri dan memikul salib. Yang mengendalikan saya adalah firman Tuhan yang  mengubah saya.

Kesukaanku adalah Firman Tuhan

Pada dasarnya hati kita tidak suka pada firman. Pada dasarnya human nature kita tidak pernah mau mencintai firman Tuhan. Apa yang dikehendaki oleh Tuhan selalu berlawanan dengan apa yang kita kehendaki  dan apa yang dipikirkan Tuhan berlawanan dengan apa yang kita pikirkan, kita tidak pernah mencintai Tuhan kecuali Roh Kudus bekerja dalam hati kita. Pemazmur pada Maz 1 berkata, “Kesukaanku adalah firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam”. Itu adalah manusia baru. Hidup manusia baru yang sudah memiliki firman , maka hidupnya dipimpin firman Tuhan. Yang menciptakan kerinduan hati  dan pikiran yang dikuasai oleh firman Tuhan. Itu baru manusia baru. Manusia lama menghendaki hidup kita menurut daging, menurut manusia dan tidak pernah suka pada firman Tuhan. Untuk mengevaluasi jemaat bertumbah di dalam firman Tuhan atau tidak, yaitu sampai seberapa jauh mereka merindukan, mencintai dan hidup dalam firman Tuhan. Setiap pagi bangun , yang dipikirkan seberapa banyak untung yang didapat. Itu pikiran masih duniawi, walau kita memang perlu uang untuk hidup. Saat bangun pagi kita sibuk dengan HP dan SMS dsbnya dan tidak pernah ingat bahwa hidup kita setiap hari membutuhkan firman Tuhan. Kita mengutamakan HP dalam hidup kita atau yang lainnya dan bukan firman Tuhan. Kalau firman di dalam hati, firman itu akan mendorong kita mencintai Tuhan
                Lihat perumpamaan Tuhan Yesus kepada dua anak yang dipanggil papanya untuk berkeja. Anak yang pertama, “Anakku ke mari. Pergi kerja di ladangku” yang dijawab, “Iya Papa” tapi ia tidak pergi. Ia tahu secara rasional apa yang diperintahkan oleh papanya. Secara fenomena , di luarnya saja dia taat tetapi dalam kehendaknya dia menolak apa yang diperintahkan papanya. Artinya perkataan papanya hanya berhenti di otak tetapi tidak turun ke hatinya sehingga ia tidak pergi  sesuai perkataan papanya tetapi sesuai kehendaknya sendiri. Absennya firman Tuhan dalam hidup kita menyebabkan manusia hidup menurut apa yang kita kehendaki , bukan apa yang Tuhan hendaki. Banyak orang yang hanya mengerti firman di dalam wilayah otak bukan di wilayah hidup. Ada majelis yang terpilih  bertahan-tahun. Ia aktif di pelayanan misi. Kalau mendengar dia bicara tentang misi dan pekerjaan misi pendeta pun kalah. Ia begitu rohani. Suatu saat, saya baru tahu. Sebagai pemborong, cara ia mendirikan rumah sangat duniawi. Apa yang dijanjikan tidak pernah dipenuhi. Apa yang dituntut tidak mau. Yang dicari adalah uang. Yang dilakukan tidak beres. Orang bilang, “Urusan dengan orang ini sekali untuk selama-lamanya.” Berbicara dengan orang ini seperti bicara dengan patung. Tetapi pikiran terhadap misi luar biasa, kebenaran firman Tuhan tidak masuk ke dalam hidupnya. Ini anak yang pertama. Anak yang kedua. Di luar sepertinya kurang ajar tetapi di dalam terjadi perubahan. Papanya kasih perintah, “Anakku pergi ke ladangku.” Di luar ia menolak dan tidak mau. Pikirannya tahu apa yang diberikan papanya, tapi ia tidak mau dan tinggalkan papanya. Sesuai dengan apa yang ia mau juga seperti anak pertama. Tetapi di tengah jalan anak itu menyesal dan pergi sesuai dengan perintah papanya. Saya yakin anak yang kedua ini  menerima papanya menolak dan kemudian perintah papanya terbawa terus dalam hidupnya. Waktu ia meninggalkan papanya, ia bergumul dan suatu saat ia mengatakan bahwa ia keliru, perintah papanya benar, ia menaklukan dirinya tidak lagi mengikuti kehendaknya tetapi mengikut kehendak papanya, ia menyesal dan pergi. Terjadi suatu proses yaitu perkataan papanya masuk dalam pikirannya, digumulkan dan dihidupi terus menerus lalu masuk ke dalam kehendaknya dan mengubah kehendak itu. Artinya orang yang menerima firman itu, menyambut firman itu dan hidupnya diubah oleh firman Tuhan. Seringkali kita menganggap bahwa firman Tuhan perintah yang sulit sekali dihidupi. Sulit kalau firman itu diluar diri kita. Gampang bila firman itu dalam hati kita. Musa berkata, “Jangan kau pikir firman itu di gunung sehingga engkau mencapainya,jangan pikir firman itu di laut dalam sehingga engkau coba untuk menyelaminya. Tidak! Firman Tuhan bukan sesuatu standar yang telarlu tinggi sehingga kita harus memanjatnya dengan kekuatan kita. Firman Tuhan itu dekat di mulutmu dan hatimu, artinya firman itu bergabung dengan dirimu. Jika firman bersatu dengan hidup saya akan menghasilkan buah walau di tengah pergumulan yang berat.
                Ada sepasang pemuda-pemudi yang sedang jatuh cinta. Sang pemuda berkata ingin mengunjungi sang pemudi setiap hari. Mengirim pesan untuk mengingatkan pasangannya untuk melakukan sesuatu yang positif. Walaupun tinggalnya jauh sekali di Jakarta Selatan, ia naik motor ke tempatnya walau hujan besar sekalipun. Yang penting bisa bertemu. Mengapa? Karena dalam hati ada cinta. Kalau hati ada cinta jarak tidak jadi masalah. Tetapi kalau dalam hati tidak ada cinta maka tetangga pun tidak dikunjungi. Jangankan ada banjir, walaupun cuaca yang baikpun tidak dikunjungi. Karena tidak ada cinta dalam hati. Kalau cinta ada dalam diri kita, maka kita akan hidupi. Orang yang jatuh cinta tidak sulit memberikan sesuatu pada orang yang dicintainya. Tidak terlalu sulit untuk menyenangkan orang yang dicintai dan berkorban untuk memberikan ke orang yang dicintainya. Karena cinta hidupnya berubah. Demikain juga firman Tuhan , firman itu dekat dengan kita. Seberapa dekat? Karena firman menyatu dan hidup dalam diri kita.
Dalam suatu group bible study saya sharing. Minggu itu saya juga berkhotbah di gereja itu dan hari Rabunya ada beberapa orang  berkata, “Pak Jonathan, minggu itu khotbahnya luar biasa baiknya tetapi sulit pak melakukannya. Hidup kita masih jauh. Apa yang Pak Jonathan katakan bagus sekali tetapi tidak bisa saya melakukannya.” Persoalannya dimana?” Di dalam  hati. Memang ada tuntutan firman Tuhan yang belum sampai dalam hidup kita. Tetapi kita terus bergumul yaitu bagaimana kita menundukkan hati kita di bawah otoritas firman dan kita belajar hidup dikuasai oleh Firman Tuhan. Waktu sebagai dosen di STTA, pagi hari saya sampai kantor , seorang siswi datang dan menangis, “Pak , saya hari ini saat teduh tentang mengasihi sesama. Baru selesai saat teduh, saya ke dapur , makan, cuci piring, lalu berantem dengan teman. Dia berkata saya benar dia yang salah dan sebaliknya. Dia dan saya saling menyalahkan. Pikirannya ingat firman Tuhan untuk  saling mengasihi. Tetapi baru baca firman Tuhan, saya sudah berantem dengan teman saya. Saya berdosa dan salah. Saya harus bagaimana Pak?” Saya tahu orang ini sudah berubah. Saya berkata, “Kamu tahu apa yang harus kamu perbuat.” Saya bertanya balik, “Kira-kira kamu mau berbuat apa?” Dia berkata, “Nanti saya akan pergi untuk meminta maaf kepadanya. Tanpa mempercakapkan siapa yang salah.” Saya berkata,”Lalukan!” Siangnya dia balik dan berkata,”Saat istirahat saya bertemu teman saya. Saya hampiri dia sendirian. Dia takut, dia pikir saya mau pukul dia. Saya minta maaf dan dia pun minta maaf lalu kami pelukan dan baikan kembali dan kami menjadi teman kembali. Itulah sukacita yang ada di dalam hati saya.” Itulah kita belajar firman Tuhan, kita mengasihi tidak pernah sempurna, tetapi melalui ketidaksempurnaan kita belajar mencapai kesempurnaan kasi itu . Untuk melakukan dan hidup dalam firman Tuhan perlu pergumulan , perjuangan dan meletakkan ego kita dan meletakkan otoritas firman Tuhan di atas segalanya walaupun itu sulit.

Penutup


                Biasanya bapak pernah bertengkar dengan istrinya. Hari ini bertengkar dan keesokan harinya baik kembali. Pendeta yang paling rohani pun pernah bertengkar dengan istrinya. Kecuali ia menjadi malaikat yang tidak berkeluarga. Siapapun pernah bermasalah dengan itu tetapi tidak terus bermasalah. Tetapi saat bermasalah kita selesaikan dengan baik. Suatu saat di kebaktian doa, istri saya duduk di samping saya. Di tengah kebaktian doa, saya ambil catatan saya dan mencatatnya. Dia tidak tahu saya mencatat apa dan merasa tidak enak terhadap saya.  Saya tidak tahu istri saya tidak enak terhadap saya. Malamnya, ia berkata, Kamu tadi pagi kamu mencatat-catat. Itu menganggu hati saya dan kamu sebagai pendeta mengganggu orang lain semuanya.” Saya menjawab,”Sebagai pendeta saya hanya duduk tenang mendengarkan, tidak boleh catat sesuatu ? Saya mencatat firman Tuhan. Waktu teringat sesuatu saya mencatatnya karena saya takut lupa setelah bertemu banyak orang. Sesuatu yang nanti saya pelajari lagi. Saya tidak mencatat yang lain. Apa yang dikhotbahkan boleh saya catat. Bahkan mungkin lebih jauh ,mencatat apa yang saya pikirkan lebih jauh lagi. Saya tidak merasa bersalah walaupun mereka melihat saya mencatat.  Tidak apa-apa. Tuhan yang tahu hati saya kan?” Istri berkata,”Kamu tidak boleh begitu. Kamu salah.” Saya membalas,”Tidak.” “Kamu yang salah” kata istri saya. Saya membalas,”Ya tidak. Pokoknya tidak. Kamu yang salah. Hati nuranimu menjadi lemah untuk hal seperti itu hatimu menjadi tersandung.” Usai argumentasi saya naik ke loteng dan tidur. Sebenarnya mau doa bersama tetapi tidak jadi. Saya tidur di atas. Istri saya tidur di bawah. Karena anak tidur di bawah jadi saya tidak bangunkan lagi. Dengan hati yang tenang dan sombong saya naik ke atas loteng. Lalu saya berlutut dan berdoa. Dalam hati saya mulai ajukan pertanyaan dalam hati,”Mengapa kamu merasa dirimu benar? Kamu benar dan istrimu salah? Ya. Mungkin dia tidak mengerti. Argumentasi terus.” Dalam hati saya mengatakan, “Seandainya kamu benar, kamu melukai hati istrimu. Itu pun sudah tidak benar” Saya menangis. Saya ingat Matius 6. Bila kamu merasa bersalah pada seseorang maka datanglah kepadanya untuk damai. Waktu itu saya sangat susah sekali karena telah melukai hati istri saya. Saya turun ke bawah selesai doa ternyata istri saya sudah tidur. Besok pagi , saya turun dan pertama kali minta maaf dan istri saya juga minta maaf, tidak bicara lagi siapa yang salah atau benar. Tidak bicara bahwa saya sebagai kepala keluarga, ego saya lebih tinggi  dan istri saya harus minta maaf. Tidak Saya belajar mengasihi dan dia pun juga. Kami pelukan dan baikan kembali. Lain kali  melihat istri, kalau di gereja saya tidak mau membuat catatan lagi. Saat dia ada di samping saya, kalau terpaksa mau catat saya bilang ke dia, “Saya mau mencatat ya?” Ia pun menjawab,”Oh iya silahkan”. Belajar mengasihi karena fiman Tuhan. Kalau ego saya tinggi sekali di dalam hati saya, saya benar dan istri salah, maka saya akan menunggu istri saya untuk minta maaf. Itu namanya saya jadi raja. Saya selalu benar dan kamu salah kan? Saya selalu benar dan kamu selalu salah. Pengetahuan saya begitu banyak dan kamu kurang. Hidup seperti ini bukan cinta kasih dari Tuhan.  Melalui firman Tuhan menguasai hidup seseorang. Jikalau hati kita ada firman Tuhan maka kita akan kembali hidup oleh firman Tuhan. Back to the Bible. Jika hati kita ada firman, kita belajar hidup menghasilkan buah firman bukan aku, tetapi buah yang mendatangkan kesukaan bagi Tuhan. Karena kuasa firman Tuhan bekerja. Apakah selama ini ke gereja, ada firman Tuhan yang telah mengubah hidup kita? Atau firman Tuhan ada di otak saja? Apakah firman yang kita dengar itu dihimpit oleh berbagai hal tipu daya, kekayaan dan segala sesuatu dari dunia ini sehingga kita mengabaikan keutamaan firman dalam hidup kita. Apakah kita menyambut firman Tuhan itu hanya di luar saja? Sehingga firman tidak berakar. Sehingga saat kesusahan datang kita cepat meninggalkan gereja dan persekutuan orang kudus. Terkadang lihat di gereja jemaat pendiriannya cepat berubah. Kalau pendeta tidak membesuknya, marah-marah dan tidak ke gereja. Pendeta lupa menyalaminya lalu ia mengambek. Itu belum dianiaya. Kalau di gereja , orang ngomong sesuatu lalu hatinya tersinggung, sakit hatinya 10 tahun. Orang yang membuat sakit hati tersinggung pun tidak tahu. Persoalan bukan orang lain tapi diri kita. Memang ada orang yang sengaja membuat orang lain hidupnya susah tetapi hatinya tetap baik kepada orang yang membuatnya susah. Karena hatinya yang menentukan kualitas hidupnya. Jikalau ada firman , firman itu berotoritas, berkuasa dan kita hidup oleh firman, ke gereja baru indah karena kuasa firman mengubahkan hidup kita. Amin.