Sunday, May 25, 2014

Belajar Dari Orang Samaria yang Baik Hati


Pdt. Hendra G Mulia

Lukas 10:25-37
25  Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
26  Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
27  Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
28  Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
29  Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"
30  Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
31  Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
32  Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
33  Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
34  Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
35  Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
36  Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
37  Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

Pendahuluan

                Pada kitab Kejadian dicatat bahwa saat jatuh ke dalam dosa dan mendapatkan diri telanjang, Adam dan Hawa langsung mengambil daun pohon ara, menyambung-nyambung (menyemat) nya  untuk menutupi diri karena mereka telanjang (Kej 3:7). Kejadian pasal 3 merupakan sikap manusia dalam relasinya dengan Tuhan : setelah jatuh dalam dosa , apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup kekal dan mengatasi dosa yang dilakukan? Mereka melanggar firman Tuhan dengan memakan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, sehingga mereka jatuh dalam dosa (Kej 3:6). Apa yang harus dilakukan supaya aku peroleh hidup kekal dan mengatasi persoalan dosa? Tetapi usaha manusia tidak akan pernah berhasil. Waktu Tuhan Allah datang, mereka sembunyi sehingga daun pohon ara tidak bisa menutupi dosa dan rasa malu mereka . Pada akhir Kejadian 3, Tuhan kemudian memakaikan jubah dari kulit binatang (Kej 3:21). Itu melambangkan Kristus yaitu kita diselamatkan tidak berdasarkan perbuatan kita, tetapi karena pekerjaan Tuhan. Pada Kejadian 3, Tuhan memberikan jubah kulit binatang. Binatang yang kulitnya diambil untuk jubah, harus disembelih (mati dulu) baru kulitnya dipakai. Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Kematian Yesus Kristus dipakai untuk memperoleh hidup kekal.  Pergumulan manusia dari dulu sampai sekarang selalu sama , “Apa yang harus diperbuat untuk mendapat hidup kekal?” Sehingga tidak mengherankan, ahli Taurat bertanya, "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"(Lukas 10:25).

Apa yang Diperbuat Setelah Selamat (Percaya) ?

                Sebagai orang yang sudah percaya, saat meninggal kita akan masuk sorga. Namun sebelum masuk sorga, dari sekarang sampai nanti meninggal, apa yang harus diperbuat? Kelemahan kaum Injili, kita mendapat sesuatu yang sudah tepat :  dengan percaya Tuhan Yesus, maka kamu akan diselamatkan (Yoh 3:16 16  Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal). Jadi yang harus diperbuat untuk hidup kekal adalah “percaya kepadaNya!”. Setelah percaya, kita punya “karcis” ke surga. Dari sekarang sampai masuk surga, apa yang dilakukan? Orang Injili berkata, “Trust ini Jesus”. Tetapi setelah selamat? Kita kembali ke pertanyaan, “Apa yang saya perbuat?” 2 minggu lalu, saya memimpin retreat guru Sekolah Minggu ada lagu “Baca Kitab Suci” yang liriknya :
Baca kitab suci, Doa tiap hari     3x
Baca kitab suci,Doa tiap hari, Kalau mau tumbuh
Kalau mau tumbuh    2x Glory Haleluya
Baca kitab suci, Doa tiap hari, Kalau mau tumbuh
Kalau tidak baca kitab suci, tidak bertumbuh. Inti berbagai khotbah adalah 5 hal yaitu : baca kitab suci, berdoa tiap hari, jangan malas ke gereja tiap minggu, ikut pelayanan dan memberi persembahan.  Kelimanya apa yang kita lakukan. Untuk bertemu Tuhan Yesus, kita lakukan apa? Kita sibuk berdoa, melakukan pelayanan, pergi ke gereja, melakukan persembahan, penginjilan, misi dan lain-lain. Kerja dan kerja terus. Orang yang baru datang diminta untuk melakukan ini dan itu.  Sekarang hal ini tidak mudah dilakukan. Dulu doa pagi dilakukan pk 6-7 karena berangkat dari gereja pk 7 sampai di kantor pk 7.45. Sekarang, kalau berangkat pk 6, maka lalu lintas sudah macet. Anak didik saya tinggal di Alam Sutera kerja di Sudirman. Berangkat pk 6 sampai di kantor pk 8.30 sehingga ia berangkat pk 5.30 dan sampai di kantor pk 6.30.

                Ahli Taurat bertanya apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"(Lukas 10:25). Yesus menjawab, "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" (Luk 10:26). Ahli Taurat pun menjawab, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Luk 10:27). Dari sebanyak 600 lebih peraturan hukum Taurat lalu diringkas menjadi 2 yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu manusia. Agustinus mengatakan Love God dan do what you like (Kasihi Tuhan dan lakukan apa yang kau sukai – karena dengan mengasihi Tuhan maka kamu akan melakukan apa saja yang Tuhan kehendaki). Kalau sudah mengasihi Tuhan, tidak mungkin kita ke nite club karena yang akan dilakukannya “the law of love” (Mat 22:37-39). Yang paling penting dalam hidup: cinta Tuhan dan sesama. Dasar semuanya : cinta Tuhan. Ahli Taurat mengetahui hal ini dengan tepat. Dia hapal ayat-ayat kitab Taurat. Ia mengetahui hukum kasih. Tapi waktu datang ke Tuhan Yesus, ia bertanya, “Apa yang harus kuperbuat?” dan dijawab Tuhan Yesus dengan tepat. Namun setelah itu untuk membenarkan dirinya, dia bertanya lagi, “Siapakah sesamaku manusia?” karena dia ingin menjelaskan hukum yang kedua dengan terminology dari kacamata orang Yahudi. Sebab ia tahu bahwa Tuhan Yesus bergaul dengan pemungut cukai, pelacur dll yang menurut ahli Taurat dan imam, mereka adalah orang-orang najis. Dalam benaknya Tuhan menciptakan surga dan neraka dan  Tuhan menciptakan surga untuk orang Yahudi sedangkan orang non Yahudi masuk neraka. Bagi ahli Taurat semua orang di luar Yahudi adalah orang kafir dan menjadi bahan bakar neraka. Mereka (bangsa Israel) adalah bangsa yang diselamatkan, sedangkan lainnya menjadi penghuni neraka. Sehingga dalam pandangan mereka Tuhan hanya mengasihi orang Yahudi saja. Tapi Tuhan Yesus menjawabnya dengan bercerita bahwa  ada seorang Yahudi turun dari Yerusalem ke Yerikho yang berjarak sekitar 27 km. Dengan kecepatan jalan normal 5 km/jam,  maka dalam waktu hampir 6 jam orang tersebut akan sampai ke Yerikho. Jalanannya menurun karena  Yerusalem terletak di daratan tinggi (800 m di atas permukaan laut) sedangkan  Yerikho di daerah rendah (400 m di bawah permukaan laut), dengan perbedaan sekitar 1.200 m. Dalam perjalanan banyak gurun dan rampok, Orang tersebut dirampok, dipukul dan tergeletak di jalan. Lalu pada ayat 31, dikatakan kebetulan ada seorang imam turun. Begitu korban tersebut melihat ada imam, maka hal tersebut baginya bukan kebetulan karena berarti Tuhan menolong. Lalu ia berteriak minta tolong. Namun digambarkan bahwa si imam ini berjalan di seberang jalan karena sang imam sengaja menjauhkan diri dari si korban. Padahal imam itu dalam masyarakat saat itu, adalah orang suci. Yang kedua adalah orang Lewi yang membantu di bait Allah. Ternyata sama dengan sang imam, orang Lewi melakukan hal yang sama yaitu menyeberang jalan. Kedua orang yang dianggap orang suci, tidak menolong! Setelah itu datang orang Samaria.  Pada Yoh 4:9 dikatakan orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Hal ini sudah berlangsung selama ratusan tahun (dari zaman nabi Ezra dan nabi Yeremia). Tahun 721 SM Israel ditahlukkan Asyur lalu semuanya diangkut ke Asyur untuk dijadikan budak, sedangkan yang lemah , bodoh dan cacat ditinggalkan. Kemudian datang orang Arab, lalu terjadi kawin-mengawin sehingga muncul orang Samaria yang merupakan campuran antara orang Yahudi dan non Yahudi. Waktu orang Yahudi menyalibkan Yesus tahun 30, karena mereka tidak bertobat akhirnya di buang. Mereka berdosanya lebih lagi sehingga dibuang 1.800 tahun (hampir 2.000 tahun dibuang) baru kembali lagi. Merupakan keajaiban bahwa mereka bisa kembali.

                Setelah tanah Israel kosong, orang Arab masuk. Inilah orang Palestina. Mereka sudah ribuan tahun menetap di sana. Lalu orang Israel balik waktu zaman zionisme. Tahun 1948 akhirnya Israel menjadi Negara merdeka. Orang Palestina dan Israel tidak bisa cocok, seperti orang Israel dan Samaria. Imam dan Lewi mengambil sikap untuk jauh-jauh dari orang Samaria. Lalu datanglah orang Samaria. Orang yang menjadi korban kejahatan tidak berharap orang Samaria menolong. Tapi justru orang Samaria ini turun, diminyaki untuk menghentikan pendarahan. Lalu disiram anggur sebagai disinfektan. (Lukas 10:34-35  Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.  Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali). Yesus bertanya,” Siapa yang sesamamu manusia dari 3 orang itu?”. Saking tetap bencinya ahli Taurat itu tidak menjawab. Ahli Taurat tetap tidak mau ngomong bahwa jawabannya orang Samaria yang baik hati itu. Ahli Taurat hanya mengatakan Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya (Luk 10:37). Yesus kemudiaan berkata, “Pergilah dan berbuatlah kebaikan”. Inti ceritanya? Apakah bisa kita menjadi orang Samaria? Setelah jadi orang Kristen bisa jadi orang Samaria? Kita tolong korban bencana biasanya dengan memberi pakaian bekas, mengirim supermie lalu “pajang” bahwa  kita sudah baik hati. Itu namanya main sinterklas-sinterklasan. Bagi-bagi pakaian bekas yang memang kita mau buang karena jijik dan bagi supermie, apakah kita telah menjadi orang Samaria. Orang samaria, begitu melihat orang itu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Kalau menolong hanya untuk menunjukkan kamu hebat, itu hanya sinterklas-sinterklasan. Tergerak hati oleh belas kasihan. Untuk bisa tergerak , hanya bisa kalau hanya mengasihi Tuhan. Setelah mengasihi Tuhan baru bisa berbelas kasihan karena punya hati Tuhan Yesus.

Kesimpulan


                Setelah percaya, bukan apa yang kita perbuat yang penting. Berbuat , membaca kitab suci dan berdoa setiap hari hanya menjadikan kita “imam” dan “orang Lewi” yang tidak punya hati. Yang penting adalah cinta Tuhan (love God). Kalau cinta Tuhan , maka kamu pasti akan berdoa. Bukan seperti dalam mulut berkata “sayang anak”, tapi bisa tidak saling berbicara selama sebulan (katanya sayang anak tapi bisa tidak komunikasi). Kalau bilang “cinta Tuhan” tetapi tidak baca Alkitab, itu tidak benar. Apalagi kalau tidak berdoa. Kalau cinta Tuhan, maka Tuhan akan bentuk kita menjadi “orang Samaria”. Intinya : cinta Tuhan. Hanya dengan cinta Tuhan, maka bisa jadi orang Samaria yang baik hati.  Menjadi orang Samaria yang baik hati, tidak bisa melalui mendengar khotbah sebanyak 1.000 kali. Apakah engkau mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatanmu? Kalau sunguh-sungguh mengasihi Tuhan , kamu bisa jadi orang Samaria yang baik hati. 

Monday, May 19, 2014

Allah yang Mencukupi


Ev. Susan Kwok

Kel 15:22-27
22  Musa menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke padang gurun Syur; tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air.
23  Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara.
24  Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: "Apakah yang akan kami minum?"
25  Musa berseru-seru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis. Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka,
26  firman-Nya: "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau."
27  Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu.

Pendahuluan

                Allah yang mencukupi bukan hanya dari segi materi semata, tapi juga dari segi non materi. Di tengah kesulitan, Dia membuat kita masih berdiri (tidak jatuh). Bahkan saat jatuh kita diberi kekuatan untuk bangkit kembali. “Dialah Segalanya Dia Bagiku” merupakan salah satu lagu Sekolah Minggu yang diinspirasi dari bagian ayat ini.
Dialah segalanya Dia bagiku, Dialah segalanya besar dan kecil
Korbankan diriNya dan slamatkanku, Dialah segalanya Dia bagiku
Sperti air madu dari batu karang, Dicicip air madu yang manis
Oh lihatlah Tuhan Yesus baik, Dicicip air madu yang manis

                Ada seorang ibu pedagang tempe yang berjualan di pasar sehari-hari. Ia membuat sendiri tempe yang dijualnya. Selama ini ia tidak pernah gagal membuat tempe. Suatu malam ia membuat tempe seperti biasa. Namun pagi hari waktu bangun dan ingin membawa tempe tersebut ke pasar, ternyata tempenya belum jadi. Masih berbentuk kacang kedelai dan tidak menyatu. Ia heran mengapa bisa begitu karena alat, bahan, proses, waktunya sama. Merasa Ia sedih karena selama puluhan tahun berdagang tempe, hasil penjualan setiap hari langsung dipakai untuk kebutuhannya sehari-hari dan membeli bahan untuk diolah jadi tempe lagi. Jadi tidak ada hasil yang berkelebihan. Mungkin ia punya sedikit tabungan, tapi tidak besar. Jadi kalau ia gagal menjual tempe, maka terpaksa ia mengambil tabungannya yang sedikit. Lalu ia berdoa dalam hatinya agar Tuhan menolongnya agar ada pembeli tempenya. Walau di hatinya ada harapan tapi ia tidak punya ada keyakinan 100% akan ada yang membeli tempenya. Kenyataannya memang para pelanggan yang datang tidak jadi membeli. Hari makin siang dan pasar akan tutup. Tiba-tiba ada seorang ibu yang berpakaian mewah datang. Ia tergopoh-gopoh dan bertanya ke sana-kemari. Rupanya dia ingin membeli tempe, namun karena sudah siang para penjual tempe sudah pulang. Tinggal si ibu penjual tempe yang belum jadi tempenya dan sedang bersiap-siap pulang. Setelah si ibu kaya tersebut menghampiri penjual tempe, ia tercengang , karena justru tempe yang belum jadi tersebut yang diperlukan untuk membuat jenis masakan daerah tertentu. Akhirnya tempe yang belum jadi tersebut habis diborong. Uniknya, begitu banyak pelanggannya yang tidak jadi membeli, dan  tiba-tiba ada pembeli yang membutuhkan tempe yang belum jadi! Mungkin ada yang mengatakan hal tersebut kebetulan. Tapi dalam iman,  hal yang  seperti yang kebetulan tersebut dipakai Tuhan untuk mencukupi. Tuhan kreatif dan tidak pernah memakai 1 cara saja untuk mencukupi kebutuhan anakNya. Allah berdaulat untuk memilih cara.

                Terkadang di tengah ketidaktahuan kita, Allah bisa mencukupkan. Pada tahun 2009 saya punya kesempatan untuk pergi ke Israel bersama rombongan. Saya tidak mengetahui untuk berpergian ke luar negeri, masa berlaku paspor yang dipakai harus sedikitnya 6 bulan sebelum tanggal perjalanan. 1 minggu sebelum keberangkatan, saya dipanggil penyelenggara tour yang mengatakan bahwa kemungkinan saya bisa tidak jadi pergi karena ternyata paspor saja hanya berlaku untuk beberapa minggu lagi. Ia berkata, “Kalau nanti di bandara ditahan dan tidak boleh masuk, jadi ibu tidak jadi berangkat.” Masalahnya : kalau di bandara Cengkareng lolos, bisa jadi di bandara Dubai belum tentu. Saya juga khawatir karena hanya pernah ke Malaysia dan Singapore, di samping itu sedikit khawatir karena nama saya ada huruf “q” nya yang biasanya dicurigai sebagai teroris atau penyelundup. Akhirnya daripada saya membuat rombongan susah, saya bermaksud membatalkan kepergian. Namun penyelenggara tour berkata,”Kita coba saja. Kita berdoa saja. Mengingat kita rombongan bersar, periksanya tidak terlalu detil. Tapi kalau sampai disuruh pulang, kita sudah siapkan tiketnya”. Akhirnya saya jadi berangkat. Namun setiap kali transit, hati dag-dig-dug karena khawatir pulang sendiri. Akhirnya semua berjalan lancar. Mungkin orang lain berkata, petugas imigrasinya “kelilipan” matanya  atau karena dengan rombongan maka periksanya tidak teliti. Tapi apapun alasannya, Tuhan ijinkan saya berangkat di tengah ketidaktahuan saya. Hari itu saya berserah, tidak berangkat tidak apa. Kalau berangkat dipulangkan saya pusing. Kalau pulang dari Cengkareng , saya masih mudah. Kalau di Dubai, saya pusing. Saya berharap kalau sampai tidak lolos, sebaiknya di Cengkareng saja. Bagi saya, Allah itu mencukupi, seperti Dia mencukupi ibu penjual tempe.

Jehova Jireh

                Pada Kel 15:22  Musa menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke padang gurun Syur; tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Alkitab tidak mengatakan bahwa mereka sudah kehabisan air. Berarti mereka masih punya persediaan air, tetapi persediaannya semakin menipis karena tidak ada air untuk mengisi kembali persediaan air di kirbat mereka. Mungkin mereka minum dengan irit sekali di tengah padang gurun karena khawatir  kalau tidak dapat air juga, maka air habis, mereka pingsan lalu mati. Sewaktu berangkat dari Mesir, mereka diingatkan untuk membawa macam-macam (termasuk roti dan air minum). Allah tahu apa yang harus dipersiapkan umatNya. Jadi pasti ada persediaan air, tetapi makin lama jumlahnya makin sedikit. Mereka tiba di suatu tempat pada hari ke 3 dan mereka mendapat air. Tapi waktu mau diminum, ternyata airnya tidak bisa diminum karena airnya pahit. Itu sebabnya tempat itu dikatakan Mara, yang artinya pahit. Seperti Naomi pada kitab Rut, yang kehilangan suaminya ELimelekh dan kedua anaknya Mahlon dan Kilyon sehingga ia mengatakan, “Jangan sebut aku Naomi tetapi Mara karena Tuhan membuat hatiku pahit”. Bangsa Israel khawatir bahwa mereka akan kehausan setelah di hari ketiga mereka tidak mendapat air. Kesan yang akan didapat dari kisah ini sepertinya bangsa Israel tidak salah karena khawatir yang memuncak secara manusiawi. Jadi yang salah siapa? Tuhan yang menuntun mereka? Persoalan yang dihadapi oleh bangsa Israel tidak sepele. Namun masalah Isarel tidak lepas dari kejadian sebelumnya. Kel 14:21-22 Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu.  Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Kejadian ini baru terjadi 3 hari yang lalu. Walaupun saat mereka berkemah di seberang laut Teberau, berselang 1 minggu, 1 bulan atau 1 tahun kemudian mujizat Kel 14:21 tidak mudah dilupakan. Saat itu Tuhan membelah Laut Teberau semalam-malaman. Jadi mujizat yang terjadi berjam-jam dan dinikmati oleh sekitar 2 juta orang Israel (dari bayi sampai orang dewasa). Mereka berjalan di tanah yang kering semalam-malam. Artinya ketika Tuhan menguak laut semalam-malaman dengan angin timur, ternyata 3 hari tidak dapat air minum, membuat mereka kalang kabut seperti tidak pernah mengalami mujizat sebelumnya. Kekhawatiran membuat mata mereka tertutup dan mujizat itu terlupakan. Hal ini juga terjadi dengan kita. Ketika tabungan kita menipis dan gaji tidak naik-naik, lalu ada saja pengeluaran yang tiba-tiba, sehingga kita khawatir. Seperti kita sudah jatuh tertimpa tangga. Ketika melihat teman sekolah makin luar biasa bisa rumah yang beli rumah seharga Rp 10-12 miliar, sedang kita hanya membeli rumah seharga kurang dari Rp 1 miliar, kita khawatir bagaimana dengan anak saya bisa bersaing dengan mereka? Saat gereja ditinggalkan oleh penyandang dana, majelis khawatir kenapa dia yang tinggalkan gereja? Sehingga kita tidak lagi mampu melihat pemeliharaan Tuhan.

                Seringkali kita lupa , Allah sudah memberikan kita hidup, keselamatan, kesehatan hari ini untuk bisa ke gereja, bekerja, berdagang dll. Kita diberi pikiran yang jernih sehingga bisa melihat itu adalah cara Allah. Pada ayat yang ke 24, Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: "Apakah yang akan kami minum?" Bangsa Israel bersungut menyalahkan dan memberikan desakan yang kuat. Mereka tidak mempercayai kepemimpinan Musa. Mereka malah ingin membunuh Musa dan mereka bermaksud kembali ke Mesir. Akhirnya dalam ayat ke 25 Tuhan mengijinkan air yang pahit itu menjadi manis (Musa berseru-seru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis). Kita melihat Allah mengijinkan air yang pahit menjadi manis. Karena Israel sudah tidak tahan sehingga Allah ijinkan hal itu. Karena di dalam ayat yang ke 27 sesudah minum air yang manis, mereka minum dengan air yang banyak di kirbat (kantong) mereka. Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu. Mereka berjalan 3 hari tanpa air, setelah bersungut-sungut Tuhan memberi minuman. Tapi dari Mara ke Elim hanya ½ hari perjalanan. ½ hari itu mereka tidak merasakan lelah karena mereka sudah minum yang banyak. Ketika mereka lihat ada pohon korma dan mata air, suka cita mereka bisa mencapai 100%? Tidak. Pertolongan Tuhan tidak begitu dirasakan di Elim, karena persediaan air masih banyak. Ibarat orang haus disuguhi minuman yang pahit lalu diberi yang manis, maka mereka akan merasa alangkah manisnya. Kalau kita menghadapi permasalahan , setelah tahu apa artinya jalan keluar, kita akan merasa sukacita penuh karena pertolongan Tuhan. Kalau memaksa, lalu dikasih, maka tidak merasakan sukacita yang penuh. Tuhan memberi bangsa Israel kebaikan, tetapi mereka komplain terus. Inilah manusia tidak pernah bersyukur.

Kesimpulan

                Jehova Jireh, Allah yang mencukupi, Allah yang memberikan, mungkin tidak berkelimpahan tetapi cukup, memberi kekuatan untuk menghadapi hidup. Ada 3 orang anak yatim piatu yang masing-masing berusia 12, 8 dan 4 tahun. Karena tidak ada makanan mereka berdoa. Awalnya jemaat membawa makanan untuk mereka. Setelah sebulan, jemaat sudah tidak lagi rajin memberi makanan sehingga mereka kelaparan. Mereka merengek lapar dan perutnya kembung karena kebanyakan minum air. Mereka terus menangis sampai tengah malam. Yang kecil sudah tidak mau minum air putih. Anak yang kedua mengusulkan untuk berdoa Doa Bapa Kami. Saat tiba pada kalimat “Berilah kami makanan kami yang secukupnya”, mereka tidak dapat melanjutkannya. Mereka menangis karena merasa tidak sesuai dengan kondisi mereka saat itu. Mereka akhirnya ketiduran. Keesokan paginya, pintu diketuk. Ada seorang ibu datang untuk memberikan singkong rebus. Di samping itu anak yang tertua diberi tawaran untuk menjadi penjaga toko kelontong. Sampai besar, ia hidup dengan sederhana. Karena rajin , gereja menyekolahkan dia dan ternyata akhirnya ia menjadi rektor sekolah teologi di Taiwan!  Allah Israel itu Jehova Jireh. Allah yang mencukupi setiap orang , dengan cara yang berbeda-beda. Musa kurang bisa berbicaara, tapi dicukupkan dengan Harun yang pintar bicara. Apa yang kurang, dicukupkanNya Kalau tidak pandai bicara akan diberi rekan yang cakap berbicara. Rasul Paulus pun pernah berdoa agar Tuhan mengangkat penyakitnya supaya pelayanannya lebih maju. Tapi Tuhan bilang cukup, Dia memberikan kekuatan yang cukup sehingga Rasul Paulus bisa pelayanan. Tuhan ingin agar Rasul Paulus melayani dengan kekuatan yang diberikan. Raja Hizkia diberi tambahan usia 15 tahun. Cara yang digunakan Tuhan untuk Rasul Paulus, Musa, Raja Hizkia berbeda. Apakah Allah tetap memberi yang cukup dalam hidup kita?
                Beberapa tahun lalu, saya pernah merasa lelah secara mental dan fisik dalam pelayanan. Sehingga saya mau berhenti pelayanan dan beristirahat. Saya kadang kala berkata mau berdagang saja. Tahun 2002, saya jatuh dari lantai 2 ke bawah. Seharusnya saat jatuh , saya bisa memegang tangganya, tapi karena panik tidak terpegang  sehingga saya jatuh ke belakang yang mengakibatkan saya susah berjalan karena lumbar tulang belakang yang ke tiga dan lima patah, dan dikhawatirkan tidak bisa berjalan dengan baik. Setelah cek jantung dll, saya dipersiapkan untuk operasi. Awalnya saya tidak merasa takut. Namun di ICU, ada seorang Bapak yang berteriak setelah ia menjalani operasi yang sama di tulang  pinggang. Akhirnya ia duduk di kursi roda. Karena itu saya jadi takut. Dalam keadaan yang mendesak, saya berdoa, “Tuhan tolong saya agar jangan dioperasi. Ketemukan saya dengan dokter yang mengatakan saya tidak perlu operasi.” Dokter berkata, hasil ronten akan selesai 2 hari lagi. Di tempat tidur, saya diingatkan karena tidak mau pelayanan dan maunya dagang. Akhirnya saya tetap ikut pelayanan. Maka sampai hari ini saya berkata tidak mau pedagang, ganti profesi. Tuhan cukupkan dengan banyak cara. Tuhan memberikan banyak anugerah ke rel yang seharusnya.



Tuesday, May 13, 2014

Memberi Tak Menjadikan Miskin





Ev. Esther Kurniati

Amsal 11:24-26
24  Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.
25  Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.
26  Siapa menahan gandum, ia dikutuki orang, tetapi berkat turun di atas kepala orang yang menjual gandum.
Amsal 21:13 Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru.
Amsal 22:9   Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin.
Amsal 28:7-8, 22
7  Orang yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul dengan pelahap mempermalukan ayahnya.
8  Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan bunga uang, mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah.
22  Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan.

Pendahuluan

                Di zaman dan kondisi yang sulit (tidak mudah mendapat pekerjaan dan orang kaya takut miskin walau hidup serba berkecukupan), tema “Memberi Tak Menjadikan Miskin” ini menarik. Di zaman ini, manusia cenderung berpusat pada diri sendiri (sulit memikirkan orang lain) dan banyak orang yang merasa mampu mengatasi masalah tanpa Tuhan. Di tengah kondisi seperti ini terdapat ada 2 kelompok manusia yakni :
-        orang mengindroktinasi (mensugesti) diri sendiri bahwa ia mampu. Jadi ia coba menenangkan diri sedemikian rupa bahwa “saya bisa melakukan dan mencukupi diri sendiri”
-        tenggelam dalam kebingunan, ketakutan dan akhirnya depresi.
Namun keduanya berpusat pada diri sendiri dan menyebabkan masalah psikis dan rohani tercampur.
Kata “memberi” sendiri memiliki pengertian yang luas. Kita bisa memberi kepada gereja dan orang di sekeliing kita. Tapi apapun yang diberikan, apakah tema ini relevan? Apakah tema ini terbukti? Bandingkan dengan filosofi dunia “siapa cepat , ia dapat”. Kita berpacu dalam apapun juga untuk mendapat keuntungan. Yang lebih cepat, lebih untung. Misalnya supir mikrolet dan angkot yang mengebut untuk rebutan penumpang. Atau prinsip ekonomi yang diajarkan kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi “dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapat hasil yang sebesar-besarnya”. Filosofi-filosofi seperti di atas bertentangan dengan yang diajarkan Alkitab sehingga kita tertantang dengan tema di atas karena sudah banyak ditinggalkan. Amsal banyak memberikan pelajaran tentang bagaimana memberi kepada orang yang miskin. Hal ini perlu diperhatikan dalam menjalani kehidupan di Indonesia yang dilanda krisis kepedulian. Seperti adanya pemimpin daerah yang mobil koleksiannya saja berjumlah beberapa puluh (mengalahkan ruang pamer mobil) padahal masih banyak bayi yang tidak pernah merasakan enaknya susu. Sebagai jemaat Tuhan , mari kita memperhatikan orang-orang yang “miskin” (termasuk di gereja). Gereja bisa jadi “miskin” kalau tidak yakin Allah kita kaya.

Kekontrasan di Alkitab
Tema kita senada dengan Amsal 11:24 Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.  Ada bagian yang dkontraskan di kitab Amsal. Ayat sebelum dan sesudahnya dibandingkan dengan kontras walau ada juga yang hanya dibandingkan saja. Contoh : yang ini merah dan yang itu biru (kontras). Ada juga ayat yang saling mendukung. Yang ini biru, yang lain bilang benar yang ini biru. Orang yang punya harta untuk diberi dan disebarkan maka dia bertambah kaya. Ada yang menghemat secara luar biasa (kikir?)  namun selalu berkekurangan (ini kontras). Ada yang menahan gandum (ayat 26) dikutuki orang (dikontraskan), siapa yang banyak memberi berkat diberi kelimpahan (ayat 25). Filosofi Alkitab aneh tapi nyata! Apakah mungkin dengan banyak memberi, tidak menjadikan miskin?

3 Prinsip dalam Memberi dalam kaitannya dengan “Memberi Tak Menjadikan Miskin

1.     Apa yang kita punya (uang, harta  dll) bukan milik kita tetapi milik Tuhan. Sehingga Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21). Kita seringkali lupa dan menganggap bahwa kita punya harta karena kita rajin bekerja. Semakin rajin, semakin sering lupa bahwa kita bukanlah pemilik harta tersebut. Ada orang tua mahasiswa yang berkata, “Hari ini jangan banyak-banyak ayat Alkitabnya. Karena yang penting anak itu, bisa punya gelar dan itu pun karena di dunia ini tanpa gelar tidak dianggap. Yang penting kerja keras! Saya bila tidak bekerja keras tidak dapat. Orang bilang kalau berkata, tidak ke gereja tidak diberkati. Tapi tanpa bekerja? Dulu saya bekerja beberapa jam, sekarang bertambah lama sehingga dapat menjadi seperti sekarang.” Padahal semuanya bukan milik kita, kita hanyalah pengelola. Kita bukan siapa-siapa tapi diberikan kepercayaan untuk mengelola milik Tuhan termasuk uang. Dalam mendidik anak dalam hal keuangan, anak perlu mengerti tentang kecukupan. Saat anak merengek minta dibelikan barang yang sudah dimiliki, saya berkata, “Mama punya uang. Tapi masalahnya, uang mama ini adalah titipan Tuhan, karena itu punya Tuhan. Jadi waktu mau dipakai harus tanya dulu. Tuhan apakah cocok tidak untuk memakai uang untuk membeli mainan itu. Bukannya mainan sudah banyak, apakah perlu beli lagi?” Sehingga anak saya tidak merengek dan bergulung untuk meminta barang.  Perlu dibedakan antara “keperluan” dan “keinginan”. Untuk suatu keperluan akan disediakan Tuhan. Sedangkan untuk keinginan , kalau kita tidak punya tidak masalah karena kita hanya bisa mengelola. Yang berhak mengatur adalah Tuhan. Pada premarital conselling, saya bertanya, “Siapa yang berhak atur uang di rumah?” Di jawab , “Kaum pria karena mereka yang bekerja” . Ada juga yang berkata, “Yang bekerja”. Pada Alkitab dikatakan, yang mengatur adalah pemiliknya yaitu Allah. Allah yang berhak punya cara dan aturan main tentang apa yang kita punya. Pada waktu saya ganti mobil, anak saya yang besar berkata, “Ma rasanya tidak ada orang yang mau ganti mobil pergumulannya seperti mama”. Saya kumpulkan anak-anak dan bertanya, “Apakah perlu ganti mobil tidak?” Jadi waktu ganti mobil saya bertanya,”Untuk apa kita ganti? Untuk prestise?” Sehingga anak saya berkata, “Beli mobil ribet amat”. Saya menjawab, “Karena ini milik Tuhan , untuk apa ganti mobil? Semua milik Tuhan.” Kita hanyalah saluran berkat, Tuhan memberi lewat kita. Tuhan memberi kita, lalu kita berikan lagi ke orang lain. Tapi kalau lupa, kita seperti lautan mati. Semuanya untuk kita sehingga kita tidak mengalami indahnya Tuhan. Apakah mungkin memberi? Sangat mungkin, karena yang ada, bukan punya kita, maka berilah! Kecuali dalam memberi banyak salahnya misalnya : cara memberi salah. Itu salahnya kita. Allah yang sempurna, kalau Dia memberikan sesuatu , itu sempurna! Ayub yang begitu kaya, tahu prinsip ini. Meskipun semua meragukan apa yang dialaminya, dia menjawab, “Bukan saya tapi Tuhan yang berhak”. Kita tidak miskin, kita memberi karena Tuhan yang perintahkan dan  yang kita berikan itu semua kepunyaan Allah!

2.      Memberi memiutangi Tuhan, apapun yang diberi. Amsal 19:17 Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. Jadi janganlah kita sombong kalau sudah memberi, karena yang diberikan itu milik Tuhan. Kita tidak punya apa-apa. Mama saya pekerja keras. Saya berusia 13 tahun ketika papa dipanggil Tuhan. Lalu mama bekerja sendiri dan  membuka toko pk 3.30 pagi. Ia bekerja keras sehingga bisa membesarkan anak-anaknya. Sekarang kalau kami berikan uang untuk mama , dia berikan ke cucunya. Saya katakan,”Ma, anak-anak senang dengan barang yang mama berikan ke mereka”. Ia hanya jawab, “Itukan uang dari kamu.” Tanpa mengetahui prinsip dasar bahwa segala sesuatu milik Tuhan, maka kita cenderung merasa kita ini hebat. Siapa yang memberi terbesar? Tuhan Yesus! Karena semua punya Tuhan. Kalau kita memberi, itu punya TUhan. Kita memiutangi dan Tuhan tidak pernah tidak membayar “utangNya” kepada kita. Tuhan tidak pernah berhutang. Tuhan bisa bayar yang kita berikan. Kalau kita dipercayakan Tuhan untuk memberi ke orang lain, maka apakah sulit orang tersebut membayar kembali ke kita? Tuhan itu kreditor yang selalu membayar tunai. Tuhan tidak pernah berhutang kepada saya. Dia berikan lebih banyak dan belum tentu dalam bentuk kas juga. Terkadang rasa humorNya tinggi. Saya merasa tidak layak tapi Dia buka jalan sedemikian rupa. Anak saya yang pertama, doanya seperti nya dijawab Tuhan persis seperti yang dia mau. Dari kecil sejak kecil, dia dapat apa yang dia doakan. Sehingga waktu dia ingin masuk ke sekolah yang notabene mahal, saya bilang dibayar pakai apa? Tapi Tuhan bukan jalan, selama sekolah, dia hanya bayar 1/3 atau ¼ dari yang lain dan tidak pernah dinaikan uang sekolahnya. Dia bisa berikan dengan caraNya sendiri. Kalau Dia beri perintah dan Dia akan mem-backup semua dan tidak pernah berhutang kepada kita. Seharusnya saat memberi, kita dengan semakin ringan memberi, karena tahu itu milik Tuhan. Allah itu Allah yang berdaulat. Gereja injili menekankan Allah adalah Allah yang berdaulat, bekerja dan punya. Ia adil dan memberikan janji serta menggenapinya. Di kitab Amsal kita menemukan banyak ayat tentang memberi. Contoh : Amsal 21:13; 22:9; 28:22. Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan (Ams 28:22). Orang yang tidak sadar diri siapa dia. Semua milikkku dan bersandar pada diri sendiri. Dia terus mengejar harta itu. Tergopoh-gopoh, jiwanya tidak bisa tenang. Kalau teman bisa beli apartemen, dia juga ingin punya. Dia pikir kalau dikejar tidak akan kekurangan. Dia pikir ia bisa menjagai lumbungnya (ukuran kekayaan dulu dilihat dari agaris). Ketika harta miliknya ada dimana-mana, ia merasa tidak akan hilang. Kaum “the haves” (orang kaya) memiliki tekanan luar biasa dalam hidup mereka dan terikat pada harta itu. Ketika Tuhan memerintahkan untuk memberi, maka Tuhan minta kita tidak pelit. Amsal 28:8   Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan bunga uang, mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah. Bandingkan dengan ayat 28:27 Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki. Itu sebenarnya cara kerja Tuhan. Yang berhak mengatur dan mengalokasikan uang kita adalah Dia. Jadi kita harus tunduk pada cara kerja Tuhan. Kita adalah saluran berkat untuk dibagikan. Tuhan bisa memberikan semuanya, berdaulat, tidak terjangkau cara pikiranNya. Pilihan di kita , apakah kita mau tunduk kepada Tuhan? Pengkhotbah 11:1 Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu. Kalau saudara tidak ingin sia-sia, maka seperti nasehat Salomo- raja yang penuh hikmat, nanti sesuai dengan kedaulatan Tuhan maka engkau akan mendapatkannya kembali. Tuhan tidak pernah berhutang kepada kita. Apa yang kita beri sama dengan memiutangi Tuhan.

3.  Kita tidak miskin karena kita punya status sebagai orang yang tidak mungkin “miskin”. Kita adalah anak dari Raja Diraja. Kita orang benar.  Amsal 29:7 Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak mengertinya. Orang benar berbeda dengan orang baik. Orang benar seharusnya pasti baik. Tapi orang baik belum tentu orang benar. Orang baik belum tentu kenal Kristus, belum tentu milik Tuhan dan punya  kerajaan Sorga. Tetapi kita diubahkan menjadi orang benar, yakni dari orang yang berdosa , dibenarkan dan dosanya dihapus. Orangnya tidak kudus tapi dikuduskan. Kata “di” menunjukkan ke-pasif-an karena yang mengerjakan Allah. Benar karena kita milik Allah dan sorga. Identitas kita baru, itu tidak ada di agama apapun.  Kita focus pada 1 hal yang penting. Beda antara kita memberi dengan orang di luar Kristus memberi. Apakah kita berani bersaing dalam memberi? Kita gentar. Mereka memakai kaus putih lalu memegang sampah, memberi sana-sini sehingga ada anak yang pindah dari sekolah Kristen ke sekolah mereka yang digratiskan. Karena bagi mereka kalau amal banyak, akan pergi ke surga. Sehingga mereka berjuang. Kita karena yakin masuk sorga sehingga tidak berjuang. Memang benar, surga itu sdah pasti miliki kita. Tapi kita seringkali malu-maluin. Padahal kita adalah orang paling kaya di dunia ini, semua milik Bapa. Di Sekolah Minggu saya berkata, “Ibu Ester merasa paling bahagia karena paling kaya sedunia”. Anak-anak Sekolah Minggu protes, “Mobil ibu Ester apa? Rumahnya di mana?” Saya jawab, “Langit punya siapa? Tuhan. Tuhan adalah Bapa dari Ibu Ester.” Kita terkadang malu-maluin, warga surga tapi tidak seperti warga surga. Orang fasik tidak mengerti prinsip ini. Orang benar tahu status. Orang benar harusnya orang baik. Kalau tidak benar, status benarnya dipetanyakan. Jangan-jangan anak gereja tapi bukan anak surga. Orang benar sangat suka berbuat baik, karena hatinya diubah Tuhan. Amsal 21:26 Keinginan bernafsu sepanjang hari, tetapi orang benar memberi tanpa batas. LAI tidak mencantumkan kontrasnya secara harafiah, kalau orang benar dikontraskan dengan orang fasik  the weak man (dalam kitab bahasa Inggris). Orang fasik kalau punya keinginan rakus. Dikontraskan dengan kita anak Allah. Bukan berarti pulang dari gereja , rumah dijual lalu tidak punya apa-apa tetapi untuk memberi itu tidak merasa lelah dan tidak merasa cukup. Dari muda sampai tua terus memberi. Yang penting adalah identitas warga kerajaan sorga dengan kekayaan rohani (anugerah dari Tuhan). Orang benar memberi tanpa batas, karena dia tanpa batas. Orang yang belum dibenarkan, wajar kalau ia ketakutan. Karena belum tentu ia punya, karena sumbernya tidak jelas.

Kesimpulan

Apakah kita bisa memberikan tanpa jadi miskin? Pasti. Dia yang punya dan memberikan perintah itu (perintah untuk memberi). Waktu kita memberi, yang kita berikan itu punya Tuhan. Kita hanya saluran. Kita orang benar. Status kita diuji apakah kita orang benar atau kita baru di level orang baik yang berusaha menjadi orang baik untuk mendapat kavling di surga. Orang yang dapat kavling di sorga adalah orang benar. Kita harus buktikan, status kita dengan jadi orang baik. Namun ada yang berbuat baik karena kendala psikis. Ada orang yang terlalu baik sehingga dimanfaatkan orang. Dia selalu memberi. Ini something wrong. Setelah 3 sesi konseling, saya mendapat akar masalahnya. Jiwa orang ini, jiwa dari orang yan g minder. Ia perlu kebutuhan psikis untuk dihargai orang. Dia merasa berarti kalau memberi. Walau dia hutang sana sini, dan merasa benar, dengan memberi ke sana sini. Saat menjadi saluran berkat, maka pusatnya adalah Allah. Kita memberi , ternyata untungnya untuk kita, prestise dan ketenangan jiwa kita. Ketika memberi, kita tahu karena kita terlebih dahulu diberi, bukan untuk membuat kita tenang (berpusat pada diri sendiri). Ilustrasi : ada seorang kakek yang punya tongkat ajaib berkeliling desa. Anak-anak boleh minta apa saja dengan tongkat ajaib , namun setiap anak hanya boleh minta satu permintaan dan diberi kesempatan untuk memikirkannya satu malam. “Pikirkan malam ini, besok kakek datang. Sekali minta tidak boleh diganti”. Sehingga malam itu tidak anak yang tidur. Orang tua juga ikut tidak tidur. Karena sebenarnya orang tua yang tamak. Jadi ia sarankan untuk minta yang lebih mahal. Keesokan harinya, semua anak meminta dari tongkat ajaib. Ada yang minta sepeda dan minta yang mahal-mahal. Tinggal 1 anak yang tidak minta. Ditanya, “Kenapa tidak minta?” Ia merasa ragu tapi akhirnya berkata, “Saya sudah tahu apa yang mau saya minta, tapi apakah kakek akan menepati janji?” Kakek marah, karena diragukan. Dipanggillah para saksi dan sang anak diminta untuk mengajukan permintaannya dengan cepat karena kakek tersebut mau pergi ke desa lain. Akhirnya si anak berkata, “Saya hanya minta 1 hal. Saya minta tongkat kakek itu!” Rupanya dia pikir semalam, kalau minta motor atau mobil dikasih tapi hanya sekali. Kalau tongkat di tangan, maka bisa minta apa saja. Sorga punya kita , dan sorga bagaikan tongkat ajaib. Marilah kita hidup , supaya tongkat jadi berkat bagi kita semua.

Monday, May 5, 2014

Berilah Apa yang Ada Padamu



Pdt. Hery Kwok

1 Raja 17:7-16
7  Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu.
8  Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia:
9 "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan."
10  Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: "Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum."
11  Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: "Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti."
12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."
13  Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu.
14  Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi."
15  Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya.
16  Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.

Pendahuluan

                Seorang pendeta yang melayani di suatu desa berkunjung ke jemaatnya. Saat berkunjung, ia bertanya ke jemaatnya, “Kalau Bapak diberikan motor, apakah Bapak mau memberikan motor itu untuk mendukung pekerjaan Tuhan?” Jemaat itu menjawab, “Ya, saya akan memberikannya untuk mendukung pekerjaan Tuhan.” Pendeta itu senang mendengar respon sang jemaat. Lalu ia bertanya lagi, “Kalau Tuhan memberikan sapi, apakah Bapak mau memberikan sapi itu untuk mendukung pekerjaan Tuhan?” Dijawabnya ,”Iya. Saya akan menjual dan memberikan hasilnya untuk pekerjaan Tuhan”. Sang Pendeta tambah senang.  Lalu sang pendeta mengajukan pertanyaan ketiga, ”Jika kamu punya dua ekor ayam, maukah kamu memberikan yang satu ke gereja untuk pekerjaan Tuhan?” Dijawabnya, “Maaf Pendeta, saya harus pikir-pikir dulu.”. Rupanya karena sang jemaat saat itu belum memiliki motor dan sapi, ia mau memberikannya. Namun untuk ayam, karena saat ini dia sudah memiliki dua ekor ayam dan dia tidak bersedia memberikannya , maka ia perlu memikirkannya dulu. Tema “Berilah Apa yang Ada Padamu” mengarahkan kita pada pertanyaan, “Apakah kita sudah mempunyai pandangan yang luas dalam memberi?” Dalam memberi bukan materi yang menjadi ukuran tetapi hati yang memberi yang menjadi kunci. Ibarat saat jatuh cinta, jangan hanya janji-janji saja tapi buktikan janjimu itu. Ungkapan itu menunjukkan, jika kamu benar-benar mencintai, maka berikan hatimu dalam bentuk yang nyata.

Cara Allah Menyatakan KebesaranNya

                Pasal  1 Raja 17 dilatar-belakangi kehidupan Nabi Elia di tengah bangsa Israel yang hidup dalam penyembahan berhala. Nabi Elia hidup dalam zaman Raja Ahab yang begitu bejat moralnya dengan menyembah berhala. Pasal selanjutnya, nabi Elia perang dengan nabi Baal yang jumlahnya 450 orang (1 Raj 18:22). Itu sebabnya seluruh negeri dan sekitarnya dipengaruhi penyembahan berhala dan membuat orang Israel sulit mengenal Allah dengan baik. Pasal 17 Allah memberikan pernyataan ke umatNya dalam peristiwa di mana Elia berdoa supaya Tuhan jangan menurunkan hujan dan hujan benar-benar tidak turun selama 3 tahun 6 bulan (Yak 5:17). Hal ini menunjukkan iman nabi Elia ke Allah dan kebesaran Allah membuktikannya. Berhala tidak bisa melakukannya tapi Allah bisa. Lalu peristiwa burung gagak membawa daging ke Elia (1 Raja 17:6 Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu). Bagaimana mungkin burung gagak yang suka daging tapi ia bisa membawa daging ke nabi Elia? Itulah gambaran Allah yang besar dalam kebesaranNya. Allah juga menyatakan kebesaranNya melalui seorang janda di Sarfat. (1 Raj 17:9 "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." Dalam menunjukkan kebesaranNya, Allah tidak memakai orang “besar” (hebat) tetapi serangkali memakai orang “kecil” untuk menyatakan kebesaranNya kepada dunia. Cara Allah menyatakan kebesaranNya berbeda dengan orang dunia, karena ia sering memakai orang kecil. Seorang nabi besar (Elia) dalam perjalanannya punya pergumulan sendiri. Sebagai hamba Tuhan, saya juga sering belajar dari iman jemaat yang secara kasat mata tidak diperhitungkan tapi taat (setia) dipakai Tuhan.

Di dalam cara Allah memakai janda dari Sarfat ada beberapa hal yang dapat dipelajari :

1.     Allah memakai janda dari Sarfat sebagai alat Tuhan dalam kondisi yang susah (1 Raja 17:7  Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu). Kemungkinan kekeringan saat itu sudah memasuki 2 tahun pertama dan merupakan perkara pelik. Kalau berkepanjangan , kekeringan itu bukan saja menyengsarakan manusia, tapi pohon dan hewan juga akan mati dan mengakibatkan manusia tambah susah. Keterbatasan materi dari janda ini dapat ditemukan pada ayat 10 (Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api)  dan 12 (Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."). Dalam kondisi susah, justru kebesaran Allah sungguh nyata dalam kehidupan orang percaya. Di dalam kondisi yang tidak mungkin, Allah bisa menyatakan kemulianNya sedemikian hebat kepada orang percaya. Jangan berpikir, saat “kekeringan” menghadang Allah membuat kita susah, tapi sebaliknya Allah pakainya agar kita melihat kemuliaanNya. Mungkin kekeringan yang dialami adalah kekeringan dalam bidang ekonomi (keuangan), kesehatan kita dan lainnya. Kebenaran Firman Tuhan menyatakan, justru dalam kondisi susah , Tuhan memakai janda dari Sarfat untuk menyatakan kemulianNya. Padahal saat susah, kita sering banyak mengeluh. Hal ini normal karena kita manusia. Tetapi yang yang dianggap “normal” ini,  bisa menutup mata rohani kita akan karya Allah yang sedang dikerjakan. Pelajaran pertama, janda dari Sarfat memberikan dari apa yang ada padanya walau dalam kondisi kesulitan. Waktu memiliki dalam jumlah berlebih, tidak terlalu sulit bagi kita untuk memberikan sesuatu. Sebaliknya waktu kita kekurangan, untuk memberikan sesuatu merupakan ujian yang berat. Itu sebabnya dalam kitab Injil Yesus memuji janda yang memberikan persembahan sebanyak 2 peser (satu duit) dibandingkan orang kaya yang memberikan sedemikian banyaknya (Lukas 21:3, Markus 12:43). Kitab suci tidak menjelaskan pemberian kecil diterima Allah sedangkan pemberian besar tidak, tetapi kitab suci mengatakan janda ini mau memberikan dirinya kepada Allah.

2.     Bagaimana ketaatan janda ini pada janji Allah. 12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Waktu kita baca ayat 12 ada 2 kata yang menarik yakni segenggam (tepung di dalam tempayan) dan sedikit (minyak dalam buli-buli). Ini menunjukkan kondisi bahwa janda ini benar-benar susah. Menurut penafsir, kemungkinan janda ini sebelumnya mungkin orang kaya karena ia punya rumah yang berloteng seperti yang tertulis pada ayat  19  Kata Elia kepadanya: "Berikanlah anakmu itu kepadaku." Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya. Beberapa penafsir mengatakan kemungkinan besar janda ini jatuh bangkrut dan mengalami hal yang susah sekali. Tidak mudah orang memberikan apa yang tinggal di dalam dirinya, kalau tidak ada keberanian untuk taat. Ketaatan inilah yang harus dibangun dalam persekutuan dengan Tuhan. Ketaatan itu tidak langsung didapat, tetapi melalui proses dalam persekutuan dan relasi antara kita dengan Dia. Waktu Yusuf digoda istri Potifar, ia tidak berzina karena ia mendengar firman Tuhan dari ayahnya (Yakub) sejak kecil. Kita perlu berdoa karena itulah yang membantu kita belajar taat kepada Allah. Hidup di dunia susah dan penuh godaan untuk kita berbuat jahat.  Bagi seorang pengacara ,yang paling susah dari profesinya adalah bagaimana menghindarkan “politik uang” untuk memenangkan kasus yang ditangani. Pergumulan orang percaya dalam dunia adalah tidak mudahnya untuk taat kepada Tuhan. Sama susahnya waktu janda dari Sarfat bergumul tentang “segenggam” dan “sedikit” untuk diberikan. Karena seperti tertulis pada  ayat 12, taruhan ketaatannya adalah dia dan anaknya akan mati.  Sekarang ini, saya tidak pernah mendengar ada orang mau memberi sampai mati untuk Tuhan dan berkata,”Pa saya persembahkan buat Tuhan, lalu saya dan keluarga saya akan mati”. Sedangkan ketaatan janda dari Sarfat merupakan pergumulan antara hidup dan mati. Tetapi ayat ke 15 dikatakan “Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya” . Janda itu pergi berbuat seperti yang dikatakan nabi Elia. Ketaatan ini dibuktikan dalam langkahnya, karena ia mempunyai dasar pada ayat 14 tentang janji Tuhan yang terkadang sulit diterima akal kita. Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi.Artinya “segenggam” dan “sedikit” menjadi “berlimpah” dan “banyak” dan orang percaya dikuatkannya saat menghadapi pergumulan dalam hidupnya. Waktu janda ini memberikan apa yang ada padanya, sebenarnya Alkitab menceritakan bahwa ia memberikan hatinya buat Tuhan. Itulah yang mahal di mata Tuhan. Kadang waktu melihat contoh yang diberi jangan terjebak pada materi semata (kuantitas besar dan kecil). Tetapi mari kita lihat isi dan kualitas yaitu hati yang memberi. Kalau Allah memberikan kita untuk memberi besar, jangan takut untuk memberi besar. Waktu Allah memberikan materi yang “tidak berlimpah” tapi memberi dalam kekurangan , justru Allah memperhitungkan hati kita. 

Kesimpulan

1.     Allah dapat menyatakan kemulianNya dalam kondisi apa pun. Sehingga saat kita punya keyakinan Allah sanggup melakukan perkara yang tidak mungkin, apakah kita mau taat? Saat dilakukan renovasi gedung gereja GKKK Mabes tahap pertama, ada pergumulan tentang kebutuhan dana untuk renovasi. Kalau dana sudah tersedia, maka renovasi bukan hal yang sulit. Tapi dalam kesulitan, lalu kita berteriak maka Allah akan menunjukkan kemulianNya. Renovasi ini untuk pekerjaan Tuhan , sehingga kita belajar taat dan kita bertanggung jawab dalam hal penggunaan dana yang terkumpul. Saat harus memberi, janganlah kita pelit kepada Tuhan karena disitulah kita menunjukkan hati kepada Tuhan. Jadi waktu Allah mau memakai kita seperti memakai janda dari Sarfat, maka kita akan melihat Allah memakai kita dalam berbagai pekerjaan Allah.

2.     Maukah  kita dipakai Allah dalam memberi untuk menyatakan kemulianNya? Saya dan shi mu diajak makan oleh teman. Ia terbeban untuk membantu beban renovasi tahap kedua. Waktu saya ucapkan terima kasih, dia mengucapkan bahwa “Tidak usah kamu ucapkan terima kasih atau tidak enak, tetapi Allah telah memakai doa kalian berteriak sehingga membuat saya ikut terlibat”.  Bangunan gereja kita sudah 15 tahun tidak pernah direnovasi sedikitpun setelah cicilan pinjaman untuk dana pembangunan selesai dilunasi. Dana pembangunan yang dibutuhkan baru lunas 12 tahun lalu sehingga kita tidak bisa merenovasi dengan baik. Itu pergumulan dari pendahulu sampai selesai mendirikan bangunan. Saya terharu. Kita sebagai generasi kedua dipakai untuk merenovasi gedung ini. Pdt Suryawan Edi berkata, “Kadang saya melihat iman dari orang dahulu hebat sekali”. Allah memakai mereka dengan iman dan visinya sehingga punya bangunan gereja untuk diwariskan ke generasi selanjutnya yaitu kita. Mari kita belajar dari janda dari Sarfat untuk memberikan apa yang ada pada kita.