Wednesday, August 15, 2018

Iman Kristen & Budaya Tionghoa (Tiranus 15, 5 Ags 2018)





Kelas Tiranus ke-15
(5 Agustus 2018)

Leonard Sidharta, Ph.D

Hubungan kebudayaan Tionghoa dan kekristenan

Kebudayaan (culture) yang dibahas di sini lebih kepada filsafat hidup, bukan dibahas kebudayaan dalam manifestasinya. Jadi tidak membahas seperti hong sui, imlek dll karena itu ada di permukaan saja, tapi akan dibahas jiwanya. Apa jiwa dari kebudayaan? Lewat interaksi dengan kebudayaan Tionghoa bisa dicapai :
-          Secara eksternal : bagaimana kita lebih komunikatif dalam menyampaikan Injil kepada orang Tionghoa.
-          Secara internal : sarana untuk mempelajari iman kita sendiri. Mungkin ada hal-hal (aspek) dari budaya ini yang mengingatkan kita bahwa ada aspek sudah kita lupakan dalam Alkitab.
Bukan berarti kebudayaan Tionghoa lebih tinggi atau sejajar dengan Alkitab. Kebudayaan Tionghoa sangat kaya dan sulit diringkas dalam waktu 1 jam. Di sini hanya akan dibahas 1 aspek saja.

1.     Orang Tionghoa bersifat pragmatis

Orang Tionghoa memiliki satu sikap yang berbeda yaitu orang Tionghoa memiliki sifat pragmatis (segala sesuatu harus dilihat kepada realita sehingga harus lebih fleksibel). Artinya kita harus praktis dan pragmatis. Orang Tionghoa sangat menekankan ini. Berbeda dengan orang Barat yang mempelajari ilmu pengetahuan menemukan kebenaran untuk kebenaran itu sendiri. Saya pernah belajar di Barat, saya bandingkan sekolah di AS dengan di Indonesia dan Tionghoa. Di AS sejak awal anak-anak diajarkan (belum tentu pelajaran di sana lebih sulit) tentang kebenaran sehingga mereka suka dengan fakta dan kebenaran. Di Asia (seperti Indonesia – Tiongkok) orang diajari untuk menghadapi ujian, jadi lebih ke pragmatis. Di Barat, kebenaran itu berharga sehingga kita harus melihatnya. Apa gunanya mempelajari kebenaran karena kebenaran itu sudah utuh. Di Timur , kita belajar untuk mencari uang atau ada gunanya. Di Amerika ada orang awam yang mempelajari entomology (ilmu yang mempelajari serangga) jadi ada yang special mempelajari mata dari lalat. Di Timur untuk apa mempelajari mata dari alat (gunanya apa? Prakteknya bagaimana?). Kalau kita mendengar orang kaya bertanya, “Kamu sedang belajar apa?”  Misalnya dijawab,”deposito di bank”. Ditanggapi,“Oh bagus, nanti cari uang gampang.” Ini ada baik dan buruknya. Jadi hadiah nobel tidak pernah didapat oleh orang Asia, kecuali orang Asia yang sudah tinggal dan hidup di Amerika.
Orang tua masukkan anaknya les (fisika, matematika dll) tapi saat mau jadi ilmuwan dilarang.

Pepatah orang Tionghoa di Tengsua mengatakan,”tidak peduli kucing itu berwarna hitam atau putih yang penting ia bisa menangkap tikus!” Jadi selalu melihat dari praktek yang praktis (yang penting hidup ini). Apakah saya bisa lebih bahagia? Kebahagian atau hoki menjadi pilihan utama bagi orang-orang di Tiongkok. Kebahagiaan itu penting. Kalau belajar iman dan agama ada hubungannya dengan bagaimana hidup bahagia. Ini ada hubungannya dengan Alkitab. Alkitab juga menekankan hidup  yang berbahagia. Di Perjanjian Lama kebahagiaan disebut shalom (keadaan di mana kita berdamai dengan Tuhan maka akan memiliki hidup yang berbahagia). Tuhan Yesus  mengajar kita hidup yang berkelimpahan (bermakna) :…”Berbahagialah orang yang… dst)”. Berarti Alkitab memiliki titik peran yang sama. Kebudayaan Ibrani itu adalah kebudayaan Timur yang lebih tertarik bagaimana saya hidup. Sebagai orang Kristen kita harus melihat, apakah saya mempercayai Tuhan (mungkin juga ada kaitan dengan apakah  saya bisa mendapat kebahagiaan dalam Tuhan). John Calvin (seorang teolog) pernah berkata, “Kalau kamu hanya tahu bahwa Tuhan sebagai kebenaran dan Allah Pencipta, tetapi kamu tidak tahu bahwa Tuhan juga membedakan kebahagiaan dan penghiburan maka iman kamu belum sungguh-sungguh dan  itu berbahaya. Karena waktu kita masuk ke gereja dan memuji Tuhan, bisa saja bukan dari Tuhan, mungkin dari orang tua kita, karir kita, pasangan kita dll. Jadi apakah Tuhan menjanjikan kebahagiaan kita? Ini titik temu yang mirip. Jadi saat kita menjelaskan tentang iman Kristen, maka kita tidak menjelaskan hal yang muluk-muluk. Kita tidak  menjelaskan filsafat atau ilmu tetapi kita menjelaskan bagaimana hidup yang baik dan bahagia yaitu hidup bersama Tuhan.

2.     Orang Tionghoa sangat menekankan hidup masa kini, di sini, hidup di dunia.
Jarang orang Tionghoa yang menekankan hidup di masa mendatang. Ada buruknya tapi ada baiknya. Bangsa Tionghoa menarik sekali. Mereka kurang peduli dengan hidup setelah mati (after-life) walau ada kebudayaan Tionghoa di mana orang setelah meninggal disembayangi. Tetapi itu kesan karena mereka lebih menekankan bagaimana cari uang. Kebudayaan Tionghoa sangat sekuler, menekankan kekinian. Ada satu orang misionaris yang menginjili orang Tiongkok. Dia mengatakan,”Kalau menerima Yesus maka kamu akan punya hidup kekal. Bukan saja 80 tahun tapi triuliunan tahun.” Ini salah , karena mereka jadi takut karena 80 tahun saja sudah cukup karena 90 tahun saja sudah teler-teler apalagi  kalau triliunan tahun akan menakutkan. Ini cara penginjilan yang salah. Jadi jangan menekankan pada durasinya tetapi harusnya pada kualitas dan isinya. Waktu saya belajar metode penginjilan yang mengatakan, tanya pada orang, “Kalau malam ini mati, kamu mau ke mana?” Pertanyaan ini tidak mengena bagi banyak orang Tionghoa. Bagi mereka,”Itu nanti saja, kapan-kapan.” Penekanannya : kalau memperhatikan realita, dalam hidup saya, yang dimaksud bahagia adalah hidup yang bahagia mulai sekarang, bukan nanti. Orang Tionghoa tidak suka hidup mengawang-awang. Alkitab dari Perjanjian Lama sampai akhir, bicara tentang hidup di sorga tidak terlalu banyak. Ada hidup setelah meninggal  atau masuk di surga tapi tidak banyak. Di Perjanjian Lama hampir tidak ada. Tuhan tidak berkata kepada Musa, “Setelah mati masuk ke sorga”  tapi, “Di tanah Kanaan kamu akan menikmati dan menghalau musuh-musuhmu.” Waktu Paulus menginjili dan hanya berkata kepada kepala Filipi , “kamu dan keluargamu akan diselamatkan.” Jadi jarang sekali bicara tentang masuk ke sorga. Tetapi bukannya tidak penting.
Di dalam Alkitab,”Hidup yang kekal dimulai dari sekarang”. Bukan setelah kita mati baru hidup kekal. Injil yang menekankan hidup kekal adalah Injil Yohanes. Hidup di masa mendatang sudah masuk di jaman sekarang. Jadi di kitab Yohanes kita juga jarang menemukan tentang masuk sorga walau ini bukan berarti sorga tidak penting, tapi bisa tidak kita menunjukkan ke orang lain bahwa hidup yang dialami sekarang ini sudah merupakan hidup yang baru, hidup yang sorgawi. Jangan sampai orang melihat bahwa hidup Kristen tidak ada sukacita, karena mereka tidak mau seperti itu. Jadi ada kualitas hidup baru mulai dari sekarang. Di dalam Pengakuan Iman Rasuli, tidak ada ditulis : Aku percaya setelah mati masuk surga nanti. Yang ada adalah kebangkitan tubuh. Bagi gereja mula-mula kebangkitan tubuh lebih penting daripada masuk ke sorga. Karena setelah mati masuk sorga masih dalam kondisi sementara (intermediate state), yang paling penting tubuh dipulihkan (artinya menerima kehidupan total). Ini salah satu titik temu dengan orang Tionghoa. Kita harus menunjukkan bahwa kita memuji mereka. Bukan saja hidup bahagia dan bermakna, tetapi iman Kristen mempengaruhi kuallitas hidup kita mulai dari sekarang. Pragmatis menekankan kegunaannya apa. Gunanya yang paling utama : hidup bahagia (hidup yang kelimpahan). Kebahagiaan itu dimulai dari sekarang (bukan hanya mengawang-awang).

3.     Hidup pragmatis kuncinya :  hidup yang sesuai realita.

Di dalam konsep budaya Tionghoa penting sekali menjadi orang yang realitis. Budaya Tionghoa cenderung konservatif (tidak terlalu suka perubahan). Kalau terlalu ideal mereka akan curiga. Yang penting realistis. Jangan ekstrim, yang penting sesuai kenyataan. Jeleknya adalah terkadang susah mengalami perubahan. Orang Tionghoa tidak suka yang ekstrim. Orang Tionghoa tidak suka kata (tai ,=terlalu), misal terlalu cantik. Ada seorang penulis Tionghoa Lu Tze, berkata, “Kalau kita masuk kos lalu tidak ada jendela, maka dikatakan, Pak lubangi saja” Setelah kita katakan ,”Atapnya dijebol saja” baru dijalankan. Hidup yang bahagia adalah hidup yang sesuai dengan realita. Di Alkitab juga seperti itu. Kita perlu hidup sesuai realita. Masalahnya : kita seringkali menipu diri kita (kita tidak hidup dalam realita yang sebenarnya). Di Alkitab realita terbesar adalah Tuhan sendiri (Tuhan adalah yang terbesar). Tapi seringkali kita hidup dalam dunia kita masing-masing. Kita melihat diri kita sudah real padahal belum realita sebenarnya. Orang Kristen ada 2 macam realita. Baginya realitanya adalah saya lahir, besar, bekerja, mati adalah realita.  Ini adalah realita yang kecil. Penderitaan terjadi saat realita kecil tabrakan dengan realita yang besar. Ketika cita-cita tidak tercapai, bangkrut, sakit , adalah realita yang lebih besar. Di Alkitab dikatakan realita yang terbesar adalah Tuhan. Hidup  sesuai dengan realita tetapi Alkitab mengatakan hidup sesuai kehendak Tuhan karena Tuhan yang pegang realita ini. Jadi ada miripnya walau ada bedanya. Dalam budaya Tionghoa, kita sulit menerima realita. Kemampuan melihat realita merupakan sesuatu ketrampilan yang harus diasah. Bukan sekedar melihat orang atau mobil. Bukan hanya itu , tetapi cara kita melihat alam semensta dan dunia ini. Ini tidak mudah. Kemampuan kita melihat realita dalam budaya Tionghoa  dikatakan sebagai hikmat. Tidak semua manusia berhikmat. Hikmat dimiliki oleh orang yang mampu melihat yang tersembunyi dari realita.
Lau Zi (老子) berkata, “Orang yang berhikmat adalah orang yang bisa melihat realita, melihat sisi tersembunyi dari realita.” Hikmat selalu dikaitkan dengan penglihatan. Jadi dalam peribahasa Tionghoa hikmat selalu dikaitkan dengan mata. Orang yang berhikmat adalah orang  yang bermata yang baik. Orang yang bodoh adalah orang punya mata tapi tidak punya bola mata (pupil) jadi tidak bisa melihat. Jadi kadang kita melihat ada orang tertentu yang melihat  tanah yang kelihatannya tidak bermanfaaat (berprospek). Tetapi dia katakan,”Belilah” sehingga dibeli dan kemudian benar harganya sepertinya maka dikatakan “matanya jeli”. Jadi melihat realita, dikatakan orang tersebut punya mata yang jeli. Di Alkitab juga sama. Dalam Alkitab dikatakan,”Kenyataan hanya bisa dilihat oleh mereka yang berhikmat.” Hikmat dalam Perjanjian Lama dikatakan selalu dimiliki oleh orang-orang  yang melihat apa yang tersembunyi seperti Yusuf dan Daniel. Itu dikaitkan dengan mata kita (apakah mata kita jeli). Maz 14 mengatakan orang yang berkata tidak ada Allah adalah orang bebal. Dalam bahasa Yunani dikatakan Nabal (suami dari Abigail). Saat itu Raja Daud yang diurapi Nabi Samuel tapi sejak diurapi sampai jadi raja masih bertahun-tahun ia menjadi buronan, lebih rendah dari masyarakat. Ia lari dari orang-orang yang tidak karuan. Ia kemudian minta bantuan (makanan) ke Nabal , tapi dijawab, “Daud ini siapa? Budak yang lari dari tuannya.” Ia dikatakan bebal dan goblok (tidak bisa melihat hal yang tersembunyi). Tapi Abigail (istri Nabal) bisa  melihat Daud yang walaupun memakai pakaian berdebu tetapi diurapi Tuhan, kelak akan menjadi raja besar. Ia bisa melihat realita di baliknya.
Hidup yang menekankan hidup yang bahagia sesuai dengan realita (kenyataan) dan hal ini bisa dilihat kalau kita memperoleh hikmat. Hikmat dipakai saat kita melihat realita. Baik budaya Tionghoa (terutama Lao Zi) maupun dalam budaya Ibarni mengatakan  ,”Hikmat yang melihat realita menunjukkan kepada kita bahwa realita ini terbalik dengan apa yang kita sangka.” Kalau kita melihat dengan hikmat , kita mendapatkan pandangan yang subversive. Subversif ini akan menggulingkan apa yang dipikir oleh orang lain. Tidak sama dengan orang lain alias memutarbalikkan. Lao Zi bermaksud seperti kalau kita hanya mengatakan merokok berbahaya untuk kesehatan maka itu tidak hikmat, semua orang tahu. Atau orang kalau tidak makan akan mati, itu bukan hikmat karena semua orang tahu. Tetapi orang yang berhikmat, melihat yang terbalik. Bagi orang lain tanah ini jelek dan tidak berprospek, tapi orang yang berhikmat bisa melihat prospeknya dan membeli (berbalikan dari pendapat orang lain).

Yesus juga memiliki pandangan yang sama. “For all those who exalt themselves will be humbled, and those who humble themselves will be exalted…Truly I tell you, unless you change and become like little children, you will never enter the kingdom of heaven. Therefore, whoever takes the lowly position of this child is the greatest in the kingdom of heaven.” (Luke 18:14; Matt 18:3-4, NIV) Mereka yang meninggikan dirinya akan direndahkan dan mereka yang merendahkan dirinya akan ditinggikan.  Ini terbalik. Orang sukanya meninggikan diri akibatnya tambah rendah. “Bumi dan langit lama berada, karena mereka tidak hidup untuk diri sendiri …orang yang suci menempatkan diri di belakang tapi akhirnya ditempatkan di depan. Dia mengesampingkan dirinya, tapi malah menyelamatkan dirinya. Dia memperoleh kepenuhan karena mengosongkan diri dari keinginan pribadi天長地久。天地所以能長且久者,以其不自生,故能長生。是以聖人後其身而身先;外其身而身存。非以其無私耶?故能成其私 (DDJ 7). Kalau kita pertahankan diri salah. Kalau orang berani mengorbankan segala sesuatu baru bisa memperoleh kehidupan.
Perlakukanlah hal yang kecil seperti hal yang besar, hal yang sedikit seperti banyak, dan balaslah kejahatan dengan kebaikan. Ini terbalik juga. Kita suka hal yang besar (bukan yang kecil). Paradoks happiness. Orang yang terus berpikir apakah saya berbahagia, ternyata tidak bahagia. Sedangkan orang yang lupa kata bahagia (tidak memikirkannya) malah berbahagia.
“Ada orang yang ingin hidup, tapi berakhir di kematian. Mengapa? Karena mereka mau memperpanjang hidup secara berlebihan. 人之生,動之死地,十有三。夫何故?以其生生之厚 (DDJ 50; James Legge’s translation). Orang yang terus takut dan memikirkan ,”Apakah saya mati tidak ya?” lalu dia terus memikirkannya  malah mengalaminya. Tetapi orang yang tidak kepikiran malah hidupnya lama.

“Orang yang suci tidak tamak. Semakin banyak dia memberi untuk orang lain, semakin banyak yang dia peroleh. Jalan dari Langit adalah memberikan kebaikan tanpa kecelakaan, jalan orang yang suci adalah memberi dengan menghindari konflik 聖人不積,既以為人己愈有,既以與人己愈多。天之道,利而不害;聖人之道,為而不爭 (DDJ 81). Maksudnya memberi lebih baik daripada menerima. Ahli psikolog di Amerika melakukan penelitian. Hasilnya mereka berkesimpulan,”Di dunia ini, orang yang paling tidak bahagia adalah 3 macam orang yaitu orang yang mengejar uang, mengejar reputasi dan orang yang mencari wajah. Orang yang paling berbahagia dan umurnya paling panjang adalah orang  yang suka melayani dan memberi. Orang yang suka menerima umurnya tidak panjang. Karena orang yang suka memberi hatinya plong sehingga peredaran darah-nya lebih lancar. Maka yang terjadi adalah (para psikolog mengatakan), “Secara ilmiah kami bisa menyatakan bahwa berdasar bukti – bukti ilmiah, adalah benar bahwa memberi lebih baik daripada menerima.” Sewaktu di AS kami selalu dapat sumbangan mainan dan majalah /  buku-buku untuk anak. Waktu anak saya sudah besar istri saya  berkata, “Hayo sekarang kamu harus bisa memberi. Ini mainan, buku dan majalah kamu dapatkan dari orang lain. Maukah kamu sekarang memberi kepada orang lain? Mari belajar untuk memberi kepada anak lain. Sumbangkan semua.” Tapi ia menolak dan berkata,”Ini masih bagus dan punya saya semua”. Namun akhirnya ia membawa ke acara charity dan berkata, “Ma kok saya merasa damai.” Rasa damai didapat dari memberi. Perasaan senang berbeda dengan memberi. Detak jantung menjadi lebih teratur. Orang yang memberi umurnya jauh lebih panjang. Di Tiongkok, koruptor yang ditangkap seminggu kemudian rambutnya putih dan giginya sudah copot. Sedangkan pendeta puluhan tahun tidak mati-mati.
Tuhan Yesus berkata pada Lukas 24:25-27 “How foolish you are, and how slow to believe all that the prophets have spoken! Did not the Messiah have to suffer these things and then enter his glory…The kings of the Gentiles lord it over them; and those who exercise authority over them call themselves Benefactors. But you are not to be like that. Instead, the greatest among you should be like the youngest, and the one who rules like the one who serves. For who is greater, the one who is at the table or the one who serves? Is it not the one who is at the table? But I am among you as one who serves.” (Luke 24:25-26, 22:25-27, NIV) . Tuhan Yesus berkata,”Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi.” Tetapi sekarang yang memiliki bumi bukan orang yang lemah lembut tapi perusahaan real-estat yang tidak lemah lembut.
Lao Zi mengatakan, “Di bawah langit, tak ada yang selembut dan sefleksibel seperti air, tapi air tak tertandingi dalam mengikis yang keras dan kaku. Semua tahu bahwa di bawah langit, yang lembut menaklukkan yang kaku dan yangg fleksibel mengalahkan yangg keras, tapi tak ada yang bisa melakukannya. Karena itu, dia yang menanggung hina untuk negaranya adalah pemimpinnya yang sejati, dan dia yang menanggung kemalangan utk masyarakatnya ialah penguasa sejati…ini adalah paradoks 天下莫柔弱于水,而攻坚强者莫之能胜,以其无以易之。弱之胜强,柔之胜刚,天下莫不知,莫能行。是以圣人云:"受国之垢,是谓社稷主;受国不祥,是为天下王。" 正言若反。 (DDJ 78).
Di dunia ini tidak ada yang selembut air, air itu fleksible. Air dibanding dengan batu , mana yang lebih keras? Batu terkikis oleh air. Yang kelihatan lembut kuat, yang kelihatan kuat justru paling lemah. Jadi terbalik (subversive = kebalikan). Ada satu cerita. Dulu waktu muda lidah ditindas oleh gigi. Lidah digigit tapi ia diam. Lidah dibully oleh gigi tapi lidah sabar. Namun saat tua, gigi hilang, lidah masih ada. Sehingga Lao  Zi mengatakan hal di atas. Semua berbalikan semua. Kita lebih suka keras. Yang agresif menang. Tapi yang lembut lebih hebat. Yang mendengar kebenaran tertawa. Hikmat bersifat subversive. Kebaikan yang tertinggi seperti air. Kebaikan air adalah memberkati semua makhuk tanpa bersaing dan mengalir ke tempat yang dibenci manusia. Air betul-betul seperti Dao. Air memberi berkat, tanpa bersaing. Batu keras. Air selalu flesibel. Air selalu mengalir ke bawah , ke tempat yang dibenci orang. Orang maunya hidup ke atas, seperti lift, kalau tidak ke atas tidak ada, tetapi air berbeda.

“Softness and pliancy conquers hardness and forcefulness…柔弱胜刚强 (DDJ 36) yang lembut di dunia mengalahkan yang paling kuat.

“Ketika hidup, tumbuhan, pepohonan dan semua makhluk lunak adanya, tapi ketika mati, mereka kering & layu. Jadi keras & kaku adalah buah dari kematian, dan lembut & fleksibel adalah buah kehidupan…Yang keras & kuat berada di bawah, yang lembut di atas 草木之生也柔脆,其死也枯槁。故坚强者死之徒,柔弱者生之徒。是以兵强则灭,木强则折。强大处下,柔弱处上 (DDJ 76). Maksudnya kalau kita masih hidup lembut, tapi kalau sudah mati jadi kaku. Dia berkata seperti itu, jadi ia menekankan kelembutan.

“Sirkular (kembali ke titik yang sebaliknya) adalah gerakan dari Dao (=kebenaran). Kelembutan adalah fungsi dari Dao 反者道之动,弱者道之用 (DDJ 40). “Kemujuran bergantung pada kemalangan; bencana mengintip di balik kebahagiaan祸兮,福之所倚;福兮,祸之所伏 (DDJ 58).

“Mana yang lebih penting: reputasi atau diri seseorang? Mana yang lebih berharga: apa yang dimiliki seseorang atau dirinya? Keuntungan dan kerugian, mana yang berbahaya? Jadi kepelitan menghasilkan pemborosan, ketamakan menyebabkan kerugian besar. Orang yang tahu cukup tidak merugikan reputasinya, orang yang tahu berhenti tidak membahayakan diri, sehingga dia bisa hidup panjang. 名与身孰亲?身与货孰多?得与亡孰病?甚爱必大费,多藏必厚亡。故知足不辱,知止不殆,可以长久 (DDJ 44).
Semakin tamak semakin berbahaya. Semakin pelit menimbulkan pemborosan. Mata uang (currency) bukan hanya uang, ada hal-hal lain yang lebih penting dari uang. Tidak ada yang lebih berbahaya dari rasa cukup. Tidak ada yang membawa dosa lebih daripada kasih. Orang perlu merasakan cukup ini.


Kesimpulan :
Lao  Zi menekankan kelembutan. Apa yang dimaksudnya bersifat subvesif. Kita inginnya agresif, menumpuk dan mendapatkan. Tapi Lao  Zi menekankan menerima. Kita maunya kita harus bagus dan ambisi. Kalau terlalu berlebihan akan menghasilkan kerugian. Lao  Zi menekankan kelembutan karena kelembutan adalah sesuatu yang membuat kita pas dengan realita. Jadi kelembutan adalah kemauan menerima realita karena realita tidak bisa diatur oleh manusia. Ini agak dalam. Belajar ini bisa memperlambat pernyakit Alzheimer selama 5 tahun. Penderitaan kita terjadi karena kita tidak hidup dalam realita. Kita punya realita sendiri. Orang  yang tidak hidup dalam realita biasanya adalah orang yang tamak, mau menangnya sendiri, tidak lembut. Lao  Zi berkata, “Orang seperti ini lama-lama akan tergilas.” Jadi harusnya seperti air yang lembut. Karena realita itu selalu sirkular, dari senang jadi susah dari susah kembali lagi ke susah dan seterusnya. Selalu sirkular.  Sehingga waktu bahagia, jangan terlalu lama karena bisa ada bencana. Ssebaliknya kalau ada bencana jangan sedih terlalu lama karena dalam bencana ada kebahagianan.

Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan.Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata: “Wahai Pak Tani, sungguh malang nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa. Orang2 dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni “koleksi” kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya. Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakan kuda baru nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya. Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kaki nya. Perlu waktu lama hingga tulang nya yang patah akan baik kembali. Keesokan hari nya, datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat. Orang-orang di kampung berurai air mata melepas putra-putra nya bertempur, dan berkata: “Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …”

Hidup itu seperti lingkaran. Hidup senang nanti kembali ke susah. Jadi jangan susah. Semua tahu cukup. Kalau lagi punya uang jangan ekstrim hambur-hamburkan uang. Dalam keadaan bahagia, ingat hari kemalangan. Dalam kemalangan tetap ada bahagia. Untuk hindari kedua ekstrim ini bagaimana? Kita harus seperti air, fleksibel dan sesuai dengan kenyataan. Jangan memaksakan diri, kalau tidak akan terjadi bentrok. Lao  Zi berkata,”Sebenarnya hidupmu seperti realita kecil. Tapi di luar itu ada realita yang lebih besar. Daripada kamu membuat realita besar setuju kepada realita kecil, lebih baik realita kecil dibuat sejalan dengan realita yang besar.” Caranya bagaimana?  Yang penting seperti air, yang tidak ekstrim melainkan cukup dan lembut. Dengan seperti ini Lao  Zi memberikan kepada kita instruksi yang berguna, “Kita perlu sekali belajar untuk menerima realita, belajar untuk lembut seperti air.” Tetapi lepas dari itu, apa yang diajarkan di sini , walau kelihatannya sesuai dengan ajaran Kristus tapi sebetulnya berbeda. Persamaan Lao  Zi dengan Injil hanya ada dipermukaan tapi perbedaannya besar.

Lato Tze mengatakan,”Apa yang dimaui manusia semua tidak penting. Semua hanyalah bagian dari kehidupan. Yang paling penting adalah realita yang tidak peduli dengan kepeduliaan (?). Lebih baik kita sejalan. Yang dikatakan Lao  Zi jadi spirit agama di Timur seperti Budha. Budhat mengajarkan “Penderitaan yang besar : Dukkha (ketidakpuasaan) karena keingian yang besar tidak sesuai realita.” Yang jadi masalah keinginan kita. Jadi kita harus meniadakan keinginan kita. Kita harus menyadari dasar dari keinginan adalah aku. Semua tidak ada, hanya penipuan. Dengan meditasi , kita menyadari kekosongan segala hal. Lao  Zi mengajarkan kelembutan mengorbankan keinginan pribadi menuju realita yang besar. Ini beda dengan iman Kristen yang menyatakan , “Tidak semua keinginan manusia itu jelek”, jadi masalahnya bukan keinginannya. Lao  Zi berkata, “kita tidak boleh tamak” Ini kita setuju karena dikatakan dalam Alkitab,”Jangan menumpuk harta di bumi.” Tetapi pengajaran Alkitab,”Banyak keinginan kita yang wajar dan normal. Manusiawi dan bahkan dikehendaki oleh Tuhan.” Jadi kalau kita menyangkal semua keinginan manusia maka akibatnya kita tidak jadi manusia.
Contoh : Dalam satu mitos dikisahkan suatu kali istri Cong Ce meninggal. Biasanya kalau istri mati, suami akan sedih. Tetapi Cong Ce tidak sedih, dia bahkan menari-nari. Ia ditanya ,”Mengapa kamu menari-nari? Kok kamu tidak sedih?” Dia menjawab,”Kita harus menerima realita. Ada hidup dan ada mati. Segala sesuatu ada waktunya. Ini bagian dari proses alam semesta. Daripada kita memaksakan diri sendiri, kita harus menerima. Kita mencintai tapi jangan terlalu ekstrim. Saya seperti air, saya terhadap kekasih saya biasa saja. Saya tidak bisa berkata, saya terlalu sayang dengan kamu, nanti kalau mati duluan saya tidak bisa menikah lagi. Hidup ini penuh dengan penderitaan. Hidup harus seperti air. Jangan terlalu cintalah. Cinta itu ada batasnya. Kalau hatiku 100%, maka milik kamu 60%, 30% untuk pacar nanti , 10% untuk pacar yang sebelumnya. Jadi kalau ada apa-apa saya bisa kawin lagi.” Kalau istri saya berkata, “Di luar aku tidak boleh ada yang lain.” Jadi ada hal tertentu , seperti kematian Alkitab mengatakan bahwa kematian itu buruk. Apakah kematian itu rencana Allah? Itu bukan rencana Allah! Kematian masuk ketika ada dosa. Lao  Zi ,”Saya tiak bisa pergi ke pemakaman orang. Hidup itu seperti ini.” Kematian itu buruk. Kita orang Kristen, kita berada di realita, realita yang besar ini harus dipotong. Kita tidak bisa menerima realita apa adanya. Kita orang Kristen paham. Kita paham, dunia ini bukan rumahku. Kebencian, kematian, dosa semua itu kita tidak bisa menerima. Kita tidak bisa berkata, “Orang seperti Hitler, mother Theresa mau bagaimana lagi? Kita tidak bisa diam saja, ada orang yang baik di penjarakan. Ada orang yang korupsi dan penjahat yang tidak mati-mati karena tidak ada kolesterol.
Bagi Lao  Zi realita itu hanya 2 jenjang, realita manusia yang kecil dan realita yang lebih besar. Begitu saja. Kekristenan berbeda. Ada realita yang  lebih besar adalah Tuhan sendiri. Realita yang terjadi Tuhan sendiri. Tuhan mau masuk untuk bisa membebaskan dari yang jahat. Saat Yesus menunjukkan ada sesuatu realita yang luar bisa yang sudah masuk ke dalam realita itu yaitu mengasihi Dia. Jadi kita percaya akan hanya Tuhan yang mau menekankan bahwa keinginanmu untuk bahagia itu mungkin. Tetapi masalahnya kamu telah berdosa, artinya ktia tidak mendengar kehendak Tuhan. Ini berita Kristen. Realita yang paling besar bukan hidup kita yang kecil. Realita yang lebih besar itu Kerajaan Allah di mana Allah memerintah. Allah memerintah itu adalah kemenangan akan kasih dan keadilan. Jadi kemenangan dari kasih dan keadilan. Hidup ini tidak bisa bahagia kalau tidak ada kasih. Di mana ada kasih dan keadilan, maka di situ ada kemenangan dari Tuhan sendiri.  Percayalah karena Kerajaan Allah sudah dekat dan bertobatlah! jangan diterjemahkan,”Percayalah kalau tidak maka kamu tidak masuk sorga!” Bukan! Yesus tidak bicara seperti itu. Tetapi “Percayalah bahwa ada realita (mulai masuk agreement). Realitanya adalah kemenangan akan kasih dan keadilan”.  Realita yang besar = tidak ada kasihnya. Kita butuh kasih, tetapi dunia tidak memberikan kasih. Realita yang besar tidak adil. Orang yang  baik mati muda tetapi orang yang jahat umur panjang dan tidak ada kolesterol. Tidak adil. Jadi bertobatlah dan masuk kerajaaan Allah berarti masuk menegakkan keadilah dan kasih.
Bertobatlah , masuk ke realita  yang besar. Kita tidak mengasihi Tuhan. Buktinya apa? Tuhan dianggap asisten pribadi. Kalau butuh apa-apa baru kita cari Tuhan. Tapi kita sendiri tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Apakah kita mencintai orang lain? Tidak! Orang lain itu adalah alat untuk membahagiakan kita. Karena kita tidak mencintai Tuhan dan orang lain berarti kita tidak mengasihi diri sendiri.
Apakah kita adil? Tidak adil. Adil artinya memberikan apa yang menjadi hak orang lain. Tuhan adalah Pencipta sehingga kita seharusnya memberikan syukur dan kemuliaan kepadaNya tapi kita tidak melakukannya. Kita juga tidak adil kepada orang lain. Kita hanya menganggapnya sebagai alat. Kalau kita ke restoran dan telat melayani saya maka saya akan marah-marah. Karena saya tidak adil kepada Tuhan dan orang lain maka kita juga tidak adil kepada diri kita sendiri. Jadi kalau ada realita datang tentang kasih maka yang harus dimusnahkan adalah ketidakadilan dan ketiadaan kasih. Jadi kita ini yang harus dimusnahkan. Bila ada realita baru yang datang, ia akan selalu menaklukkan yang lama. Kita termasuk yang lama. Kita masih hidup sesuai dengan realita yang lama. Dunia ini tidak adil. Kita berteriak,”Tuhan semua orang tidak adil”. Tuhan berkata,” Kalau kamu pikir-pikir apakah kamu sudah adil?”. Kita berteriak, “Tuhan kita hidup di dunia ini tidak ada kasih dan tidak ada orang yang mengasihi saya.” Tetapi apakah kita sudah mengasihi oranag lain? Tidak. Berarti sama. Jadi waktu kerajaan Allah datang, kita harus dimusnahkan, karena kita bagian dari produk yang lama. Tetapi ini bedanya Kerajaan Allah dengan kerajaan dunia. Kerajaan dunia datang memusnahkan musuh, Kerajaan Allah datang mati bagi musuh. Waktu Yesus mati di kayu salib, tempat di mana paling tidak ada kasih dan waktu di kayu salib itu tempat  di mana paling tidak adil, ketidak adanya kasih dan ketidakadilan ditanggung oleh Tuhan Yesus. Sekarang maukah kita masuk ke dalam realita yang baru? Ini bedanya.

Kesamaan caranya : kita masuk ke dalam realita dengan cara hidup terbalik walaupun caranya lain. Lao  Zi hidup terbalik realita kecil sesuai dengan realita kecil. Kita harus terbalik karena kita rela mengikuti Kristus dan kita dengan realita kecil harus sesuaikan diri kepada Tuhan. Pusat dari hidup terbalik yaitu merendahkan maka ditinggikan, barangsiapa kehilangan nyawanya akan mendapatkan. Dunia (realita) mengajarkan kita dunia ini penuh dengan persaingan. Dunia ini adalah perkara hidup-mati.  Kamu hidup orang lain mati, orang lain hidup kamu mati. Ini dunia. Kita mau berkesinambungan dengan dunia yaitu dengan tobat dan rendah diri. Dengan korbankan diri untuk mendapat hidup , engkau akan memperoleh hidup. Ini yang terbuka, ini jalan kasih. Kasih itu tidak berkeseduhan. Kasih itu kekal. Bahkan Paulus mengatakan iman dibandingkan kasih maka yang lebih besar adalah kasih. Tidak ada kasih yang lebih besar dari orang yang menyerahkannya bagi sahabatnya. Mengorbankan diri baru mendapatkan hidup dan logika ini banyak di temui di film-film Disney. CS Lewis (seorang pujangga Kristen) mengatakan banyak dongeng mengajarkan  kita tentang hal ini. Film Beauty and The Beast. The Beast harus  dicintai seorang yang cantik baru bisa berubah menjadi seorang pangeran (karena ia dikutuk). Namun pada saat beauty mencintai dia, dia melepaskan identitas dan berkorban. Justru dengan pengorbanan ini  dia mendapatkan cinta. Film the Frozen. Si adik membantu kakaknya dengan cara berkorban sehingga pengorbanannya menghasilkan kehidupan. Ini terbalik. Kita harus hidup terbalik. Mau tidak mau kita berkoban? Terus - menerus berkata ke Tuhan,”Yang penting bukan aku”. Martin Luther berkata,”Seluruh hidup orang Kristen, dari awal sampai akhir adalah berkorban. Dengan berkorban kita menjadi seperti Dia”. Tuhan mengosongkan diriNya menjadi manusia. Maksudnya mengosongkan diri adalah merendahkan diri. Maukah berkata kepada Tuhan, “Engkau adalah satu-satunya kebahagiaan. Bukan kehendakku tetapi kehendakMu jadilah.”?

Saya simpulkan, Orang Tionghoa berkata kita akan memperoleh kebahagiaan dengan menghadapi realita dengan hikmat. Namun dalam kekristenan, kita harus menyesuaikan diri dengan Tuhan. Kita menjadi seperti air yang mau dibentuk  untuk Tuhan. Bukan kehendakku melainkan kehendakMu yang jadi. Kalau sampai ini, kita sudah masuk sorga yaitu tempat / keadaan di mana kita bersama dengan Tuhan. Maukah kita menyerahkan diri pada Tuhan? Punya hikmat, tahu realita dengan cara hidup terbalik  sesuai dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus.

“What I'm trying to do here is to get you to relax, to not be so preoccupied with getting, so you can respond to God's giving…Steep your life in God-reality, God-initiative, God-provisions. Don't worry about missing out. You'll find all your everyday human concerns will be met.” (Matthew 6:32, 33, The Message). Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Yang disebut mendahulukan kerajaan Allah artinya apa?, Hiduplah dalam realita sepenuhnya. Apa beda realita yang baru dengan yang lama? Realita yang lama, kita yang harus melakukan. Dalam hidup realita yang baru, kita memberikan uang kepada Tuhan. Jadi kita kepasifan yang aktif. Lao  Zi dari filsafat Tionghoa yang bisa kita pelajari, ada yang mirip tapi bukan paham nya sendiri
Lao  Zi menekankan ,”Banyak sekali inginnya aktif, tetapi begitu aktif ia maunya keras sehingga malah hancur.” Kadang kita harus belajar menjadi pasif tapi pasif yang aktif. Di Tiongkok  : ada seni bela diri Shao Lin (Shàolín gōng fu (少林功夫), Shàolín wǔshù (少林武術) atau Shàolín quán (少林拳), bela dirinya keras dan agresif. Tapi Tio Sam Hong (Zhang San Feng) mengenalkan bela diri Tai chi (tàijíquán 太極拳) yang memanfaatkan kekuatan lawan. Aktif jadi pasif dan sebaliknya. Artinya kita membuat Tuhan yang bekerja. Dulu yang penting saya, sekarang bagaimana Tuhan bekerja lewat saya dan berserah. Itu Namanya menjadi aktif menjadi pasif. Kalau pasif total teler. Tetapi keaktifan yang pasif. Ini hal yang sulit sekali. Kalau kita belajar musik seperti saat saya ingin anak saya bermain biola. Saat bermain biola pertama kali suaranya seperti kucing kesakitan. Hati saya seperti diiris-iris. Lalu ia memaksakan diri. Orang yang pandai di musik menjadi seperti orang yang aktif seperti pasif. Ia sepertinya menjadi manifestasi dari jiwa Si Komposer. Penyerahan dirinya dijadikan keindahan di balik music. Jadi ia seperti berdisiplin membiarkan dirinya hanyut. Seperti orang yang sedang tenggelam, saat mau ditolong  tapi bergerak terus maka akan sulit ditolong jadi harus santai. Ini idak mudah. Jadi hidup yang subversif, hidup yang berserah. Ini perlu latihan. Disiplin rohani itu melatih, memberi, berdoa dan berpuasa. Ini melatih melihat pekerjaan Tuhan. Kita harus menjadi air yang mudha diatur Tuhan. Kuncinya : menjadi aktif seolah menjadi pasif. Yang paling penting bukan saya dan keinginan saya tetapi bagaimana kehendak Tuhan.

Tanya Jawab

1.     Ada realita kecil dan realita yang lebih besar(Tuhan). Apa kita hidup bukan dalam realita tetapi hiper realita? Bagaimana kita sebagai orang  Kristen , kita seolah-olah hidup bukan realita tetapi dalam hiper realita?
Jawab : Sebagai orang Kristen kita punya pandangan eskatologis yang tepat. Kalau tidak kekristenan hanya menekankan perbuatan baik. Kita sudah masuk ke dalam zaman kerajaan Allah yang sudah datang.
Realita ini adalah realita zaman kegelapan , zaman di mana kita diperbudak oleh dosa, kematian dan Iblis. Pada zaman ini, baik kita sendiri dan alam sudah sama rusaknya. Setelah Adam dan Hawa berdosa, tanah dikutuk dan mengeluarkan semak belukar. Artinya dunia ini sudah tidak cocok dengan kita. Jadi ada kerusakan. Hidup kita yang kecil dan dunia yang besar sudah jadi paket. Kita hidup sendiri sudah jadi bagian dari realita. Kita juga merupakan bagian dari masalah. Kita juga menyusahkan dan merusak orang lain. Jadi dunia ini menjadi networking yang saling merusak. Jadi kita diperkenalkan dengan cara hidup yang berbeda. Menariknya : kita hidup di dunia tetapi bukan dari dunia. Tuhan memberikan realita yang dulu bukan dengan jalan memberi segalanya secara tuntas, tapi pelan-pelan. Di realita nanti ada sakti penyakit, penderitaan, tapi nantinya tidak ada. Langit dan dunia yang baru masuk lewat penderitaan dan air mata kita.
Tuhan seperti menggunakan cara perang Troya. Pada Perang Troya, para prajurit Yunani bersembunyi di dalam Kuda Troya yang berukuran raksasa yang ditujukan sebagai pengabdian kepada Poseidon. Kuda Troya tersebut menurut para petinggi Troya dianggap tidak berbahaya, dan diizinkan masuk ke dalam benteng Troya yang tidak dapat ditembus oleh para prajurit Yunani selama kurang lebih 10 tahun perang Troya bergejolak. Pada malam harinya, pasukan Yunani keluar dari perut kuda kayu tersebut dan akhirnya merebut kota Troya. Kita menaklukkan penderitaan dengan penderitaan. Pembaharuan tidak lepas dari penderitaan dan kematian. Ini cara yang aneh. Cara yang berlawanan dengan Analisa kita.Justru subversifnya di sini. Tuhan menaklukkan penderitaan lewat penderitaan, menaklukkan kematian dengan kematian. Kalau pikiran kita bukan dari Tuhan, maka kita akan seperti Petrus. Matius 16:21-23  Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau."  Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."  
Tuhan berbeda dengan manusia. Cara manusia, begitu mau melepaskan kita dari kerajaan maut Tuhan turun seperti superman, kita langsung diangkat. Tapi Tuhan tidak pakai seperi itu. Penderitaan bukan berarti miskin, sakit-penyakit. Penderitaan maksudnya saat bergumul dengan dosa, kita menyangkal diri dan hidup terbalik. Realita yang baru tersembunyi. Alkitab menekankan itu. Realita itu tersembunyi. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Matius 6:5-6).   Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. (Matius 6:3). Hidup seperti ada hiperrealita. Dalam realita yang lama menghidupi realita yang baru. Jadi berbeda. Misalnya :  ada suatu negara di mana sakit cacar belum tersembuhkan dan fatal sehingga bisa mati. Saya berasal dari suatu negara lain dan sudah mengalami sakit cacar dan sudah divaksinasi. Saya punya hidup yang baru. Sedangkan kamu hidup lama karena kalau kena cacar bisa mati. Sedangkan saya sudah divaksin, melalui proses sakit untuk menyembuhkan di mana saya makin lama makin dekat kematian. Saya lain (kelihatannya seperti sama). Setelah saya sembuh, sel cacar saya yang sudah sembuh diambil dan dikasih ke yang sakit agar sembuh. Hidup Yesus luar biasa. Yesus disalibkan dan mati sepertinya hidup lama tetapi sebetulnya hidup baru diberikan kepada kita untuk hidup.

2.     Kalau ada realita yang lebih besar, jangan-jangan ada sedikit platonik? Jangan-jangan kekristenan itu Platonik?
Plato percaya bahwa dunia mengatakan dunia ini berbeda dengan dunia yang lain. Ia mengajarkan , “Apa yang dilihat di dunia ini bukan realita yang sungguh-sungguh dan sepenuhnya. Ada realita yang lain.” Kesalahan Plato adalah memandang rendah materi. Kalau betul-betul ada realita yang lain maka kita harus lepas dari tubuh. Ini kesalahan yang disebut gnostik.  Orang Kristen lain : kita menghargai tubuh dan kita bisa bersabar dengan penderitaan. Walau dunia bukan rumah kita, Tuhan bekerja dalam jiwa kita.

3.     Bagaimana dengan Kong Zi ? (Kong Hu Cu 孔夫子 Kongfuzi atau Konfusius, sering hanya disebut Kongcu、孔子Kongzi) (551 SM – 479 SM).
Setiap orang Tionghoa lahir separuh Kong Zi dan separuh Lao  Zi (selalu ada unsur dari Lao  Zi). Kong Zi filsafatnya lebih pasif (menarik diri dari dunia). Kong Zi masuk ke dalam dunia. Ia mementingkan hukum moral. Setiap manusia, sudah diberi Tuhan hukum moral sehingga setiap manusia memiliki mandat dari Tuhan yaitu dekrit , misi dari Tuhan untuk hidup dengan hati nurani. Hati nurani dilakukan dengan prinsip : apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan kepadamu, jangan kamu lakukan ke orang lain. Apa yang orang lain lakukan ke kamu lakukan ke orang lain.
Semua moralitas ini terjadi dalm keluarga. Ia sangat menekankan keluarga. Ini salah satu kelebihan dan sekaligus kekurangannya. Dalam budaya Tionghoa tidak ada masyarakat tapi yang ada keluarga. Sehingga orang Tionghoa cenderung pasif dalam partisipasi masyarakat (tidak peduli pemerintah ngomong apa). Kong Zi mengatakan,”Yang penting adalah pembinaan dari keluarga.” Kalau pendidikan keluarga itu baik, maka orang itu semuanya juga baik. Kong Zi menekankan li (tata krama kehidupan). Hati nurani kita bukan hanya diperoleh lewat keluarga, tapi bisa dilatih lewat dasar social (ritual /gerak tubuh yang membuat jiwa kita lebih lembut. Contohnya : kalau kita bertemu orang lalu memberi salam dengan hormat , maka hati dan perasaan kita akan dipengaruhi. Misalnya : saya duduk. Lalu ada orang  yang lebih tua datang dan memberi salam maka dengan santun kita harus berdiri. Jadi sikap tubuh mewakili ekspresi. Dalam mengucapkan salam tahun baru imlek kalau mau bai-nian (拜年) / soja, maka dalam pengajaran Kong Zi saat menyampaikannya orang harus berlutut dengan tujuan menekankan penghormatan (tubuh itu penting).
Orang yang tersenyum tersembunyi ada 2 kemungkinan  : tersenyum karena hatinya busuk, yang kedua orang yang tersenyum mau membuat dirinya memiliki perasaan lebih enak. Orang sekarang kurang mementingkan etiket. Kelemahan Kong Zi : tidak ada konsep hidup masa depan. Walau percaya Tuhan, ia tidak menekankan ada sorga dan neraka. Sehingga di Tiongkok sekitar 1.700 tahun lalu ada kekacauan besar. Saat masyarakat hancur, banyak orang baik menderita. Moralitas tidak bisa diharapkan lagi. Sehingga ada satu angkatan dihukum dan dari India masuk Budhisme karena Budha mengajarkan reinkarnasi . Kelemahan Kong Zi, tidak ada konsep hukuman. Hukum moral yang diberikan  oleh Kong Zi sifatnya tinggi, tetapi kemampuan manusia tidak cukup untuk mentaati hukum sehingga selalu terjadi jarak antara permintaan moral yang tinggi dan  kemampuan manusia yang terbatas. Ini yang menyebabkan banyak orang menjadi pesimis terhadap moral. Ada jarak yang tinggi antara permintaan / hukum moral yang tinggi tapi tidak sanggup dilakukan manusia, tapi kalau tidak dilakukan kok tidak bisa. Ini yang dipenuhi kekristenan. Hukum moral tinggi tapi kemampuan terbatas sehingga ada jembatan yang disebut sebagai anguerah. Dalam kebudayaan Tionghoa hampir tidak ada konsep anugerah. Tuhan memampukan kita untuk membayar hutang kita dan berbuat baik. Waktu agama Budha masuk ke Tionghoa, ada konsep penghukuman tidak ada konsep anugerah. Kita berusaha dengan kekuatan sendiri hingga akhirnya kita bisa menebus diri kita dari lingkaran reinkarnasi.
Ada suatu sekte agama Budha di Tiongkok (Ching-tu aliran Sukhavati /Happy Land School) yang memberi pertanyaan mirip sekali dengan pertanyaan orang Kristen dan sampai sekarang belum mendapat jawaban  yang memuaskan : kalau kita perlu mengandalkan diri kita sendiri untuk diselamatkan itu tidak terlalu baik . Berarti kita menolong orang lain masih ego sentris. Kedua, kita berusaha dengan kekuatan sendiri untuk lepas hukuman , apakah ini bentuk kesombongan? Dalam kekristenan, kita butuh Tuhan. Kita berbuat baik itu bukan untuk masuk surga (semua sudah disediakan di sorga). Kita berbuat baik agar orang lain bisa melihat Kristus. Kita hanya alat.

4.     Dalam budaya Tionghoa diajarkan untuk  menghormati dan patuh kepada orang tua seperti juga dalam kekristenan (hormati orang tuamu). Sebagai manusia kita ingin sesuatu yang mungkin bertentangan dengan orang tua. Orang tua punya keinginan yang money-oriented, sedangkan kita punya keinginan yang lain yang mungkin secara tidak langsung money oriented. Apakah itu berarti kita tidak menghormati orang tua? Bahkan kita bisa sampai bentrok dengan orang tua dan keluar dari rumah .
Jawabannya kompleks. Menghormati tidak sama dengan melakukan apa yang diinginkan orang tua 100%. Bagaimana dengan keinginan orang tua yang misalnya psikopat? Sebagai orang Kristen berat karena kita harus lebih taat ke Tuhan daripada orang tua. Namun tidak berarti kita kurang hormat kepada orang tua. Hormat dan kritis itu perlu keseimbangan. Misalnya : ada kalanya kita perlu memikirkan dengan hikmat dari Tuhan. Firman Tuhan mengatakan,”Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” Jadi terkadang pendekatan kita jangan  konfrontatif. Kalau ada keinginan yang beda dengan orang tua, daripada berdebat dan bertengkar mungkin lebih baik omong baik-baik. Tetapi setelah bicara baik-baik tetap dimarahi, ya sudah.
Jadi kita mengalah bukan dalam arti mengikuti begitu saja tapi  dalam arti menjalankan apa yang kita mau tapi tidak menimbulkan sakit hati. Cara pertama : tidak konfrontatif (jelaskan pendapat dengan baik). Cara yang kedua : dalam budaya Tionghoa ada yang baik bisa jadi tidak baik kalau momennya tidak tepat sehingga kalau mau omong sesuatu, bicara yang lain dulu (berputar) agar adem dahulu. Cara yang ketiga yang paling baik adalah dengan teladan hidup. Orang Tionghoa sangat menekankan teladan hidup. Karena orang akan respek. Sebagai anak kita tunjukkan bahwa kita baik Keempat : kalau pun perseteruan tidak terhindari, kita tunjukkan kita tetap mengasihi mereka (tidak berarti mbalelo dan juga bukan kita tidak marah sama sekali). Kita mungkin bisa marah dan membantah. Tapi lakukan dengan sopan dan hormat. Jadi mungkin ada rasa sakit orang tua kepada anak. Tapi jangan sampai ia merasa dipojokkan dan dia merasa bahwa kita kurang ajar. Tapi ini masalah yang kompleks karena bisa saja kita merasa tidak kurang ajar pun tapi orang tua merasa kita kurang ajar. Selama kita bisa mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, kita menanggungnya dengan rela. Kita tidak perlu terlalu bernafsu membela diri. Ada waktunya di mana kita diam. Diam bukan dalam arti menurut, tapi ada kalanya mendiamkan diri saja. Sama seperti Tuhan Yesus ketika diadili, Ia tidak bicara. Kalau bicara dengan orang yang cara berpikirnya sangat berbeda maka apa yang kita sampaikan akan diterima dalam arti yang lain (mengertinya jadi lain). Mungkin kita perlu kebebasan dalam melakukan apa yang dimau tapi kita bisa melakukannya sepanjang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi kalau hal itu tidak urgent, mungkin bisa ditunda (tunggu sampai situasi tenang). Jadi tidak ada jawaban 100% yang bisa diterapkan.