Monday, October 22, 2012

Menabur dan Menuai



Pdt Paulus Daun


Mat 28:16-20

Pada waktu Yesus mau naik ke surga, Dia telah memberi Amanat Agung (ayat 19). Saat itu Dia bertindak sebagai Raja segala Raja sehingga kita sebagai orang percaya tidak bisa menggunakan alasan apa pun untuk menolaknya, melainkan hanya bisa taat. Saat kita percaya, Tuhan Yesus tidak langsung mengangkat kita ke surga, namun Dia memberi kita kesempatan tinggal dalam dunia ini untuk melaksanakan Amanat Agung. Sebagai anak-anak Tuhan kita tahu hal ini. Tetapi waktu melakukannya, kita menghadapi rintangan yang begitu banyak khususnya saat ingin menginjili orang Tionghoa seperti ada tembok yang merintangi. Tembok ini berupa kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap agama Kristen.  Waktu mengabarkan Injil kepada mereka, kita harus mengerti apa kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap ajaran agama Kristen.

3 hal kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap ajaran agama Kristen
1.       Agama Kristen adalah agama orang Barat. Ini  kesalahpahaman besar. Agama Kristen dibawa ke timur (termasuk Tiongkok dan Indonesia) oleh orang-orang Barat. Sebenarnya Kristen bukan agama orang Barat, karena dimulainya di Timur Tengah (di Asia). Sehingga perkataan orang Tionghoa salah. Orang Tionghoa berkata, “Kenapa percaya agama orang Barat, kan punya agama sendiri?”  Kongfucu dan Taoisme bukan agama, tetapi cenderung ke ajaran moral dan etika, mereka tidak mengajarkan hal-hal mendatang. Agama Budha juga bukan agama orang Tionghoa karena disebarkan dari India masuk ke Tiongkok mulai abad 1. Pada waktu abad ke 4-6, di daratan Tiongkok, banyak yang menganut agama Budha. Ini bukan agama mereka. Kalau bisa menerima agama Budha kenapa tidak bisa menerima agama lain (Kristen)? Yang penting apakah ada kebenaran dan punya pengharapan pada masa ini dan di masa mendatang dalam agama. Agama harus bisa memberi jaminan sekarang juga di masa datang dan agama Kristen memberi jaminan ini. Jika malam ini meninggal, apakah ada jaminan? Dalam agama Kristen, walau tidak pernah pergi ke surga, setelah percaya kita pasti masuk ke surga karena Alkitab mengatakannya. Apa yang dikatakan pasti digenapi. Sebagai manusia kita pasti takut mati karena itu pengalaman pertama dan terakhir. Iman kita mengatakan, kematian bukan merupakan sesuatu yang menakutkan tetapi membawa berkat yang besar kepada kita. Meskipun takut mati, orang akhirnya akan mati. Sehingga orang Tionghoa takut angka 4 karena lafalnya mirip dengan kata yang berarti mati. Percaya kepada agama bukan hal yang penting, melainkan apakah agama itu membawa harapan di masa kini dan di masa mendatang? Tuhan Yesus memberi jaminan dan janji ini, banyak oang Tionghoa tidak mengerti hal ini. Untuk itu kita harus memberitahukannya. Agama Kristen tidak ditentukan oleh manusia. Walau sulit, minimal ikatan dalam hati mereka terbuka dan pelan-pelan membawa mereka mengerti kasih karunia dan anugerah Tuhan Yesus.
2.       Agama Kristen adalah agama imperialisme. Waktu remaja saya benci agama Kristen. Pada waktu di seminari saya belajar sejarah gereja, tradisi dan kebudayaan orang Tionghoa, baru saya sadar alasannya. Waktu saya sekolah di sekolah komunis, gurunya sering mengatakan, agama Kristen agama barat dan imperialism. Hal ini masuk ke dalam pikiran dan mempengaruhi hidup saya. Tanpa anugerah Allah tidak mungkin saya percaya Tuhan Yesus. Guru Sekolah Minggu (GSM) jangan menganggap pelayanan GSM tidak terlalu penting sehingga sebagai GSM sembarangan dan tidak ada persiapan. Pelayanan GSM sangat penting. Benih yang ditabur mempengaruhi otak dan hati anak-anak sekolah minggu, bahkan seluruh hidup mereka. Sebagai GSM mengajarlah dengan baik sehingga kalau dari kecil mereka percaya kepada Yesus, sampai tua mereka tidak akan menyimpang. Saya tidak melarang kedua orang tua bekerja. Tetapi jangan karena alasan sibuk mengabaikan anak-anak, khususnya dalam pengajaran tentang agama karena saat tumbuh dewasa mereka tergantung apa yang telah diajarkan kepada mereka. Malam sebelum anak sulung meninggalkan kami untuk kuliah, saya memanggilnya dan berkata,”Nak mulai besok, engkau tidak di bawah pengawasan orang tuamu. Engkau bebas. Bagaimanapun bapak tetap kuatir.” Anak kami bertanya, “Apa yang papa kuatirkan?” Saya menjawab, “Karena engkau tidak dibawah kami dan engkau bisa melakukan sesuatu dengan bebas. Kehidupan di luar sangat bebas saya kuatir engkau terpengaruh.” “Papa jangan kuatir, walau saya tidak di bawah pengawasan papa mama tapi saya masih di bawah pengawasan Tuhan.”jawabnya.  Apa yang dikatakannya sederhana sekali. Kami melihat bagaimana firman Tuhan yang disampaikan tertanam dalam hatinya. Ia benar-benar menepati janji. Selesai kuliah lalu bekerja. Saya pindah ke Jakarta bersamanya. Suatu kali saya berkata, “Anakku , kamu sudah selesai kuliah dan sekarang bekerja, papa tidak tahu apa yang kau lakukan. Tapi jangan sampai engkau kehilangan kepercayaan papa. Papa tidak tahu apa yang kau lakukan, jangan sampai melakukan yang jahat.” Dia lantas menjawab, “Papa, kalau mau melakukan hal yang jahat kenapa baru sekarang. Waktu kuliah, saya menolak narkoba, judi, minuman keras, dan perempuan tidak baik, karena saya takut Tuhan.” Puji Syukur kepada Tuhan karena dari kecil saya menanamkan dalam hatinya untuk takut kepada Tuhan. Kami punya 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang semuanya sudah berkeluarga. Tidak ada seorang pun memalukan nama papanya dan nama Tuhan. Karena papa-mama memperhatikan ajaran agama dalam keluarga. Saat firman Tuhan masuk dalam hati mereka, seperti benih yang ditaburkan di tanah yang sangat subur, akan bertumbuh dan membesar. Mengabarkan injil kepada orang Tionghoa supaya mereka tahu, agama Kristen bukan agama imperialisme. Salah paham ini karena cara misionaris barat waktu mengabarkan injil caranya salah. Misionari menggunakan berbagai cara namun gagal. Suatu kali mereka melihat suatu kesempatan. Waktu itu Tiongkok kalah perang dan menandatangani perjanjian Nanking. Di dalamnya banyak poin yang dikemukakan, semuanya tidak menguntungkan bagi Tiongkok. Misionari melihat suatu lubang, ia ingin menggunakan cara politik untuk mengabarkan Injil. Salah satu poin dalam perjanjian itu berbunyi, pemerintahan TIongkok harus memberi kebebasan agama bagi rakyatnya. Sebenarnya pemerintahan TIongkok tidak mau tapi tidak berdaya. Sehingga timbul pendapat yang tidak baik dari orang TIonghoa terhadap agama Kristen karena dianggap agama imperialism. Meski tujuan baik , cara tidak baik, akibatnya agama Kristen dianggap tidak baik. Pengaruh ini sampai sekarang masih ada. Untuk menghilangkannya, melalui kesaksian kita yang mempunyai kasih. Waktu mengabarkan injil harus punya hati yang sungguh-sungguh agar mereka melihat dengan mata kepala sendiri tidak ada maksud yang lain. Maksud satu-satunya, agar diselamatkan dan punya hidup kekal. Punya harapan sekarang dan di masa mendatang.
3.       Agama Kristen mengajarkan anak jadi tidak berbakti. Walau banyak anak yang aktif di gereja (semua persekutuan diikuti), namun walau percaya tapi tidak mau dibaptis, karena orang tua mengancam, “Boleh ikut kegiatan tapi tidak boleh dibaptis. Kalau dibaptis, putuslah hubungan orang tua dan anak, semua warisan tidak diberikan.” Karena dalam benak tertanam setelah anak dibaptis, mereka akan kehilangan sang anak (anak jadi tidak berbakti). Padahal agama Kristen tidak mengajarkan anak yang tidak berbakti. Hukum ke 5 dari 10 perintah Allah berbunyi, “hormatilah ayah dan ibu supaya lanjut usiamu”. Ini sangat jelas mengatakan, dalam agama Kristen anak harus menghormati dan berbakti pada orang tua. Dalam berbakti, orang tionghoa memperhatikan pertanggungjawaban moral / etika, tetapi dalam agama Kristen, selain itu juga ada masalah manusia dengan Tuhan. Sebab itu hukum kelima sangat menjelaskan kita hormati ayah dan ibumu. Jika menghormati orang tuamu, Tuhan akan memberkatimu supaya lanjut umurmu. Jikalau sebagai anak tidak berbakti kepada orang tua, bukan hanya orang tua tapi Tuhan juga marah. Bakti di dalam agama Kristen lebih tinggi dari bakti dalam orang Tionghoa. Perbedaan keduanya, bakti orang Tionghoa dinyatakan setelah orang tua meninggal, dimana anak harus melakukan ini dan itu. Tetapi waktu hidup mereka tidak memperdulikan orang tua. Orang Kristen berbakti kepada orang tua saat orang tua masih hidup. Setelah orang tua tiada bukan berarti tidak berbakti kepada orang tua tetapi sudah tidak ada caranya lagi. Orang yang sudah meninggal tidak dapat melakukan apa-apa lagi. Jika bisa bertobat, setan tetap tidak bisa diselamatkan. Karena manusia berdosa di dalam dunia yang sifatnya sementara sehingga kita punya kesempatan percaya Tuhan  Yesus. Setan berdosa dalam dunia kekekalan, karena ia adalah roh yang merupakan alam kekal, dosanya kekal. Kita dalam dunia sementara, kita punya kesempatan percaya Tuhan Yesus tapi suatu kali kita akan masuk dunia kekal melalui kematian. Waktu mati, dari dunia sementara kita masuk dunia kekekalan. Semuanya menjadi kekal. Jika punya hidup kekal maka akan kekal, kalau tidak percaya akan binasa selamanya. Sebelum meninggalkan dunia ini, harus mengabarkan Injil. Tidak ada cara lain. Setelah mati, menangis dan berdoa tidak ada gunanya. Karena mereka sudah masuk ke alam kekekalan. Selama mereka masih hidup , kita gunakan waktu kabarkan Injil. Banyak pemuda yang mengatakan, mengapa beritakan Injil ke keluarga lebih sulit. Karena agama Kongfucu mengajarkan, kita harus berbakti kepada orang tua. Bakti yang diajarkan kongfucu sangat baik. Anak harus berbakti kepada orang tua. Apa yang dikatakan orang tua adalah sesuatu yang benar, sedangkan anak pasti salah. Tidak ada alasan orang tua mendengarkan perkataan anak sehingga mereka tidak mau dengar karena merasa garam yang dimakan lebih banyak (sangat sombong) akibatnya sulit mengabarkan Injil kepada mereka. Mungkin dengan mulut tidak dapat mengabarkan Injil tetapi dengan perbuatan. Dulu setelah percaya Tuhan Yesus, saya dibaptis dengan diam-diam. Waktu orang tua tahu, mereka jadi emosi. Suatu kali saya membaca di Alkitab  yang berkata, “kalau engkau tidak berani mengakui Aku di hadapan orang banyak, Aku juga tidak mengakui engkau di hadapan Bapak.” Lalu saya memberi tahu mama dan ia marah besar. Saya diam saja. Setelah selesai, saya katakan , “Saya mau percaya Tuhan Yesus.” Mama tahu dengan emosi tidak bisa mengubah saya lalu  dengan menangis mama bertanya, “Apakah engkau tetap mau percaya Tuhan Yesus?”. Saya menjawab, “Saya tetap mau percaya Tuhan Yesus, suatu hari mama akan mengerti keputusan saya.” Saya kemudian diusir mama saya,”Mulai hari ini, engkau bukan anakku.” Saya tahu, ini salib yang harus saya pikul. Besok saya datang lagi, diusir lagi, saya datang lagi diusir lagi. Namun mama akhirnya tidak keberatan. Saya sangat menderita sekali. Tetapi akhirnya ia berubah. Ia bahkan tidak menolak dan  menghormati kepercayaan saya. Karena ia melihat dengan mata kepalanya, kehidupan saya sebelum dan sesudah percaya Tuhan Yesus. Kebenaran ini tidak bisa didebat oleh dia. Waktu ia mau meninggal dunia, saya mengabarkan Injil kepadanya. Ia berkata, “Saya percaya.” Ia menerima. Karena kesibukan pekerjaan, saya meninggalkan mama. Setelah seminggu, kelihatan mama tidak bertahan, kakak meminta saya pulang. Ternyata waktu pulang ia sudah tiada. Jika dulu ia dari hati berkata percaya, kita tahu ia ada di mana. Janji Tuhan, benih yang kita tabur akan kita tuai.

No comments:

Post a Comment