Sunday, June 23, 2019

Hidup Ini adalah Kesempatan





Ev. Putra Waruwu

Efesus 5:15-17
15  Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16  dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
17  Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.

Pendahuluan

              Hidup ini adalah kesempatan. Kesempatan macam apa? Kesempatan yang bagaimana dan kesempatan yang seperti apa? Ada sebuah lagu yang judulnya sama dengan tema renungan hari ini yaitu “Hidup Ini adalah Kesempatan”. Tetapi yang menjadi pertanyaan sederhananya ,”Tahukah kita di balik lagu ini ada sebuah kisah yang memilukan?”. Beberapa waktu lalu, lagu ini menjadi viral karena dinyanyikan seorang ibu yang sudah berusia senja (oma). Ia bernyanyi bersama dengan teman-teman lainnya, di-video-kan dan diunggah (upload) lalu menjadi viral. Tetapi sebelum lagu ini viral, ada sebuah kisah nyata dibalik kemunculan lagu ini. Pdt. Wilhelmus Lathumahina adalah seorang gembala di sebuah jemaat dan ia sudah cukup lama melayani Tuhan. Ia punya seorang anak yang sangat berbakat di bidang musik. Tuhan memberikannya talenta untuk bisa mengaransemen banyak jenis musik. Anaknya aktif melayani dan menjadi berkat di jemaat yang dilayani oleh Pdt. Wilhelmus. Suatu kali anak pendeta ini mengalami kecelakaan yang merengut nyawanya. Di tengah kepiluan, kesedihan dan kesusahan yang dialami, Sang Pendeta mulai merenung. Di dalam renungannya ia menuliskan lirik lagu terssbut. Lagu yang dinyanyikan sekarang ini adalah saduran dan ada beberapa kata yang dihilangkan.
              Bukankah lagu “Hidup Ini adalah Kesempatan” seringkali diidentikan dengan orang-orang yang berusia senja? Pandangan ini perlu diubah. “Hidup ini adalah kesempatan” bukan hanya berlaku bagi orang-orang yang usianya lanjut tetapi berlaku untuk kita semua. Di dalam renungannya, Pdt. Wilhelmus mengatakan tidak selamanya kita muda dan kuat, artinya ada masa-masa di dalam hidup kita menjadi lemah (seperti saat didera penyakit). Tidak selamanya kita jaya (mungkin perekonomian sulit) dan tidak selamanya kita hidup. Ada batas waktu untuk kita menjelajah sebagai musafir di dalam dunia ini. Maka tepat sekali di dalam lagunya beliau berkata, “Hidup ini adalah kesempatan”. Hari ini kita akan belajar dari tema ini.

Apa itu kesempatan?

              Ada pepatah yang mengatakan, “ada kesempatan di dalam kesempitan”. Dulu ketika saya ikut pramuka, kami tinggal di suatu kota jauh dari pemukiman warga dan berkemah selama kurang lebih 2 minggu. Barang yang kita bawa terbatas. Pembina kami berkata, “Kalau sudah di bumi perkemahan kamu diizinkan untuk mencuri saat ada kesempitan”. Kesempitan apa? Misalnya : pakaian dalam terbatas. Waktu itu belum ada yang sekali pakai dibuang. Jadi harus dicuci  dan kemudian dijemur. Untuk mencuci dan mengeringkan cucian memakan waktu lama karena berada di daerah dingin. Ada seorang teman yang kehabisan cadangan dan dia melihat ada pakaian dalam yang sedang dijemur. Lalu dia memilih satu , mengambil dan memakainya.  Setelah itu ada teman lainnya yang heboh karena miliknya hilang satu. Setelah diusut ternyata ketahuan  diambil oleh temannya. Pembina berkata bahwa itulah kesempatan di dalam kesempitan dan itu dilegalkan  dengan alasan daripada masuk angin (tentu hal ini tidak benar). 
              Kesempatan adalah satu masa di mana kita dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan di tengah kita berada. Masa, waktu, keadaan, situasi, kondisi di mana kita mampu melakukan sesuatu yang berdaya guna, baik untuk kita, orang lain dan untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Itulah kesempatan , masa yang Tuhan berikan untuk kita.
              Ada seorang bapak berusia 70 tahun. Ketika tiba di usia 70 tahun, ia mulai menggores semua peristiwa kehidupannya selama 70 tahun di dalam dunia. Ia menggoresnya dalam bentuk persentase. Dalam diagramnya terlihat kegiatannya selama 70 tahun adalah tidur 32,9%, bekerja (22,8%), beribadah (0,7%), nonton (11,4%), makan (8,6%), bepergian (8,6%), bersantai (6,5%), sakit (5,7%) dan berpakaian (2,8%). Selama 70 tahun, orang ini tidur selama 32,9%, jadi waktu paling banyak digunakan untuk tidur, lebih banyak dari bekerja (22,8%). Yang paling rendah persentasenya adalah beribadah hanya 0,7% (tidak sampai 1%). Bandingkan dengan kesempatan untuk tidur. Bahkan berpakaian lebih besar persentasenya. Demikian juga untuk berbelanja dan berburu diskon. Bagaimana dengan hidup kita? Saat ini saya sudah berusia 25 tahun, selama itu saya sudah melakukan apa saja? Apakah lebih banyak tidur atau lebih banyak beribadah atau lebih banyak ke hal-hal yang lain?  Inilah gambaran tentang kesempatan-kesempatan hidup yang Tuhan berikan pada kita. Sudahkah  kita menggunakan kesempatan itu dengan baik? Hal ini kita lihat dari firman Tuhan, “Bagaimana seharusnya kita memaknai dan mengisi kesempatan itu dengan baik”.
             
Alkitab Berkata (Efesus 5:15-17)

              Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus dan ditujukan kepada jemaat Efesus tapi juga berlaku bagi mereka yang bukan jemaat Efesus namun tinggal di kota Efesus pada saat itu. Surat ini ditulis Rasul Paulus ketika ia berada di penjara. Di tengah kesulitan dan penderitan, Rasul Paulus masih mengingat bahwa ia punya anak rohani yang harus terus didampingi, salah satunya adalah jemaat Efesus. LAI memberi perikop “Hidup sebagai anak-anak terang”. Mengapa Rasul Paulus harus mengirimkan surat ini kepada jemaat Efesus? Karena satu hal yang penting adalah saat itu  jemaat Efesus adalah jemaat yang dualisme, mereka menyembah Allah dan mereka juga punya kepercayaan lain. Salah satu yang mereka sembah adalah dewi Artemis (dewi kesuburan). Jadi selain menyembah Tuhan, di sisi lain ada juga yang disembah. Bahkan ada yang benar-benar hanya menyembah dewi kesuburan tersebut. Di tengah keadaan demikian, Rasul Paulus hadir dengan mengirimkan surat ini. Ia berkata , “Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup!”.
              Jemaat Efesus bukan baru saja mendengar Firman tetapi jauh sebelumnya mereka sudah mendengar tetapi sebagai manusia, mereka juga punya keterbatasan untuk memahami Firman, namun dengan surat-surat Rasul Paulus , jemaat ditolong untuk mengerti dan memahami apa yang menjadi pesan Rasul Paulus bagi mereka. Apa kaitannya dengan tema kita? Melalui pasal 5 ini , kita akan melihat setidaknya ada 3 ciri dari kehidupan orang yang mengisi kesempatan-kesempatan hidup dengan melakukan apa yang Tuhan mau.

3 Ciri Kehidupan dari Orang yang Mengisi Kesempatan Hidup dengan Melakukan Apa yang Tuhan Mau

1.     Hidup bagi Allah

Pada Efesus 5:15 Rasul Paulus berkata , Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, . Di sini disebutkan ada 2 karakter orang yakni bebal dan arif. Orang bebal adalah orang yang hidupnya  dalam perbuatan daging, orang yang hidupnya belum berubah. Orang yang mengiyakan tapi tidak berubah misal diminta , “jangan begini ya”, dikatakan iya tapi nanti dilakukan lagi. Tetapi orang arif adalah orang yang mau melakukan apa yang Tuhan mau. Itu adalah orang yang menggunakan kesempatan untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Arif dan bebal adalah dua karakter yang bertolak belakang. “Bebal” menjauh dari Tuhan sedangkan “arif” itu mendekat kepada Tuhan. Rasul Paulus berkata, “Perhatikanlah hidupmu!”. Sekarang kita perhatikan hidup kita dengan seksama (teliti), apakah kita seorang yang bebal atau seorang yang arif. Seorang yang sudah berubah atau masih terus- menerus mengisi kesempatan hidup dengan hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan? Kesempatan itu banyak, tetapi apakah kita sudah mengisinya dengan baik?
               Ingatkah akan kisah Raja Ahab dan istrinya Izebel? Kelakuannya menyebalkan. Mereka punya posisi sebagai pemimpin kala itu. Tetapi posisi itu digunakan untuk membawa orang Israel tidak lagi menyembah Tuhan dan Izebel punya niat untuk membunuh Nabi Elia. Di tengah posisi yang bagus dan jabatan yang tinggi, ia menggunakan kesempatan itu untuk melakukan apa yang menjadi egonya sendiri terhadap orang lain. Rasul Paulus berkata, “Itulah orang bebal”. Firman Tuhan berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat utnuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang untuk kebenaran”. Bagaimana dengan kehidupan kita? Sudah berapa lama kita berani menyebut diri kita sebagai seorang Kristen dan orang yang mencintai Tuhan? Seberapa berani kita berkata bahwa kita sudah mengisi setiap kesempatan yang ada untuk hidup bagi Allah. Kita hidup bagi Allah atau kita hidup untuk diri kita sendiri? Ketika kita hidup bagi Allah maka segala sesuatu ada di dalam standar , patokan dan maunya Allah (bukan maunya saya). Kadang di sini kita menghadapi dilemma (kita maunya B sedangkan Tuhan maunya A. Tuhan mengijinkan kita sakit tapi kita tidak mau terima). Apakah kita sudah sungguh hidup bagi Allah? Ini mengingatkan kita sejauh mana kita berkenan di hadapan Tuhan. Rasul Paulus ingin menekankan kepada kita bahwa ketika ia berkata, “janganlah seperti orang bebal tetapi seperti orang arif”, seorang penulis berkata bahwa  Paulus dalam bagian ini sedang berkata, “Kamu yang sudah dimenangkan di dalam Kristus hidupmu jangan sembrono (jangan terlalu bebas tanpa aturan,  jangan sewenang-wenang dan sesukamu saja, tetapi harus semaunya Tuhan). Supaya kamu bisa menjadi orang yang arif. Kalau hidup kita sembrono maka kita tidak akan peka dengan dosa malahan kita akan menikmati dosa.
               Saya membaca sebuah cerita. Ada seorang pria yang  menyediakan sebuah panci yang diisi dengan air panas. Kemudian ketika panci itu diletakkan di suatu tempat, tiba-tiba ada seekor kodok melompat masuk ke dalam panci. Kodok itu tidak sadar air di dalam panci itu panas. Ia asyik melompat-lompat di air panas. Ia asyik bermain, sampai suatu titik ia merasa kepanasan dan kemudian mati. Terkadang hidup manusia seperti itu. Sedikit-sedikit tidak apa (cincailah), Tuhan tahu kok. Di awal kita tidak peka. Tetapi saat sampai di titik tertentu Tuhan menegur, kita jatuh. Kita salah menggunakan kesempatan yang ada. Inilah yang pertama, hidup bagi Allah. Sebuah lagu berkata, “Kalau kuhidup, kuhidup bagimu”. Mataku, hatiku, hidupku tertuju pada Tuhan. Mau dan siap hidup bagi Allah? Atau kita sekarang sedang hidup untuk diri sendiri?

2.     Hidup Bijaksana

Ketika mengisi kesempatan hidup maka kita harus hidup dengan bijaksana. Pada ayat 16 Rasul Paulus berkata,”dan pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.” Waktu yang dimaksudkan Rasul Paulus dalam bagian ini adalah kairos. Ada 2 pengertian waktu yaitu kronos dan kairos. Kronos adalah waktu yang berganti. Tetapi Rasul Paulus menggunakan kata kairos (suatu waktu dalam kehidupan yang tidak akan berulang). Itulah kesempatan yang dimaksudkan Rasul Paulus dalam bagian ini. Maka hidup ini adalah kairos bukan kronos. Kalau kronos masih ada besok , bulan depan atau tahun depan. Sedangkan kairos tidak bisa (kalau sudah lewat , tidak bisa kembali). Misalnya : suatu kali kami sedang belanja di pasar dengan dosen dan ada satu jemaat yang minta,”Pak tolong doakan saya!” padahal saat itu pasar sedang ramai. Tetapi dosen saya berkata,”Ayo kita ke pinggir sebentar dan berdoa” di tengah-tengah hiruk-pikuknya pasar. Bisa jadi kesempatan itu tidak akan kembali karena bisa jadi kita tidak akan bertemu lagi dengan jemaat yang minta didoakan itu. Itu kairos (kesempatan yang mungkin atau tidak akan terulang kembali). Sedangkan kalau kita mau ke mal tetapi batal maka bisa besok.  Hal-hal yang rohani penting untuk kita pikirkan bersama.
“Pergunakanlah waktu yang ada”. Lirik lagu “Jam Kehidupan” yang dibawakan Herlin Pirena yang liriknya,”Jam kehidupan diputar sekali dan tak seorangpun tahu kapan kan berhenti. Mungkin hari ini, mungkin esok, mungkin nanti. Cepat atau lambat tak s'orangpun tahu bila waktunya… Milikilah kasih Yesus yang menjadikan hidupmu berarti…” Milikilah kasih Yesus supaya hidup kita mudah diubahkan di dalam Tuhan. Kalau kita bisa menggores kehidupan kita, seperti apa dan bagaimana? Bukankah dunia menawarkan kepada kita bahwa waktu adalah uang”. Time is money. Kata Pak Jokowi , “Waktu adalah kerja, kerja, kerja”. Artrinya kita melakukan sesuatu yang berdaya guna, tidak hanya sebatas untuk mencari sesuatu yang bersifat materi. Hari-hari ini adalah jahat. Banyak tipu muslihat iblis, banyak godaan, rayuan yang dilemparkan oleh iblis Tetapi pemazmur berkata,”Tuhan ajar kami menghitung hari-hari kami agar kami beroleh hati yang bijaksana”. Untuk menghitung hari-hari supaya bijaksana, dari refleksi saya, saya berani berkata,”Anggaplah hari ini adalah hari terakhir dalam hidup kita supaya kita tahu apa yang harus kita lakukan untuk mengisi hidup ini. Kalau kita berpikir masih ada besok atau lusa untuk melayani Tuhan, maka kita akan menunda. Tetapi kalau kita boleh memaknai detik, hari dan saat ini adalah waktu yang terakhir dari hidup kita, maka kita akan berjuang untuk melakukan yang terbaik semampu kita untuk Tuhan. Kesempatan ada banyak, hanya saja sudahkah kita menggunakan kesempatan itu dengan baik?
Ada sebuah video  yang berpesan, “Banyak hal di dunia ini yang sering kita lakukan untuk menghabiskan waktu kita. Tidur adalah salah satunya. Kita juga selalu mempunyai waktu untuk menonton apa yang menjadi kesukaan kita. Bagi yang suka main game, juga ada waktunya untuk itu. Bahkan kita punya waktu untuk membersihkan lingkungan kita. Kita punya waktu untuk bersama dengan orang-orang yang kita sayangi :  keluarga, suami-istri dan anak-anak. Kita juga punya waktu untuk berkarya sesuai dengan talenta kita. Kita punya waktu untuk melihat apa yang ada di dekat kita (sekeliling kita).” Itu beberapa contoh dari  waktu yang digunakan dalam keseharian kita.  Yang menjadi akhir dari video ini adalah dia bertanya, “Seberapa banyak waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Seberapa sering kita dekat dengan Tuhan? Seberapa banyak kesempatan yang Tuhan kasih, kita gunakan dengan baik? Kita bekerja dari pagi hingga malam, kita berjuang untuk mencapai apa yang menjadi target kita, tetapi untuk Tuhan berapa banyak?
Ketika sedang berkhotbah, saya tidak sedang menghakimi tetapi saya hanya sedang membagikan apa yang menjadi refleksi dari Firman ini. Itulah hidup yang bijaksana. Hidup yang mau menghitung hari dan mempergunakan hari -hari yang ada, hidup yang siap melawan tipu muslihat iblis. Di tempat kita seperti apa? Di dalam posisi yang mungkin sedang duduki saat ini , kita bersikap bagaimana? Bagaimana kita bersikap terhadap atasan , bawahan dan rekan kerja seperti apa? Kita harus melihat bahwa semua kesempatan yang Tuhan berikan adalah baik untuk kita. Di dalam iman kita kepada Tuhan, tidak ada kesempatan yang tidak baik, tidak ada waktu yang tidak indah dan tepat. Semua di dalam Tuhan adalah baik, indah dan tepat. Sehingga Pemazmur sekali lagi berkata, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami”.

3.     Hidup mengerti kehendak Tuhan.

Ini terkadang menjadi polemik dalam kehidupan orang Kristen. Bagaimana kita bisa mengerti kehendak Tuhan? Tidak semua yang kita pertanyakan ada jawaban yang logis. Karena kita beriman bukan karena logika, kita percaya bukan sebatas rasio, tetapi memang kita beriman kepada Tuhan. Apa maksudnya mengerti kehendak Tuhan ketika Rasul Paulus berkata, “Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” (Efesus 5:17).  Kata “usahakan” berarti kita punya “andil’ untuk mau memahami Tuhan mau apa di dalam kehidupan saya. Katekismus Westminster berkata,”Tujuan kamu untuk mengerti kehendak Tuhan hanya satu yaitu memuliakan Tuhan”. Tetapi untuk mengerti kehendak Tuhan kita harus sungguh mengerti apa yang menjadi dasar iman (kepercayaan) kita kepada Tuhan. Untuk mengerti kehendak Tuhan, kita tidak hanya sebatas tahu saja, tetapi kita harus siap untuk melakukan sesuatu  yang dapat dirasakan oleh orang lain.
Tentunya untuk mengetahui kehendak Tuhan melalui kebenaran firman Tuhan. Yang kedua, kita juga bisa tahu kehendak Tuhan melalui khotbah-khotbah. Yang ketiga, kita juga bisa mengetahui kehendak Tuhan melalui orang-orang yang ada di sekitar kita. Semua cara bisa Tuhan pakai untuk menolong kita agar kita paham kehendak Tuhan untuk saya. Kita dipanggil untuk menjadi orang percaya. Setelah menjadi orang percaya kita harus hidup seturut dengan maunya Tuhan. Pergunakanlah waktu yang  ada selagi masih ada waktu, kuat, sehat dan bisa berpikir. Gunakan semua itu untuk memuliakan Tuhan.
Di sini Rasul Paulus kembali mengingatkan kita bahwa hidup yang adalah kesempatan yang Tuhan anugerahkan, harus diisi dengan hal-hal yang bermakna. Bagi yang sudah berkeluarga dimulai dari kehidupan keluarga , bersama dengan suami/istri  dan anak. Apakah setiap kesempatan yang ada sudah kita gunakan dengan baik? Membangun relasi , menjalin komunikasi dan menikmati kebersamaan. Bagi kita yang masih sendiri, bagaimana kita menikmati kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan dalam kesendirian kita? Sudahkah kita menggunakan semuanya di dalam pimpinan Tuhan? Atau sebaliknya hidup ini adalah kesempatan untuk melayani Tuhan. “Hidup ini adalah kesempatan” tidak hanya berlaku bagi orang yang sudah berusia senja tapi berlaku bagi setiap kita (semua usia). Mari kita berefleksi untuk melihat dan menilik hati kita. Kalau ada kesempatan untuk beribadah apakah kita sudah beribadah dengan sungguh-sungguh? Kalau ada kesempatan untuk melayani apakah kita mengambil bagian? Kalau ada kesempatan untuk menegur atau mengingatkan orang , adakah kita sudah menggunakan kesempatan dengan baik? Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Selagi ada waktu dan kesempatan maka gunakanlah dengan baik.
Hari ini penghuni lantai 3 pastori penuh dengan penghuni-penghuni baru. Mushi memberi tanggung jawab saya sebagai kepala asrama untuk membawahi beberapa hamba Tuhan. Ada Aldin, Novi, Joshua, Agnes dan Dyan (setiap Sabtu dan Minggu). Saya coba berpikir sebelum mereka datang, “Tuhan , Tuhan mau saya apa dari saya untuk mereka” Saya terus berpikir,”Tuhan mau apa? Apa yang bisa saya berikan untuk mereka?” Bukan materi. Mu shi kasih makanan. Kalau saya? Saya coba berpikir, “Apa? Apa? dan Apa?” Saya katakan kepada para hamba Tuhan tersebut, “Jangan pandang saya sebagai hamba Tuhan yang posisinya terlalu di atas tetapi pandang saya sebagai teman sehingga saat ada kesulitan , kamu bisa terbuka dengan saya. Lalu saya sampaikan ke mu shi untuk kebutuhan mereka. Mu-shi akan memberikan tanggapan sehingga ada jalan keluar. Itu kesempatan dan kesempatan itu tidak akan berulang. Joshua dan Agnes hanya ada selama 2 bulan , setelah itu mereka akan pergi lagi ke tempat pelayanan lain. Saya juga berlajar agar jangan sampai saya menyesal tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka. Sama dengan kita. Orang-orang yang ada di sekitar kita, kita harus melihat kesempatan apa yang ada untuk kita melayani mereka.
Jumat lalu kita besuk popo Lia di sebelah gereja. Mbaknya berkata,”Beberapa waktu lalu ada dokter dari gereja datang untuk mengunjungi popo Lia”. Seorang dokter dari gereja datang, saya berpikir dokter yang mana. Dijelaskan, “Itu dokter yang pakai kacamata dan beberapa waktu lalu mamanya meninggal”. Rupanya dr. Kim Cu datang untuk mengunjungi popo Lia. Itu kesempatan, selagi kita ada waktu , mari kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat. Pak Andre berkata, “Cuang Dao beberapa waktu lalu , cuang dao datang ke rumah saya walau jauh sekali”. Itu kesempatan. Kalau tidak ada kesempatan , kita tidak akan ke Cibubur. Sdr. Joshua berkata, “Jauh sekali”. Itulah kesetiaan mengikut Tuhan. Itu kesempatan. Di tempat ini saya belajar banyak hal. Hampir 2 tahun melayani di tempat ini, yang paling berkesan adalah bersama dengan mushi dalam pelayanan, adalah ketika dapat informasi langsung gerak cepat. Kita langsung jalan, pulangnya entah jam berapa tidak bisa dipastikan. Itu kesempatan untuk melayani. Begitu ada yang sakit segera datang. Bila ada yang butuh, segera datang. Kalau dikatakan capai, pasti karena sebagai manusia kita lemah. Tetapi sukacita nya jauh lebih besar ketika bisa mengisi semua kesempatan itu dengan hal-hal yang tentunya menyukakan hati Tuhan. Sebelum saya berkhotbah hari ini, saya menerapkan Firman ini dalam hidup saya. Sudahkah saya menggunakan semua waktu yang ada untuk melayani Tuhan? Kesempatan demi kesempatan pelayanan yang ada, sudahkah saya manfaatkan dengan baik?

Kesimpulan

1.     Mari semakin memaknai arti dan  tujuan hidup kita sebagai orang percaya  di hadapan Tuhan dengan tidak menyia - nyiakan waktu yang tersisa dalam hidup kita.
2.     Hidup dalam waktu Tuhan mengisi kesempatan yang ada membutuhkan evaluasi diri terhadap hidup yang telah  dilalui, supaya kita tahu apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita , memperbaiki hidup saat  ini, dan     meningkatkan kehidupan di hari esok
3.     Sarana yang paling baik untuk dua hal di atas adalah dengan membaca firman Tuhan   dan mengaplikasikannya dalam hidup  sehari-hari.

Refleksi

Hidup ini singkat, berubahlah ketika kesempatan masih ada, karena mungkin akan  tiba saat di mana kita ingin berubah, namun   kesempatan sudah tidak ada lagi. Sama seperti yang dikatakan firman Tuhan, ketika seorang manusia berkata,”Tuhan ! Tuhan! Aku percaya kepada Engkau” tetapi Tuhan berkata,”Aku tidak mengenal engkau. Enyahlah dari hadapanKu!”. Selagi ada kesempatan mari belajar dan berubah. Hidup bagi Allah berarti menggunakan waktu dengan bijaksana dan mau mengerti kehendak Tuhan. Berhentilah menyesali dan mulailah mensyukuri.   Berhentilah meragukan dan mulailah  melakukan. Hari ini (detik ini, saat ini), Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita! Maknailah waktu ini sebagai waktu-waktu yang terakhir supaya kita terus berjuang memberikan yang terbaik dengan kemampuan yang kita miliki di dalam anugerah Tuhan.. Mari kita mengisi kesempatan-kesempatan yang ada untuk menjadi berkat bagi orang-orang ada di sekitar kita dan memuliakan Tuhan.  



Saturday, June 15, 2019

Jerih Payahmu Tidak Sia-Sia

Ev. Daniarti Dhyan C.

1 Kor 15:57-58
57  Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
58  Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

1 Kor 15:57

              Apa yang dimaksud dengan ayat 1 Kor 15:57-58? Akhir dari pasal 1 Kor 15 adalah ayat 57-58 yang merupakan kesimpulan dari ayat-ayat di atasnya. 1 Kor 15:57  Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Ada 2 bagian kunci dari ayat ini :
1.       kemenangan.
2.       syukur kepada Allah

1.     Kemenangan

Yang dimaksud dengan kemenangan pada ayat ini identik dengan apa? Kemenangan identik dengan lomba atau kompetisi (sesuatu yang harus kita taklukan). Kemenangan di sini adalah kemenangan atas maut dan dosa. Sebenarnya kita memahami ini dan sering mendengarnya. Sebagai anak-anak Allah , kita telah diberikan anugerah untuk hidup dalam kemenangan atas maut dan dosa. Kita telah diberikan anugerah, berarti anugerah itu sudah kita miliki dan akan kita miliki seterusnya. Kita sudah memahami dari pembacaan Alkitab pribadi atau dari mendengar firman Tuhan bahwa kemenangan atas maut dan dosa  itu dikerjakan oleh Kristus melalui karya penebusanNya di kayu salib. Karena ada salib, kematian Kristus dan ada kebangkitanNya maka kita memiliki anugerah kemenangan atas maut dan dosa. Kita menang atas keduanya. Kita memahami hal ini dan sudah sering   mendengarnya.

a.       Menang atas Dosa

         Waktu kita menang atas maut dan dosa, artinya kita sudah diberikan kuasa oleh Tuhan sendiri melalui kebangkitanNya. Kuasa kebangkitan yang Kristus miliki ini diberikan juga kepada kita untuk bangkit melawan dan menang atas dosa. Kalau misalnya kita punya pergumulan dosa tertentu dan merasa,”Aduh! Gua orangnya memang orangnya suka marah. Aduh, saya orangnya suka negative thinking.” Mengubahnya susah, tapi tunggu dulu. Jangan-jangan kita belum paham bahwa sebenarnya kita memiliki kuasa itu yaitu kemenangan atas dosa.

b.       Menang atas Maut

Apakah artinya kita tidak akan mati? Tidak! Kita sering datang ke pemakaman. Kita tahu bahwa tubuh kita akan binasa (mati), tetapi kita akan bersama-sama dibangkitkan dan kita tidak akan terus dalam kematian karena ada kebangkitan Kristus. Kalau berbicara soal kemenangan maka yang harus ditaruh dalam pikiran adalah “saya sudah memiliki kemenangan itu”. Kemenangan itu sudah dianugerahkan bagi saya. Masalahnya : apakah saya menyadarinya atau tidak? Apakah saya sadar bahwa kita punya kemenangan itu?  Saat kita bicara tentang pergumulan dengan dosa dan menghadapi masalah (konflik) yang tidak pernah selesai darinya, ingatlah kemenangan itu sudah milik kita!
              Pernah ikut lomba? Contoh : lomba hari kemerdekaan Indonesia (17 Agustusan) seperti tarik tambang, makan krupuk , lomba kelereng dll di RT atau keluruhan, cerdas cermat nasional. Kalau kita ikut lomba maka bayangkan perlombaan di tingkat tinggi (penting) untuk kita (seperti kejurnas nasional). Saat ikut lomba (kompetisi), apa perasaan kita sebelum maju lomba? Mungkin kita merasa deg-degan, keringat dingin, mulas (perutnya tidak enak sehingga bolak-balik ke toilet), khawatir (bisa atau tidak?). Kalau menghadapi suatu pertandingan (perlombaan), perasaan seperti itu wajar. Untuk orang yang akan mengikuti lomba, saat didekati dan diajak bicara suka sensitif dan jawabannya suka jutek karena ia sedang gelisah dalam dirinya. Mungkin ada juga rasa takut (bagaimana kalau salah?). Atau bila susah membayangkannya, maka ada yang saat menghadapi ujian skripsi merasa gelisah (tidak bisa tidur). Itu sebelum lomba. Saat lomba apa perasaannya? Deg-degan? Ada yang merasa deg-degan ada juga yang tidak bisa berpikir apa-apa, langsung fokus dan mengendalikan diri (ketakutannya, kekhawatirannya sehingga bisa fokus). Kalau kita sampai ke akhirnya, ternyata setelah lomba atau ujian skripsi, keluar hasilnya dan ternyata hasilnya menang, apakah masih merasa takut seperti sebelumnya? Bahagia? Saat melihat atlit yang bertanding di olimpiade, saat mereka menang bagaimana ekspresinya? Seperti pasangan bulutangkis yang dikenal sebagai The Minion : Kevin-Marcus  mengekspresikannya dengan lompat, sujud, menangis dan berteriak. Seolah-olah mereka melepaskan semua beban yang tadi dibawa. Seolah-olah akhirnya bisa merasa plong.
Bagi yang sudah melewati ujian nasional atau skripsi merasa lega walaupun setelah itu ada lagi yang harus dihadapi seperti pekerjaan dan lain-lain. Tetapi setidaknya kita sudah pernah mengalami bahwa waktu kita menghadapi sebuah perlombaan, tantangan tertentu, kita merasa deg-degan, takut, khawatir, tidak enak, pergumuluannya seolah-olah malam itu menjadi malam yang panjang sekali. Inginnya cepat-cepat pagi dan lusa agar besok segera lewat. Tetapi ternyata setelah lewat, diri dan perasaan kita berbalik 180 derajat, menjadi lega (plong, damai, bahagia) dan makan juga enak. Kalau ada masalah di perut, saat menghadapi sesuatu, tidak mau makan, keringat dingin. Sebenarnya dalam perjalanan kehidupan, kita seperti itu. Kita menghadapi pergumulan yang terkadang membuat kita lelah. Waktu saya dapat tema ini, ini bukan saja sekedar jerih-lelah melayani. Bagi saya ini jerih lelah kehidupan, menjalankan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Kristus. Contoh hal yang mudah : kalau kita mau sabar terhadap kelakuan orang yang mengesalkan dan dilakukan berulang-ulang. Bukankah itu melelahkan? Tapi kita tahu dan mengerti firman, sehingga kita belajar mengerti dan memahami. Itu melelahkan. Tetapi kalau kita melihat di ayat 57 ini, kemenangan sudah ada. Kemenangan diberikan, kita hanya ada dalam prosesnya. Tenang! Akhirnya kemenangan itu bagian kita! 
Saat menang, orang bisa melakukan sujud syukur, berteriak dan merasa lega.  Kita menghadapi pergumulan yang terkadang membuat kita capai. Saat menghadapi tema ini, ini adalah jerih lelah kehidupan (menjalankan kehidupan sesuai kehendak Kristus). Contoh : untuk sabar pada orang yang mengesalkan berkali-kali. Tetapi kemenangan sudah ada dan diberikan. Kita sudah ada dalam prosesnya. Akhir kemenangan adalah bagian kita.

2.     Syukur kepada Allah

         Orang yang menang bisa bersujud syukur, berteriak dan merasa lega. Bagian kedua ini adalah “syukur kepada Allah”. Begitu kita melewati pergumulan-pergumulan hidup, sulitnya bagaimana menjadi orang-orang percaya, bagaimana tetap berjalan lurus di tengah-tengah dunia yang bengkok bagaimana menjadi pengusaha yang jujur (berbicara sesuai apa adanya karena di tengah  teman-teman pengusaha lainnya bisa berubah-ubah bicaranya. Fakta A bisa menjadi A+ atau a bahkan bisa memanipulasi untuk keuntungan diri). Di tengah-tengah hal itu, bagaimana kita bisa mendapatkan keyakinan bahwa kita menang? Respon orang-orang yang menang adalah mengucap syukur. Adakah kita mengucap syukur  karena kita sudah memiliki kemenangan itu? Mungkin kemenangan itu belum nampak sekarang, masih bergumul, masih menanti-nanti dan rasanya lelah sekali, tetapi apakah kita mengucap syukur karena kita sudah punya kemenangan itu? Atlit pemenang perlombaan yang mengucap syukur seperti Kevin/Marcus bisa lempar raket, teriak atau melompat atau Muhammad Zohri, pelari 100 meter Indonesia, bisa berlari dengan memakai bendera berkeliling untuk merayakan kemenangannya dan mengucap syukur. Kira-kira mengucap syukur itu dalam bentuk apa yang bisa kita lakukan?
                                                 
1 Kor 15:58

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. Dari ayat ke-58 ini diambil 2 hal yang dikategorikan sebagai bentuk ucapan syukur yang bisa berikan (kerjakan) karena kemenangan itu sudah dianugerahkan kepada kita :  

1.     Berdiri teguh dan tidak goyah dalam keyakinan iman kita.

Bicara soal “berdiri teguh dalam iman” itu  bicara tentang ketaatan kepada Firman. Bicara soal  menjadikan Firman di atas semua nilai kehidupan kita, termasuk nilai yang dibawa dari keluarga. Keluarga saya punya nilai-nilai tertentu misal : kamu harus mencapai sesuatu, tidak boleh ada kesalahan. Tetapi nilai itu hendaklah ditundukkan di bawah apa yang firman Tuhan katakan. Berdiri teguh dan tidak goyah dalam keyakinan iman, baru akan kelihatan apakah berdiri teguh atau tidak, apakah berjuang agar tetap berdiri teguh atau tidak sebagai bentuk ucapan syukur karena kita sudah memiliki kemenangan saat kita menghadapi tekanan-tekanan. Contoh : pada waktu menghadapi kesulitan ekonomi, konflik dengan orang yang dikasihi, kita mengalami keterlukaan karena orang-orang di sekitar kita, pada waktu anak-anak kita sulit sekali dididik, hal-hal yang didoakan sepertinya Tuhan tidak mendengarkannya, pada waktu pelayanan tidak menghasilkan seperti apa yang kita mau, pada waktu kita sudah hidup benar tetapi sepertinya tidak ada sesuatu yang tampak luar biasa dalam hidup kita. Menghadapi hal-hal tersebut, kita mau ikut Tuhan, berjuang, bergumul, berproses dengan Tuhan , percaya kemenangan sudah diberikan oleh Tuhan bagi kita walau kita tahu bahwa hal itu tidak mudah.

2.       Giat dalam pekerjaan Tuhan

‘Giat’ artinya berlomba-lomba dalam memberi yang terbaik dalam pelayanan. Pertanyaannya : apakah kita melakukan hal itu? Atau kita berlomba untuk membiarkan orang lain saja. Apakah kita secara pribadi berlomba-lomba (saya mau mengusahakan atau memberi yang terbaik kepada Tuhan, mengerjakan pelayanan yang terbaik untuk Tuhan, saya mau benar-benar mengerjakan dengan sepenuh hati saya atau ‘kan ada dia’ , ‘dia lebih jago lho’.

              Secara sederhana dari 2 hal di atas : Tuhan mau supaya kita dalam menjalankan hidup kita terus berpegang pada iman, tidak goyah tetap teguh sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dan sepanjang perjalanan perjuangan itu kita juga tetap bersemangat , berlomba-lomba untuk tetap melayani Tuhan. Ini adalah ucapan syukur. Ini adalah bentuk bahwa saya tahu kemenangan itu sudah jadi bagian saya. Kalau saya bergumul dengan sakit-penyakit tertentu dengan kondisi rumah tangga, keluarga tertentu yang tidak kunjung selesai, dengan lilitan utang dalam jumlah tertentu yang tidak selesai, apakah kita tetap mau berdiri kokoh (teguh, tidak goyah) sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, tidak kompromi dan di tengah-tengah proses itu saya berlomba-lomba untuk melayani  Tuhan.
              Waktu saya mencoba memikirkan hal ini, saya berkata,”Tunggu dulu! Bukankah hal tersebut susah sekali. Kita pusing karena keadaan di rumah, tetapi kepusingan saya dengan masalah-masalah (hal-hal yang mengganggu hidup saya) di rumah, itu membuat saya tidak bisa peduli dengan orang lain, melayani orang lain, memperhatikan orang lain tidak bisa. Bagaimana ceritanya? Karena hidup saya banyak sekali variable-nya dan banyak sekali aspek yang harus diurus. Di kantor, teman-teman , pacar dan keluarga, belum lagi kalau terlibat dalam palayanan, tidak hanya 1 (ada banyak). Lalu bagaimana? Energi saya habis, saya hanya melakukan saja. Jawabannya adalah  jerih payahmu tidak sia-sia! Dasar kita bergumul untuk tetap teguh , melakukan yang terbaik dan berlomba-lomba melayani Tuhan, mengucap syukur adalah karena sudah ada karya kemenangan yang dianugerahkan kepada kita.
              Tuhan tidak saja harus memberikan alasan, mengapa saya harus terus bergumul tentang hal itu. Saya mengalami hidup yang sulit , pergumulan yang berat, saya juga ingin tetap melayani Tuhan. Tetap kerjakan! Karena jerih payahmu tidak sia-sia. Di saat kita tetap mengerjakan itu ada alasan yang Tuhan berikan, mengapa tetap harus dikerjakan. Karena ada kebangkitan Kristus dan kemenangan yang sudah diberikan bagi kita. Tetapi Tuhan tidak hanya memberikan alasan, tetapi Dia juga memberikan untuk apa? Karena Tuhan ingin benar-benar membawa kita sampai di titik kemenangan itu. Benar-benar ingin melakukan selebrasi.
              Pada pertandingan sepakbola, yang melakukan selebrasi kemengangan bisa semua crew akan turun ke lapangan, lalu teriak, angkat topi nya, ada confetti dan segala macam. Menikmati sukacita. Tuhan berikan alasan kepada kita mengapa kita diminta untuk tetap mengerjakan bagian itu. Karena jerih payahmu tidak sia-sia. Karena Tuhan sendiri yang akan membawa kemengangan itu, membawa kita benar-benar sampai kepada kemenagnan itu. Tuhan ingin bersama-sama kita merayakan kemenangan. Itu bukan bicara soal nanti di sorga, terkadang tidak (tidak selalu). Terkadang dalam kebaikan dan anugerahnya, Dia ijinkan kita menikmati kemenangan-kemenangan itu. Supaya kita tahu bahwa jerih payah kita tidak sia-sia. Jadi sebenarnya sewaktu bergumul, kita punya dasar bahwa kita memiliki kemenangan dan kita juga punya tujuan bahwa kita akan menikmati kemenangan itu. Dan ini adalah sebuah kepastian. Kalau saya banyak bicara dengan orang-orang dan mendengarkan cerita kehidupan mereka, terkadang saya temukan satu hal yang namanya percaya kepada asumsi dan itu yang membuat masalah di hidup mereka.
              Contoh : relasi. Dalam melakukan relasi, relasinya tidak berjalan dengan baik malah terjadi konflik. Saat individu A berbicara dengan saya, di tengah-tengah obrolan ditemukan konflik itu tetap terjadi apabila Dia tidak bisa mengampuni , menerima dengan kasih, keputusan-keputusan itu, ada yang namanya asumsi. Kadang kala kita mempercayai yang bukan fakta. Kalau ada 2 orang dalam sebuah relasi, kemudian mereka berkonflik. Pertanyaannya : salah siapa?  Relasi selalu bicara tentang  2 orang. Begitu relasi itu berkonflik selalu ada 2 orang yang punya andil dalam konflik itu. Persentasenya bisa macam-macam. Tetapi intinya 2 orang punya andil dalam konflik itu. Tetapi berapa sering kita justru mengambil bagian itu semua? Berasumsi ini semua salah saya atau sebaliknya berasumsi ini semuanya salah dia. Begitu kita berasumsi , itukan tidak sesuai fakta. Fakta berkata bahwa kalau relasi berkonflik, keduanya punya andil. Itu fakta. Tetapi seberapa sering kita lebih percaya pada asumsi kita atau kita percaya pada setengah fakta (tidak percaya pada fakta keseluruhan). Salib, kematian Tuhan dan kebangkitanNya  dan kemenangan kita, Tuhan yang ada dalam proses itu dan nanti kemenangan yang kita nikmati bersama Tuhan benar-benar itu adalah fakta. Jangan pernah lupa dengan fakta itu. Begitu kita menghadapi pergumulan hidup, menghadapi tantangan-tantangan yang sulit, begitu kita merasa lelah menjalani  hidup, begitu kita berjuang dalam kebenaran dan karena tidak merasa hasil kita merasa capai dan kita mau berhenti, maka ingat kembali faktanya. Fakta yang sudah dan selalu menempel pada anak – anak Tuhan adalah kemenangan itu sudah diberikan (dianugerahkan) bagi kita. Dan saat kita menjalani proses kehidupan sekalipun kita lelah (tidak sanggup lagi) dan sekalipun sepertinya tidak ada perubahan (bertahun-tahun begitu terus) maka percayalah : jerih payahmu tidak sia-sia! Karena akan ada kemenangan yang kita rayakan bersama Tuhan suatu kali nanti.

Penutup

              Ada sebuah suku pada bangsa Indian yang punya cara unik untuk mendewasakan anak laki-laki dari suku mereka. Jika seorang anak laki-laki tersebut dianggap sudah cukup umur untuk didewasakan maka anak laki-laki tersebut akan dibawa pergi oleh seorang pria dewasa yang bukan sanak-saudaranya dengan mata tertutup. Di umur tertentu dijelaskan bahwa anak itu sudah mau dewasa. Untuk itu harus dites mengikuti tradisi dari suku itu. Lalu matanya ditutup kemudian dibawa oleh seseorang, mungkin oleh kepala adat atau sukunya dibawa pergi ke suatu tempat. Anak laki-laki itu dibawa jauh menuju hutan yang paling dalam. Ketika hari sudah sangat gelap, penutup mata anak tersebut akan dibuka dan orang yang mengantarnya akan meninggalkannya sendirian. Kapan ia dinyatakan lulus? Ia akan dinyatakan lulus dari tes ini dia diterima jika ia tidak berteriak atau menangis hingga malam berlalu. Semalaman ditinggalkan di hutan sendirian tanpa cahaya bantuan dan tidak boleh berteriak atau menangis karena ia seorang pria (ini tidak bisa diaplikasian secara literal bahwa pria tidak boleh menangis).
              Malam begitu pekat bahkan anak itu tidak bisa melihat telapak tangannya! Begitu gelap dan ia begitu ketakutan. Hutan tersebut mengeluarkan suara-suara  yang begitu menyeramkan. Ada lolongan serigala, bunyi dahan yang gemerisik yang membuatnya semakin ketakutan. Tetapi ia ingat, ia tetap harus diam dan tidak boleh berteriak dan menangis. Maka anak laki-laki ini akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengikuti (memenuhi) standar tes itu. Apapun yang terjadi, sekalipun ada sesuatu yang bergerak yang ia dengar, ia tetap tidak boleh panik dan berteriak. Sekalipun ada sesuatu yang merayap di kaki atau tangannya, ia tetap tidak boleh berteriak atau menangis. Maka malam itu menjadi malam yang paling panjang bagi anak itu. Kenapa tidak cepat pagi-pagi? Tetapi kalau mau menangis, nanti gagal. Saya tidak bisa disebut sebagai pria dewasa di dalam suku saya. Maka saya harus tetap menahan diri dan mengendalikan ketakutan saya. Saya tetap punya pikiran yang jernih. Kira-kira ia akan bergumul seperti itu.
              Setelah malam yang panjang dan menakutkan itu, cahaya pagi mulai tampak dan matahari muncul. Dan mulai ada senyuman di wajahnya. Semakin lama cahaya semakin terang dan dia mulai bisa melihat sekelilingnya. Waktu ia membalikan badannya, ia terkejut karena ada ayahnya di sana berdiri tepat di belakangnya dengan tombak dan panah yang siap dipakai dengan cara berdiri (kuda-kuda) yang kokoh, dengan kewaspadaan tingkat tinggi hanya untuk memastikan anaknya bisa melewati malam itu dengan baik. Hanya untuk melindungi anak itu agar anak itu bisa menyambut pagi hari dan bisa menjadi seorang pria dewasa di suku tersebut.
              Tuhan adalah Dia yang berjalan bersama kita dalam semua air mata dan dalam semua perasaan bingung atau dalam kelelahan bekerja. Dalam kelelahan menyelesaikan masalah identitas diri kita, dalam kelelahan pergumulan hidup kita, Dia ada di sana!! Bahkan sejak awal Dia katakana,”Kemengangan sudah Kuberikan!” dan  nanti kemengangan akan kau alami secara pasti. Saya tidak tahu bentuk kemenangannya seperti apa? Tetapi pergumulan kita, kesetiaan kita kepada firman , integritas hidup kita yang kita jadi agar tidak keluar dari kebenaran Firman, semangat kita berlomba-lomba untuk melayani Tuhan, tidak pernah tidak diperhitungkan oleh Allah. Maka Dia adalah Allah yang begitu mengasihi , menghargai dan begitu ingin membawa kita kepada kemenangan demi kemenangan dalam hidup ini. Jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia. Amin.