Sunday, November 30, 2014

What is Success?

Pdt. Arthur Surjadi Lin

Kejadian 39:1-6
1   Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia ke situ.
2  Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu.
3  Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya,
4  maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf.
5  Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang.
6  Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.
Kejadian 50:20
20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
21  Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.
22   Adapun Yusuf, ia tetap tinggal di Mesir beserta kaum keluarganya; dan Yusuf hidup seratus sepuluh tahun.
23  Jadi Yusuf sempat melihat anak cucu Efraim sampai keturunan yang ketiga; juga anak-anak Makhir, anak Manasye, lahir di pangkuan Yusuf.
24  Berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya: "Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub."
25  Lalu Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya: "Tentu Allah akan memperhatikan kamu; pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini."
26  Kemudian matilah Yusuf, berumur seratus sepuluh tahun. Mayatnya dirempah-rempahi, dan ditaruh dalam peti mati di Mesir.

Pendahuluan
               
                Tema “Apa itu Sukses?” merupakan tema yang menarik karena sederhana dan semua orang ingin menjadi sukses. Kalau ditanyakan “Apa itu Sukses?” ke sanak saudara, orang tua, anak , pembantu , sopir dan siapa pun yang ditemui, maka jawaban yang diberikan setiap orang berbeda-beda. Kalau kita diminta untuk mendoakan seseorang, maka doa yang diminta supaya sukses. Demikian kalau dengan orang tua yang mendoakan anaknya, agar mereka sukses. Apa maksudnya sukses?  Banyak arti tentang sukses. Apakah saat ini kita sudah sukses? Banyak kisah sukses di Alkitab, seperti Salomo yang kaya raya dengan banyak istri. Secara manusiawi ia sukses tetapi akhirnya meninggalkan Tuhan. Ada pepatah Tionghoa yang mengatakan, “Yang menyedihkan adalah orang yang dalam kesuksesannya tidak tahu bahwa ia sudah sukses”. Itu kemalangan. Manusia ingin mencapai lebih, lebih dan lebih lagi. Manusia tidak pernah merasa puas. Melihat kenyataannya, banyak orang yang tidak mengerti apa arti kata sukses. Saya sudah melakukan survey untuk mengetahui persepsi tentang seseorang tentang kesuksesan. Ada seorang siswa yang menjawab, “Saya sukses kalau nilai matematika saya 10”. Ada seorang ibu menjawab, “Saya sukses kalau anak saya sukses” tapi bila ditanya lebih mendalam tentang bilamana anaknya sukses, dia tidak bisa memberi jawaban langsung. Untuk mempermudah, pertanyaannya diubah menjadi pernyataan , “Hidup saya telah sukses bila di akhir hidup saya, saya telah …..”. 

Pengertian Sukses Orang Dunia
               
Terdapat 4 kelompok jawaban tentang arti sukses yaitu:

1.     Sukses adalah apabila seseorang telah melakukan apa yang perlu (what is necessary). Kategori ini mencari kesuksesan dengan melakukan apa yang perlu. Misalnya : saya sukses kalau saya berhasil membesarkan anak, mempunyai cucu, memiliki harta pribadi (mobil, motor, rumah).
2.     Saya sukses jika telah menjadi orang baik (melakukan apa yang baik). Seorang trilioner Inggris , Richard Branson (1950, 64 tahun), pendiri Virgin group (membawahi lebih dari 400 perusahaan di seluruh dunia dengan kekayaan sekitar 5,1 miliar dollar AS atau setara Rp 61,2 triliun) mengatakan, “Kesuksesan adalah soal keterlibatan”. Dalam blog Virgin, ia menulis, “Definisi kesuksesan? Makin sering Anda terlibat secara aktif dan praktis, Anda semakin merasa sukses.” Artinya bila tidak aktif (tidak melakukan sesuatu) maka kamu gagal, sekalipun kamu punya segala sesuatu.
3.     Saya sukses jika saya telah melakukan apa yang benar. Arianna Huffington, pemimpin Huffington Post, mengatakan bahwa matrik kesuksesan tak cukup hanya uang dan kekuasaan. Harus ada matrik ketiga, yaitu kesejahteraan, kebijaksanaan, mimpi, dan berderma. Menurutnya faktor-faktor itulah yang menjaga psikologi kehidupan kita dan merupakan kesuksesan yang sebenarnya. CEO Zappos, Tony Hsieh mengatakan bahwa sukses adalah hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Menurutnya nilai dasar personal mendefinisikan siapa individu tersebut sebenarnya dan nilai dasar perusahaan pada akhirnya yang menentukan karakter dan merek produknya. “Bagi individu, karakter adalah takdir. Bagi organisasi, budaya adalah takdir,” ujarnya dalam buku Delivering Happiness.
4.     Orang yang menjawab pertanyaan dengan asal-asalan. Misal : saya sudah sukses bila saya punya uang Rp 5 miliar. Banyak orang berpikir seperti itu. Dia tidak berbicara tentang apa yang baik dan benar, tetapi bicara tentang materi. Bicaranya tanpa arah.

Pandangan Alkitab tentang Kesuksesan

Bagaimana pandangan Alkitab tentang sukses?  Bila kita bertanya apakah kita sudah sukses kepada orang lain, ada yang bilang kita sudah sukses tapi yang lain berkata sebaliknya. Jadi pendapat orang bisa berbeda-beda. Yang penting bukanlah penilaian orang, tetapi yang penting adalah apa yang Tuhan lihat. Tokoh Yusuf (Kejadian 39 dan 50) menjadi pelajaran bagi kita tentang arti suskes.

1.    Yang keliru tentang sukses.

a.        Sukses ditentukan oleh jabatan, status atau keberadaan materi. Orang bisnis bilang sukses tergantung kekayaannya. Pada Kejadian pasal 39:2a , dikatakan TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya. Padahal saat itu Yusuf hanyalah seorang budak! Jangan menilai diri sendiri tidak sukses karena masih menjadi pegawai, guru, belum punya perusahaan, petugas cleaning service atau kondektur bus. Karena kesuksesan tidak ditentukan profesi, jabatan atau kepemilikan. Kesuksesan dalam Alkitab tidak ditentukan dengan apa yang dimiliki. Saat ditanya tentang cita-citanya, seorang anak menjawab “Ia ingin jadi bos besar”. Cara berpikirnya bagus, tetapi ada kekeliruan. Saat didalami dengan fakta bahwa, “Banyak perusahaan besar yang tidak membayar utang ke pihak lain dan tidak bisa tidur nyenyak”, ia tetap mau menjadi bos besar. Seharusnya cita-citanya adalah menjadi bos perusahaan besar yang berhasil, jangan yang gagal karena kalau gagal tidak ada gunanya. Kita boleh menjadi seorang petugas cleaning service, tapi jadilah petugas yang berhasil!. Ada kisah tentang seorang buta huruf yang datang dari desa ke kota untuk melamar pekerjaan. Perusahaan yang dilamarnya, tidak mau menerimanya sebagai karyawan di bagian cleaning service karena walau ia bersedia mengerjakan apa saja seperti membersihkan toilet, menyapu dan ngepel tapi ia tidak bisa membaca! Alasannya kalau ada pengumuman tertulis ia tidak tahu karena tidak bisa membaca. Lalu ia pergi dengan hati yang sedih dan melewati sebuah toko buah dan ia pun melamar pekerjaan di sana. Saat ditanya bisa apa saja, dia menjawab, “Saya mau bekerja dan belajar bekerja apa saja”. Akhirnya ia menjadi tukang antar buah ke pembeli dengan menggunakan motor (Ia belum bisa membawa mobil). Pagi sampai petang ia mengantar pesanan dan malamnya dia belajar mengemudi mobil. Bosnya melihat bawahannya ini jujur sekali. Tidak pernah ada pembeli yang complain tentang buah pesanan yang kurang. Padahal sebelumnya banyak pembeli yang mengeluh, karena pesanannya tidak sesuai akibat dimakan supir pengantarnya. Saat Bosnya membuka cabang baru, ia pun diminta jadi pemimpinnya dan selanjutnya perusahaannya membuka cabang di mana-mana dan sukses! Saat ia diwawancarai ia menceritakan kisah di atas dan berkata bahwa sampai saat ini ia tidak bisa membaca! Wartawan berkata,”Bapak sekarang sudah sukses walau tidak bisa membaca. Coba kalau bisa mem baca, tentu bisa lebih sukses.” Ia pun menanggapi, “Kalau saya bisa membaca, maka saya hanya akan menjadi petugas kebersihan saja. Untung saya tidak bisa membaca, sehingga sekarang menjadi bos besar”.
b.       Orang sukses adalah orang yang tanpa masalah. Yusuf waktu disuruh papanya, Yakub (Kejadian 37:14) untuk melihat keadaan saudara-saudaranya, ia kemudian dikatakan sebagai tukang mimpi (Kej 37:18), ditangkap dan hampir dibunuh oleh saudara-saudaranya itu. Namun Ruben mencegahnya dan kemudian Yusuf dimasukkan ke sumur yang kering (Kej 37:24). Menghadapi hal ini, kemungkinan besar Yusuf  bingung. Mengapa dia diperlakukan seperti itu padahal  dia tidak bersalah apa-apa! Tidak lama kemudian dia diangkat kakak-kakaknya. Tetapi diangkat bukan untuk dibawa pulang melainkan dijual sebagai budak (Kej 37:28). Menjadi seorang budak berarti tidak mempunya hak atas apapun karena seorang budak boleh dipukul, disiksa dan dibunuh oleh tuan yang membelinya. Nilai seorang budak sangat rendah (tidak ada arti dan nilainya). Yusuf dalam hatinya mungkin bertanya, “Mengapa ia dijual menjadi budak?” Pasal 39:2-4 dikatakan,” TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu. Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf.” Tapi kemudian ia difitnah istri Potifar dan dimasukkan ke penjara. Tangannya dirantai.  Menghadapi hal ini, mungkin ia bertanya-tanya, “Salah saya apa? Mengapa saya melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan tapi mengalami banyak masalah?” Namun akhirnya Yusuf dipercaya Firaun menjadi seorang mangkubumi di Mesir! (Kej 41:40). Kesuksesan tidak ditentukan berapa banyak masalah yang menghimpit.  Orang yang sukses bukan tanpa masalah tapi bisa keluar dari masalah.
c.     Orang sukses tidak mempunyai pengalaman buruk. Alkitab menunjukkan pengalaman buruk yang diijinkan Tuhan terjadi untuk mendatangkan kebaikan, memperlihatkan campur tangan dan rancangan Allah yang jelas.  Pada Kejadian 50:20, Yusuf mengatakan, Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Kita tidak bisa mengatakan, “bila mengalami banyak pengalaman buruk, saya telah gagal”. Semua pengalaman buruk di dalam Tuhan diijinkan Tuhan supaya kita mengenal rancangan Tuhan yang baik. Kejahatan yang mungkin kita alami dari orang-orang di sekeliling kita, dirancang Tuhan untuk membentuk hidup kita menjadi sesuatu hal yang baik. Di dalam Tuhan apa yang dialami dirancang Tuhan dengan ajaib secara spesifik dan khusus untuk kita (tailor made).  Hanya kita yang bisa dan sanggup mengalaminya dan hanya kita yang bisa melihat campur tangan Tuhan dalam hidup kita! Hal yang baik yang dirancang Allah dalam hidup kita. Sukses bukan ditentukan keberadaan masalah (punya pengalaman buruk atau tidak). Winston Churchill (1874 –1965, mantan perdana menteri Inggris, peraih penghargaan Nobel di bidang literarur) mengatakan, “Orang sukses saat orang berhasil mengatasi masalah walaupun bertubi-tubi pengalaman buruk menghampiri (sukses adalah kegagalan-kegagalan tanpa kehilangan antusiasme)”.
d.     Sukses ditentukan oleh banyaknya uang. Tentang uang, ada 2 pendapat yang ekstrim. Ada yang megatakan , “kalau kita punya banyak uang kita sukses” dan “saya tidak perlu uang”. Itu tidak benar. Banyak uang belum tentu sukses. Tapi ada beberapa alasan uang tidak menjadi terlalu penting dalam kehidupan. berikut sebabnya:
Uang bisa membeli HIBURAN tapi tidak bisa membeli KEBAHAGIAAN
Uang bisa membeli POSISI tapi tidak bisa membeli KEHORMATAN
Uang bisa membeli KOSMETIK tetapi tidak bisa membeli KECANTIKAN DARI DALAM
Uang bisa membeli MAKANAN ENAK tapi tidak bisa membeli NAFSU MAKAN
Uang bisa membeli KASUR tapi tidak bisa membeli TIDUR NYENYAK
Uang bisa membeli SEX tapi tidak bisa membeli CINTA SEJATI
Uang bisa membeli OBAT tapi tidak bisa membeli KESEHATAN
Uang bisa membeli DARAH tetapi tidak bisa membeli NYAWA (KEHIDUPAN)
Uang bisa membeli JAM tapi tidak bisa membeli WAKTU
Uang Bisa Membeli BUKU dan KOMPUTER tapi tidak bisa membeli KEPINTARAN dan PENGETAHUAN
Uang bisa membeli RUMAH MEWAH tapi tidak bisa membeli KENYAMANAN dan KELUARGA
Uang bisa membeli AGAMA, tapi tidak bisa membeli KESELAMATAN
Uang tidak bisa membeli itu semua. Tetapi tidak memiliki uang sama sekali juga akan menimbulkan masalah. Pepatah Tionghoa mengatakan, 金钱不是万能的  但没有钱是万万不能的 (Jīn qián bùshì wànnéng de dàn méiyǒu qián shì wàn wàn bùnéng de). Uang bukanlah segalanya, tapi tidak punya uang sama sekali, tidak bisa apa-apa. Jadi jangan bilang kita tidak perlu berdoa untuk meminta uang. Yang benar mintalah agar hidup kita seimbang.

2.    Yang benar tentang sukses.
Kita sukses bila :
a.     berharga. Ada yang punya banyak uang tapi tidak merasa berharga sehingga terus mencari uang. Ada pengusaha yang punya 8.000 orang pegawai, tidak puas dan minta didoakan agar punya 10.000 orang pegawai. Tuhan pun mengabulkannya. Dia berdoa lagi minta pegawainya menjadi 12.000 orang dan itu pun dikasih Tuhan. Terakhir jumlah pegawainya sudah mencapai 15.000 orang dan dia minta agar pegawainya menjadi 20.000 orang! Dengan jumlah pegawai sebanyak 20.000 orang pun, ternyata ia tidak merasa cukup! Tidak ada kata cukup! Padahal yang diajarkan kekristenan adalah adalah rasa cukup dan bersyukur. Kesuksesan saya tidak ditentukan oleh jabatan, posisi, uang yang dimiliki tapi oleh  apa ditentukan oleh Tuhan untuk posisi saya. Dan hal ini bukan berdasarkan penilaian orang lain, karena penilaian orang selalu kurang (ada yang bilang sukses tapi yang lain bilang belum tentu). Kalau penilaian sukses ditentukan oleh orang maka kita akan kecewa. Ada wanita yang sangat cantik sekali, tetapi karena merasa selalu kurang maka ia pergi operasi plastik. Hal ini terus dilakukan sehingga mukanya menjadi menakutkan karena seperti badut. Melihatnya orang kalau tidak tertawa kecil atau membuang muka. Hal ini disebabkan karena tidak merasa dirinya suksesdan merasa kurang terus. Penentuan sukses dilihat dari “siapa saya”? Saya diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (Kej 1:26).
b.     Bermakna. Hidup kita kalau hanya sukses secara kekayaan dan materi tapi tidak bermakna buat orang lain, maka gagal total. Yusuf berkata, Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar (Kej 50:20). Kalau saya hanya berharga, tidak cukup tapi juga supaya bermakna  dan berguna buat orang lain. Sekali pun hanya sebagai petugas kebersihan, bila bermakna buat orang lain, maka sudah sukses. Sukses tidak dinilai berdasarkan standard dunia, tapi standard Penciptamu. Ukurannya bukan berhasil untuk dirimu, tetapi seberapa bermaknanya dirimu bagi orang lain!
c.     Berkelanjutan. Jikalau hidup hanya sampai di sini saja, berarti belum sukses. Kalau tidak ada nilai, cita-cita, pemikiran, maka tidak mempengaruhi dunia. Yusuf walau dalam keadaan di penjara dan seperti budak, ia juga bermakna bagi orang lain. Ia menafsirkan mimpi orang dan membuat orang bermakna. Ia menafsirkan adanya 7 tahun kesulitan di Mesir (Kej 40:30-31), sehingga membuat Mesir menjadi negara terkaya. Karena semua bangsa lain membeli gandum dengan harga yang sangat mahal. Ketika dunia kekeringan dan menderita kelaparan, hanya ada bahan makanan di Mesir yang dijual dengan harga mahal. Mungkin harganya kalau dihitung sekarang Rp 1.000.000 / kg tapi tetap dibeli karena manusia perlu makan. Mesir menjadi negara terkaya saat itu. Jika hidup untuk diri sendiri berarti belum sukses. Hendaklah hidupmu tidak saja bermakna tapi juga berkelanjutan. Itu sangat sukses!
d.     Punya Tuhan. Manusia hidup bisa 80-100 tahun namun setelah itu semuanya tidak ada artinya (akan dilupakan). Yusuf hidupnya berkelanjutan. Setelah Yusuf meninggal, orang Israel tetap mengingatnya. Tetapi setelah pergantian generasi, pengganti Firaun tidak mengingat lagi apa yang dilakukan Yusuf untuk Mesir sehingga bangsa Israel ditindas. Hal ini menunjukkan suatu kali kita akan dilupakan. Namun ada 1 yang tetap ada pada diri kita yaitu ketika kita bertuhan! Kita sukses kalau bermakna, berkelanjutan dan punya Tuhan! Bertuhankan Tuhan. Baptisan (seperti yang dilakukan hari ini) itu penting, karena orang yang dibaptis mengaku Yesus Kristus adalah “Tuhan dan Juruselamat saya” walau ada juga orang yang malu mengakuinya dan ada yang menjadi tuhan bagi dirinya sendiri.

Penutup
               

                Apa arti sukses bagi hidup setelah mendengar khotbah ini? Bukan jabatan atau banyak uang yang penting. Tinggalkan pendapat seperti ini. Tuhan akan memberikan kepada kita ketika tahu kita berharga, bermakna dalam hidup, sehingga hidup kita berkelanjutan dan kita punya Tuhan! 

Sunday, November 23, 2014

Pahit Hati : Hidup Tanpa Pengampunan


Pdt. Imanuel Adam

Mat 6:14-15
14  Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
15  Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Pendahuluan

                Orang yang sakit hati tidak pernah bisa bahagia. Orang yang sakit hati tidak pernah bisa menikmati hidupnya. Hidupnya penuh dengan beban, yang paling utama adalah beban sakit hati! Orang yang sakit hati adalah orang yang tidak punya pengharapan. Sebenarnya orang seperti ini, mengalami kerusakan gambar dirinya. Tuhan Yesus datang ke tengah dunia ini, ingin memulihkan kita. Karena dalam hidup ini kita selalu merasa sakit hati. Kita merasa tertekan dan kecewa. Semua itu merupakan gambaran dari rusaknya diri kita. Tuhan menciptakan kita dan Dia tidak menginginkan rusak gambar diriNya dalam hidup kita. Tuhan ingin kita kembali seperti yang Dia ajarkan. Dalam kitab Kejadian dicatat manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (Kejadian 1:26a Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita). Dan Tuhan ingin agar kita memiliki gambarNya. Gambar itu harus ada dalam hidup kita. Kalau kita memiliki gambar Allah, maka kita tidak akan sakit hati. Karena gambar Allah rusak, maka kita menjadi sakit hati.

Berpikir Seperti Allah dan Mengetahui Jalan Tuhan

                Tuhan Yesus mengajarkan bahwa orang Kristen adalah orang yang berpikir dan merasa dalam Tuhan. Alkitab mengajarkan hal itu karena kebanyakan dalam hidup ini, gerak hidup kita digambarkan oleh pikiran dan hati kita. Kalau kita katakan, “Aku bodoh”, maka kita menjadi bodoh. Kalau kita mengatakan, “Aku tidak bisa”, maka kita jadi tidak bisa. Dunia mengajarkan untuk tidak bisa, dunia mengajarkan untuk selalu ragu-ragu karena dunia mengajarkan hidup ini tidak jelas. Kalau kita bertanya ke orang dunia, “Setelah meninggalkan dunia ini kamu mau kemana?” Jawabannya, “Tidak tahu”. Tetapi kalau orang Kristen ditanya,”Kemana kamu pergi setelah meninggalkan dunia ini?” Jawabannya jelas, “Bersama-sama dengan Tuhan”. Namun kalau kita bergaul dengan orang dunia, maka kita menjadi ragu-ragu apakah kita masuk sorga atau tidak. Maka kita harus mulai berpikir di dalam Tuhan.
                Untuk berpikir dan mengetahui jalan Tuhan, kita bisa melihat Alkitab yang merupakan firman Tuhan, Kalau kita berpikir dalam Tuhan, maka kita akan melihat kehidupan ini dengan cara pandang yang baru. Hidup itu menjadi indah. Hidup itu tidak menyusahkan. Karena firman Tuhan mengajarkan, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37). Sedangkan dunia mengajarkan, “banyak yang mustahil dalam hidup”.
                Orang yang berpikir dalam Tuhan akan menundukkan pikirannya dan dia akan belajar pada firman Tuhan dan tidak mendahulukan pikirannya. Karena ia tahu, firman Allah adalah firman yang hidup dan mampu memberi ia hidup. Itu yang membuat dia tidak ragu-ragu. Orang yang berpikir di dalam Tuhan akan belajar menarik dirinya dari godaan-godaan dunia ini. Karena ia tahu, godaan dunia ini tidak bisa memberi dia hidup. Ia hanya mencari hidup sebab Yesus mengajarkan "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6)..

Pengikat Pikiran dan Hati

                Mengapa banyak orang Kristen tidak bisa melakukan firman Tuhan? Karena dalam hidupnya ada banyak ikatan. Ikatan ang mengikat pikiran dan hatinya. Firman Tuhan mengatakan "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16:10) . Kalau kamu diikat oleh hal yang kecil, maka kamu akan diikat oleh hal-hal yang besar. Ada orang yang tidak bisa makan, kalau tidak ada sambal, krupuk, kuah. Karena kita mengatakan tidak bisa, maka kita benar-benar menjadi tidak bisa. Itu ikatan. Kalau hidup kita diikat oleh hal kecil, maka kita tidak siap oleh perkara besar dan diikatnya. Tuhan meminta kita untuk keluar dari perkara itu.
                Dahulu saya terikat kopi. Waktu kecil, saya tinggal di Bandung yang dingin. Setelah makan pagi, mama saya menyediakan kopi, setelah itu baru saya berangkat ke sekolah. Setelah pulang dari sekolah dan makan siang , mama saya juga menyiapkan segelas kopi. Malam hari sebelum tidur untuk menghadapi udara di Bandung yang sangat dingin, mama saya menyiapkan segelas kopi dan kami minum segelas kopi. Berbeda dengan orang yang tidak bisa tidur karena minum kopi, sedangkan kami tidak bisa tidur kalau belum minum kopi. Hal ini terjadi bertahun-tahun sampai saya jadi pendeta. Karena terikat kopi, setelah berdoa pagi dan saat teduh, maka selesai keluar kamar maka saya akan mencari kopi (bukannya istri) terlebih dahulu. Itulah ikatan. Yang dicari adalah yang mengikatnya. Saya tahu saya terikat. Saya tidak keluar dari ikatan itu,karena pikiran dan hati saya ada di kopi. Kopi adalah daerah nyaman (comfort zone) untuk saya. Kalau sudah minum kopi rasanya penglihatan jadi jelas. Kalau belum minum kopi semuanya jadi gelap. Itu cara berpikir orang yang diikat. Saya bisa keluar dari situasi itu, saya tahu ada kuasa yang lebih besar dalam kehidupan saya. Itulah kuasa Tuhan! Suatu hari saya berdoa, “Tuhan kalau bisa pagi ini, setelah berdoa dan keluar ruangan ini, mampukan mulut saya untuk tidak bicara soal kopi.” Itu sebabnya setelah keluar kamar, mulut saya terdiam! Karena pikiran dan hati saya sedang diarahkan Tuhan. Saat saya keluar kamar, istri saya berkata, “Pi, tetangga sebelah baru pulang dari Kalimantan. Dia tahu Papi senang kopi dan dia buatkan Papi segelas kopi”. Baru saja berdoa, tantangan sudah ada. Saya tidak mau melihat kopi itu, saya mulai siap untuk pergi pelayanan. Dan saya melayani sampai siang hari. Siang hari saya pulang ke rumah. Setelah makan, istri saya berkata, “Papi kenapa kopinya belum diminum?” “Sebentar” jawab saya lalu saya pegang gelas kopinya dan berdoa,  “Tuhan berikan kekuatan untuk tidak ngopi selama satu hari” dan  Tuhan memberikan kekuatan. Lalu setahun saya tidak minum kopi. Sekarang ada kopi atau tidak puji Tuhan. Jadi saya bisa keluar dari ikatan kopi. Tuhan yang memampukan saya.
                Firman Tuhan mengajarkan, kalau kita mulai berpikir dalam Tuhan, maka kita akan menarik diri untuk tidak jadi sama dengan dunia.  Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Kita harus berpikir, “apa yang menjadi pikiran surga menjadi pikiran kita”. Apa yang menjadi kerinduan sorgawi akan menjadi kerinduan kita. Itu diajarkan dalam doa Bapa kami, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga (Mat 6:10). Apa yang ada di sorga itu harus ada dalam hidupmu. Itu sebabnya, “Jauhkan dirimu dari hal-hal yang bukan sorgawi” walaupun hal ini tidaklah mudah.
                Saya melayani jemaat Tionghoa, yang masih berpegang pada budaya Tionghoa yang tinggi. Suatu hari saya memberkati sebuah pernikahan. Setelah selesai sang mempelai berkata,”Pak Pendeta , kami ingin punya foto bersama Bapak.” Saya pun bersiap di depan mimbar untuk berfoto. Saya mengambil posisi di sebelah kiri, mempelai wanita di tengah dan mempelai pria di kanan. Saat akan difoto, kedua orang tua mengatakan “Jangan difoto!” Karena orang Tionghoa percaya tidak boleh foto bertiga karena yang di tengah akan mati. Kemudian kedua orang tua nya mengatakan, “Pak pendeta saja yang ada di tengah”. Saya bertanya kepada kedua mempelai yang merupakan aktivis gereja. “Apakah kalian percaya bila kita difoto bertiga, yang di tengah akan meninggal?”. Dijawab, “Tidak. Mati hidup ada di tangan Tuhan”. Lalu saya bertanya lagi, “Maka siapa yang di tengah? “ Sang mempelai menjawab,”Pak Pendeta saja”.
                Kadang kita berada dalam situasi tertentu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kita takut mati, padahal mati tidaknya kita di tangan Tuhan. Orang KrIsten harus menarik dari kebiasaan yang salah dan selalu bersekutu dengan Tuhan. Orang seperti inilah yang akan mempunyai damai sejahtera Tuhan. Ketika damai sejahtera Tuhan ada, maka kita akan terdorong untuk membagikan damai sejahtera itu, sehingga semua orang yang ada di sekeliling kita juga mempunyai damai sejahtera. Damai sejahtera itu akan membuat kita mampu mengampuni. Kita tidak akan sakit hati lagi, walau tandanya masih ada.
               
Penutup

                 Saat berusia 11 tahun, saya berenang di kolam renang baru sebuah hotel. Selesai berenang saya ke tepi. Tanpa disadari kaki saya terkena paku cukup dalam dan paha saya berdarah! Saat itu saya tidak merasa sakit, karena saya berada di dalam air. Tetapi waktu keluar dari kolam, saya melihat darah bercucuran di paha kiri saya. Saya merasa sakit lalu cepat-cepat mencari obat merah. Saya obati luka saya dengan obat merah dan saat itu sakitnya luar biasa. Sekarang kalau saya melihat kaki kiri, masih ada bekas lukanya, tapi saya tidak merasa sakit lagi. Demikian halnya dengan orang yang mengampuni. Pada awalnya ia merasa sakit hati. Namun ketika ia mengampuni, maka terangkatlah sakit hatinya walau tandanya masih ada. Setelah itu kita akan lebih berhati-hati berhadapan dengan orang lain. Saat berbicara harus lebih baik agar tidak sakit hati lagi. Karena Tuhan yang memulihkan, maka kita bisa mengampuni orang lain. Oleh karena itu bawa sakit hatimu ke Tuhan. Hampiri orang yang membuat kita sakit hati dan rangkul mereka. Dengan demikian kita melepaskan pengampunan. Kita telah meyembuhkan orang itu dan tanpa disadari kita menyembuhkan diri sendiri. Itu yang Tuhan ajarkan agar tidak membawa sakit hati begitu lama. Karena sakit hati berarti membawa beban yang berat. Mau berapa lama kita akan membawanya? Tuhan mengajarkan untuk membawa beban yang berat itu kepadaNya. Tuhan Yesus berkata, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat 11:28). Bawa sakit hatimu kepada Tuhan, minta kepada Tuhan kekuatan supaya kita bisa mengampuni orang lain. Kita bisa menang terhadap sakit hati karena kita mengenal Tuhan kita. Tuhan yang penuh kasih dan peduli kepada kita!


Monday, November 17, 2014

Pergaulan yang Buruk Bisa Mematikan Kebiasaan yang Baik

Pdt. The Ai Fung

1 Kor 15:33 Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.
1 Sam 18:1-4
1  Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri.
2  Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulang ke rumah ayahnya.
3  Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri.
4  Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya.
1 Sam 20:2-3, 42
2  Tetapi Yonatan berkata kepadanya: "Jauhlah yang demikian itu! engkau tidak akan mati dibunuh. Ingatlah, ayahku tidak berbuat sesuatu, baik perkara besar maupun perkara kecil, dengan tidak menyatakannya kepadaku. Mengapa ayahku harus menyembunyikan perkara ini kepadaku? Tidak mungkin!"
3  Tetapi Daud menjawab, katanya: "Ayahmu tahu benar, bahwa engkau suka kepadaku. Sebab itu pikirnya: Tidak boleh Yonatan mengetahui hal ini, nanti ia bersusah hati. Namun, demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu, hanya satu langkah jaraknya antara aku dan maut."
42  Kemudian berkatalah Yonatan kepada Daud: "Pergilah dengan selamat; bukankah kita berdua telah bersumpah demi nama TUHAN, demikian: TUHAN akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya."

Pendahuluan
               
                Dalam 1 Kor 15:33 Rasul Paulus mengutip dari penulis Yunani tentang pergaulan yang buruk bisa mematikan kebiasaan yang baik. Orang-orang Korintus sangat tahu dan fasih akan kalimat ini. Rasul Paulus ingin menegaskan ke jemaat Korintus yang punya pandangan bahwa  jiwa itu tidak akan binasa, sekalipun tubuh secara fisik sudah meninggal namun jiwanya menuju alam baka. Penduduk di sana juga tidak percaya akan kebangkitan tubuh. Itu sebabnya Rasul Paulus ingin menegaskan ke jemaat Korintus agar berhati-hati dalam pergaulan. Karena pergaulan yang buruk bisa menimbukan suatu dampak yang negatif.  Kebiasaan yang baik akan dirusakkan. Pergaulan itu akan mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan dalam berpikir, berkata dan konsep nilai yang baik menjadi rusak. Demikian juga akhirnya orang akan memilki kualitas moral yang tidak baik, mental terganggu, tujuan hidup dan arti hidup yang tidak jelas. Maka pada ayat ini dikatakan pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik bukan dikatakan pergaulan dengan orang buruk. Jadi yang utama adalah orangnya yang mangadakan pergaulan itu.

Pergaulan

                Pergaulan berarti sebuah komunikasi atau interaksi di dalam hidup bermasyarakat, atau bisa juga berarti pertemanan atau persahabatan (bila lebih dekat) dan bahkan sampai ke hubungan yang lebih erat lagi. Di dalam Alkitab (lihat 1 Sam 18:1-4, 20:2-3, 42)ada contoh persahabatan antara Yonatan (anak Raja Saul) dan Daud (menantu Raja Saul yang kemudian menjadi pengganti Raja Saul). Persabahatan mereka merupakan contoh yang luar biasa. Mungkin sulit sekali (langka) persahabatan seperti mereka ada di dunia saat ini. Banyak orang bergaul (berteman) karena ingin mendapatkan manfaat atau untuk mengambil keuntungan. Terkait dengan tema GKKK Mabes November 2014 yakni bertumbuh secara dewasa dalam Kristus maka dalam pertemanan, pergaulan kita bisa membuat kita lebih cinta kepada Tuhan. Kita berteman bukan sekedar untuk basa-basi atau mendapatkan manfaat. Saya pribadi masih terus membangun hubungan dengan beberapa teman rohani. Karena sebagai seorang hamba Tuhan di gereja, tidak mungkin saya mengungkapkan semua hal ke jemaat. Demikian juga sebaliknya jemaat sungkan memberi teguran kepada hamba Tuhan.
                Saya memiliki 3 sahabat. Kita berhubungan baik dan setiap kali ada kesalahan di antara kita, boeh saling menegur dan mengingatkan. Kita masih bertemu walaupun tidak rutin. Setiap kali ingin bertemu kita membuat janji terlebih dahulu karena tempat tinggalnya berjauhan. Ada yang tinggal di Hainan Tiongkok sehingga sekali-kali dia datang atau kita bertemu di Tiongkok. Yang satu lagi sibuk dengan usaha dan setelah selesai berusaha ia pulang ke Australia. Minggu lalu kami punya masalah  (ada kesalahpahaman dan berbenturan) namun sudah selesai sebelum saya berkhotbah hari ini. Sedangkan 1 teman lagi rutin (seminggu sekali) bertemu dengan saya. Terkadang hari Senin atau Kamis pagi kami berolah-raga lalu makan pagi bersama. Kita sharing dan mengungkapkan kebaikan Tuhan dan saling mengingatkan satu dengan lain. Sebelum berkhotbah , saya berkata kepada Tuhan, “Apa yang saya sampaikan dalam khotbah adalah apa yang sudah saya alami”. Minggu lalu, saya punya masalah dengan salah seorang dari mereka. Pada Kamis sore  ia menelepon saya, “Ada waktu untuk bertemu?” “Ada apa?” saya bertanya. Rupanya dia diundang untuk tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan dia meminta agar saya menemaninya selama 1 jam dari pk 19. Sebenarnya malam itu saya janji mau membesuk seorang istri hamba Tuhan yang telah dioperasi pk 20, tapi karena jarak TIM dan RS Cikini dekat, saya akhirnya bersedia. Akhirnya kami pergi. Ternyata tempat pertunjukkan di TIM berada di belakang sekali dan waktu pertunjukkan terlambat 20 menit. Saya gelisah karena pk 20 saya harus ke rumah sakit. Akhirnya selesai juga dan saya segera mengajaknya pulang, tapi teman saya ingin bertemu dengan orang yang mengundangnya. Sehingga timbul rasa tidak nyaman. Dalam berteman, seharusnya tidak menjadi marah-marah terus ataupun  hubungan jadi renggang. Akhirnya kami bisa selesaikan masalah kami dalam perjalanan pulang.
                Dalam konteks lahir baru, cara (gaya) pergaulannya terletak pada orang yang telah dilahirkan kembali tersebut. Dalam 2 Kor 5:17 dikatakan, Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. kita adalah ciptaan yang baru. Dengan lahir baru, kita menjadi suatu pribadi yang baru karena yang lama sudah berlalu. Artinya kita harus punya gaya (cara) hidup dan penampilan yang baru. Kita harus tampil berbeda dengan mereka yang belum kenal Tuhan Yesus. Itu sebabnya tutur kata, sikap, paradigma kita harus berbeda dengan mereka. Kita harus tahu tujuan hidup kita. Sehingga ketika mau berteman (bergaul) kita harus menyadari bahwa kita adalah anak Tuhan dan harus punya misi agar mereka kenal Tuhan kita sehingga di dalam pertemanan dan pergaulan itu kita ingin menjangkau orang. Sehingga dikatakan bukan bergaul dengan orang buruk tetapi karena pergaulan yang buruk. Jadi kita harus punya etika yang baik, pikiran yang positif dan punya misi dalam hidup kita untuk memenangkan jiwa.
                Ev Susan Kwok memberi kesaksian. Ada seorang anak muda yang mengatakan bahwa karena mamanya bergaul dengan Ev. Susan sekarang mamanya menjadi periang.  Ini merupakan suatu dampak atau pengaruh. Pertemanan kita membawa kita dekat kepada kebenaran.  Ev . Susan sudah secara tidak langsung memberi dampak yang positif. Mungkin ibu itu dulunya sedih, murung, kurang senang sekarang jadi gembira. Ada ibu yang sedang kesal tidak tahu mau masak apa, sehingga asal masak (yang penting masak). Kalau kita jadi orang yang bergembira, maka ketika kita masak, kita tidak lagi menggerutu. Sehingga masakannya jauh lebih lezat dari sebelumnya. Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa orang yang suka menyimpan kebencian dan kepahitan akan menjadi penyakit. Itu sebabnya, mulailah pergaulan yang sehat di tengah-tengah jemaat sendiri, di tengah-tengah kehidupan komsel. Kalau di komsel kita bisa bercerita tentang kehidupan kita, kita bisa membagikannya dan kita melakukan firman Tuhan. Di dalam komsel itu kadangkala kita bisa mengungkapkan apa saja yang pernah dialami. Kita akan lebih nikmat dan merasakan pertemanan itu begitu indah. Setelah kita tahu di dalam kelompok itu bukan untuk gossip tapi mendukung dalam doa. Kita harus dipupuk sebagai orang yang punya identitas yang jelas yakni sebagai anak Tuhan yang memberi dampak positif.

Hubungan yang Berkualitas

Untuk mempunyai hubungan yang berkualitas, ada 2 hal yang harus diperhatikan :

1.     Kerelaan berkorban. Kalau mementingkan diri sendiri (egois), maka pertemanan tidak akan langgeng. Pertemanan itu harus punya komitmen yang sama. Ketika ada kesulitan , kita akan saling menopang. Ketika yang satu lemah iman, yang lain bisa menopang. Sekali-kali tidak boleh ada keegoisan. Karena bila ada keegoisan , yang satu dirugikan yang lain diuntungkan. Kita butuh orang yang mau sama-sama saling melayani, mengingatkan dan memberkati. 

2.     Punya komitemen bertubumbuh bersama. Hal ini penting apalagi dalam kehidupan di gereja. Tujuan jemaat mengikuti kegiatan komsel adalah supaya bertambah cinta dan mengerti kehendak Tuhan serta lebih paham dan mengenal teman kita. Sehingga mengherankan kalau ada yang ikut komsel lalu keluar dari gereja dengan banyak alasan misalnya : karena di gereja lain “rumput”nya lebih enak. Ketika kelak berjumpa, Tuhan tidak akan bertanya, “rumput yang kamu makan itu enak atau tidak?” Namun Dia akan bertanya, “Berapa jiwa yang sudah engkau bawa? Berapa banyak engkau melakukan firmanKu.” Ketika Daud tahu Raja Saul berencana membunuhnya, hal ini merupakan ujian yang sangat berat bagi persahabatan mereka berdua. Bagaimana seseorang bisa menjalin persahabatan kalau bapaknya akan membunuh dirinya? Daud memberitahukan rencana Raja Saul ke Yonatan, namun Yonatan tidak percaya. TIdak mungkin bapaknya tidak memberitahunya, karena selama ini semua masalah diceritakan ke dia. Akhirnya Yonatan memberanikan diri betanya ke papanya dan hal itu ternyata benar. Dalam kehidupan sekarang ini, banyak terjadi ibu-ibu yang anaknya bertengkar, maka ibu-ibunya juga ikut bertengkar. Ada kakak beradik yang mulanya sangat akur, namun karena pengaruh istri-istri mereka akhirnya menjadi musuh. Demikian juga di tengah kehidupan jemaat, kadang kala jemaat yang satu tidak akur dengan yang lain akhirnya sehingga jemaat jadi terpecah belah. Hal ini berbeda dengan persahabatan Yonatan dengan Daud. Setelah mereka tahu bahwa ancaman Raja Saul benar, Daud dan Yonatan berpelukan dan saling menangisi karena mereka berkomitmen persahabatan mereka abadi (sampai maut memisahkan mereka). Sehingga ada yang menafsirkan persahabatan mereka lebih dari hubungan antara suami-istri. Maka pada 1 Samuel 20:42  Yonatan memberi berkat kepada Daud dan membiarkan Daud melarikan diri dari papanya. (Pergilah dengan selamat; bukankah kita berdua telah bersumpah demi nama TUHAN, demikian: TUHAN akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya).

Dasar (cirri) persahabatan Yonatan dan Daud

1.     Mereka berpusat dan memfokuskan diri pada persahabatan mereka kepada Tuhan. Mereka menerapkan prinsip Alkitab seperti yang tertulis pada Pengkhotbah 4:9-10. Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. arena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Dua orang itu lebih baik itu lebih baik dari 1 orang karena bila ada 1 yang jatuh maka temannya bisa datang untuk menopang. Hal ini diterapkan oleh Yonatan dan Daud. Mereka benar-benar mendasarkan diri membangun hubungan dengan Tuhan.

2.     Mereka tidak mengijinkan masalah di luar pesahabatan mereka mengganggu mereka. Termasuk keluarga, usaha, masa depan mereka tidak dapat menghalangi mereka. Dan persahabatan kadang-kadang menghadapi ujian. Seperti Daud dan Yonatan, tiba-tiba Saul (papanya Yoantan) ingin membunuh Daud. Kalau kita yang menghadapinya, akan sulit bagi kita untuk meneruskan persahabatan dengan anak dari orang yang akan membunuh kita. Tetapi Yonatan begitu rupa mencintai Daud sehingga ia melepaskan Daud dari tangan papanya. Hal ini menjadi ujian agar mereka menjadi karib sehingga mereka berdua betul-betul berkomitmen sampai mereka meninggal. 

Penutup


                Marilah kita belajar dari pergaulan dan pertemanan yang menghasilkan hal yang positif, bukan saja di tengah masyarakat tapi di tengah jemaat. Bangunlah persahabatan yang sehat. Karena seperti Yesus dalam Matius mengatakan kamu adalah garam dan terang dunia. Mari kita menjaga kualitas pertemanan itu. Karena baik atau buruk pengaruhnya itu bergantung pada kita. Bagaimana kita mengisi pertemanan itu dan, bagaimana kita memerankan diri sebagai orang percaya (manusia baru yang harus menghidupi perannya yang  tidak suka hal-hal yang jahat atau hal yang jauh dari firman Tuhan). Kiranya kita bersama-sama tumbuh dewasa dalam Kritus  sehingga akhirnya kita menciptakan gereja yang sehat. 

Sunday, November 9, 2014

Bayi-Bayi Rohani


Ev. Susan Kwok

1 Kor 3:1-4
1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.
2  Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya.
3  Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?
4  Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?
               
Pendahuluan
               
                Pada umumnya pasangan yang baru menikah sangat berbahagia saat menerima kehadiran bayi , buah hati mereka.  Selama beberapa waktu, bayi tersebut belum bisa mengatur waktu tidurnya (tidak beraturan) dan tidak bisa melakukan segala kebutuhannya (makan, minum, mandi, buang air) sendiri sehingga harus dibantu dan diawasi terus-menerus. Meskipun orang tuanya mengalami perubahan siklus tidur dan harus mencurahkan banyak waktu untuk merawat sang bayi, namun segala kesusahan orang tua akan terobati saat melihat sang bayi yang lucu,  bertumbuh besar dan sehat. Kondisi ini berbeda bila setelah berusia 7 tahun, anak tersebut masih seperti bayi, karena hal itu menunjukkan pertumbuhannya tidak normal dan akan menyulitkan orang tuanya. Hal ini dialami oleh Rasul Paulus saat menghadapi jemaat Korintus. Secara manusiawi, Rasul Paulus mungkin tidak tertekan (stress) tapi ia mengalami kekecewaan karena ada harapannya yang tidak terpenuhi saat melayani jemaat di Korintus.
                Tuhan Yesus pernah berkata kepada murid-muridNya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 18:3).  Berarti Tuhan Yesus mengharapkan agar manusia seperti anak kecil hal dalam hal tertentu yaitu iman kepercayaan, ketergantungan dan ketaatan kepada Allah. Menjadi anak berbeda dengan kekanak-kekanakan. Rasul Paulus mencela jemaat Korintus seperti kanak-kanak (serupa manusia duniawi). Kekanak-kanakan berarti suatu pertumbuhan yang tidak normal dalam hal sifat, karakter, mental yang seharusnya sudah berubah seiring dengan perjumpaan dengan Kristus. Contoh : ada seorang yang sangat pemarah. Apapun bisa membuatnya  marah , termasuk hal yang baik seperti diberi senyuman. Suatu kali ia berjumpa dengan Kristus. Saat itu ia ingin mengenal, taat ,  menjadi murid Tuhan Yesus dan bertumbuh secara rohani. Tetapi 25 tahun kemudian, ternyata ia tetap tidak berubah. Bertemu orang lain tetap cuek. Setiap orang yang menyapa tidak disambut malah dibalas dengan kasar. Kira-kira seperti inilah yang terjadi dalam jemaat Korintus seperti yang tertuang dalam 1 Kor 3:1-2 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.  Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Rasul Paulus mengatakan dulu jemaat Korintus ibarat bayi yang diberi minum air susu yang manis dan segar dimana Rasul Paulus memberi teguran halus dan bimbingan yang lunak. Tetapi setelah sekian tahun berlalu, Rasul Paulus tetap tidak bisa menegur jemaat Korintus dengan keras dan mengajar dengan firman Tuhan saat jemaat Korintus melakukan kesalahan. Hal ini disebabkan kalau Rasul Paulus menegur dan mengajar dengan ketat, jemaat Korintus tidak bisa menerima.

Bayi Rohani
               
                Seorang bayi memiliki bahasa komunikasi berupa tangisan dan rengekan, makanannya yang lembut, halus dan lembek. Bayi itu tidak bisa berpikir dan mengambil keputusan seperti orang dewasa. Kalau ia lapar pk 2 pagi, maka ia akan merengek tidak peduli waktunya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya tergeletak dan menerima saja, tidak bisa menggali potensi karena masih bayi. Tetapi seorang percaya seharusnya bertumbuh dari hari ke hari. Kalau sudah 10 tahun menjadi orang percaya tetapi tetap bayi rohani maka ia sama dengan bayi umumnya. Kalau bayi merengek, maka bayi rohani juga merengek , lembek, tidak tahan banting dan mengeluh karena hanya berfokus pada diri sendiri. Bayi selalu melakukan sesuatu sesuai kebiasaannya (dari dulu juga begitu) dan selalu mengikuti kemauan sendiri. Pengarang buku Andar Ismail menulis dalam bukunya tentang kebiasaan seorang bayi yang bukan saja mematikan dirinya sendiri tapi juga tidak membawa pertumbuhan orang di sekitarnya bahkan menyebabkan kematian. Dalam ilustrasi yang diberikan, ada seekor kalajengking memohon sungguh-sungguh kepada seekor katak. “Katak tolonglah aku. Aku ada keperluan keluarga tapi tidak bisa berenang. Tolong seberangkan aku.” Katak menolak, “Tidak bisa. Nanti engkau akan menyengat aku.” Kalajengking berkata,”Tentu saja tidak. Kalau aku menyengatmu aku akan tenggelam.” Melihat kesungguhan kalajengking, katak akhirnya menolong. Tapi di tengah jalan, kalajengking menyengatnya juga, karena “aku lah kalajengking, menyengat adalah tabiatku”. Katak menggelepar dan mati lemas. Kalajengking pun tenggelam bersama katak. Katak mati tenggelam karena bisa (racun) dari kalajengking, tapi kalajengking mati tenggelam karena ia tidak bisa berenang. Saat kalajengking diingatkan untuk tidak menggigit katak, ia menjawab bahwa menyengat adalah kebiasaannya yang tidak bisa berubah. Cerita ini mirip dengan orang yang kukuh tidak mau berubah karena kebiasaannya (saya tidak bisa berubah karena inilah saya). Sesungguhnya kita tetap bisa belajar untuk hal-hal yang positif seperti sopan, sabar, lembut dll.
                Dulu saya pernah diragukan oleh banyak orang. Keraguan itu membuat saya waspada. Mulai dari mama yang melahirkan , dosen dan teman kuliah teologi. Mereka menilai saya, “Kamu orang nya keras tidak bisa diatur, judes dll”. Sehingga waktu akan berangkat untuk kuliah teologi , di terminal bus papa saya menangis. Tetapi mama saya tidak menangis. Dia malah berkata, “Sebelum tamat jangan pulang!” Saya merasa sedih sekali mendengarnya. Mama saya bahkan telah mengingatkan saya selama sebulan lebih. Tapi saya maklum bahwa dia tidak ingin saya gagal, karena di asrama penuh peraturan. Lonceng berbunyi pk 4.45 WIB menandakan waktu untuk bangun sikat gigi, cuci muka dan menyalakan lampu. Pk 5 lonceng berbunyi tanda untuk memulai renungan pagi. Pk 5.30 lonceng berbunyi agar para siswa kumpul untuk berdoa. Pk 6 siswa harus mandi. Pk 6.30 para siswa sudah harus siap-siap untuk pergi ke ruang makan dstnya. Mama saya berkata, “orang seperti kamu tidak mungkin bisa bertahan hidup di asarama. Paling tidak sampai sebulan, kamu melakukan  banyak pelanggaran dan dikeluarkan karena bertengkar dengan siswa lainnya.” Orang tua saya saja tidak mempercayai saya, bagaimana dengan orang lain? Tetapi hal ini menjadi cambuk dan saya bertekad tidak pulang sebelum selesai karena saya menyadari segala kekurangan saya seperti yang disebutkan mama saya. Akhirnya setelah selesai skripsi saya baru pulang ke rumah. Pada waktu pulang mama berkata, “Mengapa kamu  baru pulang sekarang?” Tetapi saya sudah tidak mau menjawab, karena saya berusaha memahami orang tua. Kalau sampai hari ini saya bisa bergaul dengan banyak orang, itu hasil dari suatu proses yang panjang. Walau proses ini  belum mengubah saya 100% tapi saya berusaha memahami mengapa. Kadangkala saya gagal, tetapi saya belajar karena tidak ingin tinggal dalam kondisi seperti itu. Kalau tidak ingin berubah maka orang akan berkata “urus saja urus dirimu sendiri”,  tapi hal itu tidak benar. Itu yang Rasul Paulus katakan pada jemaat Korintus yang harus selalu dielus (ditegur dengan pelan dan lembut). Kadangkala kita harus to the point, kadangkala harus memutar sedikit. Saya yang awalnya hanya bisa to the point harus belajar “mutar-mutar” karena sebagian orang tidak bisa dihadapi secara to the point.
                Pada ayat kedua, Rasul Paulus berkata  kamu (jemaat Korintus) tidak bersedia mencerna makanan keras, tidak bersedia membayar harga. Seharusnya kamu berani punya komitmen, berjanji mau maju, giat, siap susah, setia dalam banyak hal. Pada 1 Kor 3:3, Rasul Paulus menjelaskan alasannya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Penyebab semua itu adalah cara hidup yang iri hati dan perselisihan. Orang yang iri hati adalah orang yang tidak bersukacita atas hal-hal baik yang diterima oleh orang lain. Misalnya : mengapa istrinya cantik sedang istri saya jelek?  Mengapa rejekinya lebih lancar? Kenapa suaranya lebih bagus? Kenapa feeling musiknya baik sedangkan saya tidak . Mengapa anaknya juara, sedang anak saya tidak? Kenapa anaknya mudah bersosialisasi, sedangkan anak saya tidak? Karena iri hati , akhirnya kita mencari kesalahan-kesalahan orang lain dan bertengkar. Orang yang menganggap diri benar membuatnya bertengkar. Jemaat Korintus punya banyak kelebihan. Orang yang punya banyak kelebihan seringkali gagal memberi hormat kepada orang lain. Jemaat Korintus karunianya luar biasa. Tetapi pertengkaran terjadi di antara mereka. Demikianlah “bayi” yang ingin menang sendiri. Seorang yang bertumbuh dari bayi ke dewasa, seharusnya lebih bisa memberi hormat pada orang lain.
                Pada 1 Kor 3: 4, Rasul Paulus menulis  Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?  Yang menandakan mereka bayi rohani adalah mereka mengidolakan manusia (pemimpin). Mereka menghormati manusia jauh lebih tinggi dari Allah sehingga terpecah-belah. Mereka terpecah karena mereka tidak menempatkan Yesus sebagai kepala gereja, tetapi menempatkan hamba Tuhan sesuai dengan yang mereka bayangkan (menempatkan hamba Tuhan tersebut menjadi nomor satu). Mereka melihat Paulus sebagai hamba Tuhan yang pintar. Kalau beradu argument dengannya,  tidak ada yang bisa menang. Bukankah bangga dengan pemimpin seperti itu? Tapi ada juga Petrus yang diidolakan karena telah menjadi saksi sejarah akan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sehingga kata-katanya bisa dipercaya. Dulu tidak bisa dipengang kata-katanya tetapi sejak bertobat, berubah dan memimpin, maka Petrus menjadi hamba Tuhan yang dihormati. Hal ini bila terjadi sekarang, maka kalau Paulus berkhotbah sekarang maka yang duduk di depan adalah jemaat yang senang dengan Paulus. Kalau yang berkhotbah Petrus maka yang duduk di depan adalah jemaat yang senang dengan Petrus. Juga ada jemaat yang menyukai Apolos, seorang hamba Tuhan yang usinya lebih muda daripada Petrus dan Paulus tetapi fasih dalam berkata-kata  (seorang ahli komunikasi yang baik). Kalau ia menjelaskan sesuatu orang menjadi tertarik sehingga orang mengidolakannya. Ada juga kelompok yang tidak mau mengidolakan manusia dan hanya mau mengidolakan Yesus Kristus. Awalnya kelompok ini bersifat non-blok tapi kemudian menjadi blok sendiri karena menganggap dirinya lebih rohani dari yang lain.
                Suatu gereja terpecah karena jemaatnya  mengidolakan pemimpinya. Hal ini banyak terjadi di gereja-gereja. Jemaat seperti itu adalah bayi rohani dan akhirnya menyeret hamba Tuhan menjadi bayi rohani karena terhasut untuk membuat blok. Hamba Tuhan ini hanya memperhatikan orang-orang yang mendukungnya. Kalau kelompok lain memberi usul, maka akan dibungkam. Ada juga jemaat yang senang menonton perpecahan dan membicarakan hamba Tuhan. Ia senang ke gereja karena ada tontonan menarik (ada pertikaian) kemudian ia menjadi bayi rohani dan semuanya jatuh seperti pada ilustrasi katak dan kalajengking di atas. Akhirnya keduanya mati!

Penutup
               
                Bayi rohani itu identik dengan manusia duniawi yang tidak bertumbuh. Ia tidak menghargai firman dan kehendak Tuhan atau dengan perkataan lain, ia menolak anugerah Tuhan.  Mari kita tidak menjadi bayi rohani tetapi bersedia dan mulai mencerna hal-hal yang keras dalam hidup kita dengan sikap yang dewasa. Mungkin Allah memberi makanan keras lewat firman Tuhan atau  cobaan hidup. Janganlah kita menyalahkan atau “menghakimi” Tuhan. Tuhan ingin membentuk karakter kita. Beranilah mengkonsumsi makanan keras, serta berani melakukan komitmen dalam keluarga, pekerjaan dan pelayanan. Tuhan memanggil kita dalam 3 area ini. Dalam pelayanan, kalau Tuhan yang mengutus aku, maka aku akan mengerjakan dan tidak akan meninggalkannya. Yoh 5:30 Tuhan Yesus berkata, Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.dan Yoh 20:21 Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
Kita harus melihat dalam konteks Allah yang mempercayakannya. Mari kita belajar berani dan berkata tidak pada karakter negative, gaya hidup dan kebiasaan yang tidak benar serta mulailah hidup dengan kebiasaan yang lebih positif.


Sunday, November 2, 2014

Makin Melayani Makin Dewasa

Pdt. Hery Kwok

Roma 12:1-8
1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
2  Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
3  Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
4  Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,
5  demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
6  Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.
7  Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;
8  jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.

Pendahuluan

                Ada seorang pemuda yang setiap pagi berangkat keluar dari rumahnya. Saya bertanya di mana ia bekerja? Yang mengherankan, ia menjawab bahwa ia belum bekerja! Rupanya ia pergi dari rumah agar orang tuanya mengira bahwa ia telah memiliki pekerjaan. Hal ini dikarenakan dalam persepsi orang tuanya orang dianggap sudah dewasa (tidak  lagi dianggap anak kecil) bila sudah bekerja, mencari uang dan menghasilkan sesuatu. Itu adalah kriteria dewasa menurut sebagian orang.  Lalu bagaimana dengan kriteria dewasa secara rohani? Apakah kehidupan rohani yang dewasa ditandai dengan “sudah melayani”? Ini tidak tepat karena ukuran melayani bukan menunjukkan kedewasaan dalam kehidupan rohaninya. Ada yang sudah melayani tetapi kemudian mundur. Bahkan ada hamba Tuhan yang beralih profesi menjadi pedagang dan kembali ke usaha free-lance. Sehingga kriteria melayani untuk menunjukkan kedewasaan rohani tidaklah tepat.

Melayani sebagai Ucapan Syukur

                Alkitab tidak pernah mengatakan, bahwa kalau seseorang melayani berarti secara rohani ia sudah dewasa. Dalam Roma 12:6-8 Rasul Paulus mengatakan, “Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.” Rasul Paulus mengatakan kita mempunyai karunia yang berbeda-beda. Melayani adalah respon dari apa yang sudah diperbuat Kristus dalam hidup kita. Melalui anugerahNya, Allah telah melakukan karyaNya kepada umat pilihannya. Kitab Roma 1-11 bersifat doktrinal yang menjelaskan tentang karya keselamatan Allah kepada orang percaya sedangkan Roma 12-16 orang percaya meresponi apa yang dikerjakan Allah di dalam kehidupannya. Respon adalah reaksi dari apa yang telah kita peroleh atau tanggapan berupa apa yang saya berikan setelah menerima hal-hal yang telah dilakukan kepada kita (kita ingin melakukan sesuatu sebagai balasannya). Saat mengalami sentuhan kasih Allah , Dia menyucikan, membersihkan dan menyelamatkan kita, atas karyaNya itu kita merasa sukacita dan melakukan respon atasnya.
                Saat orang dunia mendapat sesuatu dari orang lain dan tidak mampu membalasnya saat ini, maka mereka akan mengingatnya untuk membalasnya di kemudian hari. Ini yang disebut balas budi. He Rong Feng, seorang pemuda Tiongkok. Pada usia 17 tahun ia mengadu nasib bersama dua orang temannya di Tai Zhou (provinsi Zhè Jiāng). Ternyata ia gagal, malah ia hidup menggelandang, mengemis  tanpa uang sepeser pun, kelaparan, dan tanpa sepatu. Itu adalah saat di mana hidupnya sangat susah sekali. Saat mengalami kesusahan, ia bertemu dengan  Ibu Dai Xing Fen, pengelola warung mie bersama suaminya. Ibu ini menolong dan menampungnya sementara di apartemennya yang sederhana. Ibu Dai bahkan memberi mereka makan, tempat untuk tidur. Ibu Dai kemudian menghubungi beberapa kenalannya untuk mencari pekerjaan bagi Rong Feng dan teman-temannya di kota lain.Sebelum berpisah, Ibu Dai bahkan memberi mereka uang untuk ongkos kereta. Tetapi hal terbaik yang diterima Rong Feng dan teman-temannya dari Ibu Dai adalah sedikit nasihat yang baik. "Dia bilang tidak apa-apa jika tidak memiliki banyak uang, asalkan selalu berusaha untuk menjadi orang baik," kenang Rong Feng yang sekarang berusia 38 tahun. "Dan saya tidak pernah melupakan hal itu." Selama bertahun-tahun, Rong Feng bekerja keras dalam bisnis furnitur dan menjadi pengusaha sukses di kota Shen Yang, provinsi Liao Ning Tiongkok . Dia sekarang menjadi chairman Shenyang Jiu Jiu Li Feng Group. Tapi Rong Feng tidak pernah lupa kepada wanita yang memberinya kebaikan untuk pertama kalinya. Dan ketika merasa cukup kaya, Rong Feng memutuskan mencari tahu Ibu Dai. Tidak sulit baginya untuk menemukan warung mie milik Ibu Dai. Setelah bertemu penolongnya itu, Rong Feng menawarinya sejumlah 1 juta Yuan (hampir senilai Rp 2 miliar saat ini) sebagai tanda terima kasihnya. "Kalau bukan karena kebaikan Ibu Dai 21 tahun yang lalu, saya tidak akan berada di tempat saya sekarang ini," katanya. Pertemuan keduanya sangat mengharukan. Baik Rong Feng dan Ibu Dai menangis. Rong Feng mendesak Ibu Dai untuk menerima uangnya dan bahkan memaksa Ibu Dai untuk menyimpan beberapa obat dan tonik. Namun Ibu Dai yang wataknya sederhana, menolak tawaran yang diberikan Rong Feng. "Saya tidak mungkin mengambil uangnya karena saya tidak membantu dia untuk itu," kata Xingfen yang kini berusia 45 tahun. "Dia telah membuat saya sangat puas dan terkejut dengan mengingat saya. Tapi saya tidak bisa mengambil uang. Bukan itu tujuannya." Jadi sebagai gantinya, Rong Feng membuat sebuah kaligrafi (seni artistik tulisan tangan) yang berisi kalimat ucapan terima kasih darinya yang berbunyi 恩重如山 (Ēn zhòng rúshān, Bersyukur Seberat Gunung). Ibu Dai cukup senang dengan kaligrafi itu dan menyebutnya sebagai hal yang terindah.
                Dari kisah itu, kita bisa melihat bahwa orang dunia saja meresponi kebaikan penolongnya dengan rasa syukur, kalau perlu apa yang bisa diberi akan dikasih. Rasul Paulus pada pasal 1-11 mengatakan bahwa Yesus Kristus telah memberi anugerah yang sempurna dengan menyelamatkan kita. Lalu Rasul Paulus memberi catatan, siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita (Roma 12:8b). Dengan demikian kita melakukan pelayanan semata-mata sebagai respons  (tanggapan) ucapan syukur kita “Terima kasih Tuhan Engkau telah menerima dan menebus saya “

Ibadah dan Kriteria Pelayanan yang Menunjukkan Kedewasaan

                Melayani yang menunjukkan kedewasaan yang semakin nyata, kalau kita melayani dengan tidak berpura-pura tapi dengan sukacita (ayat 9 Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik dan ayat 12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!), membantu orang-orang kudus (ayat 13 Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!), ayat 14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Dalam Roma 12:9-21 Rasul Paulus memberitahukan kita bahwa betapa orang yang melayani Tuhan seharusnya punya pertumbuhan luar biasa dalam hidup rohaninya. Ayat 10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Sudahkah kita mendahului menyapa orang saat bertemu? Sebagai majelis, pengurus, aktifis, adakah kerendahan hati kita untuk menyambut orang?  Semakin dewasa orang dalam melayani menunjukkan orang yang semakin berkembang kerohaniannya. Bila punya kehidupan ibadah dan bisa melayani dengan baik, kita mengalami pertumbuhan rohani dengan baik dan berdampak pada orang yang dilayani. Ada sukacita dalam melayani dan saat dihina dalam melayani justru mendoakan. Justru orang yang mengalami hal ini , sungguh melayani dengan dewasa. Sehingga Rasul Paulus aku mendorong kamu ebagai persembahan yang hidup itulah ibadah.
                Ibadah merupakan hal penting dalam melayani dengan baik dan pertumbuhan rohani (ayat 9-21). Ibadah bukanlah semata yang dilakukan di gereja pada hari Minggu dan Rabu (saat persekutuan doa). Ibadah adalah sebuah relasi , hubungan dengan Allah yang terus terjadi dalam hidup orang percaya. Saat hidup dalam persekutuan dengan Allah dalam membaca Alkitab, berdoa pribadi atau bersama, bersekutu itulah seluruh rangkaian ibadah yang membuat orang percaya mengalami pertumbuhan rohani. Ibadah merupakan kunci keberhasilan dalam pelayanan saat punya hubungan yang dalam dengan Tuhan. Dalam relasi dengan pelayanan, Rasul Paulus mengatakan bawalah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup  (Roma 12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati).  Abraham diminta membawa anaknya (Ishak yang dikaruniakan Tuhan saat usianya 100 tahun dari istrinya - Sara yang mandul) ke bukit Muria untuk dipersembahkan ke Tuhan. Ini bukan perkara mudah. Alkitab tidak mencatat drama emosi Abraham, tapi pergumulannya pasti berat dalam membawa anaknya untuk dipersembahakan. Saat anaknya bertanya, "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?" (Kej 22:7b).  Hati Abraham sebagai bapak pasti menangis. Waktu ia membawa anaknya untuk dipersembahkan, itulah kata persembahan yang dibawa dalam pelayanan. Kata inilah yang dipakai untuk berserah kepada Tuhan.
                 
Penutup

                Suatu kali suatu pesawat yang saya tumpangi mengalami guncangan sehingga para penumpang bereriak-teriak. Saat itu saya sedang konsentrasi dalam persiapan kuliah dan sedang menghafalkan.  Majelis di sebelah saya berdoa. Setelah guncangan reda, majelis tersebut berkata, “Terima kasih sudah berdoa.” Di kemudian hari ia berkata, “Saat itu saya sudah pasrah.”  Pasrah berarti tidak melakukan apa—apa. Itu berbeda dengan berserah di mana dalam kondisi berserah sebenarnya saya bisa tidak melakukan tapi saya melakukan. Sewaktu kita menyerahkan tubuh sebagai persembahan kepada Tuhan, di situlah kita akan mengalami perubahan rohani. Yang dipersembahkan adalah tubuh yang  di dalam Alkitab, merupakan perwakilan jiwa, hati dan seluruh kehendak. Jadi yang diserahkan totalitas hidupmu sebagai persembahan yang hidup , dan itu yang dikatakan ibadah. Setelah itu kita akan diberi hati yang meresponi karya Tuhan denngan baik. Maka orang lain mengalami pertumbuhan dari pelayanan kita dan merasakan diberkati (merasakan dampaknya). Waktu melayani, orang lain akan merasakan bahwa kita lembah lembut dan tidak hitung-hitungan. Berlawanan dengan hal itu, saat ini banyak orang Kristen yang hitung-hitungan. Di mana kalau saya ada waktu saya akan melayani, kalau saya punya uang baru saya memberi. Kalau melayanI dengan konsep seperti ini, maka kita tidak punya kedewasaan. Sebaliknya pelayanan yang dewasa terjadi bila engkau memberkati orang saat dihina dan mendoakan orang saat dicaci maki.
                Ada seorang aktifis (guru sekolah minggu) yang ingin mengundurkan diri dari pelayanannya, padahal selama ini ia sudah bersungguh-sungguh mengajari anak-anak Sekolah Minggu (SM). Ia menjemput, memberi snack dari kantong pribadinya untuk anak-anak  SM. Tetapi ortu nya selalu berkata, “Setelah Lau shi (guru) mengajakan , anak-anak bukannya membaik tapi malah tambah nakal.” Ia merasa sudah melayani dengan baik tapi hasilnya begitu sehingga merasa lelah. Waktu melayani Tuhan , Rasul Paulus mengatakan pada ayat 3-8 bahwa siapa yang melakukannya dalam ibadah kepada Tuhan, maka Tuhan akan membuatnya bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain. Kedewasaan itu membuat kita meresponi dengan baik.               Kiranya pesan ini membuat pengurus komisi melayani dengan baik dan bertumbuh.