Sunday, October 28, 2012

The Power of Relationship




Astri Sinaga MTh, Kelas Emaus Jakarta

-          Salah satu ciri masyarakat kota adalah individualism. Orang hanya melihat dirinya sebagai individu yang tidak punya keterkaitan dengan orang lain.
-          Padahal hidup kekristenan kita adalah satu pakat “Aku, Tuhan dan orang lain” Artinya hubungan kita dengan Allah adalah satu paket dengan hubungan kita dengan orang lain. Sehingga orang Kristen tidak boeh berpikir bahwa “it’s all about me and my God” tapi mulailah berpikir dalam paradigm “Me, God and Others.”
-          Implikasi : orang Kristen merasa tidak perlu bersekutu. Dia pikir cukup saja ke gereja, cukup saat teduh pribadi, cukup doa pribadi, dan orang lain punya urusannya sendiri. Padahal, persekutuan adalah suatu ciri khas orang Kristen. Bahkan bisa dikatakan sebuah stigma.

Kehidupan bersekutu atau berkomunitas adalah ciri khas orang Kristen :
-          Kita diselamatkan untuk memiliki persekutuan di dalam Kristus dan juga pada saat yang sama memiliki persekutuan dengan orang-orang seiman.
-          “bersekutu” itu sendiri punya makna yang luas; bersekutu bukan sekedar “besama”. Tiap hari kita bersama-sama dengan orang lain, di bis, di sekolah, di gereja -> tapi belum tentu bersekutu.

Kisah Para Rasul 2:41-47 Menggambarkan mereka adalah orang-orang yang terkoneksi.
Bagaimanakah pola hidup mereka yang terkoneksi?
1.       Berada di dalam persekutuan dengan Kristus
-          Artinya dikumpulkan di dalam identitas yang sama, yaitu : dipanggil oleh Kristus dan di dalam Kristus. Sehingga kita memiliki identitas yang sama yaitu : dipanggil Kristus, oleh Kristus dan di dalam Kristus.
-          Persekutuan di dalam Kristus berarti meruntuhkan segala tembok-tembok yang dapat memisahkan. Orang yang memiliki identitas Kristus akan mudah untuk bersama.
2.       Bersekutu berarti saling berbagi (tempat praktek untuk berbagi kasih)
-          Kata “saling” berarti mutual, tidak ada yang hanya memberi, atau hanya menerima saja. Tapi “saling berbagi”
-          Apa yang kita “bagikan”? Apakah yang bisa kita beri? Mungkin kita sering berpikir “saya bisa kasih apa?” jemaat mula-mula memang berbagi harta, jadi tidak ada yang miskin sekali, tapi diberi menurut kebutuhan masing-masing.
-          1 Kor 1:5 : kita kaya dalam segala hal “perkataan, pengetahuan, kesaksian tentang Kristus”
-          Setiap orang Kristen pasti memiliki sesuatu yang dapat dibagi; itulah yang disebut “karunia”
-          Kita tidak akan kekurangan karunia. Jadi bukan hanya materi.
-          Kalau kita tidak memiliki hubungan maka kita tidak akan memberi (talenta, perhatian, telinga, antusias, semangat, waktu)
-          Bertumbuh arahnya bukan kepada diri saja tetapi kepada sesama.

Prinsip Tubuh Kristus
Setiap anggotanya memiliki peran dan kontirbusi terhadap komunitas (pola KK pasti bisa dilakukan)
Apa saja yang bisa kita bagi?
-          Fil 2:1-4 -> ada penghiburan kasih, persekutuan roh, kasih mesra, belas kasihan -> ini semua sifatnya relational dan mutual.
-          Kata-kata ini melukiskan hubungan di antara anak-anak Tuhan yang lahir dari pengenalan akan Kristus; Kristus yang juga penuh penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra, belas kasihan.

Level komunikasi verbal :
1.       Cliché. Contoh : apa kabar? Pasti jawabannya : baik
2.       Fakta dan laporan : semua orang bisa katakana
3.       Pendapat pribadi dan penilaian pribadi
4.       Perasaan (menyangkut hati)
5.       Kebenaran yang maksimal
-          Komunikasi yang dalam adalah ketika anda bisa mengatakan kebenaran yang paling maksimal.
-          Kita harus bisa menyampaikan kebenaran maksimal, bukan sebuah cliché.
-          Orang yang di dalam Kristus harusnya mengalami saling menghibur, kasih mesra dsb
-          Tembok-tembok kita banyak : kecurigaan, apriori, persepsi kita tentang orang lain, kesombongan kita dsb
-          Komunitas di dalam Kristus harusnya meruntuhkan semua itu.

7 prinsip dalam hidup komunitas Kristen (Dietrich Boenhoeffer)
-          Menjaga lidah, tidak membicarakan hal yang tidak patut tentang orang lain, apapun “kemasannya” (jangan ngomongin orang yang tidak ada)
-          Kerendahan hati, dengan melihat semua sama di hadapan Tuhan sebagai orang berdosa.
-          Mendengar dengan panjang sabar, akan membuat kita mengerti kebutuhan orang lain. KK latihan untuk mendengar, menghargai serta bersabar. Buletin sebisanya ada kesaksian.
-          Selalu siap / available untuk kebutuhan orang lain
-          Menanggung beban orang yang lebih lemah dan sabar kalau orang itu menyalahgunakan (karena sama posisinya bukan lebih hebat)
-          Menyatakan kebenaran firman Tuhan
-          Christian authority dinyatakan dalam pelayanan, bukan tertuju pada orang yang melakukan pelayanannya. Di dalam komunitas pasti ada aturan ada sistem, ada kepengurusan , ada otoritas.
(semakin banyak otoritas harus dinyatakan dalam bentuk pelayanan)

-          Hidup bersekutu kita adalah sesuatu yang harus diupayakan! Harus ada kesadaran dari tiap individu untuk memelihara persekutuan ini, tanpa kecuali. Bukan sekedar supaya kita bisa senang bersama-sama, tapi kalaupun konflik kita bisa menyelesaikannya dengan baik, waktu berdebat, berdebat dengan bijak, waktu berargumentasi , berargumentasi dengan sabar. Itu sebabnya fondasi dari persekutuan ini tidak lain dari kasih.
-          Kristus pada masa akhir hidupnya di dunia memberi perintah “kasihlah sesamamu, seperti aku mengasihi kamu”
-          Harus kita akui kadang kita merasa mengasihi Tuhan itu lebih mudah daripada mengasihi orang di samping kita. Urusan beribadah kepada Tuhan, taat padaNya, mengasihi Dia, kita pikir lebih mudah. Kalau sudah berhubungan dengan orang lain, itu lebih susah, kita berhadapan dengan kebohongannya, kekerasan hatinya, ketertutupannya, keegoisannya dan lainnya.
-          Padahal kedua hal ini tidak bisa dipisahkan , ekspresi kita mengasihi Allah terungkap dengan bagaimana kita mengasihi orang lain.
-          Bagaimana mungkin kita menyatakan kasih kita kalau kita tidak terlibat dalam relasi?
-          Bagaimana mungkin kita menyatakan kasih kita kalau hubungan kita hanya sampai pada hubungan “cliché”?
-          Persekutuan kita bukan muncul begitu saja.
-          Harus ada usaha. Setiap orang yang sudah mengalami kasih Kristus harusnya mengerti konsistensinya adalah mengasihi sesama.
-          Bentuk kelompok kecil, jangan seperti menggelindingkan bola tetapi harus ada pertumbuhan
-          Relasi sering membuat orang enggan masuk kelompok kecil, padahal sebenarnya justru di dalam relasi inilah terjadi hal yang sangat besar dalam pembelajaran kita.
-          Bahkan manusia tidak didisain untuk belajar sendiri, tapi manusia sebenarnya justru bisa belajar maksimal ketika ada di tengah atau terkait dengan orang lain.

Beberapa alasan yang sering dikemukakan orang yang enggan masuk ke dalam kelompok kecil :
-          Saya sibuk… ikut kelompok kecil itu buang waktu saya
-          Ah belajar kan tidak harus di kelompok kecil, dengar khotbah dan seminar saja sudah cukup
-          Saya lebih senang baca buku sendiri
-          Saya tidak tertarik yang begitu-begituan
Sementara konsep persekutuan itu secara ALkitabiah menekankan relasi, memberi dan perubahan, maka sebenarnya hal ini sangat bertentangan dengan kultur dunia kita, yang menyebabkan pada dasarnya kita ini memang susah berkomunitas.
Kultur itu adalah kultur individualism (kultur manusia berdosa).

Bagaimana kultur individualisme dalam diri kita?
-          Pada dasarnya kita ini dalam berelasi lebih menekankan segala sesuatu “for my benefit”
-          Dalam relasi kita selalu mengatakan “I’m in charge”
-          Dalam relasi kita akan akan mengatakan:”I have a right to…”
-          Dalam relasi sering muncul rasa persaingan.

-          Perlu upaya yang besar untuk membangun komunitas. Komunitas tidak muncul begitu saja. Benar Tuhan yang menambahkan , tapi kita sebagai pribadi yang hidup menjadi bagian komunitas harus terus berupaya untuk membangunnya. Karena di dalam komunitas inilah atau di dalam persekutuan inilah konteks belajar terjadi.
-          Apakah yang harus kita upayakan sebagai pemimpin atau fasilitator untuk membangun kelompok yang memiliki relasi yang sehat dan membuat orang bisa belajar?
-          Kita harus dulu mengerti bahwa proses terjadinya sesuatu kelompok tidak begitu saja,

Ada 3 tahapan yang dilalui :
1.       Tahap pertemuan
-          Bagi banyak orang menghadiri suatu kelompok kecil untuk pertama kali adalah pengalaman yang tidak nyaman.
-          Dalam tahap ini orang datang ke pertemuan KK hanya sebagai suatu pertemuan, bukan sebagai suatu kelompok di mana dia merasa bagian di dalmnya. Jadi dalam kelompok ini mereka bisa saja datang secara regular, diskusi, belajar bersama, tapi kalau pemimpinnya diam-diam saja, maka kelompok itu juga diam-diam saja dan tidak datang.
-          Ciri khasnya kelompok seperti ini tidak tahan lama-lama, begitu selesai, semua langsung pulang. Hampir semua kelompok akan melalui fase ini, walaupun ada yang bertahun-tahun masih terus dalam fase yang sama.
2.       Fase Komitmen
-          Tahap ini adalah ketika kelompok ini sudah memiliki komitmen satu dengan yang lainnya. Anggota-anggota kelompok sudah bergerak lebih dekat dari sebelumnya dalam relasi yang lebih akrab. Setiaporang sudah mulai menunjukkan perhatiannya pada orang lain dan dapat mengungkapkan bukan hanya pendapat dan fakta tapi juga apa yang dirasakan.
-          Pada tahap ini orang tidak mau cepat-cepat pulang. Bahkan setelah bahan pelajaran selesai, doa tutup, mereka masih ngobrol, bahkan melanjutkan dengan kegiatan yang lain.
3.       Fase Memiliki
-          Kelompok yang bisa bergerak sampai ke tahap memiliki ini sudah melihat anggota kelompok lainnya seperti keluarga. Mereka menunjukkan perhatiannya seakan kepada keluarga sendiri.
-          Mereka yang sebelumnya meiburkan KK ketika liburan natal, sekarang justru pergi jalan-jalan bersama. Dalam fase ini seseorang berani mengungkapkan pergumulan dan dosanya secara terbuka, tanpa kuatir karena percaya anggota lainnya akan menolong.
-          Dalam tahap ini semua orang tau cerita masing-masing orang lain.

Apa yang bisa kita lakukan dalam tahap pertemuan?
-          Memimpin dengan baik. Pertemuan yang baik akan melibatkan semua orang sehingga setiap orang tidak ada yang merasa terabaikan.
-          Berikan setiap orang kesempatan berkontribusi. Setiap anggota berkontribusi dalam kelompok, sebenarnya tingkat kepemilikannya terhadap kelompok itu juga bertambah.
-          Saling mendoakan. Doa-doa pribadi (sesuatu yang sangat pribadi dan sedang digumulkan) akan mempererat

Apa yang dapat dilakukan dalam tahap komitmen?
-          Lakukan aktifitas santai di luar pertemuan rutin KK
-          Bila groupnya lebih dari 10 orang, dalam pertemuan tertentu bagi lagi dalam group yang lebih kecil sehingga setiap orang punya kesempatan bicara.

Apa yang dapat kita lakukan supaya kelompok kita bergerak menuju tahap memiliki?
-          Berbagi cerita hidup. Buat permainan ‘kursi panas’ pada pertemuan tertentu diundi siapa yang akan duduk di kursi panas, cerita hidupnya yang anggota lain tidak tahu sebelumnya, setiap orang boleh bertanya, tarik pelajaran. Kegiatan ini memang bisa membuat beberapa orang  tidak nyaman, sehingga perlu cara yang lebih fleksibel, tidak memaksa, buat senyaman mungkin.
-          Lakukan retreat KK. Hanya kelompok anda sendiri. Di gadser kami buatkan disain retreat spiritual untuk setiap kelompok, tanpa pembicara, hanya mereka saja, untuk 1 malam 2 hari.


Retyped by OPH – 0312


MENUMBUHKAN KEINGINAN BERUBAH
Astri Sinaga

-          Melaunching sebuah gerakan KK  memang bukan hal yang mudah dan sudah pasti tidak bisa dikerjakan sendiri. Tidak cukup hanya konsep yang bagus, kita perlu orang lain atau tim yang solid yang mengerjakan dan mengimplementasikan konsep tersebut.

-          Orang sulit berubah kalau dia merasa tidak ada urgency nya atau tidak ada kepentingannya untuk berubah
-          Formulasi terjadinya suatu perubahan adalah :
-          (A+B+C) > D = perubahan
-          A -> ketidakpuasan yang kuat terhadap situasi saat ini
-          B ->kesadaran akan kondisi yang lebih baik
-          C -> pengetahuan untuk memulai suatu perubahan
-          D -> kemungkinan kerugian yang didapat karena perubahan

-          Resistensi sangat mungkin terjadi ketika kita ingin mengimplementasikan KK. Resistensi orang bisa dalam bentuk aktif : mencari-cari kesalahan, membesar-besarkan kekurangannya, bahkan menjelek-jelekkan dan menyebarkannya dalam bentuk gossip.
-          Tapi bisa juga resistensi ini dilakukan dengan pasif; nampaknya tidak menolak bahkan setuju, tapi tidak mau terlibat jauh, cenderung hanya melihat dan menunggu kegagalan terjadi.
-          Untuk menentukan bagaimana menimbulkan kebutuhan supaya orang mau berubah kita juga harus bisa membaca dimana tingkat kebutuhan jemaat kita. Tingkat kebutuhan jemaat bisa dilihat sebagai berikut :
·         Tidak ada kebutuhan, puas (khotbah)
·         Sedikit rasa butuh (berdialog dan temukan “key person” + study banding)
·         Ada kebutuhan, tapi tidak yakin (cari informasi sebanyak-banyaknya)
·         Ada kebutuhan dan siap berubah

Musuh dari rasa butuh adalah rasa puas
Semakin kita merasa puas diri semakin kita sulit melihat  perubahan. Sumber-sumber kepuasan yang menghambat rasa butuh :
-          Tidak ada krisis
-          Terlalu banyak materi yang dimilki : gedung bagus, uang banyak. Kalau gedung bagus, maka jemaat akan berpikir ‘everything is well’
-          Tuntutan rendah
-          Tidak ada feedback dari sumber luar
-          Masukan yang jujur dianggap kritik dan harus dimatikan
-          Terlalu banyak “happy talk” dari pemimpin
-          Romantika masa lalu

No comments:

Post a Comment