Sunday, August 25, 2019

Papa dan Mama Tidak Nyambung dengan Saya (Generation Gap)





Bp. Rizal Badudu

Ef 6:1-4
1  Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
2  Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
3  supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
4  Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Generation Gap (Jarak Antar Generasi)

              Generation gap (kesenjangan antar generasi) yang terjadi dari waktu ke waktu makin besar. Tahun 60-an kesenjangannya tidak terlalu besar, tahun 80-an makin besar dan tahun 2000-an semakin besar lagi. Apa penyebabnya? Salah satunya karena faktor teknologi. Sekarang makin cepat datangnya generation gap. Orang yang lahir 1900-1945 termasuk kaum tradisionalis. Tahun 1946-1964 termasuk kaum baby-boomers. Orang yang lahir tahun 1965-1976 termasuk gen X, tahun 1977-1997 termasuk generasi milenial dan sekarang sudah masuk generasi Z dan sebentar lagi sudah akan ganti lagi dan jarak antar generasi semakin lebar. Tetapi apa yang firman Tuhan katakan, itu yang kita mau mengerti. Ada fakta dan fenomena di situ namun yang lebih penting  adalah mengarahkan hati kita pada firman Tuhan.

Ajaran dan Nasehat Tuhan

              Efesus adalah kitab yang indah sekali. Pasal 1-3 berbicara mengenai mengapa dan bagaimana kita diselamatkan. Pasal 4-6 berbicara tentang bagaimana mengisi keselamatan itu, bagaimana hidup sebagai orang yang sudah diselamatkan. Pasal 6 dalam satu bagian berbicara tentang hubungan keluarga. Ayat 1-3 sangat menarik bagi orang tua. Orang tua senang dengan ayat ini, karena berkata “anak-anak harus taat (karena harus demikian)”. Anak-anak harus menghormati ayahmu dan ibumu. Itu perintah yang penting sekali, lepas seperti apa ayah dan ibumu, kamu harus taat. Saya berasal dari keluarga campur (ayah dari keluarga muslim yang baik, sembahyang 5 kali sehari, berpuasa selama 30 hari dalam setahun. Walaupun terkadang ibu lupa bangun dan menyiapkan saur, tetapi ayah saya tetap puasa. Seperti apapun orang tua kita, maka kita harus hormat kepada ayah-ibu. Karena ada janji yang penting supaya bahagia hidup kita di bumi. Tetapi ada ayat 4 yang berkata,”Dan kamu bapa-bapa (konteks-nya dalam budaya saat itu), dikatakan kepada para pria tetapi maksudnya kepada bapak-bapak dan ibu-ibu (emak-emak juga). Dan kamu, bapak-bapak dan ibu-ibu, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Waktu orang tua mendidik anak-anaknya, pengertian firman di situ adalah mendidik (to disciple, memuridkan) anak-anak di dalam nasehat dan ajaran Tuhan. Peringatan kepada orang tua,”Jangan bangkitkan amarah di dalam hati anak-anak”, karena sering justru waktu kita mendidik anak-anak, kita membangkitkan amarah anak-anak kita. Bagaimana supaya tidak membangkitkan amarah anak-anak? Ada kata,”Tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan”.
Ajaran (paedia dalam bahasa Yunani) mempunyai pengertian “mengingatkan, menasehati” tetapi juga ada unsur “menghukum, mendisiplinkan”. Jadi ada 2 pengertian dalam ajaran yaitu yang baik, “mengingatkan, mengajarkan dan menasehatkan” tetapi ada juga pengertian di kata itu adalah menghukum bila melakukan kesalahan. Waktu dikatakan nasehat Tuhan (nutisia  dalam bahasa Yunani) = memberikan nutrisi kepada anak-anak untuk bertumbuh dalam nutrisi Tuhan.
              Waktu anak-anak masih kecil (waktu baru lahir, bayi), kita memberikan makanan seperti bubur atau susu. Waktu berumur 1 tahun diberi makanan lebih keras sedikit. Waktu lebih besar lagi makanannya berbeda. Bayangkan waktu sudah berumur 10 tahun, dikasih bubur yang sama seperti untuk bayi umur 1 tahun, maka makanan itu akan dilepehkan karena tidak cocok. Ini memberikan ilustrasi bahwa seringkali orang tua mendidik anak, waktu sudah berusia 10 tahun atau 15 tahun masih mendidik dengan cara yang sama seperti anak-anak itu masih kecil sehingga anak-anak itu melepehnya. Anak-anak tidak suka makanan ini. Orang tua berpikir mengapa ,”Kok tidak suka sih? Anak harus makan makanan ini. Ini makanan yang baik!” Tetapi sebetulnya sudah tidak cocok dengan makanan itu, maka anak-anak bangkit amarahnya. Orang tua berpikir ,”Kok diajarin mengapa marah-marah?” sebetulnya makanannya yang tidak cocok. Jadi waktu sering terjadi di dalam membesarkan anak terjadi gap. Waktu anak-anak tidak mengerti, orang tua menjadi lebih tidak mengerti.

4 tahap dalam mendidik anak
(Sumber: kurikulum Growing Kids God’s Way, Pastor Garry Ezzo & Anne Marie Ezzo, 2003)

1.    Disiplin (umur 0-5 tahun)
Dalam tahap ini,orang tua harus mendisiplin anak. Anak harus taat. Orang tua melatih dan mengajar dia untuk taat. Karena kalau ia tidak diajar untuk taat maka akan bergeser ke umur 6-10 tahun (waktu anak berumur 6-10 tahun tidak taat, orang tua jadi lebih susah).

2.    Training (umur 6-12 tahun)
Orang tua melatih anak-anaknya terus. Kalau tahap 1=disiplin, di tahap kedua ini semua dikasih tahu. Misal : pakailah baju ini kalau ke gereja pakai baju ini, jangan disuruh pilih-pilih, nanti orang tua marah. Mau pilih baju apa, pilihnya lama sehingga orang tua merasa tidak sabar. Itu salahnya orang tua. Kalau makan jangan anak yang umur 5 tahun di suruh pilih. Mau pilih apa? Waktu dijawab,”Mau jus mangga!”. Orang tua menjawab,”Cari yang tidak ada” dan menjadi marah. Ini yang salah adalah orang yang bertanya. Waktu umur 10-12 tahun , sudah boleh lebih memilih. Kita berkata,”harus makan sayur” dia boleh memilih sayurnya. Ada yang suka buncis, kangkung dan sebagainya. Ini sudah di periode yang berbeda, kita melatih anak-anak. Tetapi waktu training, sebagai pelatih kita berada di dalam lapangan, bersama-sama dengan anak-anak. Kalau olah raga, saat menandang bila salah, maka diberikan contoh.

3.    Coaching (umur 13-18 tahun)
Pada tahap coaching, orang tua ada di luar lapangan. Dalam tahap ini , kalau coach masuk ke lapangan saat pertandingan , maka akan diberikan kartu merah (tidak boleh). Banyak orang tua yang anak-anaknya berumur 13-18 tahun sering masuk ke lapangan. Masuknya melalui handphone diperiksa. Itu membuat anak-anaknya marah. Padahal dikatakan, “jangan bangkitkan amarah”. Itu masa coaching, sudah di luar. Sekali-kali masuk timeout untuk mengingatkan caranya.

Ada seorang anak umur 10 tahun duduk di meja makan. Saya kenal anak dan ibunya dan duduk di depan mereka. Sang anak suatu kali berkata, “Mi, minum!”. Lalu maminya mengambil minuman dan sang anak minum. Saya bertanya kepada maminya,”Dia umur berapa?” dijawab,”10 tahun,Pak”. Lalu saya bertanya ke anaknya,”Kamu bisa ambil minum sendiri tidak?” DIjawab sang anak,”Bisa Pak” “Kamu ambil sendiri!”. Orang tua seringkali di masa ini berlanjut ke masa sana sehingga anaknya tidak berkembang. Orang tua sering lupa (kebablasan). Yang sudah biasa di umur sebelumnya terbawa ke umur berikutnya. Jadi sudah tidak cocok sebetulnya. Kalau biasa umur 4 tahun tiap hari dikatakan, “Mandi! Makan! Sekarang tidur!”. Pada umur 11 atau 12 tahun masih banyak yang melakukan hal itu. Kalau sudah berumur 12 tahun, masih tiap hari dikatakan,”Mandi! Makan! Belajar! Tidur! Bangun! Gosok gigi!”  sehingga membuat marah anak-anak. Orang tuanya berkata,”Kalau tidak digitukan, tidak dilakukan!” Justru dengan digitukan, makin tidak dilakukan. Karena dia tidak dibiarkan tumbuh menjadi besar. Kalau umur 12 tahun, tiap hari masih diingatkan, coba hitung dia sudah berapa kali sepanjang umur hidupnya mendengarnya? Itu membuat telinga dan hatinya makin tebal dan membangkitkan amarah dalam hati anak-anak. Jadi kita tidak masukkan ajaran dan nasehat Tuhan. Maka waktu dari umur 8 pre-teen (pra remaja), otoritas kita harus makin turun, jangan perintah terus. Kalau umur 12 tahun masih diperintah setiap hari, garis otoritas manteng (tetap ada). Kita urusi terus perilakunya. Sudah umur 11 tahun ditanya,”Sudah cuci tangan belum?” Dijawab,”Sudah Mi!”. Waktu mulai pegang sendok di meja makan, dikomentari,”Pegangnya jangan seperi itu!” lalu diperbaiki cara memegangnya. Waktu mulai makan dikomentari, “Jangan mengunyah seperti itu!”. Seharusnya gaya makan setiap orang berbeda-beda. Ada yang makan sup dulu pertama kali tetapi ada juga mencampur semuanya. Namun maminya yang punya gaya berbeda berkata,”Jangan dicampur-campur begitu!” Anaknya menjawab,“Mi, saya suka seperti itu” “Iya tapi jangan begitu makannya!” jawab maminya. Semua perilaku diurus. Ada anak yang gaya belajarnya audible jadi gaya belajarnya harus pakai musik. Musikus memang seperti itu. Makin ada suara musik, lamat-lamat semakin masuk belajarnya. Maminya yang bukan orang yang audio kemudian memberikan nasehat,”Kalau belajar jangan pakai musik!”. Hal ini membuat marah, karena ini sebetulnya gaya yang berbeda. Ini bukan dosa kalau belajar pakai musik. Tetapi buat mami itu adalah dosa. Semua kegiatan bahkan  sampai pencet odol, pakai sabun, urusannya banyak sekali yang  bisa membuat marah. Sehingga pada waktu orang tua mau masukkan didikan, ajaran  dan nasehat Tuhan, hati dan telinga anaknya sudah tebal sehingga tidak masuk! Sedangkan pengaruh itu harus semakin besar. Itu mengenai nilai-nilai bersama. Orang tua menanamkan nilai. Waktu kecil tidak menanamkan nilai, padahal itu harus.
Waktu kecil saat ditanya, “Mengapa kamu begini?” dijawab dengan bahasanya,”Mami bilangnya begitu”. Buat dia sebaiknya seperti itu (sabda saja yang jelas). Tetapi masa umur 12 ditanya hal yang sama , mengherankan kalau masih menjawab,”Mami bilangnya begitu” Hal ini berarti anak ini tidak bertumbuh! Maka ada masa transisi di situ. Umur 12 tahun itu adalah masa transisi. Orang tua harus mentransisikan tanggung jawab dan nilai supaya itu menjadi nilai dari si anak. Umur 12 tahun, Tuhan Yesus mulai mengajar di Bait Allah. Karena bagi orang Ibrani tidak ada masa remaja. Umur 12 tahun dia akan diupacarakan (mitzvah) dari anak-anak pindah menjadi orang dewasa. Maka Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego, pada umur sekitar 13-15 tahun seperti orang dewasa, masuk universitas di istana. Mereka sudah menjadi orang dewasa, diperlakukan secara dewasa, bisa mengajukan usul dengan cara yang baik. Itu namanya pola hubungan dewasa. Sejak umur 8 tahun dan seterusnya, orang tua harus memperlakukan anak semakin dewasa. Apa maksudnya? Jangan diingatkan untuk semua hal. “Kalau dia ketinggalan bukunya bagaimana?” Biarkan saja, karena  ia tidak akan mati. Paling dimarahin dan dihukum gurunya. Saya banyak mendampingi sekolah-sekolah dan kampus-kampus Kristen dalam pekerjaan saya. Banyak sekali orang tua yang menyusulkan buku dan bekal saat anak-anaknya ketinggalan. Jadi si anak selalu tahu kalau dia melakukan kesalahan , ada orang tua yang akan mengamankan jalan itu dan ia tidak bertumbuh jadi dewasa. Jadi jangan tiap hari diingatkan dan dikoreksi terus perilakunya, tetapi tanamkanlah nilai!

Ada simptom (gejala) yang dikenal dengan nama puncak gunung es. Gunung es (iceberg) adalah suatu bongkahan besar es air tawar yang telah terpecah dari gletser atau ice shelf dan mengambang di perairan terbuka. Karena densitas es (920 kg/m3) lebih rendah dari air laut (1025 kg/m3), umumnya, sekitar 90% volume gunung es berada di bawah permukaan laut, dan bentuk bagian tersebut sulit diperkirakan hanya berdasarkan apa yang tampak di permukaan. Hal ini memunculkan suatu istilah puncak gunung es (tip of the iceberg) yang biasanya diterapkan pada suatu masalah atau kesulitan untuk menggambarkan bahwa masalah yang tampak hanyalah sebagian kecil dari masalah yang lebih besar. Gunung yang terlihat bagian atas air hanya 10% dan bawahnya besar sekali. Pemberontakan remaja, teknologi, gawai (gadget) atau generation gap, dari dulu sudah ada, itu hanyalah puncak gunung es (topping). Jangan itu yang diurus terus. Tetapi kita harus melihat bawahnya yaitu apa akar penyebab kemarahan anak yang bikin jadi tidak nyambung.

Akar Penyebab “Kemarahan” Anak
(yang bikin jadi ‘gak nyambung dengan ortu)
-        Otoritas yang tinggi terus
-        Perilaku yang terus dikoreksi
-        Nilai-nilai tidak ditanamkan; jadi nilai berbeda antara ortu dengan remaja
-        Remaja terus diperlakukan seperti anak kecil.

Kalau mau berangkat ke gereja, diingatkan,”Cepat ya. Cepat lho. Ini sudah telat” itu perilaku. Harusnya ditanamkan nilai, “Kita mau ke rumah Tuhan. Jadi datang sebelum waktunya karena kita menghormati Tuhan!” Itulah nilai (values). Jarak rumah kami ke gereja 15 menit. Dari kecil saya tanamkan ke anak-anak, “Kita mau ke rumah Tuhan, kita harus menghormati Tuhan. Di sini meeting point-nya. Kita berdoa lalu berangkat”. Hal ini untuk menghormati Tuhan walau mungkin ada insiden, tapi tidak setiap minggu datang terlambat. Itu nilainya keluarga kita apa? Kalau dikatakan,”Oh belum khotbah, tidak apa-apa. Kan Tuhan belum bicara?” Lho? Kita kan mau memuji dan menghormati Tuhan. Ada juga remaja yang terus diperlakukan seperti anak kecil. Itu “bawah”nya yang membuat marah anak-anak sehingga terjadi gap sehingga dikatakan,”Papa-mama kenapa tidak mengerti aku ya?” Karena hal-hal seperti ini semuanya. Jadi bagaimana?
                                                                                                                                     
Jalan keluar : perbaiki / membangun hubungan

Kalau ada remaja bingung akan identitas remaja yang mau bebas, kena pengaruh negatif teman, penuh kemarahan, berontak, adu kuat dengan orang tua dll itu bukan akar masalah. Itu hanya gejala ‘penyakit’-nya (simpton). Jadi jangan cari obat untuk hal-hal ini. Kalau orang pusing lalu dikasih Panadol terus, itu gejala pusingnya sakit, di ujung syarafnya yang diperbaiki, tetapi akarnya apa? Kalau pusing bisa macam-macam akarnya. Jadi jalan keluarnya : memperbaiki dan membangun hubungan. Itu dua belah pihak baik dari orang tua maupun anak-anak.
Tadi malam  ada kelas juga di gereja saya. Orang tua berkata,”Iya Pak. Anak-anak sekarang jawabnya seperti itu sih.” Jawabnya seperti apa? “Tidak tahu”,”Sudah”,”Iya”, jawaban yang singkat-singkat. Jawaban anak remaja/pemuda yang seperti itu tidak membangun hubungan. Cobalah bila punya pacar lalu menjawab pertanyaan pacar seperti itu, maka akan diputusin. Contoh : “Kamu kemana?” dijawab”Ke sana”. “Di mana tadi di sana?” dijawab “Ya begitulah”. “ Jadi kamu nanti mau bagaimana?” dijawab “Ya, belum tahu”. Mau jawab seperti itu dengan pacar? Pasti tidak kan? Maka dengan orang tua yang sudah membesarkan, jawablah kalimat yang lebih panjang. Jangan menjawab dengan kalimat seperti pesan di WA (hanya pasang emoticon).
Kalau face to face dengan orang tua, masa jawabnya seperti emoticon? Harusnya tidak seperti itu untuk membangun hubungan. Orang tua coba tanya, “Mengapa anak-anaknya menjawab seperti itu?” Karena orang tua nya juga membuat marah anaknya terus. Anak sudah berumur 20 tahun ditanya,”Sudah mandi belum?” Saya juga terkadang lupa dan bertanya ke istri,”Sudah mandi belum?” Itu tidak tepat dan pertanyaan seperti itu menyebalkan. Jadi jangan urus hal-hal ini, perbaiki dan membangun hubungan. Bagaimana caranya?

4.    Sahabat (umur lebih dari 18 tahun)
Membangun hubungan dengan anak.
Kiat Membangun Hubungan yang Dewasa dengan Anak Remaja
Bagaimana bisa mendidik mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan :

a.     Perlakukan anak (remaja) sebagai orang dewasa.
Sebagai orang dewasa, tiap ada apa-apa tidak di-omong-in. Di kantor, bila tiap kali atasan bertanya,”Eh sudah buat ini belum? Eh sudah selesai belum? Eh nanti kapan selesainya?” “Eh kapan dikasih ke saya?” Ini bos atau apa sih? Menyebalkan. Kalau memperlakukan orang dewasa tidak seperti itu. Tidak usah disuruh-suruh.  
b.    Terima mereka dalam kasih.
Mereka melakukan kesalahan dan kebodohan harus diterima dalam kasih.
c.     Minimalkan omelan dan koreksi perilaku.
Di keluarga-keluarga Kristen , omelan itu harus minim. Makin banyak omelan, makin tidak sehat. Itulah yang dikatakan Efesus 6:4 (jangan bangkitkan amarah dalam hati anak-anakmu).
d.    Transisikan tanggung jawab.
Saat anak sudah umur 10 tahun, maka minta dia ambil minuman sendiri. Zaman sekarang , agar anak dapat angka bagus di sekolah, orang tua sudah menyiapkan semua. Tas, makanan dan lain-lain disiapkan yang terbaik, anak-anak jadi tidak berpartisipasi dalam pekerjaan rumah. Untuk remaja-remaja kehidupan anda bukan pelajaran saja. Kalau anda hanya mengisi hidup dengan belajar dan banyak orang tua yang pokoknya menyiapkan anaknya supaya belajar saja dan supaya angkanya bagus, waspadalah. Bulan lalu, kami bertemu dengan seorang tua yang anaknya baru lulus kuliah. Orang tua tersebut berkata,”Ternyata, anak saya lulusnya cumlaude. Dia tidak omong-omong. Saya tahunya baru waktu wisuda itu. Ternyata cum-laude!” Kami pun mengucapkan selamat. Orang tua tersebut tidak tahu, zaman sekarang dari satu angkutan yang mendapat cum-laude lebih dari 50 %!. Dalam pelatihan membina anak-anak muda, banyak sekali yang mendapat cum-laude. Zaman dahulu kalau dapat cum-laude terhormat, tetapi zaman sekarang biasa. Tetapi anak mahasiswa yang mendapat cum-laude itu  saat masuk dunia kerja, bengong, karena tidak tahu dunia kerja itu bagaimana dan tidak berani bertanya ke atasan. Kalau dikasih tugas, merasa bingung dan panik karena tidak biasa kerja! Itu harus dibiasakan di rumah. Apa itu kerja? Sapu , ngepel, setrika, siram tanaman,  cuci baju, cuci piring dll. Karena mental anak-anak sekarang, semua yang seperti itu adalah bagian-nya pembantu!  Zaman sekarang anak-anak teriakan-nya  sakti, “Mbak!!” lalu datanglah apa yang dikehendaki. Itu mujizat tapi nyata.
Saya melatih anak-anak kami sejak kecil, saya ajarkan cara menyapu (saya juga dulu dilatih oleh ayah saya), saya ajarkan teknik mengepel (arahnya kebalikan dengan nyapu), mengajarkan cuci piring dan mbak pk 21 stop diminta nonton dan nikmati dangdut, agar senang hatinya. Anak-anak tidak boleh menyuruh dia lagi. Jadi transisikan tanggung jawab itu, agar kita siapkan anak-anak itu untuk hidup, bukan supaya dia nanti bagus angkanya. Karena angka itu hanya sebagian kecil dari hidup, jangan itu yang diutamakan. Jadi transisikan tanggung jawab. Ada anak mahasiswa yang terus disiapkan semuanya, maka ia tidak siap menjadi manusia. Ada banyak orang tua yang bila anaknya  mengalami sesuatu mau datang sehingga guru-guru menjadi takut. Saat saya menjadi konselor, guru ketakutan,”Ini orang tua sudah mau datang. Bagaimana jawabannya?” Saya bertanya,”Apa masalahnya?” Dia menjawab,”Anaknya kena masalah di sekolah, orang tua yang maju”. Guru jadi takut karena saat bermain sang anak kena ayunan akibat ulah temannya. Orang tua-nya sudah mau datang dan mau berantem, orang tua dengan orang tua.  Saya membesarkan hati guru tersebut,“Hayo, anda guru di sekolah Kristen kan? Filipi 4:6-7 berbunyi apa?  Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.   Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Kamu sudah utarakan kekuatiranmu kepada Tuhan?” “Belum Pak! Saya takut” jawabnya. “Hayo serahkan sekarang. Orang tua tidak akan berantem!” Lalu saya kasih tahu cara-caranya. Kemudian saya datang lagi karena mau dengar kelanjutannya,”Berantem tidak? Bagus tidak jadinya?” tanya saya. “Tidak Pak!” jawabnya. ‘Siapa yang bekerja? Roh Kudus! Karena anda sudah menyerahkan kekuatiranmu kepada Tuhan” jawab saya. Kalau anak-anak mengalami apa-apa di sekolah seperti di Kalam Kudus, maka jangan maju  dan komplain ke kepala sekolah dan guru dengan marah-marah. Jangan jadi tukang protes. Biarkan mereka selesaikan. Ada guru bimbingan konseling di sana, mereka bisa selesaikan. Perbanyak waktu untuk obrol dengan anak-anak remajamu dan keluarga. Makan bersama itu perlu! Terserah, paling tidak sekali sehari makan bersama sebagai satu keluarga, Dan di meja makan tidak ada koreksi apapun, buatlah itu jadi sesuatu yang menyenangkan.
e.    Perbanyak waktu untuk ngobrol dengan remaja
Ada businesman yang sukses sekali . Perusahaannya berkembang dan sudah ada 300 karyawan. Waktu ia mendengar pengajaran-pengajaran , ia berkata,”Saya harus dedikasikan satu malam untuk anak-anak saya” dan ia umumkan sehingga terjadilah itu. Setiap Kamis malam didedikasikan waktu untuk keluarga. Maka anak-anak merasa senang sekali. Hubungan dia dengan anak-anak menjadi dekat sekali. Terjadi hubungan dewasa. Jadi orang tua kurangilah omelan. Jangan koreksi-koreksi perilaku, tambah waktu bersama untuk tanamkan nilai-nilai supaya bisa masuk didikan , dalam ajaran dan nasehat Tuhan.

Penutup

Kristus datang kepada kita, pada waktu kita masih berdosa. Dia Tuhan Allah yang memprakarsai itu. Waktu ada gap yang besar sekali antara kita dengan Dia, Dia  yang datang memperkecil gap itu., Dia menyelamatkan kita dan mengorbankan diriNya di kayu salib supaya kita bisa menjadi anak-anak Allah dan diselamatkan. Kita sudah punya jaminan hidup yang kekal bersama Allah di sorga. Hendaklah kita menciptakan sorga-sorga di dunia ini dalam keluarga kita dan  untuk itu perlu dari orang tua terlebih dahulu untuk membangun hubungan pada waktu remaja (anak-anak) masih banyak melakukan kesalahan, kita  yang terlebih dahulu datang kepada  anak-anak itu. Kita memaafkan dan menerima dalam kasih. Itulah tandanya, Allah membuat orang tua untuk mengubah segala sesuatunya, membuat rumah lebih kondusif dan nyaman untuk anak-anak tumbuh dan nanti pada waktu masukan firman Tuhan , nasehat dan ajaran firman Tuhan, maka mereka menerimanya dengan baik.


Sunday, August 18, 2019

Generasi yang Hilang (Lost Generation)

Ev. Anne Kartawijaya

Hakim-Hakim 2:10-13
10  Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel.
11  Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal.
12  Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN.
13  Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.
Kitab Ester

Pendahuluan

              Hari ini kita berkumpul sebagai anak-anak yang diberikan kesempatan untuk mengenal Tuhan tetapi hari ini kita membahas tema yang menyedihkan : Generasi yang Hilang (Lost Generation) bertepatan dengan hari ini kita merayakan kemerdekaan 17 Agustus 1945-2019 (74 tahun kemerdekaan Indonesia). Bangsa Indonesia tidak bisa merdeka kalau tidak karena jasa-jasa pahlawan. Hakim-Hakim 2:10  Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel.  Disebutkan pada ayat di bawahnya bahwa angkatan-angkatan itu kemudian hidup melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah kepada Baal. Dikisahkan dalam Perjanjian Lama, Nabi Musa mempunyai seorang murid yang bernama Yosua. Yosua ini kemudian menggantikan Nabi Musa untuk memimpin Bangsa Israel memasuki tanah Kanaan yang luar biasa susu, madunya dan sangat subur. Namun kemudian, setelah berada di Tanah Perjanjian itu ada dosa yang dilakukan mereka. Walaupun Tuhan sudah mengingatkan agar jangan melupakan Tuhan dan perbuatanNya tetapi mereka ternyata melupakan Tuhan. Apa yang terjadi? Generasi hilang! Satu angkatan hilang, tidak mengenal lagi Tuhan dan lupa perbuatan Tuhan. Apa penyebabnya? Penyebabnya adalah
1.     Orang tua yang tidak mengajarkan kebenaran dan tidak melakukan pesan Nabi Musa sebelum masuk tanah Kanaan yaitu “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:7). Lakukanlah itu supaya generasi itu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan.
2.     Anak-anak yang tidak mau mendengar dan taat serta memperhatikan.
Dalam sejarah bangsa Israel itu yang terjadi. Jadi keduanya harus aktif terlibat yakni  orang tua-nya mengajarkan dan anaknya mendengarkan.

Dalam suratnya ke jemaat di Efesus, Rasul Paulus mengingatkan bapak-bapak untuk mendidik anak-anaknya dengan kasih bukan sebaliknya dengan membuat anak-anak tawar hati, ibu-ibu mengasihi dan  tunduk kepada suami dan anak – anak taat pada orang tua.
Hari ini saya mau menceritakan sebuah generasi yang hampir hilang (musnah). Sebuah generasi (satu bangsa) yang hampir musnah. Musnah : artinya apa? Bayangkan saja sekumpulan balon tiba-tiba meletus dan hilang musnah yang artinya tidak ada lagi. Bisa bayangkan tidak kalau bangsa Indonesia (yaitu saya dan kamu  mau dari keturunan apapun  seperti Khe, Hokian, Batak, Sunda, Jawa dll) musnah? Dalam Kitab Ester ada bangsa Yahudi yang hampir musnah. Generasi hampir hilang tetapi akhirnya generasi ini diselamatkan oleh seorang anak yang taat yaitu Ester.

Kisah Ester

              Ester adalah kitab yang sangat menarik karena di dalam kitab Ester tidak kita temukan kata ‘Tuhan’. Tetapi di dalam kitab Ester jelas sekali perbuatan tangan Tuhan. Waktu itu Raja Ahasyweros mempunyai istri yang sangat cantik yaitu Ratu Wasti. Namun karena Ratu Wasti tidak mau melakukan permintaan Raja Ahasyweros akhirnya diusir keluar dan tidak bisa bertemu raja. Dan raja mencari gantinya. Setelah Ratu Wasti tidak lagi menjadi ratu, yang menjadi ratu penggantinya adalah Ester. Ester ini sangat cantik. Dia juga baik hatinya sehingga orang-orang di Benteng Susan (tempat di mana ia tinggal) sangat menyukai. Sedari kecil, Ester diasuh oleh Mordekhai (pamannya) karena ayah-ibu-nya sudah tiada. Mereka adalah bangsa Yahudi, bangsa yang mengenal dan menyembah kepada Allah. Suatu hari, ada orang yang bernama Haman. Haman adalah pembesar negeri yang baru naik jabatan dan dia adalah tangan kanan raja. Suatu kali Haman berjalan di pintu gerbang kota dengan sombong sekali dan semua orang menghormatinya.  Namun ada satu orang yaitu Modekhai yang tidak menghormati Haman. Dia tidak mau sujud menyembah Haman. Haman mencari tahu tentang Mordekhai. Akhirnya dia mengetahui namanya Mordekhai ,seorang Yahudi. Karena marah, Haman menganggap Yahudi adalah musuh bangsa Agag dan ia pun bermaksud membunuh semua orang Yahudi hingga tidak ada yang tersisa.  Haman mau membuktikan bahwa bangsa Agag adalah bangsa yang terkuat. Bagaimana cara membunuh Mordekhai? Haman adalah pembesar sehingga ia bisa datang kepada raja. Pada waktu yang sudah dijadwalkan, Haman mau bertemu dengan raja. Haman ingin mendapat izin dari raja untuk mengeluarkan surat perintah pembunuhan Bangsa Yahudi  besar-besaran. Semuanya akan dibunuh. Haman mengajukan surat yang harus dicap oleh raja. Rencana Haman berhasil. Saat itu Haman menawarkan 10.000 talenta perak agar ia diberi izin membunuh orang-orang Yahudi. Dipanggillah prajurit untuk menyampaikan bahwa pada tanggal yang ditetapkan dalam surat, semua orang Yahudi harus dibunuh!
Kalau sudah ada surat perintah yang dicap dengan cincin raja, maka perintah itu tidak bisa ditarik lagi. Ini sangat mengejutkan bangsa Yahudi  Mordekhai mendengar hal itu dan merasa sangat terkejut dan sedih karena ia adalah orang Yahudi. Ia pun mengoyak jubahnya sambil menangis (melolong-lolong dengan keras). Mordekhai melolong di dekat tempat Ester tinggal. Ester belum tahu. Dayang-dayang Ester saat itu ada di dekat sana. Mereka berlari dan menanyakan Mordekhai. Mordekhai berpesan kepada dayang untuk menyampaikan kepada Ester bahwa Bangsa Yahudi sedang dalam keadaan bahaya. Maka cepat-cepat dayang melapor ke Ester dan memberitahu Ester apa yang terjadi. Mordekhai minta agar Ratu Ester menghadap raja untuk meminta belas kasihan raja karena orang Yahudi mau dibunuh. Ester pun bersedih. Tetapi Ester berkata, “Kalau tidak dipanggil tidak boleh menemui raja karena ancamannya mati! Sudah 30 hari raja tidak memanggil ratu. Jadi ratu tidak bisa membantu dan merasa sedih.” Akhirnya dayang datang lagi dan melapor ke Mordekhai menyampaikan bahwa sudah 30 hari ratu belum dipanggil raja, bagaimana caranya ia dipanggil oleh raja. Mordekhai berkata, “Ester, Ester. Jangan engkau berpikir karena engkau ada di istana maka engkau bisa aman. Sekarang pergi kepada nya dan katakan,’Jangan berpikir dia berada di istana dia pasti lolos dari malapetaka ini. Tetapi bangsaku bisa ditolong oleh tangan orang lain’. Sekarang pergilah dan katakanlah hal itu kepada Ratu Ester”. Dayang pun menghadap Ester kembali. Ester takut karena kalau datang ke raja tanpa dipanggil pasilah dibunuh karena raja saat itu tidak mengenal Tuhan. Ester berada di istana dan dipilih menjadi ratu, jangan-jangan untuk hal seperti ini dan sekarang Mordekhai mengingatkan kalau Ester tidak taat maka nasib bangsa ini bagaimana? Tetapi Tuhan pasti bisa menolong dengan cara  lain hanya kesempatan bagi Ester untuk dipakai bisa lewat. Akhirnya Ester setuju dengan syarat agar semua bangsa Yahudi di benteng Susan bersama-sama dengan Ester berpuasa 3 hari lamanya. Setelah itu Ester akan menghadap raja. Jikalau Ester harus mati dia siap.
Akankah sang ratu tenang hatinya mendengar bangsanya akan binasa? Walaupun ada di istana akankah sang ratu tenang hatinya? Akankah sang ratu taat perintah memohon belas kasih dari sang raja? Walau dia akan pertaruhkan nyawa, akankah sang ratu berani melangkah? Taat itu memang susah, tetapi justru di sinilah Ester bergantung pada Tuhan. Dia puasa untuk berdoa minta tolong kepada Tuhan. Jadi dalam kisah ini ada Tuhan. Inilah indahnya kitab Ester. Walaupun tidak ada nama Allah di dalamnya tetapi Ester bergantung kepada Allah. Kita melihat bagaimana Allah bekerja dengan luar biasa. Sementara itu di istana , Allah membuat raja tidak bisa tidur dan kemudian ia minta agar diadakan nyanyian-nyanyian. Namun karena belum bisa tidur juga kemudian kepadanya dibacakan kitab sejarah. Sewaktu dibacakan ternyata raja baru tahu bahwa ada orang yang berjasa karena melaporkan rencana pemberontakan untuk membunuh raja sehingga raja tidak mati dan pahlawan itu bernama Mordekhai. Mordekhai berjasa tetapi kerajaan belum memberi penghargaan dan hadiah. Negara seharusnya menghargai orang yang berjasa.
Hingga dinihari raja terus memikirkan apa yang ingin dia lakukan untuk menghargai Mordekhai. Semenara itu raja melihat Haman di depan istana. Haman kebetulan ingin meminta izin kepada raja untuk menyulakan dan menghukum mati Mordekhai. Raja memanggil Haman dan bertanya kepadanya,”Saya mau tanya kepadamu. Saya sedang memikirkan apa hadiah penghargaan yang bisa diberikan setinggi-tingginya kepada orang yang berjasa kepada negeri ini”. Haman mengira bahwa dialah orang yang akan dikasih hadiah penghargaan itu. Haman pun mengusulkan agar orang itu harus diberikan pakaian yang biasa raja kenakan, orang itu harus diberikan kuda dan dikenakan  mahkota yang biasa dikenakan oleh raja. Orang itu harus dibawa keliling kota melewati lapangan , diarak dan disorak-sorak. Orang di depannya harus berteriak,’Inilah orang yang sangat dihormati oleh raja”. Raja merasa usulan itu sangat baik dan memerintahkan Haman untuk melakukannya kepada orang yang paling berjasa yaitu Mordekhai.
Ini cara humoris Tuhan untuk menunjukkan bahwa Tuhan itu baik. Surat yang sudah dicap oleh raja belum ditarik akan tetapi ini menjadi kesempatan. Maka Mordekhai diarak-arak sekeliling kota dan Haman berjalan di depannya berteriak,”Inilah orang yang dihormati oleh Raja!”. Haman dan istrinya sangat kesal, karena istri Haman sudah menyiapkan tiang sula untuk membunuh Mordekhai. Padahal istri Haman sangat narsis, matre dan pamer kehormatan suaminya dan miliknya. Dalam kesempatan itu, Tuhan membeikan kesempatan untuk Ester. Jadi waktu Mordekhai sudah ada di hati raja, kemudian Ester mengundang raja dan Haman untuk datang ke perjamuan. Kalau raja tidak setuju, maka Ester akan dihukum mati. Raja bertanya, “Mengapa ratuku yang cantik bermuram durja? Apakah engkau tidak tahu kalau engkau meminta kepada rajamu,  setengah dari kerajaan ini akan diberikan.” Ester memohon kepada raja,”Ada seseorang yang mau membunuh bangsa hamba dan hamba”. Raja merasa gusar dan menanyakan siapa orang itu. Ester pun menunjuk kepada Haman. Raja pun merasa marah. Haman mohon ampun kepada raja. Raja pun meminta prajurit menangkap dan menghukum Haman.  Tuhan membalikan apa yang tadinya mau mencelakakan akhirnya dia kena celaka sendiri. Dalam kesempatan inilah Tuhan menyiapkan hati raja mendengar permohonan yang sangat penting dan sulit yaitu menarik kembali perintah yang sudah dibuat raja sendiri untuk membunuh orang-orang Yahudi karena Raja pernah mencap surat perintah berisikan pembunuhan bangsa Yahudi. Surat tidak bisa ditarik sehingga Raja mengeluarkan surat yang isinya  raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya. Akhirnya Haman dihukum dan seluruh hartanya  disita dan diberikan untuk Ratu Ester. Karena ketaatan Ester dan kasih karunia Allah kepada orang-orang Yahudi saat itu maka bangsa Yahudi tidak hilang.
              Bangsa Indonesia juga mendapat kasih karunia Allah. Tahun 1945, kedua kota di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dibom Amerika. Kesempatan ini dgunakan Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun perlu diingat bahwa sekarang kita masih ada ancaman. Ancaman apa? Kalau orang Yahudi bisa merayakan Purim, karena mereka diselamatkan. Kita sebenarnya belum benar-benar merdeka kerohanian kita. Karena di gereja dan kalangan orang Kristen, ada ancaman generasi hilang. Salah satunya adalah dengan kemajuan teknologi. Kalau dulu ada Haman yang mau memberi 10.000 talenta perak untuk membinasakan bangsa Yahudi dan sekarang ada orang yang meraup banyak uang dengan memproduksi games dan apa saja di dalam media online yang membuat anak-anak hilang karena lupa akan Tuhan dan perbuatan Tuhan. Jadi anak-anak kecil bisa hilang dalam arti mereka melupakan Tuhan. Jadi orang tua harus mengajarkan firman Tuhan.

Generasi tunduk seperti apa? Control this madness before it’s too late. Saat ini, untuk mencari jodoh dilakukan secara online. Generasi ini adalah generasi yang cuek, tidak peduli , tidak terlibat, tidak ada empati bahkan mem-bully. Banyak anak-anak yang kesepian, banyak orang-orang  yang karena media ingin menjadi cantik sehingga melakukan operasi plastic di sana-sini, tidak sedikit anak-anak yang  mau bunuh diri karena kesepian. Tetapi ketika ada masalah terjadi, masyarakat pun tidak punya empati. Hanya difoto saja lalu masukkan ke  media. Generasi kita sebenarnya generasi yang menyedihkan , tidak beda banyak dengan orang-orang Yahudi yang hampir hilang. Ini adalah sebuah peringatan bagi kita bahwa  generasi kita pun bisa terhilang. Generasi yang hilang (kita adalah orang-orang berdosa dan pasti dihukum dalam neraka, tetapi Tuhan Yesus sudah memberikan diri, Tuhan Yesus tidak menghindari diri dari sula dan salib. Waktu Tuhan berkata,”Semua orang berdosa dan upah dosa adalah maut serta harus dihukum.  Allah sendiri yang datang dalam dunia dalam bentuk Yesus Kristus dan Ia sendiri yang mengorbankan diriNya dan mempertaruhkan nyawaNya, agar kita bisa menikmati kebahagiaan sebagai anak-anak Tuhan. Agar generasi manusia diselamatkan. Namun kita perlu taat menerima panggilan itu dan taat menjawab panggilan itu. Panggilan bagi orang tua, maukah orang tua mengajarkan kebenaran? Seperti Mordekhai mengingatkan Ester sehingga Ester bisa berjalan di dalam panggilan Tuhan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.
Kalau orang tua tidak memberi peringatan, maka anak bisa tersesat, tidak mendapat kesempatan dipakai  oleh Tuhan. Anak-anak yang tidak taat, maka mulai hari ini taatlah! Bila papa-mama berkata, “Sudah waktunya, jangan main handphone! jangan marah-marah tetapi taatilah!” Papa-mama juga jangan main handphone terus. Panggilan untuk orang muda dan ayah, akankah taat pada panggilan Tuhan? Tuhan memberikan kita sebuah rencana dalam sejarah hidup ini seperti Tuhan sudah merencanakan Ester berada istana. Kita ada di posisi kita masing-masing untuk sebuah rencana Tuhan. Peka-kah kita ? Tahukah kita akan rencana itu? Tanyakan mengapa kita ada di Indonesia, Jakarta atau di GKKK Mangga Besar? Apa yang Tuhan maksudkan? Mengapa Tuhan memberikan pekerjaan ini? Mengapa Tuhan memberikan  suami/istri seperti ini? Mengapa Tuhan memberikan anak seperti ini? Tuhan mempunyai rencana. Adakah Tuhan memanggil kita untuk menyelamatkan generasi di masa mendatang. Generasi ini satu demi satu akan meninggalkan gereja. Amerika sudah kehilangan 70% anak-anak mudanya di gereja. Gereja Tionghoa sudah hilang minimal 30%. Lima tahun mendatang akan kehilangan banyak anak. Dalam survey pemimpin gereja ada 50% anak-anak  yang mogok datang ke gereja. Maukah kita melakukan sesuatu bagi Tuhan? Maukah kita menyerahkan diri kepada Tuhan untuk menyelamatkan generasi yang akan hilang? Kesempatan itu hanya sebentar. Saya bicara khusus kepada para ayah, “Anda sangat berperan memegang satu generasi bukan untuk anak-anak sendiri, tetapi juga anak-anak yang orang tuanya bukan orang-orang yang percaya Tuhan.” Kalau tidak, kesempatan itu akan berlalu.

Daddy you can let go now

Tuhan mengutus setiap orang tua untuk memimpin anak-anaknya menuliskan sejarahNya dalam kehidupan setiap anak. Di dalam bahtera yang aman bersama orangtua, setiap anak menuliskan sejarah hidup sesuai dengan rencana Allah. Dj dalam pimpinan dan pemeliharaan Allah, setiap kisah menjadi indah pada waktuNya. Angin bertiup menerpa wajah ketika aku mengendarai sepeda. Untuk .pertama kali aku merasakan apa itu kebebasan. Ayah berlari-lari di sebelahku memegangi kursi sepeda. Aku menarik nafas panjang seraya meluncur ke jalan sendiri. Sekarang papa bisa membiarkan aku berjalan sendiri. Rasanya saya sudah siap. Masih sedikit takut, sih. Tapi aku ingin papa tahu. Aku akan baik-baik saja. Aku berdiri di antara 2 orang yang aku cintai. Sebagai seorang anak dan sebagai calon istri bagi yang lain.  Ketika pendeta bertanya : siapa yang memberikan wanita ini , mata papa penuh dengan air mata. Papa terus memegang tanganku dengan kuat. Sampai aku berbisik di telinganya,”Relakan papa, biarkan aku pergi. Aku rasa aku sudah siap menjalankan hidupku sendiri. Masih sedikit menakutkan, tetapi akau mau papa tahu sekarang saya akan baik-baik saja.” Beberapa waktu kemudian, sangat sulit melihat orang yang paling kuat bagiku, terbaring tak berdaya.”Dia hanya bertahan untukmu”, kata seorang suster di suatu malam. Suaraku parau, hatiku hancur. Sambil merangkak ke atas tempat tidurnya aku berkata,”Relakan papa… relakan.. Anak perempuan kecilmu sudah siap menjalankan kehidupanku sendiri” Ada waktu untuk memeluk. Ada waktu untuk menahan diri dari memeluk. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Terima kasih papa, untuk semua perlindunganmu. Kami merasa aman berada di dalam bahteramu. Terima kasih mama, sikap hormat mama pada papa menjadi teladan untuk kami. Kami anak-anak mau taat, karena kami mau menuliskan kisah-kisah indah sampai akhirnya kami menjalani hidup sendiri. Happy parents’ day.
Suatu saat anak-anak kecil, remaja-pemuda akan mengambil jalannya sendiri dan mereka akan menemukan jalannya sendiri dan mereka akan mengatakan,“Relakan kami berjalan sendiri. Kami sudah siap karena papa-mama waktu kami kecil sudah menyiapkan kami sedemikian rupa sehingga kami menjadi seperti Ester yang berpengaruh bagi negara, bangsa dan gereja”.