Tuesday, October 8, 2019

Berbakti pada Orang Tua / Hormat Orang Tua di Zaman Mileanial (Hukum Taurat Tuhan ke-5)

Pdt. Alipin                                                          

Keluaran 20:12 Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.
Imamat 19:1-3                                                                                     
1   TUHAN berfirman kepada Musa:
2  "Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.
3  Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabat-Ku; Akulah TUHAN, Allahmu.

Pendahuluan

Imamat 19:1-3 membicarakan tentang panggilan kepada umat Israel yang keluar dari Mesir dengan hidup kudus, dimulai dengan menyegani ayah-ibunya. Lalu disejajarkan dengan memelihara hari-hari sabatKu (Akulah Tuhan Allahmu). Lalu ayat-ayat berikutnya banyak bicara tentang aturan-aturan kepada Tuhan dan hubungan sesama (ini yang tidak boleh, kalau salah apa hukumannya). Diawali dengan menyegani , menghormati, menaati , berbakti kepada orang tua. Firman Tuhan memang mengajarkan untuk mengutamakan hormat dan bakti kepada orang tua.
Apa pergumulan orang tua di zaman milenial?

Karena ini topiknya tentang ‘di zaman milenial’, maka saya mencari-cari  di internet, apa pergumulan orang tua di zaman milenial? Berdasarkan hasil survey, ada sebuah majalah yang menulis tentang 7 pergumulan orang tua di zaman milenial :
1.    Gaya hidup konsumtif
2.    Maunya serba praktis dan langsung jadi. Karena anak-anak zaman milenial dengan gawai, handphone, jarinya bisa begitu cepat beraksi. Maunya cepat, praktis, langsung jadi. Serba instan.
3.    Hobi travelling, masalahnya : travelling-nya pakai duit orang tua.
4.    Kesopanan dan rasa hormat sudah mulai luntur. Ikut kebarat-baratan di mana memanggil kakek dan orang tua dengan sebutan namanya atau budaya / adat Barat bebas lainnya sehingga kesopanan mulai luntur.
5.    Alergi dengan pekerjaan rumah (seperti bantu menyapu, ngepel, cuci piring, memasak dan lain-lain). Anak milenial tidak mau karena lebih suka Facebook, Instagram, selfie, posting-posting sehingga habis waktunya di sana dan selanjutnya malas bantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Ini terjadi juga dengan keluarga saya. Mamanya mengepel, menyapu, setrika dan anaknya disamping lihat Youtube. Kalau diminta bantu, dijawab sedang asyik.
6.    Apatis terhadap dunia nyata, termasuk interaksi keluarga. Lebih senang dengan handphone atau di depan laptop. Dalam dunia nyata pada zaman sekarang, interaksi jadi berkurang.
7.    Lebih mendengarkan komentar orang lain daripada arahan orang tua. Lebih senang dengan apa yang di-posting orang lain daripada orang tua yang membimbing.

Bedanya zaman dulu dengan zaman sekarang.

Zaman dulu makan roti sambil ngobrol, zaman sekarang tidak ngobrol lagi tetapi masing-masing melihat handphone sehingga ada istilah gadget : mendekatkan yang jauh tapi menjauhkan yang dekat. Maka besok  atau nanti selesai kebaktian kalau langsung makan di luar (café, restoran) coba janjian dengan anak/cucu/menantu , saat makan tidak boleh pegang handphone selama sejam. Handphone dinonaktifkan, di-silent, dimatikan sehingga waktu makan ada interaksi yang nyata. Zaman dulu waktu makan semua bisa ngobrol. Zaman sekarang semua pegang handphone. Mamanya suka selfie, lalu langsung posting ke Instagram setelah itu bukan pikirkan makanan enak atau tidak, cukup atau tidak, tidak tanya pekerjaan rumah anaknya, tetapi 5-10 menit kemudian malah melihat berapa orang yang like posting-annya. Sehingga hubungan di keluarga berkurang jaraknya. Maka kita perlu kembali ke firman Tuhan yang lebih mengutamakan orang tua, interaksi yang lebih nyata dan hubungan sosial yang lebih nyata dibanding dunia maya. Itu tantangan di zaman milenial.

Tantangan berbakti dan menghormati orang tua di lingkungan Tionghoa

              Sebagai gereja berlatar-belakang Tionghoa ada tantangan berbakti dan menghormati orang tua. Waktu kecil ,orang tua saya berkata,”Kamu boleh ke gereja” karena di gereja ada pelajaran bahasa Mandarin. Di gereja bila nakal, maka disuruh ke Sekolah Minggu agar guru Sekolah Minggu bisa mengajarkan anak-anak menjadi baik. Tapi dikatakan,”Jangan sampai kamu dibaptis. Karena kalau dibaptis disebut bu xiao ( ), tidak lagi berbakti kepada orang tua”. Mengapa? Karena ada konsep orang Tionghoa dari Konfusius bahwa kalau kita  berbakti kepada orang tua harus sampai bisa mengikuti upacara-upacara yang menyembah arwah nenek moyang baik waktu acara meninggal maupun pada waktu ziarah  (Qingming明節). Sedangkan setelah dibaptis , orang Kristen tidak boleh menyembah arwah, jadi boleh ke gereja tapi jangan sampai dibaptis sebab kalau sudah baptis diidentikan dengan anak durhaka karena tidak bisa lagi berbakti kepada orang tua. Ini pergumulan di daerah seperti Medan, Pekan Baru, Pematang Siantar dan sebagainya. Di Jakarta juga pernah mengalammi pergumulan yang sama. Pergumulan ini ada pada waktu kita kecil. Bagaimana kita menghadapinya? Bagaimana firman Tuhan mengajar kita?
Xiao berbakti. Ini dari tulisan Mandarin yang terdiri dari huruf yang berarti orang tua dengan rambut panjang dan anak-anak (keturunan) yang bila digabung ada orang tua (senior) dan anak-anak yang disebut menjadi berbakti. Gambarannya : ada orang tua dan di bawahnya ada anak (orang tua didukung oleh anaknya).
Ini adalah konsep yang banyak sekali ditanamkan (diajarkan) oleh Konfusius. Konfusius pernah mengatakan ,”Apa yang engkau tidak mau diperlakukan kepada orang lain, maka jangan melakukannya kepada orang lain. Itulah adalah golden rules-nya. Pdt. Stephen Tong juga pernah membandingkan dengan kata-kata Yesus. Kalau kalimat Konfusius bersifat negatif yaitu “Kalalu kamu tidak mau dijahati oleh orang lain , maka  jangan jahat dengan orang lain. Kalau kamu tidak mau dicubit oleh orang lain, maka jangan cubit orang lain. Kalau kamu tidak mau diganggu oleh orang lain, maka jangan menggganggu orang lain”. Tetapi Yesus katakan, “Apa yang kamu ingin orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah itu kepada orang lain. Kalau kamu ingin orang lain mengasihimu, maka kamu lebih dahulu mengasihi orang lain. Kalau kamu ingin orang lain menghargai, menghormati maka lakukan dulu kepada orang lain”. Jadi kalimat Yesus nadanya lebih positif.
Konfusius hidup pada tahun 500an SM sedangkan Firman Tuhan mengajarkan kita berbakti kepada orang tua yang diturunkan kepada Musa 1.500 SM. Jadi menghormati orang tua, firman Tuhan (melalui Musa) mengajarkan lebih dulu. Jadi firman Tuhan lebih dulu. Musa lebih dulu menyampaikan firman Tuhan tentang menghormati orang tua. Jadi menjadi orang Kristen (percaya) tetap kita diperintahkan untuk menghormati dan berbakti pada orang tua (tidak boleh durhaka kepada orang tua). Hanya caranya saja berbeda di mana kita  tidak ikut menyembah arwah nenek moyang atau orang yang sudah meninggal. Kita tetap berbakti dan menghormati saat orang tua masih hidup.
Pada 10 perintah Allah (hukum Taurat), perintah ke 1-4 adalah relasi kepada Tuhan, perintah 5-10 adalah relasi dengan sesama manusia tetapi dimulai dari hormati ayah dan ibu. Ini keunikan hokum Taurat yang mengajar kita untuk menghormati orang tua kita. Dalam perintah menghormati orang tua, dari 10 perintah hanya inilah yang mengandung janji (yang lain tidak ada janji). Keluaran 20:12   “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Ini keunikan yang pertama. Dengan menghormati orang tua , Tuhan memberi janji “lanjut umur di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu”. Jangan dibalik, orang yang tidak panjang umur adalah orang yang tidak menghormati orang tua. Itu belum tentu. Ada campur tangan dan rencana Tuhan. Ada seorang penafsir mengatakan, karena orang Israel baru keluar dari tanah Mesir , mereka perlu satu aturan bermasyarakat. Mereka akan menjadi satu bangsa yang belum memiliki undang-undang (peraturan). Supaya bangsa ini tertib dan baik, maka harus terlebih dahulu dimulai dari keluarga, di dalam keluarga dimulai dari menghormati orang tua. Kalau tertib di keluarga maka akan tertib di masyarakat. Kalau tertib di masyarakat, maka bangsa ini ketika diberikan tanah Kanaan (tanah Perjnajian), akan menjadi bangsa yang panjang umurnya, tidak akan mudah terpecah belah , terjadi pemberontakan, adu domba sehingga terpecah bangsa ini. Jadi kalau keluarga baik mulai dengan menghormati, berbakti kepada orang tua, mengakibatkan masyarakat menjadi baik dan bangsa menjadi bangsa  yang luar biasa baik. Hal ini terbukti. Kerajaan Israel pecah mulai dari Absalom yang berontak kepada raja Daud. Jadi anak berontak kepada papanya sendiri, sehingga Kerajaan Israel terpecah dua. Ini contoh saja. Inia da hubungannya dengan apa yang disampaikan oleh Konfusius. Berikut puisi yang diinpirasi oleh Konfusius. Kutipan dalam bahasa Mandarin, puisi yang diinspirasi oleh ajaran Konfusius.
孝子家全家,孝子治万民安 (Xiào zǐ qí jiā quán jiā lèxiào zǐ zhì guó wàn mín ān). Konfusius mengatakan,”Bila anak berbakti membangun keluarga, maka seluruh anggota berbahagia. Bila seorang berbakti memerintah bangsa,  maka rakyat hidup dalam damai  sejahtera”.  Bangsa menjadi besar dan bertahan lama dimulai dari keluarga. Ini mirip dengan konsep di Alkitab di atas (kalau hormat orang tua, akan lanjut umur di tanah yang diberikan. Artinya kalau ada orang yang berbakti di keluarga dan di suatu bangsa , kalau semua anggota keluarga saling berbakti dan menghormati, maka bangsa itu akan menjadi bangsa yang kuat dan penuh damai sejahtera.

Berbakti pada Orang Tua

1.    Perlakukan orang tua dengan ramah  dan penuh kasih.

Bagaimana kita memperlakukan orang tua dengan ramah dan penuh kasih? Ini yang akan dicoba ditanamkan pada semua kita, termasuk yang bergumul dengan milenial dan tradisi Tionghoa. Alkitab mengajarkan siapa yang memukul ayah-ibunya, pastilah dihukum mati. Saat itu belum ada undang-undang. Musa menerapkan agar keluarga tertib, baik dan berbakti dalam keluarga, menghormati orang tua dan menjadi satu bangsa yang kuat, maka yang paling harus ditegaskan , didisiplinkan dimulai dari keluarga sehingga            Kel. 21:15  “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati.”   Kel. 21:17 Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati. 2 Timotius 3: 2 “, ...  mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,..” Jangan sampai hal ini terjadi.
Bagaimana menghormati orang tua dan kita berbakti kepada orang tua, mari kita perlakukan orang tua dengan ramah dan penuh kasih. Janganlah sampai kita memukul dengan kekerasan, mengutuki. Mungkin orang tua pernah membuat kita kesal, sakit hati, menyimpan dendam, luka batin dan sebagainya , kita tetap perlu anugerah dari Tuhan untuk bisa memulihkan dan memaafkan orang tua.
Di Thailand ada iklan tentang bagaimana menghormati , mengasihi orang tua dan memperlakukan orang tua dengan kasih. Anak-anak milenial ingin menjadi hero seperti Avenger , Batman dll. Dalam film ini menjadi hero dengan melakukan hal-hal besar untuk menyelamatkan dunia. Judul film ini Garbage man (tukang sampah). Ada seroang guru yang meminta murid-muridnya menggambar tentang super hero. Ada seorang anak bernama Pornchai Sukyod yang juga menggambar. Begitu lonceng berbunyi ia cepat-cepat keluar. Saat gurunya mengoreksi gambar anak-anak , ada yang menggambar manusia petir, Superman dll, tiba-tiba ia heran mengapa super hero digambarkan sebagai tukang sampah. Guru pun mencari Pornchai. Temannya menjawab bahwa dia ada tugas ke tempat lain. Kawannya kasih tahu,”Jangan kasih tahu guru, itu rahasia” dengan memukul kepalanya. Ternyata ini yang dia lakukan : Pornchai langsung pergi, karena ia menolong mamanya bekerja menyapu jalanan. Pornchai mengatakan,”Mari kita kerjakan , agar kita bisa lebih cepat pulang”. Ia melihat mamanya kesakitan di lutut, karena lutut mamanya masih sakit akibat pernah ditabrak mobil tahun lalu. Lalu sang guru mulai mengoreksi (memberi nilai), apa yang dimaksud tukang sampah sebagai superhero. Karena tukang sampah ini membersihkan lingkungan, memakai sapu yang baik, sarung tangan, baju pelindung dan yang penting melindungi mama dari bahaya. Dan membawa mama pulang dengan selamat.
         Kalau mau jadi superhero, di rumah sayang papa mama. Melindungi, merawat papa-mama dengan cinta kasih dan mencintai. Superhero bukan sesuatu yang hebat seperti melindungi bumi dari serangan monster. Yang lebih real ada di depan mata kita, ada orang tua yang diberi kasih, perhatian, memperhatikannya dengan baik, rahmat dan penuh kasih. Jangan dengan kasar apalagi sampai ada kekerasan. Mari kita perlakukan orang tua dengan ramah dan penuh cinta kasih.

2.  Menaati orang tua di dalam Tuhan

Efesus 6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.  Kolose 3:20  Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Batasannya adalah “taatilah di dalam Tuhan”. Kita tetap mengasihi orang tua, menghormati dan berbakti, melakukan yang terbaik untuk orang tua kita, tetapi ada batasannya yaitu di dalam Tuhan. Di dalam pergumulan kita sebagai orang Tionghoa, bagaimana terkadang kalau orang tua memaksa kita ikut sembahyang? Ada sebagian dari kita yang orang tuanya non Kristen dan mereka memaksa kita untuk mengikuti ibadah (sembahyang) dengan menyembah arwah nenek moyang, padahal firman Tuhan mengatakan kita harus menyembah Allah yang benar, tiada Allah selain Tuhan. Hanya boleh sungguh-sungguh sujud menyembah Allah (bukan kepada manusia), jangan ada allah lain di hadapanKu. Dalam hal ini kita harus bergumul, berdoa dan berani untuk taat pada Allah daripada manusia. Tuhan Yesus pernah mengatakan, “Barang siapa mengikut Aku dan tidak membenci orang tuanya, ia tidak bisa mengikut Aku.” Bukan kita sengaja mau membenci, tetapi ada hal-hal tertentu ketika diperhadapkan pada keputusan yang sulit, kita tetap mengasihi, menghormati dan mentaati. Tetapi ada kalanya kita lebih memilih firman Tuhan untuk lebih takut kepada Tuhan daripada manusia. Kita taat di dalam Tuhan dari teladan Yesus Kristus.

Teladan Yesus yang taat

Lukas 2:51  Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.  Yesus taat atas permintaan ibunya. (Yohanes 2:1-10) Yesus taat kepada Allah Bapa (Lukas 22: 42)  . Pada umur 12 Ia punya pengetahuan yang luar biasa, karena Ia bisa berdebat dengan orang Farisi dan ahli Taurat. Pemikirannya sudah begitu mendalam dan tinggi, tetapi firman Tuhan mencatat Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Ia tetap mau taat kepada orang tua yang mungkin secara pengetahuan rohani, Alkitab dsbnya sudah kalah dari Tuhan Yesus Kristus. Maria, ibuNya, menyimpan perkara itu di dalam hatinya (saat berdebat). Saat Yesus melakukan mujizat dengan cara mengubah air menjadi anggur, itu karena memenuhi permintaan dari ibuNya. Yesus juga taat kepada Allah Bapa ketika Ia harus menghadapi pergumulan yang sulit untuk menanggung dosa manusia di atas kayu salib. Sampai Tuhan Yesus berdoa 3 kali. “Jika sekiranya mungkin biarlah cawan ini berlalu, Tetapi bukan kehendakKu melainkan kehendakMu lah yang jadi”. Hal ini dikatakan 3 kali hingga dicatat,” Keringatnya bercucuran seperti darah” artinya ada stress yang begitu kuat dan mendalam, tetapi Ia tetap belajar untuk taat kepada Allah Bapa. Ini contoh yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus. Kita sejauh mungkin mentaati, mengasihi orang tua di dalam Tuhan. Kita mau kaitkan dengan misalnya ajaran Konfusius.
Ada lukisan di pedalaman Papua di mana ada babi yang diberi minum ASI langsung oleh seorang ibu.  Saat menyusui anaknya, di sebelahnya ada babi. Artinya babinya sangat berharga hingga diberi minum ASI. Jadi babi setara dengan seorang bayi. Di sini lain, dalam kebudayaan Tionghoa, ada kisah seperti di Singapore ini. Karena begitu menghormati begitu ekstrim dalam menerapkan  berbakti kepada orang tua, maka kalau terjadi kelaparan dan hanya bisa kasih makan 1 orang dan ada pilihan antara kasih makan orang tua atau bayi yang kelaparan maka bayinya dibiarkan kelaparan dan kasih makan ke mamanya. Walau bayinya berteriak kelaparan, tetapi karena mama (mertua) nya juga lapar sehingga yang dikasih minum ASI terlebih dahulu adalah orang tua-nya. Ada pergumulan-pergumulan seperti ini pada zaman Tiongkok di masa lalu.
Konsep “xiao jing fu mu”  bukan hanya soal berbakti di dalam menyembah orang tua, zaman dulu kalau kita tidak bisa punya anak laki-laki, kita disebut juga sebagai anak tidak berbakti karena tidak bisa meneruskan marga.
Saya pernah punya jemaat yang sakit hati sekali dengan mamanya sendiri (non Kristen). Karena jemaat ini tidak bisa punya anak. Hingga dikatakan, “Si A itu, anak saya, bo ceng (tidak ada keturunan, benih). Dia tidak berbakti karena tidak bisa meneruskan marga”. Pada zaman dulu yang disalahkan adalah istri! Zaman sekarang belum tentu istri, ia akan ajak ke lab dulu. Bisa jadi karena kelemahan pria juga (sperma kurang banyak, sedang stress dll). Zaman dulu yang disalahkan istrinya sehingga si bapa boleh kawin lagi supaya bisa dapat anak laki-laki. Setelah dapat anak laki-laki dari istri kedua atau ketiga, maka baru disebut anak yang berbakti, karena meneruskan marga. Apakah konsep xian jing fu mu seperti ini saat ini masih tidak berlaku? Hal ini tidak boleh apalagi menurut Kristen. Kita bicara non Kristen Tionghoa, hal ini tidak berlaku lagi.
Yang kedua, dulu ada pernikahan yang dijodohkan. Sejak bayi langsung dijodohkan , lalu setelah besar saling jadi besanan. Sekarang tidak ada lagi. Sekarang menikah cari pacar sendiri (tidak dijodohkan). Dulu orang tua sangat superior, tidak boleh dikritik dan dibantah selalu dianggap benar. Kalau salah pun, kita sungkan sekali memberi masukan. Sekarang zaman berbeda, kita lebih sedikit demokrasi. Kita berani memberi kritikan dan masukan . Orang Tionghoa, berkabung itu selamanya. zaman dulu berkabung harus bertahun lamanya. Pakai toa ha (tanda pangkat). Anak laki-laki pakai warna biru, pakainya setahun. Sekarang tidak ada lagi. Begitu dikubur sudah diminta lepas. Itu semua di daerah, saya tidak tahu kebudayaan orang Tionghoa di Jakarta. Itu semua sudah luntur walaupun dulu dianggap sebagai xiao jing yang sangat dalam sekali. Itu semua bisa luntur, tetapi Firman Tuhan jelas : hormatilah ayah-ibumu dan taatilah orangtuamu di dalam Tuhan. Ini prinsip dasar dan bisa berlaku sepanjang abad. Inilah kelebihan firman Tuhan daripada ajaran Konfusius.
Seorang penulis Taiwan bernama Richard Xiang (Lie Shen Zang), konsep xiao jing fu mu dalam budaya Tionghoa, tidak dapat konsisten dipratekkan karena penyembahan dan berbakti kepada nenek moyang hanya terbatas hingga 2-3 generasi di atas saja. Lebih dari itu semua keturunannya sudah lupa dan  tidak bisa lagi disembah. Kalau kita berziarah, untuk yang bisa sembahyang, barangkali ia sembahyang untuk papa atau kakeknya. Papa dari kakeknya tidak bisa lagi mungkin sudah di tempat lain , kalau ada di situ pun sudah tidak kenal lagi.
         Keluarga saya masih banyak yang belum Kristen jadi ada sembahyang juga waktu ziarah. Saya ikut bawa kembang dan ikut bersih-bersihkan. Suatu kali saya membersihkan kuburan nenek dan kakek. Karena tempat sudah penuh sesak, tiba-tiba ada seorang paman yang lebih senior datang. “Eh kalian di sini, ini bukan kuburan kakek kalian.” Rupanya karena kami tidak bisa membaca huruf mandarin-nya. Tapi sudah dibuat upacara sembahyang, sehingga akhirnya di bai-bai lagi karena salah tempat. Lalu cari yang benar.
         Richard Xiang mengatakan berbakti (penyembahan) yang sesungguhnya kalau kita mau konsisten hanya menyembah Tuhan Allah yang benar dan kepada Tuhan Yesus Kristus karena Ia adalah Pencipta dan Juruselamat kita, Dialah yang menciptakan langit bumi serta seluruh isinya. Ia adalah Allah yang mengasihi  manusia sehingga, ia rela datang ke dunia sehingga orang yang percaya di dalam Yesus Kristus boleh ditanggung dosanya oleh salib Kristus, lalu Yesus bangkit pada hari ketiga naik ke sorga membuktikan Ia adalah Allah dan Penyelamat yang sesungguhnya sehingga Ia layak menerima sesembahan manusia. Itulah bakti kalau mau dikaitkan dengan sembahyang yang sesungguhnya yaitu bersembah sujud kepada Allah Pencipta. Bukan kepada manusia yang telah meninggal dunia. Kita diingatkan oleh firman Tuhan untuk menaati orang tua tetapi ada di dalam Tuhan.

3. Berterima kasih, mengingat jasa orang tua dan merawat orang tua

Pada Matius 15:4-6  ada orang-orang  yang dengan alasan persembahan kepada Allah lalu ia tidak mau kasih uang atau tunjangan hidup ke orang tua-nya. Mereka mengatakan bahwa lebih mulia untuk kasih kepada Tuhan. Jadi ada alasan,”Saya tidak usah peduli lagi pada orang tua, silahkan papa-mama berjuang sendiri karena uangnya sudah dikasih kepada Tuhan. Itu lebih mulia”. Yesus menegur,”Tidak benar seperti itu karena dengan demikian kamu mengabaikan firman Allah demi adat istiadatmu yang menguntungkan diri sendiri”. Jadi Yesus ingin mengajarkan berterima kasih mengingat jasa orang tua dan kita tetap boleh merawat orang tua. Apalagi yang sudah lanjut usia dan tidak berdaya, itu adalah tugas kita. Yesus Kristus juga menunjukkan teladannya. Ia berterima kasih dan mengingat jasa orang tuaNya. Ia mau memelihara dan merawat orang tuaNya.
Yesus menunjukkan teladanNya dalam berterima kasih, mengingat jasa orang tua, memelihara dan merawat orang tuaNya. Yohanes 19:26-27  Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"  Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. Artinya Yesus sadar bahwa Ia akan mati dan kemudian setelah bangkit Ia hanya berada sebentar karena Ia akan meninggalkan dunia ini, tetapi Ia ingat untuk merawat dan menjaga mamaNya. Ia titipkan mamaNya kepada murid yang paling dikasihi yaitu Yohanes. Jadi Ia tetap ingat merawat dan memelihara mamaNya. Kalau Ia sendiri tidak bisa, maka Ia berpesan kepada Yohanes, yang paling setia, untuk menjaga mamaNya.  Selama orang tua masih hidup konsep xiao jing fu mu ditekankan. Sebenarnya Konfusius lebih menekankan menghormati dan berbakti kepada orang tua seperti firman Tuhan yaitu ketika orang tua kita masih hidup. Ada beberapa kutipan dari ajaran Konfusius.
-        羊羔跪乳知孝,烏鴉反哺孝親 Yáng gāo guì rǔ shàng zhī xiàowū yā fǎn bǔ xiào qīn yán. Domba tahu berbakti berlutut minum susu, gagak memberi makan induknya untuk berbakti
-        人若是不知孝,不如禽獸實可憐 Wéi rén ruò shì bù zhī xiàobù rú qín shòu shí kě lián. Seseorang jika tidak dapat berbakti, sungguh kasihan karena dia lebih rendah dari binatang
-        孝順傳家孝是寶,孝性溫和孝味甘Xiào  shùn  chuán jiā xiào shì bǎoxiào xìng wēn hé xiào wèi gān . Berbakti adalah harta yang diturunkan dari generasi ke generasi, berbakti menolong mengembangkan karakter dan memberi perasaan hangat.
-        緊孝來光陰快,親由我孝壽由天 gǎn jǐn xiào lái guāng yīn kuài, qīn yóu wǒ xiào shòu yóu tiān. lose no time in being filial to your parents because time flies, take care of your parents by yourself and make sure they enjoy longevity. Cepat-cepatlah berbakti , jangan sampai kehabisan waktu untuk berbakti kepada orang tuamu, karena waktu berlalu dengan cepat. Rawatlah orang tuamu sendiri dan pastikan mereka bisa hidup panjang umur.
-        親在應孝不知孝Qīn zài yìng xiào bù zhī xiào, 親死知孝後悔難qīn sǐ zhī xiào hòu huǐ nán. By not practicing filial piety while your parents are alive, it will be too late to repent after your parents pass away.    Waktu orang tua hidup tidak berbakti, setelah orang tua meninggal sudah terlambat untuk menyesal
-        生前能孝方孝,Shēng qián néng xiào fāng wéi xiào, 死後盡孝徒枉然 sǐ hòu jìn xiào tú wǎng rán. Only filial piety given to parents when they are alive is true filial piety, filial piety given after your parents death will be in vain. Berbakti yang benar adalah ketika orang tua masih hidup, berbakti ketika orang tua telah meninggal adalah sia-sia.
Di youtube ada 100 syair tentang berbakti seperti itu.

Penutup

Waktu saya kelas 2 SMA, saya dan teman-teman ditantang oleh gembala kami (Pdt. Paulus Cahya) untuk ikut katekisasi dan dibaptis. Ada pergumulan, kalau kasih tahu orang tua pasti dilarang, tetapi kalau tidak dikasih tahu dan ketahuan, pasti akan dimarahi luar biasa. Akhirnya kami berdoa dan bergumul. Kami beberapa orang nekat tidak kasih tahu dan kami dibaptis pada hari Minggu. Pada hari Senin ada ayi-ayi dari gereja yang kenal dengan mama saya. Waktu belanja di pasar ia bertemu dengan mama saya saat membeli ikan-sayur, lalu ia memberi selamat ke mama saya. Mamanya saya bingung. Ia berkata,”Selamat! Anakmu sudah dibaptis. Elu kapan bertobat dan ke gereja?”. Mama saya emosi. Pulang sekolah sekitar pk 14-15, saya langsung dimarahi oleh mama, “Kamu sudah jadi anak tidak berbakti. Kamu sudah dikasih tahu , kamu boleh ke gereja, tapi tidak boleh dibaptis. Kamu nanti tidak bisa sembahyang lagi. Kamu anak kurang ajar. Kamu tidak dengar orang tua.” Saya diam saja dan menangis, tapi tidak melawan apa-apa dan hanya berdoa saja. Setelah papa pulang kerja, saya dimarahi. Sekitar 2 minggu saya di-repet terus, untuk mengatasinya : apa yang dikatakan, tidak dimasukkan ke hati karena bisa jadi tekanan. Ada juga teman sekolah yang sama-sama dibaptis , diusir (kamu bukan keluarga saya. Pergi!  Bawa baju dan buku sekolahmu). Untung ada ayi-nya yang mau menampungnya. Jadi ia pergi ke rumah ayi-nya itu. Kami mendoakannya sambil menangis. Di gereja banyak yang mendoakannya. 3 hari kemudian, mamanya telpon ayi dan memintanya pulang, walau setelah pulang juga dimarahi terus.
Beberapa bulan kemudian ada sembahyang dan upacara ce-it cap-go dan mujizat terjadi. Mama saya berkata,”Kamu sudah Kristen dan dibaptis, saya kasih tahu. Ini untuk sembahyang. Ini yang saya belum sembahyang, kamu sekarang sudah Kristen, suka hati kamu mau makan yang mana.” Saya mengerti maksudnya. Dia masih marah dan kesal tetapi ia tahu, anaknya sudah jadi orang Kristen. Kalau ia sudah punya agama harus punya prinsip yang benar, jangan lagi tercampur aduk. Itu tanda bahwa  pelan-pelan orang tua bisa menerima. Kita tetap harus mengasihi. Kalau orang tua perlu bantuan maka cepat bantu, kalau ada sesuatu cepat kasih perhatian, bantu,  tolong ini-itu. Mereka akan merasakan , betul jadi orang Kristen jadi anak berbakti ketika orang tua masih hidup.
Singkat cerita setelah pulang kuliah dari SAAT dan pelayanan di Pematang Siantar, papa terkena penyakit serangan jantung dan infeksi paru. Suatu hari mama sudah capai menjaganya sehingga saya ke rumah orang tua, saya tidur dan menjaga papa. Karena perlu orang untuk memasang oksigen dan uap. TIba-tiba  hati saya tergerak dan terbeban. Dalam hati ada suara yang berkata,”Kamu penginjil dan suka pergi ke rumah jemaat, tidak sakit saja didoakan apalagi kalau sakit pasti kamu doakan. Sekarang papamu sakit, kamu harus doakan.” Ada suara dalam hati begitu. Tapi saya bergumul. Waktu mau jadi orang Kristen saja saya dimarahi luar biasa. Waktu saya bilang mau jadi hamba Tuhan ia juga marah luar biasa ,”Sudah baik-baik bekerja dan ada keluarga, ngapain kerja seperti itu!”. Akhirnya saya terdesak dan Roh Kudus bekerja dan saya tidak tahan lagi lalu berkata, “Pa boleh tidak saya berdoa untuk papa?”. Dia berkata,”Doa lu!” Saya berdoa,”Tuhan, tolonglah papa. Berikan kesembuhan, jangan sampai menderita dan Tuhan pulihkan. Dalam nama Yesus. Amin!” Selesai doa , ada suara lagi yang berbicara dalam hati saya,”Kamu sudah berdoa untuk papamu. Tetapi doanya dalam nama Tuhan Yesus. Papamu belum kenal Yesus, sekarang kabarkan injil!” Waduh, dalam hati saya berkata bagaimana ini? Akhirnya sambil berdoa dan bergumul , saya lihat papa sudah agak tenang sehingga saya kabarkan Injil. Saya berkata, “Papa tadi kita  berdoa dalam nama Tuhan Yesus. Papa percaya Yesus ya. Ia adalah Tuhan yang menjadi manusia. Ia mati di kayu salib untuk menebus dosa kita, tapi 3 hari lagi Ia bangkit. Artinya Ia bisa kasih kehidupan selama-lamanya. Kalau papa percaya Yesus, kalau sembuh puji Tuhan. Tapi suatu kali kita akan meninggalkan dunia, kalau kita sudah percaya Tuhan Yesus, dosa kita diampuni sehingga kita bisa hidup kekal.” Singkat dan sederhana.
Papa saya berkata, “Sejak sebelum kamu lahir sampai hari ini , setiap jam 6 sore, saya pasang 3 hio di depan pintu. Bagaimana saya mau percaya Tuhan Yesus?” Waktu dia menjawab seperti itu, saya bingung juga karena di SAAT tidak pernah diajarkan cara jawabnya. Lalu saya berdoa lagi dan berkata,”Papa , dulu si anu sembahyang juga tetapi akhirnya ia jadi Kristen juga. Nanti kalau sudah sembuh saya minta majelis gereja yang seusia papa untuk datang cerita kepada papa tentang Yesus, bagaimana percaya Yesus. Saya minta pendeta yang lebih senior dan minta paman seumuran untuk kabarkan Injil kepadanya. Suatu hari dia masuk rumah sakit. Ini peran ibu Komisi Wanita. Mereka ikut persekutan pk 15-17. Selesai persekutuan,mereka membesuk papa di rumah sakit. Waktu itu rumah sakit sederhana di kota kecil, liftnya hanya untuk pasien dan dokter. Kalau pengunjung tidak boleh pakai lift karena listrik dan banyak sekali yang memakai. Mereka harus jalan lewat tangga. Papa saya dirawat di lantai 3. Setelah ibu-ibu Komisi Wanita besuk dan mendoakan papa saya lalu mereka mau permisi pulang. Tiba-tiba terbuka pintu , ada seorang ayi yang usinya paling tua , yang jalannya sambil bongkok dan terseret-seret. “Mana papanya Li Cuang Dau? Saya mau berdoa untuknya.” Ibu-ibu lainnya marah kepadanya,”Kamu tidak dengar ya? Kan tadi disuruh tunggu di bawah, kita hanya 10 menit saja. Ini lantai 3. Kamu kalau seret begitu, sesak nafas dan kamu jatuh dan kamu yang masuk rumah sakit. Tadi kamu janji mau tunggu di bawah, tetapi sekarang kenapa kamu juga naik.” Dia menjawab,”Saya juga mau ikut doa untuk papanya Lie Cuang Dao”. Singkat cerita, mereka marah-marah dan suasana jadi kurang enak dan akhirnya mereka pulang. Tetapi itu yang berkesan sama papa saya. “Siapa ayi itu? Saya tidak kenal siapa dia. Kenapa dia mau sampai capai-capai begitu? Sampai terbongkok-bongkok begitu, mengapa dia mau?” Saya hanya  berkata ,”Mereka dari gereja. Kasih Tuhan yang menggerakkan dia, sehingga dia mau perhatian sama papa. Dia mengasihi papa.” Suatu hari , kami tidgak pernah tanya tapi papa yang berkata sendiri dalam situasi sudah sesak napas dan dia merasa waktunya sudah dekat. Mama telpon dari rumah sakit sekitar pk 23.30. “Pin kamu cepat datang. Papa sudah gawat tapi ia mau sampaikan sesuatu. Papa berkata,”Panggil boksu. Baptis saya! Saya mau percaya Tuhan Yesus.” Saya terkejut luar biasa, tapi sekarang sudah pk 00.30, pasti boksu sudah tidur. Dia sesak nafas dan wajahnya gelap, dipasang uap lagi. Sekitar pk 5 saya baru berani telpon pendeta (waktu itu saya belum pendeta). Majelis berunding apakah boleh dibaptis. Pendeta dan beberapa majelis datang dan menanyakan apakah betul papa sudah percaya Tuhan Yesus sungguh-sungguh dan sebagainya. Singkat cerita sekitar pk 8 dia dibaptis dan ia menerima Tuhan Yesus dan Tuhan kasih mujizat. Nafasnya bisa reda dan segera dibawa ke Medan. Tuhan kasih bonus, sekitar 1 tahun kemudian ia baru dipanggil Tuhan. Waktu itu tidak dalam kondisi di rumah sakit. Mama saya berkata,”Sekitar pk 4 dia sempat ke toilet lalu tidur lagi. Pk 6 mama bangun dan mau ke pasar belanja . Mama panggil papa, tapi tidak bangun lagi. Jadi tidak tahu kapan hembusan nafas papa yang terakhir. Malam sebelumnya saya masih berkunjung ke papa dan ia masih main-main dengan cucu. Ia membelikan nasi dan lauknya untuk cucunya makan bersama dan besok paginya Tuhan menjemputnya. Salah satu pergumulan saya untuk berbakti kepada orang tua sudah Tuhan jawab melalui papa saya yang sudah terima Tuhan Yesus Kristus. Saya masih mendoakan mama saya. Tetapi yang saya mau tekankan : selagi masih ada kesempatan (selama orang tua masih ada di dunia ini dan mereka belum percaya kepada Tuhan),  jangan putus asa dan menyerah. Doakan, sampaikan Injil dan berikan kesaksian. Bila tidak berani sendiri, ajaklah rekan-rekan jemaat yang lebih senior. Saya sudah mengalaminya. Saya yakin dan percaya, Tuhan juga akan menolong saudara-saudara sama seperti Tuhan menolong saya.



Teladan Kristus Sang Penderita





Pdt. Jimmy Lucas

1 Petrus 4:1-6
1  Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian,  —  karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa  — ,
2  supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.
3  Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.
4 Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu.
5  Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
6  Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.

Kecanduan Dosa

              Pernah lihat orang sakaw yaitu orang yang kecanduan tetapi bertahan untuk tidak kambuh (relapse)? Saat kecanduan , dia mencoba bertahan maka biasanya dia akan menunjukkan gejala fisik yang mengenaskan. Kita tahu sakaw dari mana? Mudah. Sekarang sakaw bermacam-mcam. Ada yang pakai narkoba, bertahan jadi sakaw. Ada yang mabok , bertahan tidak minum lagi lalu mengalami sakaw. Ada juga main main game, tidak dikasih main game menjadi sakaw. Kalau melihat orang sakaw, orang yang kecanduan lalu kumat kasihan. Bisa menjerit-jerit tunggang-langgang , lintang-pukang, marah dll. Orang-orang sakaw berusaha tidak relapse dalam usaha mereka agar tidak kecanduan. Sebenarnya secara rohani, kita juga adalah orang-orang yang seringkali sakaw. Kita sakaw untuk apa? Kita sakaw karena dosa! Kita kecanduan dosa, dan kita ingin memuaskan kecanduan tersebut. Kita menderita karena berusaha bertahan dari dosa. Kita menderita karena kita tahan sakaw. Ini yang seharusnya menjadi spiritualitas kita (tahan sakaw).
              Di dalam 1 Petrus 4:6, kita harus memahami bahwa pertama-tama Rasul Petrus tidak mengatakan bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh dengan cara menyiksa diri. Pada ayat ke-6 dikatakan Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.  Kalimat ini bisa ditafsirkan secara paling baik untuk menunjuk ke orang yang mendengar Injil saat mereka masih hidup tetapi mereka sudah mati. Kalimat ini dpakai oleh seorang hamba Tuhan di Indonesia untuk membenarkan penginjilan pada orang mati. Ia berdoa dan roh nya turun ke dunia orang mati dan menginjili orang mati. Ditafsirkan hurufiah sepertinya benar, tetapi kalau diperhatikan keseluruhan konteksnya dan keseluruhan ajaran Alkitab, ayat ini secara paling baik ditafsirkan sebagai upaya memberitakan Injil kepada orang yang kemudian mati. Mereka mendengar berita Injil dan mereka menjadi percaya sekalipun mereka sudah wafat. Itu sudah sebabnya mereka dihakimi secara badani. Mereka kini bisa hidup bagi Allah. Ayat ini kalau disadur kurang lebih Injil diberitakan ke orang percaya lalu wafat agar punya hidup kekal bersama dengan Allah. Dengan kata lain Rasul Petrus ingin menekankan keselamatan murni karena iman bukan karena perbuatan.
              Alam Lang dalam laporannya  kepada National Academy of  Science yang berjudul Substance Abuse and Habitual Behavior mengatakan karakterisitik orang kecanduan adalah tingkah laku yang meletup-letup, kesulitan untuk menunda kesenangan, mencari sensasi, kepribadian anti sosial ,nilai-nilai anti kompromi untuk kesenanganannya sendiri, perasaan terasingkan, tingkah laku yang tidak sesuai norma, mudah tertekan, tidak menghargai tujuan-tujuan yang secara umum dihargai oleh masyarakat. Ini ciri orang yang sudah kecanduan. Tingkat lakunya meletup-letup. Kalau tidak dapat yang dia mau, kalau sakaw nya kumat maka ia akan meledak-ledak. Kesulitan menunda kesenangan. Orang yang kecanduan, tidak ada kata tunggu, sabar, nanti ye, tahan dulu, tetapi “Gua mau sekarang”. Mencari sensasi, segini fly, tambah dosis agar tambah fly dan seterusnya. Nonton bokep, cara yang begini itu biasa saja, tambah lagi yang lebih ekstrim. Itu orang kecanduan. Kepribadiannya anti sosial. Kalau sedang pakai (ngobat), nonton bokep, kunci pintu tidak mau bicara. Kalau main game tidak mau kenal siapapun, diajak keluar tidak bisa. Coba perhatikan anak-anak yang mengatakan, “hanya game doang”. Tunggu dulu kalau sudah menunjukkan gejala tertentu berarti sudah kecanduan. Kalau di Tiongkok anak seperti itu dimasukkan ke panti rehabitalisasi. Maka saya tidak pernah menganggap anak-anak sebagai anak-anak kalau sedang kecanduan. Anak yang kecanduan main game sama seperti kecanduan nonton bokep atau pakai narkoba (kalau kenapa-kenapa tanggung sendiri). Nilai-nilai  anti kompromi untuk kesenangan sendiri. Kalau untuk kesenangan sendiri menjadi anti kompromi, demikian juga untuk yang hal-hal yang bertentangan dengan kesenangan sendiri (juga anti kompromi). Untuk kesenangan sendiri , bisa kompromi. Punya perasaan terasingkan : merasa sendiri , tidak punya teman, merasa punya hak untuk lari ke dunia maya  (khayalan).Tingkah laku yang tidak sesuai norma : lihat kelakukan orang-orang yang sudah kecanduan game, pakai obat, nonton bokep,  tidak bisa diterima norma secara umum. Itu sebabnya mereka tidak menghargai tujuan-tujuan yang secara umum dihargai masyarakat. Sukses itu apa? Tidak pusing. Family value apa? Tidak pusing. Selama masih bisa dapat, tidak sakaw, maka gua jalan. Orang nya jadi mudah bertengkar. Kita sepeti itu tidak?  Yang sedang dibicarakan adalah contoh ekstrim : judi, narkoba, rokok, main game adalah contoh ekstrim, tetapi kita harus mengerti bahwa dosa mempunyai efek yang mencandu. Dosa adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari (on regular basis). Begitu sudah menjadi bagian dari hidup maka kita sulit melepaskan diri dari dosa itu.

Kebiasaan Membuat Kecanduan

Siapa yang datang ke gereja pakai sepatu pakai kaki kanan dulu? Ada yang sadar?  Karena itu yang selalu dilakukan. Begitu refleksnya hingga kita tidak berpikir bahwa kita memasukkan sepatu kaki kanan dulu. Itu yang namanya kekuatan kebiasaaan. Begitu terbiasa, hingga kita tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukannya. Berapa lama membentuk kebiasaan seseorang? 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru dalam hidupmu. Berapa lama membentuk gaya hidup baru? 90 hari! Kebiasaan baru dibentuk dalam 21 hari dan mempertahankan kebiasaan baru selama 90 hari, itu menjadi gaya hidupmu. Kalau sudah menjadi gaya hidupmu , itu bagian dari nilai-nilaimu dan kau hidup dengan itu. Itu kalau baik. Contoh : bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu membersihkan tempat tidurku. 90 hari begitu maka seumur hidup semoga begitu. Tetapi kalau lagu berubah, bangun tidur kuterus mandi, aku lupa menggosok gigi. Bangun pagi kutidur lagi, makan-tidur itu kerjaku selama 90 hari. Mau berubah lagi akan sulit.
Siapa yang masih ingat waktu mati lampu (black-out) di Jakarta? Pada ngoceh karena tidak ada internet. Kalau kita yang tua-tua, ada atau tidak internet tidak apa-apa, hanya seram karena tidak ada lampu. Kalau jalan, laki kita bisa terantuk. Sebagai laki-laki kita pikirkan keamanan. Ketika black out, jam siang masih okay, tetapi waktu malam resah. Gelap semua tidak bisa apa-apa, tetapi berapa lama? Mata kita tidak butuh lebih dari 5 menit untuk menyesuaikan yang gelap. Masih gelap tapi sudah bisa melihat. Bukan karena situasi lebih terang tetapi karena mata kita sudah terbiasa. Itu kekuatan dosa. Kita terbiasa melakukan dosa 21 hari, 1 dosa yang sama dan kemudian menjadi lifestyle karena dilakukan selama 90 hari . Masih ada hati nurani tetapi kita melakukan dalam seluruh hidup kita. Maka hati nurani kita terbiasa dengan dosa dan hati nurani kita mati untuk dosa itu.
Kalau sudah diselamatkan dan dilahirkan kembali, maka Allah melahirkan barukan kita , Allah memberikan kepada kita hati baru sehingga ada hati nurani yang baru di dalam hati kita. Yang tadinya tidak peka terhadap dosa mulai peka lagi terhadap dosa. Yang tadinya tidak ingin menyenangkan hati Allah mulai berpikir bagaimana menyenangkan hati Allah. Yang tadinya begitu suka akan dosa, mulai membenci dosa. Itu hati nurani yang baru. Masalahnya : kita sudah terbiasa hidup di dalam dosa sehingga daging ini tetap sakaw mencari dosa.
              Suatu kali ada seorang biarawan pergi ke pasar. Ia melihat ada orang jualan burung. Kaki burungnya diikat dengan tali lalu talinya ke sebuah tiang kecil. Burung itu berjalan berputar-putar di sekeliiling tiang itu. Biksu ini merasa kasihan. Dia bertanya,”Mengapa tega begitu? Ini kan mahluk Tuhan juga”. Dijawab,”Untuk mencari makan”. “Lepaskan!” “Tidak bisa, karena untuk cari makan” Akhirnya biksu itu mengumpulkan dana dan beli burung tersebut serta melepaskannya. Begitu dilepaskan, burung itu tetap berjalan berkeliling tiang kayu. Itu faktor kebiasaan.

Penderitaan Badani Karena Berhenti Berbuat Dosa

              Hari ini saya tidak berkhotbah tentang “penderitaanmu  menyelamatkanmu dan mati masuk sorga”. Bukan itu isu-nya. Yang Rasul Petrus bicarakan di sini adalah sebagai orang percaya , kita dipanggil untuk hidup di dalam kekudusan. Hal ini tidak mudah karena sebelumnya kita telah hidup mengikuti hawa nafsu kita. Rasul Petrus mengatakan kita telah hidup di dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta-pora, perjamuan minum, pesta-pora yang terlarang. Ini gaya hidup kita dahulu. Mungkin kita tidak mabuk-mabukan tetapi tentunya kita hidup di dalam dosa. Rasul Petrus dengan jelas menandaskan bahwa kita hidup di tengah-tengah  masyarakat berdosa dan di tengah-tengah konteks dunia yang penuh dengan dosa. Kita hidup di tengah masyarakat yang hidup dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama. Sulit bagi kita untuk tidak sakaw, untuk benar-benar tahan sakaw, mengalami penderitaan badani sehingga kita bisa hidup di dalam kekudusan. Untuk bisa hidup kudus kita harus belajar dari Krsitsus. Jadi karena Kristus telah mengalami penderitaan badani, maka kamu pun harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang demikian. Karena barang siapa telah menderita dengan penderitaan badani ia telah berhenti berbuat dosa. Supaya waktu yang sisa jangan dipergunakan menurut keingian manusia, tetapi menurut kehendak Allah. Kita terbiasa hidup di dalam dosa, lalu kita hidup dalam konteks orang berdosa, lalu Tuhan menyelamatkan kita. Setelah Tuhan menyelamatkan kita, kita dilahirkan kembali, Setelah dilahirkan kembali kita tidak langsung masuk surga tetapi kita tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat berdosa, dengan tubuh yang terbiasa berbuat dosa. Allah ingin kita hidup dengan kekudusan, maka mau tidak mau, suka tidak suka kita harus belajar untuk mengalami penderitaan badani. Karena dengan mengalami penderitaan badani ini, kita hidup di dalam kekudusan.
              Kata penderitaan berasal dari bahasa Yunani “pasco pato pento” Artinya mengalami sensasi (impresi) yang menyakitkan, merasakan gelora penderitaan yang menyakiti hati. Kalimat ini agak membingungkan. Dalam buku Mahabrata dikisahkan Pandawa masuk ke dalam kawah Candradimuka. Pernah melihat orang menempa besi menjadi tapal atau pedang? Kurang-lebih ini pengertiannya seperti itu. Para Pandawa masuk ke dalam kawah Candradimuka digodok, dididik, diolah dari manusia biasa keluar menjadi sakti mandraguna. Sama seperti besi biasa dilebur, dipanaskan, dicairkan, dibuat lentur, dipukul sehingga kemudian muncul menjadi pedang yang tajam. Ini yang dimaksud dengan “Pasco, pato, pento, mengalami gelora penderitaan yang menyakiti hati. Rasul Petrus ingin agar kita mengalami penderitaan semacam ini, penderitaan yang muncul karena kita ingin menguasai hati kita sedemikian rupa. Dengan menguasai hati sedemikian rupa, kita bisa menguasai tubuh kita. Kita harus tahan sakaw-nya.

Perlu Latihan untuk Menguasai Diri

              Rasul Paulus mengajarkan dan mengatakan hal yang sama, “menyiksa diri tidak bisa melepaskan kita dari dosa”. Ini yang harus dipahami. Menyiksa diri tidak bisa melepaskan orang dari dosa, menyiksa diri tidak membuat orang mati masuk sorga. Kolose 2:23  Peraturan-peraturan ini (=peraturan agamawi), walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi. Terjemahan King James Version, tidak ada gunanya selain memuaskan hawa nafsu birahi. Ini kontradiksi, semakin kita hidup dalam peraturan agamawi , semakin hidup menyiksa diri malah semakin melanggengkan hawa nafsu birahi. Sehingga orang yang kelihatan beragama , pakai jubah panjang ternyata istrinya bisa 3-4 orang. Jadi menyiksa diri tidak membuat orang mati masuk surga. Namun demikian, Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa orang Kristen boleh hidup seenaknya. Ia mengingatkan dalam Galatia 5:13  Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Menyiksa diri tidak menyelamatkan kita. Menyiksa diri bahkan berpotensi untuk melanggengkan birahi. Tetapi bukan berarti orang Kristen kalau sudah diselamatkan boleh hidup semau sendiri, kita sudah dimerdekakan tetapi tidak boleh menyalahgunakan kondisi merdeka itu. Rasul Paulus kemudian berkata di dalam 1 Kor 9:26-27 Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. Kata “melatih” berasal dari bahasa Yunai Gupo piaso yang berarti secara hurufiah melatih tubuh  adalah to build up my body blue and black. Artinya saya berlatih begitu keras.
Orang yang suka berlatih bela diri (apalagi dari aliran lo ban teng) ada yang namanya ngokik (artinya bentur tangan, bentur kaki dengan tangan orang lain atau dengan tembok / pohon , bertemu apa saja bentur. Itu Namanya beat up my body blue and black. Itu disiplinnya mereka. Rasul Paulus mengatakan,”Aku melatih tubuhku” (aku memukul tubuhku), tujuannya  supaya aku bisa menguasainya seluruhnya. Kata menguasai berasal dari kata dulagogeo yang artinya to inslave untuk memperbudak. Rasul Paulus mendisiplin tubuhnya sendiri dan keinginannya agar ia bisa menguasai tubuhnya seutuhnya. Ia yang kendalikan tubuhnya bukan tubuhnya mengendalikan dirinya. Tujuannya bukan utnuk diselamatkan (karena sudah diselamatkan), tetapi agar hidup kita selaras Injil dan memuliakan nama Tuhan. Itu sebabnya Tuhan Yesus menuntut murid-muridNya. Di dalam Lukas 9:23  Tuhan Yesus kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Menyangkal diri dan memikul salib berarti tahan untuk sakaw adalah tuntutan Guru jika kita ingin mengikutiNya, tanpa tahan sakaw, kita tidak layak jadi murid Tuhan Yesus.

Cara mengatasi penderitaan dan tidak sakaw lagi

              Suatu kali saya nonton film tentang kerajaan. Diceritakan rajanya pezina. Dia terus menerus dikontrol oleh seorang imam Katolik. Setiap kali  mau berzina dengan pembantunya, imam Katolik nya muncul sehingga tidak jadi. Imam Katolik berkata,’Engkau raja yang dipilih oleh Tuhan sehingga tidak boleh hidup dalam dosa.” Suatu kali raja berkata, “Saya dikutuk melakukan apa yang harus saya lakukan dan tidak melakukan apa yang saya ingin lakukan”Yang ingin dia lakukan berzina, apa yang harus dia lakukan : tidak berzina.
Kita mungkin bergumul dengan cara yang sama. Kita ingin terus hidup dalam dosa, tetapi kita tahu bahwa kita tidak boleh hidup dalam dosa tetapi kita harus hidup dalam kekudusan. Yang menarik waktu Sang Raja berkata,”Aku dikutuk untuk hidup menurut apa yang harus aku lakukan” sambil menangis. Dia menangisi dan ia tidak bisa hidup dalam dosa. Kita harusnya menangis kalau masih hidup dalam dosa. Biarlah hati kita menderita karena kita belum hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Mari kita bersukacita karena kita hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Ini butuh penderitaan, tetapi ini yang dilakukan Yesus. Dia menataati Allah , taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Ia menanggung itu semua, menderita untuk berperang melawan dosa. Ini yang harus diteladani, dilakukan. Pertanyaannya : bagaimana supaya kita tidak sakaw,  bagaimana kita  mengatasi penderitaan ini?. Kita akan mengatasi penderitaan badani ini dan dengan rela hati menjalani penderitaan badani ini, kalau kita punya kasih untuk Allah. Kasihilah Tuhan Allah dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu dan akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Ketika kita memiliki kasih , maka kasih akan mendorong kita melakukan hal-hal yang sulit dilakukan.
              Waktu saya tinggal di perumahan Daan Mogat Baru. Sebelum berbentuk apartemen , ada lapangan. Dulu ada sirkus lokal yang membuka tenda di sana. Sebelum buka tenda, gajah ditaruh duluan. Anak kecil dan saya heboh melihat gajah. Begitu melihat gajah, saya menggendong anak saya yang masih kecil,Joan. Waktu melihat dan mendekati gajah , saya terkejut karena gajah sebesar itu hanya diikat dengan tali rapiah. Saya langsung memanggil pelatihnya. “Bos, di sini banyak anak kecil. Kalau talinya lepas, apakah anak-anak tidak terinjak?” Pelatihnya menjawab,”Bos tenang saja. Gajah-nya sudah dilatih.” Ceritanya, waktu kecil, gajah diikat dengan rantai kapal yang besar (seperti rantai kapal). Gajah kecil memberontak dan berusaha lepaskan  tapi percuma karena rantainya besar. Begitu besar, rantainya tambah kecil, tapi tetap rantai besi. Begitu semakin besar gajahnya, rantainya semakin kecil. Gajah terus berontak hingga lelah. Begitu lelah  , ia belajar membiasakan hidup dengan rantai. Rantainya tambah lama tambah kecil , tidak lama kemudian diganti dengan tali tambang dari sabut kelapa. Lalu diganti dengan tali plastik. Tidak akan lari karena sudah terbiasa. Ia biasa sehingga tidak lari. Dosa seperti itu mengikatnya. Dosa mengikat kita dengan kebiasaan walau hati sudah diperbarui tetapi tubuh sudah terbiasa. Sama seperti kita biasa pakai sepatu kaki kanan dulu dengan reflek. Kalau pakai sepatu dengan kaki kiri dulu rasanya aneh padahal tidak dosa. Terbiasa setipa kali Piala Dunia nonton sampai pagi padahal besok mau ke gereja. Tapi begitu percaya Tuhan Yesus dan hidup baru, maka merasa dosa kalau tidak pergi ke gereja walau ada Piala Dunia. Jadi bertekad untuk ke gereja. Tidak apa-apa setelah tidak nonton Piala Dunia. Tetapi ada orang-orang nonton Piala Dunia di rumah kita, jadi ikut nonton juga. Itu kebiasaan bertahun-tahun. Ini yang Rasul Petrus maksudnya dalam konteks hidup kita, membuat kita terbiasa dalam dosa. Di satu sisi tubuh kita terbiasa dengan dosa, di sisi lain konteksnya mendorong kita hidup dalam dosa. Sehingga kita belajar seperti Rasul Paulus beat up my body blue and black. Melatih diri sedemikian rupa sehingga kita punya otoritas atas tubuh kita. Hati kita menderita. Ingin yang itu tapi harusnya begini.
              Suatu kali Togar pulang dari main basket, lalu taruh bola basketnya dan menggeletak sembarangan. Mamanya teriak, “Togar kamu hanya main basket saja. Kau lupa tidak ada telor dan bawang, kau mau makan apa besok pagi. Antarkan mama untuk beli telor dan bawang”. “Aduh ma, capai. Mama pergi saja sendiri”. “Engkau anak kurang ajar” mamanya kesal. Tak lama telepon berbunyi, Shinta pacarnya telpon. Togar mendengar pacarnya telpon, langsung loncat dan angkat telpon, “Ada apa babe?”. “Bang masih di Cengkareng ? Cape?” “Iya di Cengkareng. Cape”. “Bang, aku ada di Rawamangun kemalaman karena lamar pekerjaan. Tidak ada lagi yang antar, nanti aku diculik, bagaimana bang.?” Togar pun meminta pacarnya diam dan langsung jemput. Mamanya langsung tahu di mana hati Togar. Kalau kita punya hati sebesar itu untuk Tuhan, kita memang akan bergumul melawan dosa. Kita mungkin akan sakaw tetapi kita akan bertahan karena kita tahu kita mencintai Tuhan.

1.     Kita akan bertahan karena kita mencintai Allah.
         4 minggu istri saya sakit. Selama ini saya jadi papa dan mama juga, mencari nafkah, masak, cuci, strika, nyapu, ngepel. Semua pekerjaan ibu rumah tangga saya kerjakan. Selama sebulan saya kerjakan. Bangga? Tidak karena menderita. Istri saya bertanya “Capai tidak? “ Saya jawab tidak padahal setelah itu memijat badan sendiri, tapi dijalani terus. Saya lakukan itu untuk anak-istri saya. I love them. Kasih sayang seperti itu membuat kita melampaui semua yang sulit dilakukan.

2.   Miliki tujuan yang lebih tinggi dan berharga dari hidup itu sendiri.
Saat ditanya ibu,”Anak saya hobinya main game , bagaimana menghilangkannya?” Saya jawab,”Ambil saja gamenya”. Sang ibu keberatan,”Kalau sakaw bagaimana?” Saya bertanya lagi,”Anak Ibu punya tujuan tidak?” Coba dicek, (anak) lelaki yang obrolannya tentang cewe dan tiap hari uber cewe, tidak ada hari lain kecuali main game , tanya  kepada mereka : apa tujuan hidupnya? Pasti tidak punya tujuan hidupnya. Orang yang tidak punya tujuan hidup yang tinggi, hanya akan mengarahkan hidupnya pada hal-hal yang lebih rendah. Saya tidak berkata, cewe lebih rendah. Hanya kalau di usia saya tahu : cinta tidak bisa untuk beli susu di Indomaret. Mencintai harus diiringi dengan tanggung jawab yang besar dan benar. Seorang laki-laki yang lebih dahulu mencintai tanpa memikirkan kemampuan bertanggung jawab, jelas dia tidak punya tujuan hidupnya dan belum pantas disebut laki-laki. Jadi milikilah tujuan! Anak muda cari tujuan hidupmu! Orang dewasa cari makna dalam hidupmu!  Bukan hanya mengejar kekayaan, tetapi apa makna hidupmu? Apa yang telah ditinggalkan untuk masyarakat. Image apa yang orang akan ingat tentang diri kita. Kita harus mengarahkan diri kita ke tujuan yang lebih tinggi, lebih besar daria hidup kita sehingga kita rela mengorbankan diri demi tujuan itu. Kalau tidak, maka seluruh hidupmu akan ambyar. Kau akan seperti orang yang pakai celana kedodoran tapi tidak pernah memakai ikat pinggang. Ambyar semua hidupmu. Tujuan mengikat semua yang kedodoran menjadi focus ke satu titik.

3.     Bersedia bayar harga.
Untuk setiap tujuan yang besar, di mana cinta kita tertanam di dalamnya bersedia bayar harga. Kalau orang sudah tahu tujuan hidupnya, dia akan kejar dan arahkan hidupnya ke sana. Dia akan mati-matian mengejarnya. Dia tidak punya waktu lagi untuk nonton bokep, merokok, mabuk. Bapak-bapak senasib dengan saya. Dulu waktu remaja hobi nonton film, TV. Anak remaja sekarang tahu Johny Depp kalau dulu 21 Jump street. Kalau ada acara itu tidak ketinggalan nontonnya. Sekarang, boro-boro buka TV, bisa duduk depan TV sudah bersyukur karena tidak ada waktu. Pikiran begitu penuh, yang dikerjakan begitu banyak. Bahkan ketika duduk ngopi pikiran masih berpikir ke sana. “Aduh Pak Jimmy kerjakan itu, remah-remah saja. Tidak ada uangnya” “Betul tidak ada uangnya apa yang saya kerjakan. Tetapi sory, kamu melihat apa yang saya kerjakan tetapi saya melihatnya 10 tahun ke depan menjadi apa itu.” Buat anda pekerjaan saya remeh. Anak saya ditanya gurunya, “Joshua , apa pekerjaan bapakmu?” Dia menjawab,”Karate teacher”. “Joshua kamu jangan seperti itu tetapi pendeta!” “Malu papa!” jawab Joshua. Kemarin ada acara bazar. Guru-gurunya menyanyai,”Madu di tangan kananmu. Ayo guru ajak orang tua siswa untuk dansa sama-sama”. Guru -guru pun mengajak orang tua untuk menari, tidak ada yang mengajak karena saya karate teacher. What’s papa doing? He is a coach. He is a pastor. Itu berbeda. Itu yang dia lihat, tetapi itu yang bukan saya lihat. Saya melihat pelayanan yang bersifat holistik, saya melihat sebuah tempat, sebuah fasilitas, sebuah hasil. Saya melihat dalam 5 tahun apa yang saya kerjakan, maka hasilnya seperti ini. Kalau saya berhasil melakukan dalam 5 tahun, maka dalam 10 tahun ini akan terjadi dengan anak muda di Indonesia, orang-orang yang bersentuhan dengan saya. Ini yang terjadi dengan mereka. Untuk pekerjaan ‘remeh’ seperti itu dengan tujuan besar yang saya tekankan, saya tidak waktu nonton TV . Bayarlah harganya! Tetapkan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya, arahkanlah seluruh hidupmu untuk bayar harga tujuan itu. Karena ketika kita punya kasih dan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya maka kita tidak punya waktu  untuk sakaw lagi di dalam dosa.