Monday, August 24, 2015

Sempurna di Dalam Kristus (Goal Orang Tua Kristen)


Ev. Charlotte

Maz 127:1-5
1  Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.
2  Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah — sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
3  Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.
4  Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.
5  Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.

Ibrani 12:5-11
5  Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
6  karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
7  Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
8  Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.
9  Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
10  Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
11  Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.

Pendahuluan

                Apa yang menjadi tujuan kita ketika menjadi orang tua atau saat diberi kepercayaan berupa anak-anak  yang merupakan kepunyaan Tuhan untuk menjadi anak didik kita?

                Orang Singapore mengajarkan kepada anaknya untuk menjadi sukses. Hal yang paling penting adalah  harus memiliki sertifikat (lulus pendidikan tinggi). Setelah itu sang anak akan mendapat ,
-        5 ‘C’ lainnya yakni : Career (karir), Cash (uang), Car (kendaraan), Condominium (tempat tinggal) , Credit card (kartu kredit). Seolah-olah dengan memiliki kartu kredit bisa memiliki apa saja yang diinginkan. Padahal kartu kredit itu adalah hutang. Makin banyak memiliki kartu kredit, berarti semakin banyak memiliki utang.
-        5 ‘C’ apa yang mempengaruhi  gaya hidupnya yakni Connectivity (koneksi, dengan pejabat) untuk menaikkan gengsi, Choices (kemungkinan/ pilihan yg banyak), Cheek (kemerdekaan / berbuat seenaknya), Causes (kebiasaan memberi alasan) dan Consumer (konsumen yang berbelanja dulu baru membayar)
Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang Kristen yang mengutamakan materi di atas segalanya. Sehingga siswa SMA harus punya motor gede, siswa SMP memiliki iphone-6 dll.

                Ternyata bukan hanya orang Singapore,  orang Jawa juga punya 5 ‘O’ sebagai tanda kesuksesan yakni : garwO (istri), pusokO (kedudukan /gelar /kebangsawanan/ kesarjanaan), wismO (makin besar rumah/tanah makin sukses) , turonggO (tunggangan/kendaraan - makin mahal makin hebat) , kukilO (artinya burung perkutut, dihubungkan dengan hobby yang mahal seperti golf, koleksi batu permata, berburu lukisan/patung)

                Kalau bisa, kita ingin memiliki semuanya (kalau punya semua berarti sukses). Padahal kita diciptakan Tuhan bukan untuk having (memiliki) tapi being (berhasil sesuai definisi firman Tuhan). Seperti Yusuf yang dijual sebagai budak ke tanah Mesir lalu dibeli oleh Firaun, kepala pengawal raja. Ketika di rumah Potifar, Yusuf berhasil karena disertai Tuhan. Ada pepatah yang berkata “kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Kalau bisa hidup seperti pepatah itu, kita semua tentu menginginkannya, tetapi kenyataannya tidak begitu. Hidup tidak mungkin tanpa kesulitan. Tanpa kesulitan seorang anak akan menjadi “anak gampang”  (Ibrani 12:8) yang tidak tahan banting sehingga begitu ada ‘angin’ pencobaan, ia akan jatuh.

Apa yang Anda harapkan kelak dari anak-anak Anda ?

Ken Hemphill & Richard Ross menulis buku Parenting with Kingdom Purpose (diterbitkan tahun 2005) membagi orang tua Kristen menjadi  2 jenis :

1.     Spiritually Shallow Parents (Orang tua yang mempunyai kerohanian yang dangkal).

          Bagi mereka , anak saya menjadi orang Kristen cukup tiap minggu ke gereja, lalu pulang, hidupnya baik-baik secara moral (dikenal orang bukan sebagai orang jahat). Cukup begitu, tidak usah lebih.

2.     Godly Parents(orang tua ilahi).

          Mereka memiliki prioritas tertinggi untuk membawa  kemuliaan  bagi Tuhan.  Anak-anakNya akan memuliakan Tuhan. Anak-anak ini milik Tuhan (kalau bukan Tuhan yang kasih, tidak mungkin kita punya).  Jika Tuhan menciptakan anak-anak kita, Dia pasti punya tujuan (tdak mungkin didiamkan saja). Kalau sang anak mau jadi dokter, Tuhan akan melengkapinya sehingga bisa menjadi dokter. Kecil kemungkinan kalau belajar biologi, matematika dan fisika saja sulit lalu sang anak menjadi dokter. Tapi mungkin juga bisa, kalau ia belajar dengan sungguh-sungguh. Ada kesaksian seorang siswa belajar berkali-kali untuk lulus ujian tapi akhirnya ia lulus juga. Jadi ia diperlengkapi dengan daya juang. Berarti bukan sekedar kepintaran tapi mau tidak berjuang untuk kemuliaan Tuhan? 

          Anak saya sewaktu SMA masuk peringkat 3 besar. Setelah lulus, ia ingin masuk fakultas kedokteran dan kami menghendaki agar ia kuliah di Unika Atma Jaya tempat kuliah papanya. Namun ia tidak mau masuk, karena ada temannya yang peringkatnya di bawah bisa masuk ke sana. Ia ingin masuk ke universitas yang tidak mudah dimasuki . Karena kesombongannya, saya berkata, “Mami berdoa kamu tidak masuk ke mana-mana!” Ternyata benar dia tidak masuk ke mana pun! Saya berkata,”Tuhan lebih pentingkan hati bukan kepintaranmu. Tuhan kasih kamu kepintaran, kekuatan, kesehatan tapi Dia mau kamu persembahkan hati yang mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan. Tetapi kalau kamu mengandalkan dirimu, celakalah kamu!’ Akhirnya ia diterima masuk di UI jurusan arsitek. Saya bertanya, “Kapan kamu bisa suka gambar?” Ia berkata,”Yang penting UI!” Pada akhir July, saya bertanya lagi kepada anak saya,”Betul kamu mau menjadi arsitek? Atau kamu mau jadi dokter? Apa itu panggilanmu? Sesuatu yang akan kamu lakukan bukan karena panggilanmu?” Anak saya menjawab,”Jadi dokter!” Saya berkata lagi, “Tinggalin jurusan arsitek. Tujuan kita untuk kemuliaan Allah. Menjadi apa itu yang penting! Bukan tempat kuliah!” Akhirnya anak saya setuju masuk fakultas kedokteran. Kita pun mencari universitasnya. Unika Atma Jaya, Trisakti dan Untar sudah menutup pendaftaran, yang buka tinggal Ukrida. Anak saya berkilah, “Iya kali dari kecil saya masuk ke Penabur (di bawah yayasan yang sama dengan Ukrida).” Saya berkata, “Tidak apa-apa yang penting jadi apa yang Tuhan mau!” Akhirnya ia kuliah di sana. Ternyata di sana, nilainya juga pas-pasan. Jadi bukan pintar tapi perlu ketekunan. Malah ujian akhirnya ia tidak lulus sehingga membuatnya sangat terpukul. Ia berkata, “Mami  mungkin Tuhan tidak mau saya jadi dokter!” Saya menjawab, “Kamu tidak lulus kan bisa mengulang!” Ia menjawab,”Tapi saya merasa malas belajar lagi.” Saya membalas,”No! Kamu harus bangkit. Selesaikan dan ujian lagi. Kalau mau bisa jadi dokter bukan karena kamu pintar. Seharusnya kamu berprinsip jikalau bukan Tuhan yang menjadikan saya dokter, tidak mungkin saya jadi dokter. Tuhan mau kamu katakan seperti itu. Jadi ujian lagi.” Anak saya membalas, “Tapi kalau tidak lulus lagi, Tuhan tidak mau saya jadi Dokter!” Saya menjawab, “Tetapi kalau tidak jadi dokter, kamu masuk SAAT!”  Karena saya, suami dan 2 anak saya lainnya kuliah di SAAT, jadi tinggal seorang lagi.

Tujuan  Orang Tua Kristen (Parents Goal)

                Tujuan orang tua Kristen sebagai  anak Tuhan adalah untuk memuliakan Tuhan. Bila kita dipanggil untuk berjualan, maka berjualanlah untuk kemuliaan Tuhan. Anak saya mencontreng semua pilihan sewaktu pendaftaran UMPTN. Saya berkata, “Kalau kamu pilih yang kamu bisa, mengapa tidak mau jadi tukang cukur? Seharusnya bukan seperti itu, melainkan apa yang Tuhan mau kamu jadi apa? Jadi bukan apa yang saya mau!”
Apa yang terjadi dengan anak saya juga dialami oleh banyak orang Singapore. Yang penting punya sertitikat (lulus) setelah itu punya 5 C. Hanya itu yang dituju. Sedangkan anak yang punya prioritas untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan akan berkomitmen terhadap diri, keluarga, harta benda untuk Kerajaan Tuhan. Semuanya kita kembalikan kepada Tuhan.  Ia akan memilih pekerjaan/profesi, aktivitas dan relasi untuk Allah dan membawa setiap orang agar percaya dan mengenal Tuhan.  Kalau tujuannya (goal) untuk having (memiliki keinginan daging) maka ‘singa’ di sekeliling kita akan memasuki ke celah tersebut  dan memporak-porandakan keluarga kita. Dalam peperangan dengan iblis, bukan kepintaran yang menjadi hal utama. Di zaman post-modern sekarang banyak terjadi kehancuran keluarga dan anak. Papa-mama (suami-istri) hancur lalu diikuti dengan anak-anaknya. Anak-anak jadi tidak punya ayah (fatherless). Banyak anak yang tidak jelas identitasnya. Ada anak laki-laki ikut gymn di tempat fitness dan memakai pakaian ketat. Badannya bagus tapi jalannya gemulai seperti perempuan. Sekarang ini peperangannya melawan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender). Begitu UU pernikahan pasangan sejenis disahkan di Amerika Serikat, lalu diikuti oleh negara lain. Setelah hubungan sesama jenis diterima dan perkawinannya dilegalkan, maka kaum pedofil menuntut hal yang sama (minta dilegalkan) karena “Kalau kaum gay yang punya kelainan orientasi seksual diterima, mengapa kami tidak?” Kaum pedofil ini kesukaannya anak kecil sehingga bila diterima maka dunia tambah rusak. Sekarang ini anak-anak kita berada dalam lingkungan seperti ini.

                Seminggu lalu teman saya menelpon malam-malam karena sudah malam akhirnya ia menelpon kembali keesokan harinya. Pagi-pagi dia sudah menelpon. Teman saya ini memiliki anak laki-laki yang pintar dan menjadi juara berbagai macam kejuaraan. Rupanya teman saya ini ditelepon anaknya yang berkata, “Mama, aku gay! Please tolong terima aku apa adanya.” Teman saya merasa ngeri sekali. Dia berkata, “Sejak itu, saya tahu hidup saya berubah. Hampir setiap hari saya menangis. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa nantinya dia.” Anaknya berkata, “Jangan harap saya bisa berubah. Dari dulu sebenarnya saya ingin sampaikan ke mama bahwa saya tidak tertarik dengan perempuan!” Jadi jangan hanya berperang melawan kebodohan dengan mengambil kursus ini-itu. Ada kuasa yang mau menerkam anak-anak kita dan anak kita tidak berdaya karena tidak punya kekuatan dari Tuhan.  Bagaimana untuk memiliki kekuatan dari Tuhan? Mazmur 119:9 Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.

Anak sebagai Investasi ??

                Kalau anak dipandang sebagai investasi, maka anak akan jadi komoditi. Ia merupakan asset masa depan yang akhirnya menjadi unit-unit ekonomi. Karena orang tua menanam modal, sehingga harus balik modal dan menguntungkan. Karena biaya sekolah mahal, maka ditanya, “Mana hasilnya?” Akhirnya anak itu dilihat dari sisi menguntungkan atau tidak. Kalau anaknya bodoh, masuk disuruh masuk sekolah teologi saja karena gampang masuknya. Harusnya bukan seperti itu yang dipersembahkan kepada Tuhan. Janganlah anak diangap sebagai invetasi.

                Suami saya baru saja lulus S1 fakultas kedokteran (menjadi dokter). Namun ia terkena penyakit dan dokter mengira hidupnya tinggal 5 bulan lagi. Mamanya berkata, “Ia belum jadi apa-apa.” Kita menangkap perkataannya sebagai “belum balik modal”. Kuliah kedokteran mahal dan tidak bisa dilakukan dengan bekerja sekaligus (nyambi). Kalau mau lulus dan mengambil double degrees di UI biayanya Rp 1 miliar sedangkan di UPH separuhnya. Sekarang setelah lulus, lalu mau dipanggil Tuhan. Apakah mamanya bisa berkata ,”Kalau tahu begini jadinya, lebih baik kamu kursus komputer saja. Ini modal belum balik.” Padahal jangan lupa, uang kuliah Rp 1 miliar juga dari Tuhan! Kita tidak tahu hidup sampai kapan. Yang penting saat Tuhan memanggil, kita berada di tempat yang Tuhan mau kita ada. Saat detik-detik  terakhir hidup saya, kalau Tuhan memanggil , kita mau berada di tempat yang Tuhan mau kita berada. Itu yang Tuhan mau ketika kita berada di dunia ini.

Anak Investasi Siapa ?

                Anak itu adalah investasi dari Pencipta, jadi Tuhan sebagai investor. Selaku pemilik Dia punya otoritas dan tujuan pada si anak. Orang tua dipercaya hanya sebagai ‘pengelola’. Anak (milik Tuhan) dititipkan oleh Tuhan  untuk dididik dan dibimbing menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Jadi anak tidak pernah ganti pemilik. Ibarat saya meminjamkan buku kepada saudara, maka  saya boleh mengambilnya sewaktu-waktu. Tidak bisa orang yang dipinjamkan berkata, “Titipannya diperpanjang dong!”.  Jadi seharusnya anak kita dipanggil Tuhan kapan saja boleh. Kita tidak bisa berkata,”Mengapa Tuhan tidak mengambil anak yang bodoh ini saja?” karena anak itu punya Tuhan dan Tuhan punya otoritas. Ketika kita dititipkan anak, maka kita tidak bisa memperlakukannya dengan seenaknya. Jadi kalau anak  mau dibanting, tanya Tuhan apakah anak itu boleh tidak dibanting? Anak-anak yang dipercayakam Tuhan, tidak boleh diperlakukan semena-mena. Perlakukanlah mereka sebagai titipan Tuhan. Tanya apa yang harus dilakukan pada anak ini.

                Saya juga melakukan konseling terhadap anak-anak sekolah dan saya menemukan bahwa mendidik anak tidak mudah dan penuh air mata. Saya mengetahui hal ini, bukan dengan memakai pengalaman orang lain. Pada zaman dulu pemerintah berlaku otoriter terhadap rakyat. Demikian juga guru ke anak dan suami ke istri. Sekarang pemerintah demokrasi, sehingga banyak demo. Saat ini banyak suami takut kepada istri dan guru takut kepada muridnya. Hari ini orang tua taat pada anak sehingga saat anak minta dibelikan motor maka langsung dibelikan. Demikian juga dengan iphone-6 yang diinginkan anak langsung dibelikan.  Tidak bisa kita mengandalkan pengalaman,  tetapi kita harus punya panduan berupa firman Tuhan. Jadikan anak kita takut akan Tuhan dan mengasihiNya. Tujuan orang tua,”Bagaimana mendidik anak agar takut akan Tuhan? Ada yang bertanya,”Jadi bagaimana dengan sekolahnya? Boleh jadi bodoh?” Kalau anak takut akan Tuhan maka tidak mungkin ia tidak belajar sehingga tidak mungkin ia tidak naik kelas. Kalau anak hanya sekedar pintar  maka ia bisa menjadi  sombong dan nantinya seolah-olah ingin menjadi Tuhan. Jadi tuju ke hati dahulu. Suatu kali saat ibadah, murid saya ada yang bernyanyi solo. Mamanya datang melihat anaknya bernyanyi. Suara anak ini bagus, namun “yang kuinginkan dari anak ini adalah hatinya bukan suaranya.” Saya berdoa, “Ampuni saya Tuhan karena kurang memberitahu orang tuanya. Mereka harus berdoa agar hati anak-anaknya dimenangkan bagi Kristus!”

Langkah-langkah mempersiapkan anak menurut  :

1.     Mazmur 127
a.     Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya. Otoritas ada dalam tangan Tuhan. Tuhanlah yang berinisiatif dan memegang kendali. Ia memberikan dan mampu menjaga anak-anak sampai tujuan. Jadi walaupun ada anak Amerika yang bersekolah di SD 1 Menteng, ia tetap menjadi presiden.
b.     Usaha manusia sia-sia tanpa Tuhan. Di mata Tuhan, kalau juara tapi sia-sia buat apa?
c.      Anak adalah milik Tuhan yang dipercayakan dan dititipkan kepada orang tua. Itu milik pusaka Tuhan , suatu kali kita harus pertanggungjawabkan.
d.     Anak-anak harus “diasah” dan dilatih agar menjadi tajam. Itu tugas orang tua.
e.     Anak-anak siap “dipakai” Tuhan untuk menjadi alat bagi kemuliaanNya

2.     Ibrani 12 : 5 – 11
Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.
Jadi caranya dengan dihajar, dibentuk ,dikikis sehingga pasti sakit. Disiplin Tuhan berbeda dengan dunia yang ingin menghukum. Tuhan menghajar orang yang dikasihinya. MotivasiNya adalah kasih untuk mendisiplin. Kalau ayah yang anaknya minta dibelikan motor atau iphone-6 langsung dikasih, itu mengasihi atau mengasihani? Ia merasa kasihan karena dulu ia sendiri tidak punya motor. Namun begitu sang anak naik motor dan tabrakan, motor itu dari siapa? Orang tua! Anak-anak dikasih gadget canggih. Anak umur 2 tahun dibelikan i-pad sehingga menjadi obesitas karena tidak bergerak. Ia hanya diam di depan ipad atau iphone saja. Mengerikan! Tidak heran kalau anak itu egois. Ada juga anak-anak melihat apa yang sebelumnya mereka belum boleh melihat. Semuanya itu dari handphone yang dibelikan orang tua! Seharusnya orang tua yang mencegah dan menolong sang anak, tapi kenyataannya anak nya malah dididik oleh handphone dan gadget yang dibelikan orangtuanya sendiri! Berapa banyak anak yang hancur gara-gara pornografi? Pornografi menjadi pintu masuk bagi hubungan seks sebelum menikah. Sekarang makin banyak yang melakukan hubungan seks pra-nikah. Ini tantangan. Ganjaran Alkitabiah mendatangkan dukacita tetapi menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Seharusnya kitalah yang binasa, tetapi malah Kristus mati di kayu salib supaya bisa hidup kekal. Kita seperti domba sesat yang memilih jalan sendiri sehingga Sang Gembala mengorbankan nyawa. Tuhan membayar harga untuk aku , domba yang sesat. Di Israel, bila ada domba yang sesat maka kakinya dipatahkan, lalu dibebat dan dipanggul oleh gembara. Saat mengalami brokenness, kita berada di pangkuan Tuhan untuk menghasilkan buah kebenaran, demi kebenaran dan damai sejahtera yang Tuhan berikan. Disiplin tidak akan mendatangkan kepahitan. Sehingga kita tidak perlu takut menghukum anak bila dilakukan dengan kebenaran dan kasih. Kalau menghukum anak karena akar pahit, sang papa berkata, “Dulu papa juga diperlakukan begini oleh engkong!” Disiplin adalah sarana meraih goal yang lebih besar yaitu pembentukan karakter seperti Kristus (Christlike) pada diri anak. Ketika membentuk anak, bentuklah karakternya. Tidak mudah tapi yang dihasilkan buah kebenaran.

Ray Charles Robinson waktu beranjak remaja menjadi buta. Namun ia bisa memainkan piano dan menciptakan lagu blues di gereja. Sayangnya menjelang akhir hidup ia terkena narkoba dan melakukan hubungan seks sebelum pernikahan , walaupun ia sempat bertobat sebelum meninggal. Saat kecil, adik Ray meninggal dan  ibunya menangis di atas peti mati adiknya.  9 bulan kemudian matanya menjadi kabur. Ray tidak bisa melihat dengan jelas. Inilah awal kebutaan Ray Charles. Cara mamanya memperlakukan dia berbeda dengan mama yang mengajar anaknya untuk sukses di negara Singapore. Mamanya berkata, “Kamu buta tapi tidak bodoh!” Ketika Ray jatuh dan minta tolong, sang ibu hanya memperhatikan. Mamanya itu harus membiarkan Ray berdiri sendiri karena harus hidup mandiri tanpa pertolongan orang lain. Ia tidak harus hidup dari belas kasihan orang lain dan itu harus dilatih! Ia buta tapi tidak bodoh. Mamanya melatih semua panca inderanya sebagai mata. Ia memang tidak bodoh. Waktu sukses sebagai pianis, ia bisa gunakan indranya sebagai pengganti matanya.  Ia bisa mendengar suara jangkrik dan menghampiri jangkrik dengan mendengar suaranya.  Dengan sensenya ia mencoba menangkap sang jangkrik. Kemudian dia juga bisa mendengar tangisan mamanya dan, ia tahu mamanya “di sana” memperhatikannya. Ia bertanya, “Mengapa engkau menangis mama?” Sang mama menjawab, “Karena bahagia! Karena engkau bisa mandiri!” Demikian juga dengan kita, saat terjatuh kita memberitahu Tuhan dan  Tuhan akan menolong kita bangkit. Tuhan disini dan melihat, karena Dia ingin agar kita lebih indah dibentuk menjadi sempurna seperti Kristus.


Godly Parents raise a godly generation to the glory of god and not to the glory of man

Monday, August 17, 2015

Keluarga yang “Dimerdekakan”


Pdt. Kasdi Kho

2 Sam 14:21-33
21  Sesudah itu berkatalah raja kepada Yoab: "Baik, kukabulkan permohonan ini. Pergilah, bawalah kembali orang muda Absalom itu."
22  Lalu sujudlah Yoab dengan mukanya ke tanah dan menyembah sambil memohon berkat bagi raja. Dan Yoab berkata: "Pada hari ini hambamu mengetahui bahwa tuanku raja suka kepada hamba, karena tuanku telah mengabulkan permohonan hambamu ini."
23  Lalu bangunlah Yoab, ia pergi ke Gesur dan membawa Absalom ke Yerusalem.
24  Tetapi berkatalah raja: "Ia harus pergi ke rumahnya sendiri, jangan ia datang ke hadapanku." Jadi pergilah Absalom ke rumahnya sendiri dan tidak datang ke hadapan raja.
25  Di seluruh Israel tidak ada yang begitu banyak dipuji kecantikannya seperti Absalom. Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada cacat padanya.
26  Apabila ia mencukur rambutnya — pada akhir tiap-tiap tahun ia mencukurnya karena menjadi terlalu berat baginya — maka ditimbangnya rambutnya itu, dua ratus syikal beratnya, menurut batu timbangan raja.
27  Bagi Absalom lahir tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang bernama Tamar. Ia seorang perempuan yang cantik.
28   Setelah Absalom diam di Yerusalem genap dua tahun lamanya, dengan tidak datang ke hadapan raja,
29  maka Absalom menyuruh memanggil Yoab untuk diutus kepada raja. Tetapi ia tidak mau datang kepadanya. Kemudian disuruhnya memanggil dia lagi, untuk kedua kalinya, tetapi ia tidak mau datang.
30  Lalu berkatalah ia kepada hamba-hambanya: "Lihat, ladang Yoab ada di sisi ladangku dan di sana ada jelainya. Pergilah, bakarlah itu." Maka hamba-hamba Absalom membakar ladang itu.
31  Lalu Yoab pergi mendapatkan Absalom ke rumahnya, dan bertanya kepadanya: "Mengapa hamba-hambamu membakar ladang kepunyaanku itu?"
32  Jawab Absalom kepada Yoab: "Ya, aku telah menyuruh orang kepadamu mengatakan: datanglah ke mari, supaya aku mengutus engkau kepada raja untuk mengatakan: apa gunanya aku datang dari Gesur? Lebih baik aku masih tinggal di sana. Maka sekarang, aku mau datang ke hadapan raja. Jika aku bersalah, biarlah ia menghukum aku mati."
33  Kemudian masuklah Yoab menghadap raja dan memberitahukan hal itu kepadanya. Raja memanggil Absalom, dan ia masuk menghadap raja, lalu sujud ke hadapan raja dengan mukanya ke tanah; lalu raja mencium Absalom.

2 Sam 18:31-33
31  Maka datanglah orang Etiopia itu. Kata orang Etiopia itu: "Tuanku raja mendapat kabar yang baik, sebab TUHAN telah memberi keadilan kepadamu pada hari ini dengan melepaskan tuanku dari tangan semua orang yang bangkit menentang tuanku."
32  Tetapi bertanyalah raja kepada orang Etiopia itu: "Selamatkah Absalom, orang muda itu?" Jawab orang Etiopia itu: "Biarlah seperti orang muda itu musuh tuanku raja dan semua orang yang bangkit menentang tuanku untuk berbuat jahat."
33  Maka terkejutlah raja dan dengan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis. Dan beginilah perkataannya sambil berjalan: "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!"

Ef 4:25-22
25  Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.
26  Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu
27  dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
28  Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
29  Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
30  Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.
31  Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.
32  Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

Pendahuluan

Siapakah orang Kristen itu?
Yang dimaksud dengan orang Kristen di dalam Alkitab adalah :
1.     2 Kor 5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
2.     Ef 2:10 10  Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
3.     Gal 5:1 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.

Pertanyaannya adalah apakah kebenaran yang tercantum dalam Alkitab ini sunguh-sungguh terwujud dalam hidup kita sebagai orang Kristen? Ketika kita menjadi ciptaan baru dan dimerdekakan, sungguhkah kita menjalani hidup yang sudah dimerdekakan? Apakah kita telah menjadi pribadi yang sudah merdeka dalam Tuhan? Berikut adalah 3 contoh kehidupan yang dapat dijadikan pelajaran :

-        Ada sebuah  keluarga di mana sang suami punya hobi memelihara burung berkicau seperti burung murai batu, kacer, anis merah, cucak hijau, lovebird, kenari, cucak jenggot dll. yang harganya mahal. Rumah bagian depannya dibangun tempat tinggal sedangkan bagian belakangnya dibiarkan kosong untuk menaruh sangkar-sangkar dari burung yang harganya mahal itu. Keluarga ini memiliki 3 pembantu. Sang suami dalam sebulan, 2 minggu ke gereja (minggu pertama dan ketiga) dan 2 minggu lagi (minggu kedua dan keempat) tidak pergi karena ia pergi ke tempat lokasi lomba burung berkicau seperti di Pluit, Cempaka Putih dll. Ia bangun pagi-pagi karena tidak mau terlambat kalau ada kontes burung (bird contest) tapi kalau ke gereja malas-malasan. Untuk hobinya itu ia bersedia mengeluarkan banyak uang, sedangkan untuk keluarga dan gereja kikir. Saat sekeluarga ke mal istrinya menunjukkan harga-harga barang sudah naik dengan harapan anggaran belanja dinaikkan, namun ia sengaja mengacuhkan. Ketiga anaknya laki-laki, memakai pakaian dengan motif yang sama namun berbeda warnanya saja. Kebetulan sang suami punya adik yang berjualan pakaian di Tanah Abang yang memberi diskon kalau beli lebih dari 1. Terhadap gereja juga pelit. Ketika gereja mengadakan program janji iman untuk membangun youth centre untuk pemuda-remaja, sang suami menulis angka yang saat dibaca istrinya (yang bertugas sebagai bendahara) membuat sang istri terkejut. Istrinya mengatakan,”Jemaat yang berprofesi sebagai karyawan saja memberi lebih besar dari kita.” Sang suami menjawab,”Ini janji iman. Iman saya hanya segini.” Padahal ia punya 3 showroom mobil di daerah Bekasi. Untuk hobinya, ia bersedia membayar langsung ke orang yang punya burung berkicau kualitas unggul seharga Rp 5-10 juta! Hobinya telah memperbudaknya.

-        Hari ini dari orang muda sampai orang tua sibuk dengan peralatan gadget dan telpon selulernya. Hal ini berlangsung termasuk saat makan, nonton dan momen-momen lainnya. Tanpa disadarai kita diperbudak oleh peralatan elektronik.

-        Ada jemaat yang walaupun anaknya sudah dewasa namun ingin menikah lagi. Istrinya tidak bersedia bercerai. Ia bertemu dengan seorang perempuan (janda dengan satu anak laki-laki) di daerah Mangga Besar yang terkenal sebagai daerah Sodom Gomora. Akhirnya sang suami keluar dari rumah dan menikah dengan janda tersebut. Istrinya yang mau ketemu dengannya, tidak bisa. Akhirnya saya ketemu dan berbicara dengannya, “Pdt. Kasdi saya tahu apa yang saya lakukan dan konsekuensinya akan saya tanggung.” Ia adalah seorang General Manager di satu bank terbesar di Indonesia, namun akhirnya karirnya merosot dan hanya menduduki jabatan biasa di bank tersebut. Hal ini terjadi karena hawa nafsu telah memperbudaknya!

Semua ini terjadi padahal sudah dimerdekakan Tuhan. Apa yang terjadi tidak mencerminkan bahwa kita sudah merdeka di dalam Tuhan! Walau status kita telah lahir baru, menjadi manusia baru, telah dilahirkan kembali tapi kehidupan kita masih jauh dari rencana Tuhan.

Bagaimana supaya kita benar-benar merdeka?

1.     Tuhan memperbarui cara pandang dan pikir kita.
Hati kita sudah dijadikan baru oleh Tuhan tapi pikiran kita seringkali masih yang lama dan cara pandang kita belum diperbarui. Cara pandang ibarat kacamata yang dipakai untuk melihat apa yang terjadi dalam hidup kita. Bagi orang Kristen cara melihat segala sesuatu adalah dari sudut pandang Tuhan, merasa dan bertingkah laku seperti yang Tuhan kehendaki. Jadi cara pandang dan pola berpikir kita harus diperbarui.
Ada seorang Ibu yang suka sekali kerapihan dan kebersihan di rumahnya dan kebetulan lantai rumahnya dipasangi karpet. Kalau ada kotoran seperti jejak sepatu suaminya maka ia akan marah dengan suaminya dan akan tetap cemberut sampai suaminya pulang kerja. Keluarganya dikaruniai 3 anak laki-laki kecil. Mainan mereka tersebar dimana-mana. Susu  tertumpah dan remah-remah makanan tercecer di mana-mana. Hal-hal tersebut membuat sang Ibu marah-marah. Akhirnya mama dari sang Ibu nya berkata, “Kamu pergilah mencari psikolog”. Sang Ibu pun menuruti saran mamanya. Saat bertemu dengan psikolog ia ditanya,”Mengapa kamu marah-marah karena hal-hal sepele?” Sang Ibu menjelaskan bahwa  ia emosi dan marah-marah karena ia suka kerapian dan kebersihan sedangkan anak-anak dan suaminya sering kotor. Sang psikolog kemudian meminta sang Ibu tiduran, memejamkan mata dan membayangkan keadaan di rumahnya yang rapi dengan karpetnya bersih serta tidak ada kotoran berupa jejak sepatu. Wajah sang Ibu berseri-seri membayangkannya. Sang psikolog kemudian mengingatkan, “Berarti di rumah Ibu tidak ada orang. Suami dan anak  tidak ada di dalam rumah. Berarti Ibu sendirian di rumah!” Wajah Sang Ibu berubah, bibir dan badannya gemetar membayangkan apa yang terjadi dengan suami dan anaknya? Sang psikolog kemudian berkata,”Sekarang Ibu lihat kembali. Ibu berada di rumah. Ibu melihat karpet kotor karena ada bekas sepatu, tumpahan susu dan remah-remah roti di situ, mainan bertebaran. Hal itu menandakan bahwa suami dan anak Ibu ada di rumah!” Waktu membayangkannya, wajah Sang Ibu menjadi cerah. Sang Psikolog kembali berkata, “Sekarang ibu bangun” dan  Sang Psikolog melanjutkan dengan  bertanya , “Sekarang karpet yang kotor dengan jejak sepatu dan tumpahan susu, apakah masalah buat Ibu?” Sang Ibu menjawab “Tidak!”. Kalau sudut pandang negatif berubah, maka yang negatif menjadi positif. Itu juga terjadi dengan kehidupan kita. Jika kita ingin dimerdekakan dalam Kristus, maka kita jangan terjebak. Masalahnya bukan saja dalam cara pandang kita yang keliru tetapi untuk hidup yang merdeka maka ubahlah hidup kita (hidup yang diubahkan) dan yang bisa ubah adalah Tuhan!  Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2).

2.     Sikap hidup dan tingkah laku diubah oleh Tuhan supaya sesuai sikap dan prinsip firman Tuhan.
2 Sam 14 dan 18 berbicara tentang Absalom dengan Raja Daud. Kisahnya tentang keluarga besar Raja Daud. Kepahlawanan dan keberhasilan Raja Daud sebagai pemimpin tidak diragukan. Ia mempersatukan kerajaan Israel sehingga menjadi besar dan disegani. Ia seorang panglima perang dan pemimpin negara yang hebat dan tidak ada yang meragukannya. Namun keberhasilannya sebagai pemimpin negara dan panglima tidak membuatnya menjadi kepala rumah tangga yang berhasil. Tercatat beberapa kegagalan dalam membereskan masalah yang terjadi dalam keluarganya. Apa yang dilakukan Absalom merupakan kudeta terhadap papanya. Pasal 18 merupakan puncak kekesalan Absalom terhadap ayahnya. Peristiwa pertama ada pada 2 Sam 13.  Nama Absalom berarti "ayah damai". Dalam 1 Raja-raja 15:2, Absalom mempunyai nama panggilan yaitu "Abisalom". Ia merupakan putra ketiga Raja Daud. Ibunya bernama Maakha yang merupakan anak perempuan dari Talmai, seorang raja dari Gesur. Ia merupakan anak kesayangan Raja Daud. Absalom tampan luar biasa dan punya adik, Tamar, yang cantik sekali. Anak pertama Raja Daud yaitu Amnon jatuh cinta pada Tamar. Suatu kali Amnon memperkosa Tamar dan berita ini sampai ke Raja Daud. Raja Daud marah tetapi tidak melakukan tindakan apa-apa (tidak ada hukuman yang dijatuhkan ke Amnon). Absalom merasa gagal melindungi adiknya namun ia menghormati ayahnya. Tapi selama 2 tahun ayahnya Daud tidak melakukan sesuatu untuk menegakkan kebenaran untuk adiknya yang diperkosa.  Maka Absalom pun main hakim sendiri dan membunuh kakaknya Amnon. Raja Daud tidak menghukum Amnon karena ia pernah melakukan hal yang sama (berzinah dengan Batsyeba). Setelah membunuh kakak (tiri) nya sendiri Absalom lalu lari ke Gesur ke rumah kakeknya. Selama 3 tahun ia tinggal di sana dan tidak bertemu dengan papanya. Setelah 3 tahun, Absalom diizinkan kembali ke Israel dengan catatan, ia tidak boleh masuk istana dan melihat Raja Daud. Hal ini terjadi sehingga Absalom tidak bertemu papanya selama 2 tahun.  Ini kekecewaan Absalom yang kedua. Disuruh pulang tapi tidak boleh masuk istana dan bertemu ayahnya. Akhirnya ia tidak tahan. Absalom ingin kejelasan “Kalau memang aku salah biarlah ia (papanya) menghukum aku, paling tidak ada keputusan yang jelas.” Absalom menghendaki sikap yang tegas dari papanya. Maka ia meminta bantuan Yoab agar ia bisa bertemu ayahnya. Dibantu Yoab akhirnya Absalom bertemu dengan papanya. Tetapi dalam pertemuan itu, Raja Daud tidak menyinggung pembunuhan Absalom ke Amnon, seperti saat Tamar diperkosa, Amnon tidak dihukum. Raja Daud merasa tidak berdaya karena ia melakukan kesalahan yang sama. Ia menyuruh Uria (bawahannya yang merupakan suami dari Batsyeba) ke tempat pertempuran yang hebat agar mati. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Mulutnya terkunci karena ia salah. Ketika dosa membelenggu hidup kita, maka kita menjadi orang yang celaka. Saat dibelenggu dosa, kita tidak dimerdekakan. Kita terjebak dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini menghancurkan orang yang kita kasihi seperti dosa yang menghancurkan dirinya dan keluarganya. Membuatnya tidak berdaya berhadapan dengan dosa.

Ada sebuah keluarga yang mau bercerai. Ketika datang ke gereja , suami-istri ribut saling menyalahkan. Saat dibesuk, di rumah mereka ada 1 anak laki-laki dan papa sang suami yang lumpuh di kursi roda (papanya tidak bisa bergerak tapi bisa bicara dengan lancar). Papanya berkata, “Pendeta, saya tidak setuju anak saya bercerai.” Ketika papanya berbicara, anaknya memotong,”Papa diam! Papa kalau tidak disuruh ngomong jangan ngomong!” Anak ini kurang ajar terhadap papanya. Rupanya ketika berusia 3 tahun, papanya ini mengusir mamanya dari rumah dan kemudian bercerai. Papanya seorang pengusaha yang berhasil. Ia mengusir mamanya dan kawin lagi! Ketika papanya stroke, istri mudanya telah meninggal, sang anak ini yang mengurus papanya karena saudara tirinya tidak ada yang mau. Tapi sang anak ini punya kepahitan. Sehingga ketika anaknya bercerai, papanya tidak bisa berbuat apa-apa karena dulu ia pernah melakukan kegagalan dalam hal yang sama. Saat dosa membelenggu, kita tidak berdaya. Sebagai orang tua saat dibelenggu dosa, bagaimana melayani anak kita? Bagaimana menjadi model baginya? Dosa  memperbudak dan membuat kita tidak berdaya. Maka kita harus diperbarui oleh Tuhan. Sikap dan kehidupan kita harus diperbarui untuk menjalani kehidupan dengan pola hidup, sikap dan perbuatan seperti apa yang Tuhan mau.

Bukti Orang Percaya Sudah Benar-Benar Merdeka

Ef 4:25-32 memberitahu sikap hidup kita yang Tuhan mau sebagai bukti kita dimerdekakan.
1.     Ayat 25.  Buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota
2.     Ayat 26. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. Apapun masalah yang terjadi agar diselesaikan.
3.     Ayat 28. Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
4.     Ayat 29.. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Gunakan kata yang positif. Tidak ada yang tahan berbicara dengan orang yang bicara negatif sehingga rasanya duduk dan berbicara 2 menit bersamanya seperti sudah berbicara 2 jam.
5.     Ayat 30 Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Jangan menduka-citakan Roh Kudus dan mengabaikan pimpinanNya. Apa yang Tuhan mau dari kita dan apa yang berkenan pada Tuhan, itulah yang Tuhan mau kita lakukan.
6.     Ayat 31, Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Hal-hal negatif membuat negatif diri kita.
7.     Ayat 32. hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

Ini yang Tuhan mau sebagai bukti kita sudah dimerdekakan oleh Tuhan. Jika sikap hidup sudah diperbarui maka kita bisa menjalani hidup yang merdeka. Hubungan suami-istri, orang tua - anak, antar teman, antar jemaat, antar anggota masyarakat bisa menjadi baik bila setiap pribadi sudah diperbarui Tuhan.

Penutup

Suatu kali saat seorang pendeta sedang mempersiapkan khotbah, anaknya yang baru berusia 6 tahun ingin bermain bersamanya sehingga Sang Pendeta merasa terganggu. Agar bisa lepas dari gangguan, Sang Pendeta tiba-tiba mendapat sebuah ide. Diambilnya sebuah kertas memuat gambar peta dunia lalu dipanggilnya anaknya. Sang pendeta itu berkata, “Kertas ini papa robek, lalu kamu susun lagi. Kalau berhasil papa akan beri hadiah!” Anaknya pun pergi dan mulai mengerjakannya. Sang pendeta berpikir untuk anak 6 tahun akan tidak mudah menyusun gambar peta dunia. Ternyata tanpa diduganya, anaknya memanggil dan berkata, “Papa sudah selesai!” Waktu sang pendeta memeriksanya ternyata perkataan anaknya betul! Peta dunia telah tersusun dengan benar! Sang pendeta jadi penasaran dan bertanya,”Nak, bagaimana kamu bisa menyusun dengan cepat peta dunia ini?” Sang anak pun menjawab,”Karena di balik kertas peta dunia tersebut ada gambar orang!” Jadi anaknya menyusun gambar orangnya sehingga gambar peta pun tersusun! Ketika orang (individu) diperbarui cara pandangannya, hatinya, sikap hidupnya maka dunia akan lebih baik. Relasi kita dengan istri, anak , orang tua menjadi lebih baik. Kita tidak menuntut orang lain untuk berubah, sehingga membuat relasi lebih baik. Demikian pula di gereja. Aktifis, majelis dan jemaat tidak ribut lagi kalau semua individu diperbarui Tuhan. Itulah buktinya kita sudah dimerdekakan Tuhan!


Warisan Apa yang Kau Tinggalkan?


Ev. Susan Guo

Yosua 24:14-15
14  Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
15  Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"

Pendahuluan

                Warisan rohani apa yang kau tinggalkan? Warisan di sini bukan dalam bentuk harta duniawi, tetapi dalam bentuk iman, rohani dan nilai-nilai baik. Kalau pertanyaan ini ditanyakan kepada kita, “Untuk anak, cucu dan orang-orang dekat di sekelilingmu, hal-hal rohani apa yang akan kamu wariskan?” Apa  jawaban kita?
                Puluhan tahun lalu ketika masih kecil, orang yang mewarisi kehidupan rohani kepada saya adalah papa saya. Papa dengan setia mengingatkan saya untuk pergi ke Sekolah Minggu. Saya masih ingat saat saya digendongnya untuk pergi ke gereja dan ia berpesan,”Di gereja jangan ribut ya. Duduk diam di sebelah saya!” Hobi papa bernyanyi sehingga ia mengenal hampir setiap lagu yang dinyanyikan di gereja. Saya senang memperhatikan dan mendengar papa saya menyanyi. Di rumah, papa juga senang menyanyi semua lagu dari lagu rohani sampai lagu dangdut. Salah satu lagu rohani yang sering dinyanyikan adalah Ke Tempat yang Tertinggilah (Higher Ground, Charles H. Gabriel, 1898) : Ke tempat yang tertinggilah g’nap jiwaku merindulah. Kunaikkan doa tiap waktu, Tuhan tetapkan jiwaku.  Reff :  Tuhan tetapkan jiwaku lebih dekat kepada-Mu. Lebih tinggi ‘ku merindu, di tempat yang lebih tinggi. Sehingga waktu kecil saya sudah menghafalnya. Itulah warisan rohani yang dia tinggalkan. Mungkin papa tidak tahu itu warisan rohani yang dia tinggalkan , tetapi apa yang dia tinggalkan itulah warisan rohaninya. Saat ini saya senang bernyanyi dan sudah menjadi hamba Tuhan itu semua karena warisan rohani.  Papa saya senang membaca Alkitab di rumah dengan keras. Di desa yang rukun dan memiliki toleransi tinggi, tidak masalah kalau orang membaca Alkitab di halaman rumah keras-keras. Mama bertanya kepadanya, “Mengapa kamu membaca Alkittab keras-keras dan mengapa membacanya di halaman rumah?. Papa menjawab,”Supaya orang lain bisa mendengar!” Saya juga bertanya, “Mengapa membacanya keras-keras? Nanti orang lain marah!”. Papa menjawab, “Biar saja orang mendengar, sehingga saya membacanya keras-keras. (sekarang saya tidak berani membaca Alkitab keras-keras karena situasinya berbeda). Itu bagian kecil yang ditinggalkan papa ke saya, sekarang saya harus bertanya, “Apa yang saya tinggalkan untuk generasi sesudah saya? “

Warisan Nilai Rohani Yosua

1.     Warisan rohani (iman, nilai rohani) sesuai kebenaran firman Tuhan memerlukan sesuatu yang konkrit dalam keseharian (implementasi harus jelas dalam kehidupan sehari-hari).
Salah satunya yang kita pelajari dari Yosua. Sebelum meninggal dalam usia sekitar 110 tahun, Yosua mengingatkan generasi bangsanya akan satu hal yang penting dan ditekankan yaitu untuk beribadah pada Tuhan. Dari kitab Bilangan diketahui bahwa Yosua bukanlah pribadi yang sembarangan. Nama aslinya Hosea bin Nun , namun Musa memberinya nama Yosua (Bil 13:16). Ia keturunan Efraim ,anak Yusuf. Yosua bersama Kaleb bin Yefune (suku Yehuda) dan 10 pemimpin suku Israel lainnya diutus Musa untuk mengintai Kanaan. Dari 12 orang pengintai itu, hanya Yosua dan Kaleb yang kembali dengan berita yang menyejukan hati. Di lapangan, kedua belas pengintai (termasuk Yosua dan Kaleb) melihat hal yang sulit (Bil 13:27-29). Mereka tidak menipu kenyataan yang ada. Mereka menyampaikan keadaan yang jelas dan sulit dilawan. Bahwa ada tantangan yang besar untuk bangsa Israel masuk ke Kanaan  (Bil 13:32-33). Tetapi Yosua dan Kaleb mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat keadaan saat itu. “Memang ada masalah, orang Kanaan tidak mudah ditaklukkan tetapi kalau Tuhan yang mengutus untuk masuk ke tanah Kanaan maka pasti kita masuk” (Bil 14:7-9). Itu yang tidak bisa dilihat oleh 10 orang pengintai lainnya. Kalau ditanya apakah ke sepuluh pengintai lainnya beriman? Pasti mereka menjawab mereka keturunan orang-orang yang merasakan campur tangan Tuhan yang luar biasa dan mereka umat piihan, jadi mereka juga orang beriman. Tetapi pengintai yang 10 orang berbeda dengan yang 2 orang saat menghadapi masalah karena di situ imannya berbicara. Menurut ke 10 pengintai “Kita tidak mungkin mengalahkan orang Kanaan jadi lebih baik tidak masuk tanah Kanaan” sehingga orang Israel menjadi marah dan ingin melempari Musa dengan batu. Hanya Yosua dan Kaleb dapat melihat dengan iman sesungguhnya betul ada masalah, tetapi Tuhan lebih besar dari masalah yang ada. “Kita harus memegang janji Tuhan. Kalau Tuhan menyuruh masuk kita bisa masuk, kalau tidak suruh, kita tidak bisa masuk. Iman seperti inilah yang ingin ditinggalkan Yosua kepada bangsa Israel berikutnya.” “Takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN” (Yosua 24:14)

2.     Yosua pemimpin politik yang berintegritas.
Pada Yosua 24:14-15 Yosua lebih banyak berbicara sebagai negarawan , pemimpin politik dan pemimpin bangsa Israel. Namun ia tidak saja berbicara tentang politik, melainkan juga berbicara hal yang rohani, “beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia”. Indonesia merindukan pemimpin politik seperti ini. Pemimpin yang tidak hanya  bicara secara politik tetapi juga mengimplementasikan (mengaplikasikan)nya secara jelas. Kadangkala, pemimpin rohani (termasuk majelis) tidak memiliki cara pandang dan kalimat rohani untuk generasi gereja yang dipimpinnya. Sebelum Yosua kembali kepada Allah ia mengingatkan bangsa Israel untuk beribadah kepada Allah dengan memberi pernyataan yang dewasa, Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" Yosua mempunyai wibawa rohani dan integritas yang jelas. Ia berbicara selaku pemimpin bangsa dan kepala rumah tangga. Bulan ini adalah bulan keluarga sehingga tema-nya menyangkut rumah tangga. Adakah ayah atau suami di dalam gereja ini yang berani dengan wibawa rohani mengatakan kalimat, “Aku akan membawa istri dan anakku , menantuku untuk beribadah kepada Tuhan”?
          Yosua memiliki integritas yang jelas dan konsisten dari muda sampai tua dan tutup mata selamanya. Ia tidak beralih dari keyakinan imannya dan kerinduannya untuk beribadah kepada Yahwe. Kalau kita di gereja atau kekristenan saat ini suka terbalik realitanya. Selagi muda aktif  tetapi begitu sudah menikah ternyata menikah dengan orang yang tidak seiman sehingga lama-lama hilang dari gereja (pindah dari gereja bahkan iman). Konsistensi seperti Yosua merupakan tantangan dan motivasi untuk kita pada zaman ini. Integritas Yosua jelas dari yang diucapkan dan dilakukannya dari muda sampai mati. Apakah kita seperti itu?  Yosua memberikan ketegasan untuk anggota keluarganya. Ini tidak bicara tentang Yosua tidak toleransi terhadap hak azasi anak dan mantunya tetapi ini berbicara tentang suatu bentuk tanggung jawab di hadapan Tuhan bahwa beribadah kepada Tuhan adalah sesuatu yag serius (tidak main-main), bukan suatu alternative (bisa ya atau tidak). Tetapi beribadah dan percaya kepada Tuhan itu sesuatu yang serius, dan seharusnya selaku orang dewasa dan sebagai orang tua, kita melihat mandat ini dan sebagai mandataris Allah dalam keluarga Kristen kita harus meneruskannya kepada anak kita. Tetapi hari ini banyak orang yang mengatakan “Itukan hak azasi manusia. Itu pilihan dia kalau dia sudah dewasa.” Betul! Tetapi apakah anak kita memilih Allah karena dari kecil sudah ditanamkan dengan baik? Apakah selaku orang tua dan pembina rohani kita memberikan warisan yang jelas (baik kata, kalimat rohani atau apapun yang keluar dari diri kita yang menunjukkan kita orang yang beribadah  dan percaya)? Berkali-kali kata ibadah muncul dalam ayat 14-15. Kata ibadah (berasal dari kata Ibrani ‘abodah) mempunya 2 arti yaitu menyembah dan  taat atau tunduk atau melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Konsep dasar dari ibadah adalah pelayanan atau pengabdian seutuhnya kepada Allah, yang dinyatakan baik dalam bentuk penyembahan (kultus) maupun dalam tingkah laku atau tabiat (jadi bukan hanya menyangkut hal-hal ritual yang bersifat formal legalistis).  Bukan sesuatu yang main-main atau ritual seperti setiap hari Minggu harus rajin beribadah dan mengikuti persekutuan sekolah minggu. Itu masih sebatas hal kecil tetapi ibadah adalah hidup hari lepas hari yang merupakan penyembahan dan ketaatan kepada perintah Allah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup sehari-hari. Bukan ibadah seremonial bangun mezbah dll tetapi bagaimana hidup ibadah seperti darah dan daging dalam hidup seseorang tidak bisa dipisahkan.

2 Hal dalam Mewariskan Kerohanian

1.    Keluarga adalah tempat dimana seluruh anggotanya belajar tentang Allah , mengenal Allah , berjalan bersama Allah dalam suka dan duka.
Apakah orang tua hari ini mewariskan kepada anak-anaknya bahwa keluarga kita adalah keluarga yang merupakan wadah mengenal Allah dan berjalan bersama Allah dalam suka dan duka?.  Orang tua seharusnya mendorong anak-anaknya untuk  ke gereja, karena bila tidak bagaimana keluarga bisa jadi mezbah keluarga dan  anak mengenal Allah dalam susah- senang? Saya punya 3 orang keponakan yang masih kecil dan sempat tinggal bersama di pastori selama 1-2 bulan.  Selama itu, pagi hari saya bangun lalu sibuk memasak dan menyiapkan semua karena tidak ingin ketiganya kelaparan. Suatu kali selesai minum susu , keponakan saya yang terkecil (hampir 6 tahun) berkata, “Kuku setelah minum susu, saya mau berdoa dan membaca Alkitab dengan mama.” Saya kemudian mengintip, ternyata dia sedang bersama koko, cici, dan mamanya. Mamanya saat itu sedang menjelaskan isi Alkitab. Jadi pagi-pagi mereka mengadakan mezbah keluarga walau bapaknya tidak ada. Saya bertanya kepada diri saya, “Kalau punya anak, bisa tidak saya melakukan hal itu?” Kalau punya anak seberapa jauh kita membangun mezbah keluarga supaya anak mengenal Tuhan? Suatu kali saya bertanya kepada keponakan saya yang berusia 6 tahun, “Abi, apakah Tuhan harus menyembuhkan semua penyakit?” Anak ini menjawab, “Tidak harus! Itu terserah Tuhan. Kalau Tuhan mau, Dia akan sembuhkan. Tapi kalau tidak mau Tuhan tidak harus menyembuhkan.” Walaupun nantinya setelah dewasa kalimat ini tidak mudah dijalankan , ia sudah memiliki fondasi untuk kehidupannya. Bagaimana dengan keluarga kita? Mungkin tidak mudah bagi kita karena kesibukan, kelelahan atau waktu yang tidak sinkron antara anak-anak dan kita sendiri. Saudara saya itu juga tidak setiap kali melakukan mezbah keluarga (dilakukan di hari Sabtu karena kalau hari sekolah tidak bisa). Bisa juga dilakukan malam sebelum tidur berkumpul bersama dan kemudian belajar mengenal Allah melalui keluarga.

2.    Orang tua mempunyai peran yang benar.
Kita harus menamamkan kepada anak bahwa sebagai orang tua, ayah-ibu punya peran yang benar di mata anak. Melakukan peran yang benar adalah penting, karena berarti mengajarkan anak kita nilai moral seperti kerajinan, keteguhan, kejujuran, keikhlasan, hidup suci dll dari keluarga (orang tua). Tetapi kalau orang tua sendiri tidak memakai peran itu tidak benar bagaimana? Pdt Irwan Hidayat menceritakan pengalaman dia berbicara pada seorang ayah. Ia terkejut karena ayah itu berkata, “Bagi saya, tidak apa-apa kalau anak saya tahu pornografi, dan saya okey saja anak saya mengakses situs porno dan sebagainya”. Sewaktu ditanya alasannya, Bapak itu berkata, “Iyalah, supaya mengerti dan tidak kuper. Tetapi Pdt. Irwan mengingatkan bahwa apa yang dilakukannya salah besar. Mengajar anak melihat buku porno dan situs porno bukan cara yang benar. Pendidikan seks yang benar dilakukan  oleh hamba Tuhan atau kelompok yang terpercaya. Kalau ayah keluarga Kristen hari ini memiliki cara pandang seperti ini, bagaimana nanti anaknya? Anak tidak kuper diajar seperti itu, karena ia bisa belajar sendiri. Seharusnya orang tua mencegah, tetapi ini malah dibebaskan (sangat sekuler sekali). Kalau seorang ayah sedemikian, warisan rohani apa yang ditinggalkan untuk anaknya? Untuk seorang ibu , warisan rohani  apa yang diwariskan kepada anak? Saya pernah mengajar anak SMA dan pernah berbincang dengan seorang siswa kelas 2 SMA. Saya bertanya,”Kamu membawa bekal apa?” Yang dijawabnya,”Nasi goreng” Rupanya setiap hari ia dibekali menu yang sama yakni nasi goreng! Sejak TK , SD, SMP dan sampai SMA 2 dibekali nasi goreng setiap hari sehingga ia melihat nasi goreng saja sudah tidak nyaman. Sewaktu ditanya, “Apakah mamamu tidak bisa masak menu lainnya?” Dijawabnya,”Tidak tahu. Kan kerjanya tiap hari menelpon temannya. Begitu papa pergi kerja, mama pasti menelpon temannya. Bisa dari pagi sampai sore! Mungkin itu pekerjaan mama yang mengasyikkan . Karena waktunya sempit, maka masak yang paling gampang adalah membuat nasi goreng! Dalam sebulan pulsa teleponnya bisa mencapai jutaan rupiah. Papa hanya membayar saja karena baginya yang penting mama senang. Papa tidak makan di rumah. Saya diberi uang jajan sedikit, jadi saya terpaksa makan nasi goreng saja!” Jadi dari TK sammpai SMA 2 selama 13 tahun, mamanya  masak nasi goreng! Bila untuk makanan jasmani anaknya saja tidak serius apalagi makanan rohani? Apakah ada yang merasa kesal mengantar anak ke gereja?  Bagaimana bila nanti suatu kali sang anank meminta diantar ke nite club? Anak melihat papa rajin ke gereja tapi terus ribut dengan mamanya. Saya punya anak murid yang berkata, “Bu lihat perubahadn di muka saya?” Saya menjawab “Tidak”. Dia berkata lagi, “Lihat mata saya?” Saya berkata,”Tidak ada perubahan.” Lalu dia melanjutkan, “Bu, saya sedang sedih.  Papa dan mama ribut lagi. Sejak kemarin papa pulang kantor, saya bangun tidur sampai mau berangkat sekolah mereka ribut terus. Padahal papa dan mama merupakan aktifis gereja. Saya nanti tidak mau menikah dengan orang Kristen karena  percuma! Tante saya yang tidak Kristen tenang saja.” Apakah hal ini yang salah kekristenan? Padahal Tuhan Yesus tidak mengajar begitu. Tapi akhirnya anaknya berkata, “Saya tidak mau kawin seperti itu!” Pada tahun 1960-80an kita menemukan pertanyaan di lapangan, “Kok bercerai?  Kenapa bapa dan ibu itu bercerai?” Hal ini menunjukkan kebingungan kenapa bercerai karena rumah tangga umumnya harmonis dan perjalanan rumah tangga bisa panjang. Namun pertanyaan sekarang, “Kok harmonis ya? Kok bisa harmonis? Apa resepnya?” Saya ingat waktu itu TV masih hitam putih. Pasangan Ahmad Albar dan RIni S Bono dipanggil dan ditanya, “Apa resepnya bisa harmonis?” Ahmad Albar dan RIni memberitahu resepnya namun ternyata tidak sampai setahun kemudian mereka bercerai! Sehingga pertanyaan yang merebak “Kok bisa ya harmonis?” Generasi diwarisi hal-hal yang tidak beres, maka anak-anaknya ragu-ragu dan pesimis tentang pernikahan yang langgeng dan menguatkan. Sulit menemui ayah-ibu yang serasi. Anak sekarang hidup dalam keraguan sehingga mengatakan tidak perlu menikah! Akhirnya free-sex dengan pacar atau pergi ke lokalisasi tanpa ketahuan. Ada juga wanita yang mau punya anak saja tanpa menikah (menjadi orang tua tunggal alias single parent). Itu semua berawal dari dalam rumah. Tetapi Yosua berkata, “Aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!”


Waspadai Kegagalan dalam Rumah Tangga


Pdt. Hery Guo

Matius 19:3-6
3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"
4  Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
5  Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
6  Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Pendahuluan

                Rumah Tangga merupakan bagian penting dari hidup kita. Tidak mungkin orang berada di luar suatu rumah tangga. Sehingga penting sekali untuk kita mempelajari dan terus bertumbuh dalam pengenalan tentang keluarga. Maka tidak heran diadakan begitu banyak seminar dan pertemuan yang mencoba mengupas seluk-beluk tentang kehidupan rumah tangga. Karena penting maka banyak seminar yang diadakan oleh institusi baik sekuler maupun gerejawi agar setiap orang menyadari pentingnya keluarga. Berikut adalah data yang dikutip dari Kementerian Agama RI tahun 2014 :

                Tahun     Menikah                                Cerai
                2010       2.207.364              285.184 (13%)
                2011       2.319.821              258.119 (11%)
                2012       2.291.265              372.577 (16%)
                2013       2.218.130              324.527 (15%)

                Kegagalan rumah tangga akan menghasilkan perceraian. Dari data di atas terlihat bahwa jumlah angka perceraian cenderung meningkat dari tahun ke tahun yakni dari 10% pada tahun 2009 menjadi 15% pada tahun 2013. Perceraian terjadi walaupun pelakunya mengetahui perceraian akan menimbulkan luka pada orang yang mengalaminya termasuk anak-anaknya. Sehingga ada anak yang sulit mengalami pertumbuhan karakter. Ada yang sangat beringas, sulit diatur, tidak mau didisiplinkan karena mereka mengalami trauma dalam kehidupan mereka, ada yang tertutup, pendiam, menyendiri dan tidak mau bertemu orang lain karena malu keluarganya hancur! Orang tua tahu bahwa perceraian berdampak membawa kehancuran tetapi tetap bercerai. Perceraian bukan saja terjadi pada pasangan non-kristen tetapi juga terjadi di lingkungan orang-orang Kristen. Dulu sewaktu menjadi pengacara , saya diminta bantuan oleh seorang pendeta yang ingin bercerai. Ini sangat memusingkan  karena yang bercerai adalah seorang hamba Tuhan! Kalau diperhatikan  orang Kristen yang bercerai termasuk dalam data di atas. Pernikahan yang sudah memasuki  usia 5, 10 tahun atau bahkan anak-anaknya sudah besar pun juga bercerai. Perjalanan rumah tangga hancur di tengah jalan karena kegagalan yang terjadi dalam hidup mereka. Sehingga anak remaja sampai usia lanjut perlu memikirkan problem rumah tangga karena bila remaja, pemuda atau orang dewasa ada dalam kesulitan maka keutuhan rumah tangga bisa hancur!

Alasan-alasan yang sering dikemukakan saat ingin bercerai

1.     Sudah tidak cocok. Padahal waktu mau menikah sudah ditanyakan,”Benar mau menikah dengan dia?” Dijawab ,”Benar! Karena cocok sekali. Punya hobi yang sama. Sama-sama suka makan, nonton dan masih banyak lagi”. Walau beda kepercayaan, dikatakan tidak masalah, yang penting cocok! Perkataan saat pacaran semuanya terasa cocok. Walau suku berbeda tidak dipedulikan. Mau Tionghoa dengan Menado atau Jawa dengan Batak , semuanya cocok saja, malah dikatakan untuk memperbaiki keturunan. Tidak ada unsur yang membuat tidak cocok. Ini sangat menarik karena saat orang berpacaran paling susah dinasehati. Bahkan ada yang bilang kotoran binatang pun rasanya jadi seperti rasa coklat  saat orang dikuasai cinta. Namun setelah memasuki pernikahan, saat bulan madu, madunya hilang. Lalu mulai menelusuri pergumulan keluarga, memasuki tahun yang sulit dan akhirnya banyak yang mengambil keputusan berpisah dengan alasan sudah tidak cocok. Buat saya alasan ini tidak tepat. Maka bila ada jemaat yang datang ingin bercerai dengan alasan tidak cocok, saya suruh pulang. Ada beberapa orang yang sudah punya anak yang mau menikah mengajukan perceraian dengan alasan tidak cocok. Kalau tidak cocok mengapa bisa mendapat 2 anak dan sekarang mau menikahkan anak? Ini alasan yang dominan tapi tidak benar!

2.     Sulit bersatu karena sama-sama keras. Padahal waktu pacaran, ia sudah tahu watak pasangannya yang keras. Alasannya, sewaktu pacaran masih coba bertahan agar bisa mendapatkannya. Pokoknya bila sedikit ngambek, nantinya diharapkan akan  bisa diatur dalam pernikahan (rumah tangga). Karakter orang bisa berubah tapi karakter tidak bisa berubah dalam waktu 1 hari, 1 minggu atau pun 1 bulan, karena karakter terus mengalami perubahan seumur hidup. Dibanding shi-mu, sepertinya saya lembut dan shi-mu keras. Padahal saya juga bisa sangat keras. Saat sama-sama keras maka perlu berubah. Seperti saat sidang perceraian di pengadilan, hakim mencoba mengadakan rekonsiliasi terlebih dahulu namun hakim biasanya menemukan kesulitan karena keduanya sama-sama keras! 

3.     Jika tetap berumah tangga demi status saja. Sudah tidak ada lagi cinta, kasih, keindahan dalam rumah tangga.karena mungkin alasan orang tua tidak setuju dan tidak enak dipandang orang lain. Jadi salah satu pihak berkata, “Masa kita yang pelopori perceraian? Lebih baik bertahan saja!. Kamu tidur di sana, saya tidur di sini.”  Ini adalah neraka di bumi dengan harapan setelah meninggal akan menikmati surga.

Inti pernikahan Kristen
.
1.    Allah menciptakan pernikahan agar 2 pribadi an bebeda yaitu pria dan wnaita menjadi satu.

          Matius 19:1-3 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.  Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.  Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" Perikop ini dimulai dengan suasana yng indah di mana  orang-orang yang datang bersukacita karena Tuhan Yesus memberikan kepada mereka jalan keluar akan pergumulan mereka baik itu berupa penyakit fisik atau pun susah hati. Lalu datang orang Farisi yang ingin mencobai Tuhan Yesus dengan pertanyaan yang menjebak "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja? Ini perkataan yang digunakan banyak orang (dari alasan  tidak cocok atau apa saja) karena yang penting bisa bercerai. Ini ungkapan orang Farisi yang dipakai oleh orang-orang di dunia. Ini adalah musuh yang paling mengerikan dalam kehidupan berumah tangga. Apa saja bisa dijadikan alasan untuk bercerai seperti tidak punya anak, masalah keuangan, mertua yang mengganggu , pihak ketiga dan alasan lainnya.

Saat ditanya orang Farisi, Tuhan Yesus tidak menjawab, bisa atau tidak. Matius 19:4-5 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?   Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Allah menciptakan pernikahan agar pribadi yang berbeda (pria-wanita) menjadi satu. Sekarang berkembang pernikahan sejenis (LGBT yang diberi simbol dengan warna pelangi). Pernikahan Kristen adalah dua pribadi dan dua jenis kelamin yang berbeda (karakteristiknya berbeda). Pengalaman dan apa yang didapat juga berbeda. Perbedaan itu menjadi bagian yang Allah satukan. Itu pernikahan Kristen. Sehingga tidak ada tidak cocok, karena dari awal sudah diketahui tidak cocok. Dalam konseling pernikahan, diminta kepada pasangan yang akan menikah untuk menulis alasan ingin menikah. Agar setelah menikah jangan mengeluh tentang pasangannya. Jadi kalau mau putus, sebelum janur kuning dipasang (sebelum menikah) agar tidak memalukan keluarga dan nama Tuhan.

2.  Arti satu lebih menekakan kesatuan di mana terjadi kesatuan dari aspek-asepk yang ada antara laki-laki dan wanita : aspek iman, emosi, intelek, keuangan dll.

Dia menciptakan pernikahan untuk menyatukan, tapi bukan berarti pribadi 2 orang melebur dan masing-masing tidak punya pribadi. Itu merupakan kesatuan dimana aspek pria-wanita mengalami proses sehingga bisa saling menerima.  

Waktu menikah 2 karakter, 2 jenis kelamin, masuk dalam aspek untuk bertumbuh di antaranya :

a.     Aspek iman.
Bila sebelum menikah, istri belum mengenal Tuhan, lalu bertobat maka imannya tidak harus membuatnya memisahkan pasangannya. Jadi dalam kasus ini , apakah istri boleh bercerai dengan suami yang tidak seiman? Jangan! Karena imanmu ada dan bertumbuh sehingga iman membawa pasanganmu yang belum percaya. 1 Kor 7:13-14 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.  Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Allah membawa proses dalam aspek iman. Ini perkara penting. Namun bila sudah percaya saat akan mencari pasangan, janganlah mencari yang tidak seiman. (2 Kor 6:14  Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?)

b.     Aspek emosi
Kolose 3:18-21  Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.  Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.   Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.  Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
Aspek emosi harus menjadi satu kesatuan, suami-istri, orang tua-anak harus saling merendahkan diri. Waktu anak tidak mau masuk dalam aspek emosi, maka tidak akan bersatu.
Di sebuah sekolah Kristen ada siswa yang membenci orang tuanya dan sudah berkata bahwa ia tidak akan datang walau orang tuanya nanti meninggal. Seharusnya anak menghormati orang tua. Orang tua memberi anak hati yang penuh sejahtera (jangan menyakiti hati anaknya). Orang tua jangan berkata, “Kamu anak bodoh!” Anak seringkali dilukai dari perkatanan dan tindakan yang di luar kendali sehingga timbul dendam.

Pengampunan

Ada banyak aspek dalam rumah tangga. Yang harus diwaspadai, jangan sampai hilangnya pengampunan dalam rumah tangga. Yang dimaksud dengan pengampunan :

1.     Menerima orang yang bersalah apa adanya : tidak lagi mempermasalahkan kesalahannya.

Yang harus diwaspadai, hilangnya pengampunan dalam rumah tangga sebagai salah satu aspek yang menyatukan 2 pribadi yang berbeda. Pengampunan tidak boleh berkurang dalam rumah tangga kita.
Lukas 7:37-38 Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.  Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
Lukas 7:44-48 Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.   Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku.   Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.   Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih."   Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."
Tuhan Yesus memberi pengampunan dengan baik sekali. Pengampunan berarti menerima orang yang bersalah tanpa mempermasalahkan kesalahannya. Namun hal ini bukan berarti membenarkan kesalahannya. Orang berzina jangan dikucilkan sampai kolaps (tidak bisa bangkit kembali). Istri yang bersalah dengan menghamburkan harta suaminya jangan sampai terus dipojokkan , anak yang gagal jangan dipojokkan sampai tidak bisa mengangkat kepalanya. Kita tidak mempermasalahkan , tapi mendengar dan mencoba memahaminya walau hal itu menimbulkan rasa sakit dalam diri kita. Hati Allah juga sangat sakit waktu kita berbuat dosa. Anak yang menyontek juga membuat hati Allah sakit. Saat anak muda terlibat dalam seks bebas, itu juga melukai hati Tuhan. Pasangan yang menyeleweng pun melukai hati Tuhan. Namun Allah masih mau menerima kita. Pengampunan membutuhkan kerendahan hati antara satu pihak dengan pihak lainnya. Membutuhkan kerelaan untuk melihat orang yang kita sayangi mengalami kegagalan.

2.     Mengampuni orang yang bersalah dan memberi pintu kesempatan untuk berubah dari kegagalannya.

Ada siswa yang pusing mendengar omelan orang tuanya karena anaknya tersebut gagal (tidak naik kelas) sehingga akhirnya sang anak membeli head-set untuk menutup telinganya agar tidak mendengar omelan tersebut. Kalau anak gagal berarti orang tua juga gagal. Dengan pengampunan berarti sewaktu gagal, anak tersebut akan mengalami rekonsiliasi dalam rumah tangga. Papa saya tidak punya kemampuan mendidik yang baik sehingga kalau marah ia akan memakai gesper untuk menghukum walaupun hatinya sebenarnya baik. Kalau sebagai anak  tidak mengampuni dengan cara yang benar, maka kita tidak punya pintu masuk lagi ke orang tua kita. Yang penting adalah proses agar kegagalan rumah tangga mengecil.

3.     Membangun kembali relasi yang rusak sehingga terjadi pemulihan dalam hubungan (agar kita benar-benar tidak gagal dalam rumah tangga).

Iblis senang bila rumah tangga hancur. Kehancuran harmoni rumah tangga  berdampak pada kehancuran iman (akan mengalami kesulitan).


Bila ada masalah dalam rumah tangga, mari kembali ke Kitab Suci.