Wednesday, October 24, 2012

Bahan Komsel Mei 2011

Ev Pangsuri




Belajar dari Kisah Imam Eli
Sasaran :
1.       Anggota komsel belajar tentang keluarga yang baik di mata Tuhan dari kisah Imam Eli
2.       Anggota komsel tergerak untuk hidup takut akan Tuhan

Pengarahan pembahasan:
Salah satu sasaran empuk yang hendak dihancurkan Iblis adalah keluarga Kristen. Sekian abad mencoba menghancurkan gereja dari luar yaitu berupa penganiayaan dan tekanan tidak ampuh melenyapkan gereja, sebaliknya, mati satu tumbuh seribu. Dan pada saat sorot mata diarahkan ke  tempat lain yaitu keluarga Kristen, maka kehancuran gereja menjadi sebuah hal penting untuk dipikirkan.
Keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat. Poros Negara adalah keluarga-keluarga yang ada di dalamnya. Keluarga bahagia akan membentuk Negara yang makmur. Keluarga merupakan fondasi, dasar, pilar penting dan perekat sebuah komunitas besar. Tanpa keluarga tidak ada Negara. Dan jika dikaitkan dengan gereja, hal ini kurang lebih sama, tanpa keluarga maka tidak mungkin hadir gereja karena gereja terbentuk dari orang-orang yang berasal dari keluarga.
Permasalahan muncul pada saat esensi keluarga Kristen menjadi pudar. Nilai-nilai yang seharusnya hadir dalam sebuah keluarga Kristen pudar dan bahkan menghilang, hal ini menjadi awal keruntuhan gereja. Iblis sadar bahwa dengan menghancurkan keluarga, ia akan dengan mudah menghancurkan gereja. Dan bukan hanya keluarga Kristen awam, tetapi juga banyak keluarga para pelayan Tuhan mengalami keretakan bahkan sampai hancur berantakan, bahkan bercerai. Jika kita melihat kepada sejarah, kita akan menjumpai pengkhotbah besar yang menceraikan istrinya. Ada pula majelis yang keluarganya berantakan, anak-anaknya menjadi pecandu narkoba bahkan budak seks, dsb. Hal ini adalah fakta yang kita tidak dapat sekedar menutup mata dan telinga.
Dalam kesempatan bulan keluarga ini, kita akan belajar dari keluarga imam Eli. Lalu kita juga akan membandingkan dengan keluarga Samuel. Imam Eli ditegur Allah dan dihukum, tetapi Samuel ditegur tetapi tidak dihukum. Mengapa demikian? Alkitab mencatat bahwa imam Eli meski tahu anak-anaknya berdosa, tidak menegor keras dan tidak menjaga diri ‘bersih’, ia ikut makan daging rampasan anak-anaknya tersebut. Alkitab mencatat Allah bertanya kepada imam Eli, ‘mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih daripadaKu, sambil engkau menggemukkan dirimu dari bagian terbaik… (1Sam. 2:29). Imam Eli terlibat di dalam dosa anak-anaknya, inilah pandangan Allah. Tetapi Samuel sebaliknya, ia sudah menegor keras anak-anaknya dan mencopot jabatan imam mereka dan menjaga dirinya ‘bersih’.
Berikut perbedaan keduanya:
·         Keluarga Imam Eli:
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Imam Eli?
a. tidak mengindahkan TUHAN,
b. tidak mengindahkan batas hak para imam,
c. sebagai Imam memakan daging mentah,
d. memakan lemak dari korban bakaran
(lemak seharusnya dibakar sampai habis -> Bil 18:17-18),
e. melakukan kekerasan,
f. memandang rendah korban untuk TUHAN,
g. berzinah,
h. menghujat Allah,
i. tidak bertobat.
( I Sam 2:12-17, 22-25 + I Sam 3:11-14 )

Lalu apakah dosa Imam Eli dihadapan Allah?
a. tidak menegakkan perintah/Firman Allah dengan tegas,
b. loba/rakus,
c. tidak memarahi anak-anaknya,
d. tidak menghormati Allah,
e. menghormati manusia (anak-anaknya) lebih dari pada Allah,
f. mengetahui anak-anaknya berdosa tetapi tidak melakukan apa-apa, bahkan IKUT MAKAN – ‘menggemukkan diri’
à ikut terlibat dalam dosa.
( I Sam 2:22-25, 29 + I Sam 3:11-14 )

Apakah tindakan Imam Eli terhadap dosa anak-anaknya?
a. hanya menegur (I Sam 2:22-25),
b. tidak memarahi mereka (I Sam 3:13),
c. Imam Eli tidak mencabut jabatan anak-anaknya; mereka tetap
menjabat jabatan Imam (I Sam 4:4).

Bagaimana tanggapan Imam Eli terhadap Allah?
a. tidak bertobat walau Allah sudah menegur (I Sam 2:27-36, 3:13),
b. pasrah - tidak mau merendahkan diri dihadapan Allah untuk memohon
belas kasihan-NYA ( I Sam 3:18 ).

Atas dasar itulah Tuhan Allah menghukum Imam Eli dan anak-anaknya.


·         Perhatikan keluarga Samuel:
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Samuel?
a. mereka mengejar laba,
b. menerima suap,
c. memutarbalikkan keadilan.
( I Sam 8:1-3 )

Lalu apakah dosa Samuel dihadapan Allah?
Dalam hal ini Samuel bersih, tidak didapati melakukan kesalahan dalam
melaksanakan tugasnya.
( I Sam 12:3-5 )

Apakah tindakan Samuel terhadap dosa anak-anaknya?
a. Samuel menerima/mengakui dengan terbuka dosa anak-anaknya; dia
tidak menutup-nutupinya ( I Sam 8:4-5 ),
b. Samuel mencopot jabatan hakim anak-anaknya.
Perhatikan tulisan ".. dan bukankah anak-anakku laki-laki ada di
antara kamu?" di I Sam 12:2; artinya Samuel telah mencopot jabatan
anak-anaknya dan menjadikan mereka rakyat biasa,
c. Samuel tetap bertindak sebagai hakim setelah mencopot jabatan
anak-anaknya; sampai akhirnya dia permisi dari bangsa Israel
( I Sam 12:2c ).

Bagaimana tanggapan Samuel terhadap Allah?
Samuel bertekad untuk terus hidup "bersih" sebagai hamba Allah dan
akan tetap mengajarkan jalan-jalan NYA.
( I Sam 12:23 )

Sampai akhir hidupnya Allah tetap menghargai Samuel, tetapi tidak demikian dengan imam Eli

Teman-teman, Allah menghukum anak-anak Imam Eli termasuk Imam Eli sendiri, tetapi Allah tidak menghukum Samuel melainkan hanya anaknya. Mengapa? Karena Samuel tidak membiarkan dirinya terlibat dalam dosa keluarganya. Ia menjaga diri bersih dan telah melakukan apa yang menjadi bagiannya. Inilah teladan prinsip yang harus dimiliki keluarga Kristen saat ini. Banyak orang Kristen yang meski merasa tidak melakukan dosa yang dilakukan keluarganya, tetapi ‘ikut makan’ dari hasilnya. Itulah yang dilakukan Imam Eli. Ia tidak menjalankan perannya di hadapan Allah dan manusia dengan baik. Dan Allah menghukumnya.
Kiranya kita belajar dari kisah Imam Eli. Tidak membiarkan dosa hadir dalam keluarga kita. Tidak berkompromi dengan dosa. Menjaga kekudusan di hadapan Allah.
‘Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.’ Ibr. 12:29.

Pertanyaan renungan:
1.       Jika anggota keluargamu ada yang berbuat dosa, apakah yang engkau lakukan sebagai anak Tuhan?
2.       Apakah engkau merasa kekudusan Allah sudah hadir dalam keluargamu?

Komitmen praktis:
1.       Mau menjaga kekudusan Allah di tengah keluarga kita
2.       Mau menghadirkan kekudusan, kasih, dan kebenaran dalam keluarga kita
3.       Mau menyelesaikan masalah/dosa yang sedang terjadi saat ini – jika ada.




Yesus dan anak kecil
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengerti bahwa Yesus begitu mengasihi dan menerima anak kecil
2.       Anggota komsel mempunyai pandangan terhadap sosok anak kecil sebagaimana Yesus memandang.
Pengarahan pembahasan:
Markus 10:13-16.
Dalam bagian ini, kita dapat melihat adanya teladan yang ingin Yesus berikan kepada kita sebagai pelayan anak. Yesus pun ingin kita mengikuti jejakNya.
Dalam ayat ini, anak-anak dibawa kepada Yesus untuk diberkati. Namun, para murid menghalang-halangi mereka dan Yesus pun menegur para murid. Dia sangat tidak suka dengan sikap murid-murid-Nya. Dengan kata lain, sikap seperti itu sangat menyedihkan hati-Nya. Kemudian Dia memberikan dua hal penting. Dia berkata, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku dan jangan menghalangi mereka." Kita mungkin berpikir para murid mengerti apa keinginan Yesus; apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap anak-anak tersebut. Yesus melanjutkan dan berkata bahwa anak-anak yang berlarian itu adalah teladan iman yang seharusnya dimiliki oleh para murid. Sungguh sederhana. Anak-anak kecil tersebut menggambarkan kondisi dan karakter yang berkenan di hadirat-Nya -- dan hal itu tidak diperlihatkan oleh para murid.
Kemudian Yesus menyatakan bagaimana kita dapat melayani anak-anak. Pertama, Dia memeluk anak-anak tersebut. Perhatikan, Dia hanya diminta untuk memberkati anak-anak yang datang kepada-Nya, namun Yesus lantas melakukan hal yang lebih dari itu, Dia memeluk anak-anak tersebut. Bayangkanlah perasaan orang tua mereka saat itu.
Ketika anak-anak tersebut berada dalam pelukan Yesus, Ia memberkati mereka. Berkat yang Dia berikan bukan sekadar doa pendek. Kata "memberkati" di situ berarti mendoakan anak-anak tersebut dengan sangat sungguh-sungguh dan mendalam. Dia mengetahui nilai perbuatan-Nya tersebut. Apa yang kita lakukan pun bernilai, dan memberikan diri kita sepenuhnya kepada anak-anak dilayani.
Ada 3 pelajaran singkat yang dapat kita pelajari dari cara Yesus melayani anak-anak.
1.       Kita tidak boleh melakukan pendekatan pelayanan seperti yang dilakukan para murid.
Mereka tidak menghargai anak-anak, kasar terhadap orang tua yang datang membawa anaknya, dan hanya memikirkan diri sendiri agar dapat memiliki waktu dan relasi dengan Yesus. Sikap demikian bukanlah sikap Kristiani. Allah menghendaki hidup yang mengasihi dan tidak membeda-bedakan. Pengkelasan bukanlah nilai Kristiani. Tembok pemisah bukanlah ajaran Kekristenan. Panggilan dan kasih Allah bukan hanya ditujukan bagi orang-orang tertentu, tetapi bagi semua orang termasuk di dalamnya anak-anak kecil yang tidak berdaya sekalipun. Bukan hanya orang-orang dewasa, pandai, terdidik bahkan terhormat, tetapi anak kecil pun mendapatkan perhatian penting di mata Allah. Inilah value yang dinyatakan Allah dalam bagian ini.
2.       Anak-anak membutuhkan Yesus.
People need the Lord. Kalimat ini bukan hanya ditujukan bagi orang dewasa, tetapi anak kecil pun termasuk need the Lord. Pelayanan anak-anak adalah pelayanan yang sangat penting dalam Kerajaan Allah. Allah tidak pernah mengabaikan dan membuang anak kecil dari agenda pelayanan. Yesus turun dari sorga salah satu tujuannya juga bagi momen memberkati anak kecil ini. Kita perlu untuk mengingat hal ini selalu dalam rencana program sekolah minggu dan manajemen pelayanan. Tetapi kita harus ingat bahwa semua program yang direncanakan harus dilakukan atas dasar kebutuhan anak-anak terhadap Yesus.
3.       Kita perlu datang kepada Yesus seperti seorang anak kecil.
Dari kisah ini, Yesus tidak hanya mengajar kita untuk tidak mengabaikan keberadaan anak kecil, tetapi pelajaran ini pun mendorong orang dewasa menjadi seperti anak kecil. Ini pelajaran untuk para murid-Nya, dan juga untuk kita. Satu hal yang saya cintai dari pelayanan anak adalah kita dapat belajar banyak hal mengenai iman hanya dengan berkumpul bersama anak-anak kecil tersebut. Ketulusan dan kepercayaan (iman) yang ditunjukkan anak kecil selalu tulus dan apa adanya. Yesus mengatakannya kepada kita dalam Markus 10:13-16 tersebut.
Menerima dan mengasihi anak kecil itu tidak mudah. Naluri alamiah tidak mendorong seseorang secara otomatis melakukan hal ini. Bagian ini menjadi sangat penting karena Yesus memberikan teladan sebaliknya. Ia hendak mendorong setiap muridnya, termasuk kita, untuk menghidupi kebenaran ini.
Pertanyaan renungan:
1.       Mengapa Yesus tidak menolak anak kecil seperti murid?
2.       Mengapa standar anak kecil adalah standar Allah, apa maksudnya?
Komitmen praktis:
1.       Mau meneladani Yesus dalam hal memperlakukan anak kecil
2.       Memikirkan, merenungkan dan membuat hal-hal yang baik bagi anak-anak kecil di sekitar kita yang dapat memancarkan prinsip hal ini.


Perang dingin dalam rumah tangga
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengenal kondisi dan keberadaan konflik dalam keluarga mereka
2.       Anggota komsel mengusahakan hidup dalam dalam Kristus dan perdamaian

Pengarahan pembahasan:
Ef. 5:22-33; Yoh. 13:34
Keluarga mereka sel terkecil dalam masyarakat. Jika sel rusak maka tubuh akan rusak. Sebagaimana keseluruhan jemaat Tuhan adalah tubuh Kristus, maka keluarga yang merupakan elemen-elemen dasarnya merupakan ‘sel-sel tubuh’ tersebut. Jika sel rusak atau tidak sehat, maka pasti akan mengganggu kesehatan tubuh.
Iblis tidak mampu menghancurkan gereja dalam artian tubuh Kristus, dan ia mengganti strategi dengan menghancurkan keluarga Kristen. Jika berhasil menghancurkan keluarga Kristen, maka kehidupan berjemaat dan bergereja juga akan hancur, cepat atau lambat. Terlebih lagi focusnya adalah para leader, jika keluarga Kristen yang menjadi leader di gereja rusak, maka rusaklah kesaksian gereja, dan akhirnya, banyak orang belum percaya menjadi tersandung serta tidak mau menjadi orang Kristen. Inilah yang dikerjakan oleh Iblis yang dapat kita lihat di dalam sejarah gereja.
Alkitab secara konstan dan terus menerus menuliskan serta mengingatkan tentang bahaya ini. Paulus banyak menulis tentang keluarga, peran suami, istri, orangtua, dan anak. Porsi yang besar diberikan Alkitab untuk memperhatikan pentingnya peran sebuah keluarga di dalam kesaksian gereja.
Banyak keluarga Kristen yang hidup dalam konflik berkepanjangan dan tidak dibereskan, mereka sesungguhnya di ambang kehancuran. Perang dingin menjadi sebuah kelaziman yang terjadi saat ini di dalam keluarga-keluarga, termasuk keluarga Kristen. Meski tidak ada percekcokan secara terang-terangan, tetapi ada kecuekan/ignorance dalam keluarga, dan hal ini sama saja membawa dampak buruk akhirnya. Perang dingin rumah tangga merupakan sebuah kehidupan yang paling menakutkan. Jika perang dingin ini terus dibiarkan, akan terjadi perang sesungguhnya yang akibatnya bisa sangat fatal dan mengerikan serta tak terpikirkan.
Komunikasi sangat penting di dalam sebuah keluarga. Jika ada masalah, seharusnya dikomunikasikan dengan clear dengan terbukaan dan hati yang mencari damai. Seringkali banyak pasangan tidak menyadari bahwa masalah yang terjadi di dalam hubungan mereka kian pelik. Ironisnya, banyak hubungan yang pada akhirnya harus berakhir padahal usaha mempertahankannya belum maksimal. Terkadang, untuk memperbaiki keretakan rumah tangga, diperlukan bantuan seorang ahli misalnya penasihat pernikahan.
Berikut beberapa tanda hubungan yang tidak sehat dan sedang perang dingin. Perang dingin dalam rumah tangga ini tidak begitu mencolok dan tidak harus nampak secara fisik, tetapi ada hadir sikap yang seharusnya tidak boleh ada dalam sebuah pernikahan. Dan perang dingin ini membutuhkan orang ketiga untuk menolong/sebagai perantara:
1.       Tak lagi saling mendengarkan
Saat pasangan tak saling mendengarkan satu sama lain, maka tak akan pernah ada komunikasi yang baik. Komunikasi buruk adalah awal kehancuran fondasi sebuah rumah tangga. Untuk itu, Anda dan pasangan memerlukan kehadiran orang ketiga yang bersifat netral untuk menjadi penengah.

2.       Percekcokan tanpa kata dan tanpa henti.
Tiada hari tanpa ketidakcocokan, sampai pasangan tak lagi bisa menyebutkan penyebab awal yang memicu pertengkaran. Cara berkomunikasi tak lagi sehat, hanya ada teriakan dan kata-kata kasar yang keluar dari mulut Anda dan pasangan jika meledak. Meski tidak melakukan kekerasan fisik, hal ini harus lekas diatasi. Bahkan membutuhkan orang ketiga sebagai penengah.

3.       Tidak dapat saling memaafkan
Anda tak bisa memaafkan kesalahan pasangan apapun alasanya. Kehidupan Anda diliputi dendam dan amarah. Seorang penasihat pernikahan akan membantu untuk memperbaiki jiwa dan hati yang telah ‘rusak’. Ia akan membantu Anda melepaskan kemarahan, sehingga jiwa Anda pun kembali tenang.

Jika ada ketiga hal ini selama bertahun-tahun berarti pernikahan tersebut berada dalam masalah besar. Pernikahan tersebut jelas sangat tidak sehat. Jika tidak diselesaikan, maka akan terjadi kehancuran.
Meski tidak saling bercekcok muka dengan muka dan saling cuek, tetapi ada kebencian yang sangat besar terhadap pasangan atau orang dalam keluarga. Sudah tidak ada kasih lagi (Yoh. 13:34). Bukan sekedar sentiment, tetapi kebencian yang mengutuk dalam hati. Kebencian yang dapat berakhir  dalam tindakan destruktif. Meski tidak ada kesempatan untuk menghadirkan tindakan, tetapi kebencian dalam hati tersebut adalah inti masalah perang dingin itu sendiri.
Karena itu, sebelum hancur, sebuah keluarga harus diselamatkan. Sebuah keluarga Kristen harus selalu menghadirkan Kristus dan kembali kepada prinsip pernikahan keluarga Kristen (Ef. 5:22-33). Terlalu banyak komponen yang berpotensi untuk dijadikan masalah, oleh karena itu, poin of stand dari suami, istri, anak, mertua, mantu, kakek, nenek dsb haruslah berdasarkan kebenaran Alkitab. Tanpa poin of stand yang jelas, maka seorang Kristen akan bingung harus berbuat apa jika menghadapi masalah, bahkan yang terkecil sekalipun.
Pernikahan yang diwarnai dengan percekcokan terus menerus, tidak saling menerima dan mendengar serta tidak ada maaf merupakan neraka rumah tangga. Kita tidak boleh berlama-lama hidup dalam konflik dan perang dingin seperti itu. Tidak ada jalan lain selain memhadirkan Tuhan, pertobatan dan kemauan untuk memperbaiki. Kiranya Tuhan memberkati keluarga kita.

Pertanyaan renungan:
1.       Masalah apakah yang pernah terjadi dalam keluargamu dan bagaimana engkau mengatasinya?
2.       Mengapa perang dingin merupakan sesuatu yang tidak boleh dibiarkan dalam kehidupan keluarga Kristen?
Komitmen praktis:
1.       Mau hidup dalam damai Kristus di tengah keluarga.
2.       Mau membereskan potensi masalah yang dapat menghancurkan sebuah keluarga.
3.       Mau bertobat dan kembali kepada Alkitab.


Kasih Allah (keselamatan) : Cuma-Cuma tapi tidak murah
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengenal arti keselamatan lebih dalam lagi dan menghargai
2.       Anggota komsel lebih bersyukur dan lebih serius dalam menghidupi keselamatan

Pengarahan pembahasan:
TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Nahum 1:3a

Kira mungkin pernah dengar ungkapan seperti ini, ‘Mumpung masih muda, puas-puasin deh hidup ini!’ atau ‘Sok suci amat sih, enjoy aja dulu, soal dosa nanti minta ampun sama Tuhan, beres kan?’ Di zaman akhir makin banyak orang percaya yang menganggap enteng kasih setia dan pengampunan Allah sebagai barang obralan. Orang semakin berani berurusan dengan perkara dosa. Karena yakin setelah meminta ampun, bekas-bekas dosa dihapuskan dan tidak diperkarakan oleh Allah yang maha pengasih dan panjang sabar.
Semakin seseorang menikmati hidup berdosa membuktikan ia belum sungguh-sungguh di dalam Allah. Dosa itu tidak pernah tidak meninggalkan jejak. Seperti paku yang ditancapkan ke kayu, demikianlah dosa kita. Semakin banyak dosa yang kita hidupi, seperti paku yang banyak ditancapkan ke kayu. Pemulihannya lama karena harus dicabut satu per satu. Dan lihatlah…bekas paku itu! Dosa meninggalkan jejak. Orang yang pernah terjebak dalam kehidupan seks bebas didapati secara statistic sangat mudah kembali kepada dosa seks bebas jika ia dicobai. Ia sangat mudah tergelincir dan jatuh ke lobang yang sama. Bekas dosa dahulu adalah identitas kelemahannya. Jadi, jangan bermain-main dengan dosa.
Allah meminta orang Kristen untuk tidak bermain-main dengan dosa. Firman Tuhan memang berbicara tentang pengampunan yang diberikan cuma-cuma bagi mereka yang mengaku dosanya (1Yoh. 1:9). Tapi, Alkitab juga berbicara tentang Allah yang murka terhadap kejahatan (Bil. 25:3; Ef. 5:6) dan menindak tegas tiap orang yang bersalah (2Sam. 6:7, Kis. 5). Bahkan, Ia tidak sekali-kali membebaskan hukuman (Nah. 1:8b). Dosa dapat diampuni asalkan dengan pertobatan yang sungguh nyata, tapi konsekuensi dosa menjadi pertanggungjawaban pribadi di hadapan Tuhan. Allah adalah kasih, tapi bukan kasih murahan. Ia menuntut pertanggungjawaban dari setiap kita akan kasihNya.
Berikut adalah beberapa prinsip firman Tuhan tentang kasih Allah (keselamatan) adalah cuma-cuma, tetapi tidak murahan, gratis tetapi tidak gratisan.
1.       Nothing of me
Alkitab mencatat, ‘Karena begitu besar kasih Allah…’, menunjukkan kualitas kasih Allah. Allah tidak bermain-main dalam mengasihi. Ia tidak setengah-setengah. Allah total dalam menyatakan kasihNya.
Dan Allah pun menuntut orang yang merasakan kasihNya menghidupi hal yang sama. Allah meminta ‘Hidup yang dipersembahkan’ kepadaNya (Rm. 12:1-2). Itulah kehendak Allah. Itulah ibadah yang sejati. Hati yang remuk tidak akan dibuangNya (Mzm. 51), Ia menginginkan hati hancur manusia yang menyadari anugerah Allah yang sangat besar dan keterbatasan serta kepapaan dirinya.
Manusia tidak mampu mengerjakan apapun untuk mendapatkan keselamatan dan kasih Allah. Manusia sudah mati dalam dosa di mata Allah. Apapun yang dilakukan manusia untuk memperoleh kasih Allah adalah perbuatan sia-sia. Karena itu, menyadari keterbatasan, ketidakmampuan diri, serta betapa lemah dan papanya diri adalah awal dimana Allah bekerja. Tanpa kesadaaran ini, seorang Kristen menganggap bahwa dirinya mampu dan bahkan Allah membutuhkan dirinya.
Sebaliknya, Alkitab mengatakan bahwa pada waktu kita menjadi musuh Allah, Ia menyatakan kasihNya (Rm. 5:8). Pada waktu tidak mungkin kita mengasihi Allah, sadar kelemahan dan kepapaan, merendahkan diri, dan mau bertobat, justru saat inilah Allah menyatakan kasihNya. Pada waktu kita masih mengangkat tangan melawan Allah, hendak memukulNya, Ia menyatakan kasihNya. Bukan kita yang memilih Allah tetapi Allah yang memilih kita (Yoh. 15:16). Ia memberikan kasihNya yang sangat bernilai dan teramat besar. Nothing of me. The grace of God is free but not cheap!

2.       Seimbang dalam mengerti prinsip ini
Kita tidak boleh hanya mengatakan ‘Oke, Allah mengasihiku, amin dan beres, lalu aku tidur saja.’ Ini bukanlah sikap Kristen yang Allah inginkan. Allah ingin kita bangkit dan melayaniNya. Engkau makan, minum, dsb, lakukan untuk AKU! (1Kor. 10:31; Kol.3:23). Mati bagi diri dan dosa adalah satu hal, tetapi hidup bagi Allah adalah hal lain.
Orang Kristen tidak boleh hanya hidup menikmati kasih Allah. Ini adalah hidup yang egois. Tetapi orang Kristen harus tahu bahwa kasih yang Cuma-Cuma ini harus dihidupi tidak dengan sikap murahan atau cheap. Hidup kita menyatakan bagaimana kita menilai kasih Allah atau keselamatan. Jika kita sembarangan, artinya kita menganggap bahwa keselamatan adalah murahan. Tetapi orang Kristen yang mengerti seimbang akan menghidupi dalam keseimbangan. Ia akan bersukacita karena kasih Allah yang sangat besar, tetapi menangisi dosa jika ia jatuh dan mendukakan Roh Kudus karena telah membuat kasih itu menjadi murahan. Tetapi tentu saja kita tidak boleh hidup dalam ketakutan yang tidak beralasan (2Tim. 1:7).
Paulus berkata dengan indah bahwa, ‘Sebab aku telah mati…( Gal. 2:19)…namun aku hidup…’ (Gal. 2:20). Wow indah sekali. Kita juga sama, kita telah mati bagi dosa dan disalibkan. Kita dikasih dengan kasih agape dan free, tetapi tidak selesai sampai disini, kita harus bersikap bahwa kasih itu mahal dan tidak layak bagi kita, mendorong kita ‘hidup bagi Kristus’. Inilah hidup dalam konsep yang seimbang yang Allah inginkan.

3.       Ada akibat yang menakutkan
Ketidakmengertian akan kebenaran ini akan membuat seorang Kristen hidup secara timpang. Ada yang hidup dalam ketakutan yang over, tetapi juga ada yang hidup dengan sembarangan dan murahan. Yang kedua jauh lebih banyak. Yang pertama, tentu saja jauh lebih baik dan bahkan diselamatkan. Yang kedua dipertanyakan keselamatannya.
Alkitab tegas dan keras terhadap orang yang mempermainkan kasih Allah dan keselamatan yang telah dikaruniakanNya. Alkitab tidak memakai tedeng aling-aling. Melalui rasul Petrus, Allah mengingatkan kita supaya berhati-hati dan tidak jauh dalam hidup yang salah. ‘Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran daripada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka’ (2Pet. 3:21). Bahkan Yesus mengatakan yang tersesat dan menyesatkan orang lain, ‘lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut’ (Mat. 18:6). Betapa seriusnya kasih Allah atas diri kita. Bukan untuk memanjakan atau meninabobokan kita, tetapi menuntut kita untuk ‘Hidup bagi Kristus’. Ada akibat serius jika kita mempermainkan kasih Allah.

Teman-teman, kasih Allah free but not cheap. Ini adalah kebenaran Alkitab. Jadi, jangan hidup secara cheap. Jangan membiarkan diri kita yang mempunyai identitas anak Tuhan, dicap dunia sama seperti mereka dan dianggap ‘cheap’ sehingga kita membuat kasih Allah menjadi cheap di mata mereka. Mari kita hidup bagi Kristus yang telah mati bagi kita, karena kita sudah disalibkan dan mati bersama Kristus.

‘Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia’ Kol. 3:23.

Pertanyaan renungan:
1.       Bagaimana engkau menganggap kasih Allah selama ini? Adakah hidupmu serius di hadapan Allah?
2.       Bagaimana cara kita hidup secara benar dan seimbang di hadapan Allah dan manusia?

Komitmen praktis:
1.       Mau menhidupi kasih Allah dengan serius dan tidak menjadikannya murahan
2.       Mau memuliakan Allah dalam segala aspek, termasuk yang terkecil dalam hidup keseharian.


Keselamatan yang tidak dapat hilang
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengerti bahwa keselamatan adalah kekal dan tidak dapat hilang
2.       Anggota komsel lebih menghargai apa yang telah dikerjakan Allah
Pengarahan pembahasan:
‘Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikuti Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.’ (Yoh. 10:27-28)
Pengajaran ini adalah pengajaran dasar sejarah gereja. Dari Yesus, Paulus, Agustinus, Luther, Calvin, hingga hari ini, warisan dan harta iman ini tetap tersimpan rapi dan terus diturunkan ke generasi berikutnya.
Tetapi pengajaran ini dapat didistorsi oleh pemahaman humanism. Banyak ‘debu’ dan ‘polusi’ humanism yang mengotori harta ini. Penekanan yang berlebihan kepada manusia membuat manusia merasa diri mampu sejak awal keselamatan sampai dengan akhirnya. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa sejak awal, Tuhan yang menetapkan dan memilih, lalu bekerja mempertobatkan kita, lalu memelihara dengan tanganNya yang teguh sampai kepada kesudahannya. Segala sesuatu adalah DARI, OLEH dan KEPADA ALLAH (Rm. 11:36). Jadi Alkitab mengunci pemikiran kita kepada Allah saja. Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Christos, Sola Gratia dan SOLI DEO GLORIA.
Banyak orang Kristen yang bertanya, ‘Akankah aku bisa masuk ke sorga, sedangkan hidupku banyak cela dan dosa?’ Alkitab menjawab, ‘Ya, tentu saja bisa.’ Keselamatan adalah anugerah Allah, dikerjakan oleh Allah, dan dipelihara oleh Allah. Tentu saja kita masih lemah dan jatuh, tetapi kita tidak menikmati dosa. Hidup orang Kristen belumlah sempurna. Ia masih bercela dan lemah serta dapat jatuh dalam dosa. Tetapi yang menjadi pembeda adalah ia adalah ciptaan baru. Ia adalah makhluk rohani. Ia adalah mahkluk yang hidup dalam Roh, bukan dalam kenikmatan kedagingan lagi. Inilah kebenaran yang diajarkan Alkitab.
Banyak bagian yang berbicara tentang prinsip ini. Tetapi kita akan menyoroti satu bagian ayat yang terpenting tentang tema ini. Dalam kesempatan ini, kita akan belajar 3 prinsip singkat tentang keselamatan yang tidak dapat hilang:
1.       Ini tentang pengenalan
Kata ‘mengenal’ sering digunakan Alkitab berkaitan dengan iman. Kepada orang yang ditolakNya, Yesus mengatakan, ‘Enyahlah kamu, hai sekalian pembuat kejahatan, Aku tidak pernah mengenal kamu’. ‘Mengenal’ adalah sesuatu yang bersifat personal. Iman adalah sesuatu yang personal/pribadi. Ini seperti orang pacaran atau suami istri yang saling mengenal. Kita adalah mempelai Kristus. Adakah mempelai tidak saling mengenal??
Apakah standar mengenal di sini? Apakah engkau merasa dirimu mengenal Kristus? Kristus seperti apa yang engkau kenal? Dari siapakah engkau mengenalNya? Kita harus berani mempertanyakan pertanyaan basic ini kepada iman kita untuk sungguh mengetahui keotentikan iman kita. Jangan sampai iman kita selama puluhan tahun adalah pemikiran kita sendiri. Allah yang kita kenal adalah ‘allah karangan pikiran kita sendiri’. Celaka jika hal ini terjadi.
Bagian ini menjelaskan bahwa ‘mendengar dan mengikut’ adalah standard  mengenal Allah. Tidak hanya mendengar, tetapi mengikuti. Tidak hanya pendengar pasif, tetapi ada aksi aktif bangkit dari tempat duduk dan melakukan firman Allah. Ini adalah dasar pengenalan. Inilah ketaatan. Do you obey God? Inilah pertanyaan yang perlu direnungkan untuk mengetahui apakah kita mengenal Allah.

2.       Jaminan sempurna dari Allah
Allah mengatakan, ‘Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya’. I give unto them eternal life; and they shall never perish. Ini bukan sekedar janji. Tetapi aksi. Inilah action yang dikerjakan Allah. Keselamatan kita bukanlah belum terjadi, tetapi sudah terjadi dan sedang berlangsung. Memang kita masih hidup dalam tubuh kedagingan yang lama dan lemah. Tetapi jaminan sempurna dari Allah meniadakan kelemahan tersebut jika kita mau taat (obey). It’s already and not yet. Not yet dalam arti belum di sorga secara sempurna mengenakan tubuh baru yaitu tubuh kemuliaan. Tapi keselamatan kita sudah tuntas dikerjakan di atas kayu salib, sehingga orang percaya yang meninggal hari ini, ia diselamatkan.
Mengapa Allah mau memberikan kasihNya kepada kita? Hal ini tidak akan pernah dapat kita jawab dengan tuntas. Ada misteri kasih Allah yang begitu besar yang disisakan bagi kita untuk tetap beriman kepadaNya. Yang Allah kehendaki adalah sungguh mengenal dan mengamini bahwa Ia sangat mengasihi kita dan menjamin hidup kita secara sempurna. Allah tidak pernah membiarkan dan melepas kita berjalan sendiri tanpa penyertaan kasihNya. Inilah yang Ia ingin kita mengerti.
Kita adalah orang-orang mendapat jaminan pasti dan sempurna. Siapakah penjaminnya? Allah adalah penjamin. Ia tidak akan mengingkari kata-kataNya. Allah hanya meminta kita mengamini dan meng-iya-kan.

3.       Allah yang menjaga dengan tangan sempurna
Disinilah poin terpenting.  Allah mengatakan, ‘Tidak ada yang bisa merebut dari tanganKu’. Mengapa? Karena Allah ‘lebih besar daripada siapapun’ (ay 29). Manusia tidak dapat, Iblis pun tidak berkutik karena yang memegang adalah ‘tangan Bapa’ (ay. 29).
Bayangkan, jika Anda diberi tugas, hanya merebut dan merampas ‘KTP’ milik Barack Obama atau Ratu Inggris, mampukah engkau melakukannya? Jangankan merebut dan merampas, mendekati lokasi pun yang dalam lingkar terluar saja kita semua hampir tidak sanggup. Penjagaan super ekstra ketat, kendaraan lapis baja dan anti peluru, rumah dijaga ketat, body guard yang melindungi bukanlah orang sembarangan, CCTV, dsb. Jika tidak ada konspirasi, hal tersebut tidak pernah terjadi. Ini semua hanya gambaran. Allah tidak dapat dikonspirasi, tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah. Dan Allah maha kuasa.
Kita, anak-anakNya dijaga oleh tangan yang berkuasa itu dan tangan sempurna, yaitu tangan Bapa. Karena itu sebuah lagu mengatakan, ‘Sandar pada lengan yang kekal’. Lengan itu berkuasa menghilangkan segala yang getir dan susah, karena lengan itu dapat disandari.

Teman-teman, keselamatan kita tidak mungkin dapat hilang. Kita mungkin dapat mempertanyakan dan memperdebatkannya secara logika. Tetapi melihat Alkitab, kita akan menjumpai kebenaran besar bahwa keselamatan dikerjakan oleh Allah dan dipelihara olehNya sampai akhirnya. Jika kita tiba kepada kebenaran Alkitab yang paling inti, kita akan melihat betapa kokohnya kebenaran ini. Kiranya kita selalu bersyukur dan menghidupi keselamatan dengan takut dan gentar.

Pertanyaan renungan:
1.       Mengapa beberapa orang menganggap bahwa keselamatan dapat hilang? Apakah dasar pemikiran mereka? Bagaimana mereka menjelaskan ayat ini?
2.       Mengapa keselamatan tidak dapat hilang?
3.       Bagaimanakah seharusnya kita menghidupi keselamatan yang telah diberikan Allah?

Komitmen praktis:
1.       Mau hidup lebih sungguh dalam menghidupi keselamatan
2.       Mau lebih menyaksikan kasih Allah kepada sekitar



Jalan salib perlulah korban
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengenal bahwa jalan salib memerlukan korban
2.       Anggota komsel mau member diri berkorban bagi jalan salib

Pengarahan pembahasan:
‘Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Rm. 12:1
Jalan salib perlulah korban. Ini memang adalah judul sebuah lagu rohani, tetapi judul ini Biblika, imaniah, menguatkan dan membakar. Mungkin seseorang mengerti secara kognitif tetapi begitu sulit menghidupinya. Atau kita sudah menghidupinya, tetapi begitu banyak orang Kristen lain yang miss dalam poin ‘korban’. Mungkin Rm. 12:1-2 ini jarang dikhotbah dengan tuntas dan penuh kuasa, atau mungkin juga hadir ketimpangan konsep ‘Lord and ‘Saviour’. Orang Kristen kebanyakan menekankan Kristus yang adalah Saviournya, tetapi Lord menjadi sesuatu yang diabaikan. Apakah bedanya? Bedanya orang yang mengerti sungguh LORD, maka ia tahu bahwa Yesus duduk di bangku istana hatinya dan memerintah disana. Savior menekankan kasih, yang menyelamatkannya. Nah banyak orang Kristen hanya mau mencomot Kristus yang mengasihi, tetapi Kristus yang Lord dalam istana hatinya nanti dulu…
Dalam kesempatan ini, kita akan belajar 3 prinsip tentang jalan salib perlu korban:
1.       Mengetahui jati diri kita
Kita bukan hamba dosa lagi. Dan juga bukan hidup dalam Adam pertama. Ini adalah identitas kita yang lama. Alkitab mengatakan bahwa kita adalah ciptaan baru dalam Kristus, yang lama telah berlalu. Identitas kita ada di dalam Kristus. Kita telah disalibkan dengan Kristus. Oleh karena itu, setiap orang Kristen mempunyai identitas jelas, yaitu dia adalah ‘KRISTEN’ yang berarti ‘small Christ’. Orang melihat Kristen sama dengan melihat Kristus itu sendiri. Hidup yang dihidupi sekarang dalam tubuh adalah bukan hidup kita, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita (bnd. Gal. 2:20). Inilah jati diri kita.
Tetapi sayang, banyak orang Kristen yang hidup ditengah2 antara jumat agung dan paskah! Atau di antara Mesir dan Kanaan! Maksudnya adalah hidup nanggung! Tidak panas atau tidak dingin, tetapi suam. Tidak hidup sebagai identitas Kristen, tetapi masih kedagingan. Dibilang kedagingan tetapi ke gereja dan bahkan pelayanan. Di tengah-tengah. Allah tidak menghendaki setengah-setengah, melainkan totalitas. Allah mengatakan kita telah dimerdekakan, jadi hiduplah sebagai orang merdeka. ‘Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.’ (1Pet. 2:16).

2.       Mati bagi dosa dan hidup bagi Allah
‘Dahuluku tersesatlah, jauh dari jalan kasih Allah.’ Beginilah syair sebuah lagu Kristen yang sering dinyanyikan. Memang dahulu kita adalah orang tersesat dan terhilang. I once was lost, but now am found. Demikian kata John Newton dalam salah satu syair lagu Amazing Grace yang terkenal itu.
Ada perbedaan yang terjadi dalam hidup orang Kristen. Ada hidup yang lama dan hidup yang baru. Ada hidup dalam kedagingan dan ada hidup dalam Roh. Ada hidup dalam dosa dan ada hidup bagi Allah. Bukan dualism tetapi ini adalah fakta turning poin dalam hidup orang Kristen yang dimulai dengan lahir baru atau pertobatan.
Mati bagi dosa adalah satu hal, tetapi hidup bagi Allah adalah hal lain. Banyak orang Kristen yang mati bagi dosa tapi tidak tahu untuk apa. Ini salah. Seorang Kristen harus tahu bahwa ia mati dosa dengan tujuan untuk hidup memuliakan Allah.
Tidak mungkin seseorang dapat berjalan dalam jalan salib dan berkorban kalau ia tidak pernah mati bagi dosa dan mau hidup bagi Allah. Dan sebaliknya, tidak mungkin seseorang pernah mati bagi dosa dan mau hidup bagi Allah, tetapi tidak mau berkorban di jalan salib. Ia pasti mau.

3.       Tubuh yang dipersembahkan
Banyak orang begitu takut kalau mendengar kalimat dari Pendeta, ‘Persembahkanlah tubuhmu bagi Allah.’ Seolah ia harus menjadi full timer. Tidak, hal ini tidak demikian adanya. Allah mau dan akan memakai siapa saja yang menyerahkan hidupnya tanpa harus menjadi pendeta atau penginjil. Dalam ayat ini, Alkitab mengatakan ibadah yang sejati adalah mempersembahkan. Korban adalah sesuatu yang harus, bukan pilihan. Dalam hidup orang percaya harus ada penyerahan terakhir dan total kepada Kristus.
Sesuatu yang pasti adalah Allah hendak memakai kita. Tetapi pertanyaannya adalah apakah kita mau dipakai Allah sebagai alatNya? Jangan sekali-kali berpikir bahwa tubuh kita jelek dan useless. Tidak, Allah hendak memakai kita, siapapun dan bagaimanapun kita. Tubuh kita dapat dipakai Allah secara luar biasa sebagai senjataNya.
Allah pernah memakai tangan Musa dan tongkatnya untuk menaklukkan Mesir. Tangan Daud dan umbannya untuk mengalahkan Filistin. Allah memakai mulut dan lidah nabi. Allah memakai kaki Paulus. Allah memakai mata Yohanes di Patmos dan telinganya untuk mendengar firmanNya. Allah memakai jari Matius untuk menulis Injil. Dan sebagainya. Allah hendak dan dapat memakai kita secara unik. Maukah kita dipakai Allah? Sudahkah kita mempersembahkan hidup kita untuk dipakaiNya?
Atau kita justru menggunakan tubuh kita sebagai dosa. Mata Daud digunakan untuk melihat Batsyeba dan akhirnya jatuh. Otaknya untuk berpikir membunuh Uria. Tangan untuk menulis perintah bermotif jahat. Dan mulut yang memberi perintah jahat, dsb.
Mari kita mempersembahkan tubuh kita kepada Allah menjadi alat kemuliaanNya.

Teman-teman, mari kita belajar mempersembahkan diri kita kepada Allah. Mulailah dengan yang terkecil. Allah tidak pernah menolak yang terkecil tetapi yang diberikan sepenuh hati seperti dua peser janda miskin. Allah tidak meminta uang dengan jumlah muluk. Allah hanya meminta hati kita dipersembahkan, dan Ia mau memakai tubuh kita bagi kemuliaanNya.

Pertanyaan renungan:
1.       Mengapa Allah meminta kita untuk mempersembahkan tubuh? Sudahkah engkau mempersembahkan tubuhmu?
2.       Apa kesulitan mempersembahkan tubuh kita pada zaman sekarang?

Komitmen praktis:
1.       Mau belajar mempersembahkan diri yang terbaik kepada Allah
2.       Mau belajar mempersembahkan hidup dari hal-hal terkecil dan kepada orang-orang terdekat


Pertobatan: Tuntutan Allah bagi umatNya
Sasaran:
1.       Anggota komsel berkomitmen mau berubah dari cara hidup yang tidak memuliakan Allah
2.       Anggota komsel mengerti bahwa pertobatan adalah kehendak Allah

Pengarahan pembahasan:
Hos. 14:2-9
Pertobatan adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup Kristen. Tanpanya, seseorang tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Karena itu pesan dari Yohanes Pembaptis sangat jelas. Memang dalam bahasa Inggris dibedakan ‘repentance’ dan ‘conversion’ dengan penekanan yang sedikit berbeda. Repentance menekankan kegentaran dan penyesalan, feeling guilt of sin, takut akan kekudusan Tuhan, sedang conversion lebih menekankan fakta atau bukti perubahan dari bentuk lama ke baru. Tetapi dalam bahasa Indonesia kedua kata ini dapat disatukan dalam kata ‘pertobatan’.
Pertobatan bukanlah pilihan, tetapi keharusan bagi iman Kristen. Orang yang bertobat mempunyai perubahan yang nyata. Perubahan ini tidak dipaksakan, tetapi berasal dari hati. Dengan demikian, pertobatan sejati adalah sesuatu yang berasal dari dalam (hati), bukan dari luar. Ibadah orang yang belum bertobat tidak akan diperkenan Tuhan, tetapi mereka yang bertobat pasti diperkenan Allah.
Pertobatan adalah anugerah Allah. Allah bekerja dengan cara yang misterius hingga mengubahkan kita menjadi makhluk ciptaan baru yang berbeda dengan manusia lama yang hidup menikmati dosa dan kedagingan. Ada pembunuh dan pemerkosa sadir yang bertobat, ini anugerah Tuhan. Ada penjual budak yang suka mengejek Tuhan lalu bertobat, teman2nya tidak percaya ia akan bertobat, tetapi faktanya ia bertobat, ini adalah mujizat dan ini adalah anugerah semata.
Pertobatan bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Tetapi lahir baru sekali. Memang lahir baru juga menghadirkan pertobatan awal, tetapi pertobatan ini tidak selesai sampai disini, melainkan akan terus berlanjut dalam hidupnya. Jadi setiap orang Kristen pasti jatuh bangun dalam perjalanan imannya; dan pertobatan adalah sesuatu yang akan membangunkannya dan selalu terjadi berulang-ulang. Jika ia tidak bangun, ia akan tetap terjatuh dan terluka. Makin lama keadaannya makin buruk. Seorang dokter memberikan resep dan nasehat agar pasiennya jangan makan ini dan itu, dan harus melakukan yang dimintakan dokter, jika si pasien tidak mengikuti dan tetap makan yang dilarang, maka yang rugi dan hancur bukan dokter tetapi si pasien. Keadaannya akan makin memburuk.
Dengan demikian, pertobatan bukan hanya bagi orang yang belum percaya, tetapi juga bagi orang percaya. Menyedihkan melihat bahwa banyak orang percaya yang masih menyimpan dosa dalam dirinya. Ia merahasiakan dosanya. Ia menguncinya rapat di sudut hatinya mengira tidak ada orang yang tahu, tetapi ia lupa bahwa Allah tahu. Akhirnya, kumpulan dosa itu menjadi besar dan meledak, ia melukai dirinya sendiri.
Dalam Hos. 14:2-9 kita dapat melihat panggilan Allah untuk pertobatan. Kita akan melihat 3 prinsip dari bagian panggilan Allah kepada pertobatan:
1.       Allah memanggil
Allah memanggil umatNya. Allah berinisiatif. Inilah yang diajarkan Alkitab. ‘Bertobatlah… !’ inilah suara PL dan PB. Bertobat adalah sesuatu yang sangat penting bagi iman. Jika tidak, Allah tidak perlu seserius ini memanggil umatNya.
Terkadang kita sudah terjatuh dan tergelincir sekian jauh, tetapi tidak tersadar. Tidur rohani seringkali terjadi. Sentakan panggilan pertobatan dari Allah yang memanggillah yang akan membangunkan. Jika kita menolak panggilan Allah, yang rugi bukanlah Allah, tetapi diri sendiri. Berkali-kali Allah mengingatkan Yudas, tetapi ia tidak mau mendengar dan justru menjual Yesus. sesungguhnya ia bukan menjual Yesus, tetapi menjual diri sendiri. Akhirnya hidupnya hancur berantakan. Mari kita datang kepada panggilan pertobatan Allah.

2.       Bertobat adalah ‘turn to God’
Pada waktu seorang Kristen melakukan dosa, ia turn from God kepada dosa atau kedagingan. Mata dan pikirannya tertuju kepada kedagingan dan dunia. Tetapi Allah menyentaknya untuk turn to HIM. Inilah panggilan pertobatan. Inilah yang dituliskan di dalam bagian ini tentang pertobatan.
Pertobatan diawali dengan ‘mata rohani’ yang mau (turn to God) ditujukan kepada Allah, bukan kepada masalah atau kelemahan diri. Banyak orang Kristen yang self pity dan merasa tidak layak untuk turn to God, ia tidak mendengarkan pesan Allah, tetapi orang ini justru mengikuti pikirannya sendiri. Ia stag dan tidak akan maju sebelum turn to God. Apa yang dikatakan Allah, itulah yang benar dan harus diikuti. Allah berkara, ‘Turn to ME’, maka kita harus melayangkan mata kita kepada Allah, betapapun buruknya perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Allah kemudian mengulurkan tanganNya dan mengangkat kita. Yang perlu kita lakukan ada terus mengikuri petunjuk Allah. Dan hal ini membutuhkan ketaatan kepada suara Allah, yaitu firmanNya. Orang yang bertobat pasti selalu menyukai suara Allah atau firmanNya.

3.       Ada pemulihan
Allah tidak pernah mau menghancurkan anak-anakNya. Ia justru hendak memulihkan mereka. Melalui Hosea Allah berkata, ‘Aku akan memulihkan…mereka akan kembali dan diam dalam naunganKu…mereka akan berkembang seperti pohon anggur…yang termasyur…’ (ay. 5-8). Banyak orang Kristen yang ingin dipulihkan tetapi tidak mau meninggalkan dosa dan bertobat, hal ini adalah tidak mungkin.
Majulah selangkah kepada Allah, tinggalkan dosa kita. Lalu rasakan pemulihan dari Allah.

Teman-teman, mari kita mendekat kepada Allah lebih lagi. Tidak ada istilah cukup untuk mendekat kepada kekudusan Allah. Justru semakin mendekat kita akan semakin merasakan perlu dan pentingnya pertobatan, dan inilah kebenaran rohani yang dilalui oleh orang-orang kudus dalam sejarah. Semakin mendekat kepada Allah melalui meditasi firman dan doa, seorang Kristen semakin merasa perlu bertobat.

Pertanyaan renungan:
1.       Apa yang engkau rasakan pada waktu bertobat?
2.       Mengapa Allah memanggil kita untuk bertobat?
3.       Bagaimana bertobat?

Komitmen praktis:
1.       Mau bertobat dari dosa yang mungkin disembunyikan
2.       Mau turn to God dan hidup semakin dekat dengan hatiNya



Hati yang peka akan Allah
Sasaran:
1.       Anggota komsel mau mempunyai hati yang peka akan Allah
2.       Anggota komsel mau selalu rendah hati mencari Allah dalam segala aspek hidupnya

Pengarahan pembahasan:
Ef. 5:1-21
Kepekaan adalah sensitifitas terhadap sesuatu. Semakin tinggi kepekaan, semakin tinggi pula sensitifitas. Seorang yang sudah mengerti tentang minuman kopi yang baik, akan peka pada waktu ia mencicipi kopi dengan kualitas rendah. Demikian pula dengan pegawai bank yang sudah terbiasa dengan uang asli, pada waktu melihat yang palsu ia akan segera tahu. Demikian juga dengan minuman anggur, arloji, dsb. Semua membutuhkan kepekaan dalam membedakan keaslian dan keotentikan. Mereka yang peka disini adalah orang-orang yang mempunyai standar nilai dalam diri mereka. Standar ini terbentuk karena pengalaman dan latihan terus menerus.
Tidak ada orang yang terlahir langsung peka. Tiap orang membutuhkan latihan dan pengalaman. Karena itu Paulus juga meminta jemaat Efesus untuk menguji apa yang berkenan kepada Allah (Ef. 5:10). Kepekaan rohani menempati posisi yang penting dalam pertumbuhan iman. Dan pertumbuhan iman dilihat dari kepekaan rohani seseorang akan Allah.
Kepekaan adalah hasil dari proses, dan juga sekaligus proses itu sendiri. Seorang yang mau belajar untuk peka akan menjadi peka (hasil), dan kepekaan itu sendiri akan diuji (mengalami proses). Penilaian Allah atas orang Kristen adalah seberapa mereka peka akan hatiNya dan kehendakNya. Sedikit orang yang dinyatakan Allah seperti Daud bahwa Daud adalah ‘seorang yang berkenan di hatiKu dan yang melakukan segala kehendakKu’ (Kis. 13:22). Daud mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap Allah. Mengapa bukan Musa? Abraham atau tokoh lain yang disebut disini? Bukankah Daud pernah besar dan berzinah serta merencanakan yang jahat terhadap Uria? Allah melihat kepekaan hati Daud terhadap hati dan kehendak Allah. Inilah kuncinya.
Dalam kesempatan ini, kita akan belajar 3 prinsip Firman Tuhan tentang hati yang peka akan Allah:
1.       Menjadi anak terang (ay 8)
Untuk mampu menguji, jemaat Efesus harus terus menerus belajar hidup sebagai ‘anak terang’ (ay 8). Istilah ‘anak terang’ dipakai untuk menunjuk pada mereka yang hidup sebagai anak-anak Allah yang taat pada firman dan dalam kasih Kristus. Anak-anak terang adalah pelaku firman Allah yang mengasihi Dia, sebab Kristus sendiri adalah sumber terang. Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’ (Yohanes 8:12). Jika kita terus belajar untuk hidup sebagai anak terang, kita akan mampu membedakan mana yang berkenan di hadapan Tuhan dan mana yang tidak. Kepekaan itu akan memungkinkan kita untuk tidak mudah disesatkan, meskipun tiap hari kita hidup berdampingan dengan orang-orang yang mengejar keduniawian. Bahkan kita akan mampu menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan, tipu daya iblis yang terbungkus rapi sekalipun. ‘Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang’ (ay 13).

2.       Selalu menguji (ay 10)
Kita hidup di sebuah jaman dimana penyesatan hadir dimana-mana, lewat apa yang kita dengar maupun yang kita lihat. Berbagai hal menggiurkan ditawarkan dunia setiap saat. Terkadang kita akan berhadapan dengan jalan-jalan yang kelihatannya baik, namun ternyata berujung pada maut. ‘Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut’ (Amsal 14:12). Tanpa kepekaan rohani, kita akan mudah terjerumus dalam kegelapan. Karena itu adalah penting untuk tetap hidup sesuai firman Tuhan, tetap bertekun dalam doa dan terus berada dalam bimbingan Roh Kudus. Sudahkah kita memiliki hati yang peka akan Allah? Kita anak-anak Tuhan diingatkan untuk bangun dari tidur dan bangkit dari kematian dan terus berusaha untuk menjadi anak terang, dimana Kristus akan bercahaya di atas kita (ay 14). Seperti halnya kepekaan kopi dan anggur yang mampu menguji kopi dan anggur, demikianlah kita harus mempunyai kepekaan agar dapat menguji apa yang berkenan kepada Tuhan dan apa yang tidak.

3.       Mengerti kehendak Tuhan (ay 17)
Tindakan menguji selalu ditujukan untuk mencari kehendak Tuhan. Setelah mengetahui kehendak Tuhan, ia harus taat melakukan, meski hal tersebut adalah sulit. Mengerti kehendak Tuhan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini harus melewati proses pengujian, yaitu lewat doa, firman dan bimbingan Roh Kudus. Ada kehendak Allah yang memang sudah jelas, tetapi ada pula yang perlu digumulkan dan dicari kejelasannya. Ketaatan adalah kunci kepekaan. Seseorang yang mengerti kehendak Allah tidak dapat disebut orang yang peka akan Allah. Orang yang peka akan Allah adalah orang yang selalu mengenal isi hati Tuhan, pikiranNya dan mau hidup sesuai dengan kehendakNya.
Domba-dombaKu mendengarkan suaraKU…(Yoh. 10:27)
Teman-teman, orang yang peka akan Allah hanya dimungkinkan bagi anak-anak Terang, yang menguji apa yang berkenan kepada Allah, dan yang akhirnya mengerti kehendak Allah dan mau melakukannya. Kiranya Allah menolong kita menjadi anak-anakNya yang peka akan Dia.

Pertanyaan renungan:
1.       Apakah engkau peka akan Allah? Mengapa?
2.       Apakah kehendak Allah bagi hidupmu sejauh ini?

Komitmen praktis:
1.       Mau hidup sebagai anak-anak terang dan menguji segala sesuatu yang berkenan kepada Allah.
2.       Mau mencari kehendak Tuhan dan taat.


Hidup sesuai panggilanNya
Sasaran:
1.       Anggota komsel mengenal panggilan Tuhan atas hidupnya
2.       mau hidup sesuai dengan panggilan Tuhan atas hidupnya dengan penuh ketaatan

Pengarahan pembahasan:
Yer. 1:4-10
Ada seorang pemuda yang menggebu-gebu mau melayani Tuhan, ia pernah berkata kepada Tuhan demikian, ‘Bakarlah semak itu seperti Engkau lakukan bagi Musa, Tuhan… Maka aku akan mengikuti-Mu… Robohkanlah dinding-dinding itu seperti engkau lakukan untuk Yosua , Tuhan. Maka aku akan bertarung... Teduhkanlah gelombang Danau Galilea, Tuhan. Maka aku akan mendengar…’
Lalu orang itu pergi duduk dekat semak, tidak jauh dari dinding, dekat laut dan menunggu sampai Tuhan berbicara. Tuhan mendengar orang itu dan menjawabnya. Ia mengirim api, bukan untuk semak tapi untuk sebuah gedung. Ia merobohkan dinding bukan dari batu tapi dari dosa-dosa. Ia menenangkan badai, bukan di laut tetapi dalam jiwa. Dan Tuhan menunggu sampai orang itu menanggapi. Dan Ia menunggu....menunggu....dan menunggu. Tetapi, karena orang itu menatapi semak-semak, bukan hati; batu-batu, bukan hidup orang-orang; lautan, bukan jiwa-jiwa; maka ia menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berbuat apa-apa.
Akhirnya ia memandang kepada Tuhan lalu bertanya, ‘Apakah Engkau sudah kehilangan kuasa-Mu?’ Tuhan memandangnya dan berkata, ‘Apakah engkau sudah kehilangan pendengaranmu?‘
Melalui kisah ini ada satu hal yang dapat kita pelajari, bahwa: ketidakpekaan mendengar suara Tuhan, sering menghalangi panggilan-Nya kepada kita. Betapa kepekaan kita menentukan respon kita terhadap panggilan Allah yang istimewa.
Di dalam kesempatan ini kita hendak belajar tentang panggilan dan pengutusan Yeremia sebagai nabi di wilayah Yehuda. Bagian ini memberikan contoh tentang kepekaan dan ketaatan Yeremia dalam meresponi panggilan Tuhan. Yang walaupun di bagian ini secara eksplisit tidak terdapat jawaban positif dari Yeremia, namun dari seluruh bagian kitab yang ditulis olehnya ini, sudah membuktikan ketaatannya pada panggilan Tuhan.
Ketaatan Yeremia ini bukannya tidak melewati api pengujian dan berbagai tantangan. Justru pelayanannya yang selama 40 tahun itu tidak pernah sekalipin ia merasakan keamanan dan kenyamanan. Isi kitabnya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan dan keluhan-keluhannya kepada Allah. Hal ini dapat kita lihat dalam kitab Ratapan yang juga ditulisnya.
Alasan mengapa ia mau taat pada panggilan Tuhan adalah karena ia tahu panggilan Allah untuk menjadi rekan sekerja-Nya adalah panggilan yang istimewa. Melalui panggilan dan pengutusan Yeremia di bagian ini kita akan melihat panggilan Tuhan itu seperti apa, sehingga perlu bagi kita untuk meresponinya.
1.       Panggilan tanpa syarat (ay. 5)
Yeremia adalah anak seorang Imam di Ananot. Ananot berada pada jalur perjalanan Yerusalem, merupakan kota yang dikhususkan pada jaman Yosia untuk para Imam dan keluarga mereka. Dari keterangan latar belakang kota kelahiran Yeremia ini, kita dapat mengetahui bahwa Yeremia lahir dan dididik di tengah-tengah tradisi Yahudi dan Hukum taurat yang ketat. Sejak kecil ia akrab dengan suasana religius dan dipersiapkan untuk menjadi imam. Sehingga kita mungkin berkesimpulan, bahwa bukan hal yang mengherankan kalau ia dipilih Allah untuk menjadi seorang nabi.
Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah, benarkah Yeremia dipanggil menjadi nabi Allah disebabkan oleh latar belakangnya itu? Jika benar demikian, mengapa hanya Yeremia yang dipilih, padahal ada banyak pemuda lain yang berpotensi untuk jadi nabi Allah.
Dari ayat 5 inilah kita bisa mendapatkan jawabannya bahwa pilihan Allah tidaklah tergantung pada status, pendidikan dan latar belakang keluarga seseorang, melainkan hanya kepada kehendak Allah. Dan hanya orang-orang yang peka dan taat pada suara Allah sajalah yang dapat meresponi panggilanNya
Panggilan Allah adalah panggilan yang istimewa. Kenyataan ini ditegaskan dalam tiga kata kerja yaitu : mengenal, menguduskan dan menetapkan.
Allah mengenal siapa kita sesungguhnya. Ia tahu kelemahan dan kelebihan kita. Ia tahu batas-batas kemampuan kita dan Ia tidak menuntut kita, karena Ia menerima kita apa adanya. Hal ini juga berarti, tidak ada seorangpun yang mempunyai kualifikasi untuk dipilih Allah. Kesempatan yang Ia berikan semata-mata karena kehendakNya untuk memakai kita.
Kata menguduskan berarti Allah memisahkan Yeremia secara khusus. Setiap orang yang melayani Allah harus kudus karena Allah adalah kudus.
Kata menetapkan berarti Yeremia diberi kepercayaan yang besar untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab yang mulia. Tetapi sekali lagi, kepercayaan ini diberikan bukan karena Yeremia mampu untuk melakukannya dengan baik, tetapi karena Allah sendirilah yang memberikan anugerah itu kepadaNya
Kita harus menyadari bahwa panggilan Allah adalah panggilan yang diberikan jauh sebelum kita dilahirkan, dan kita tidak memiliki apapun untuk dipakai olehNya, tidak perduli apapun latar belakang kita, kalau Allah sudah memanggil maka tidak ada alasan apapun untuk menolak panggilanNya.
Dan hanya orang-orang yang peka pada panggilanNya saja yang akan meresponi panggilan ini.

2.       Panggilan yang bertujuan (ay. 10)
Di dalam Alkitab, Allah selalu berbicara dengan tujuan tertentu. Ketika Allah berbicara kepada Abraham (Kej. 12), Allah bermaksud membangun suatu bangsa. Ketika Allah berbicara kepada Musa (Kel. 3), Allah hendak membebaskan umatNya. Demikian juga ketika Allah berbicara kepada Yeremia, Dia hendak memulihkan umatNya.
Yeremia dipanggil bukan pada jaman keemasan, melainkan ia dipanggil pada jaman kegelapan.Yeremia melayani selama 40 tahun lebih, sebelum dan sesudah Yerusalem jatuh ke tangan Babel dan pelayanan Yeremia mencakup pemerintahan dari para pengganti Yosia, yaitu empat raja terakhir di Yehuda, yang semua rajanya adalah jahat di mata Tuhan (2Raj. 23-24). Bangsa Israel berzinah dengan penyembahan Baal, krisis moral dan spiritual merajalela. Bahkan reformasi yang diadakan raja Yosia sebelum jaman itu tidak banyak mengubah gaya hidup bangsa itu. Mereka berada diambang kehancuran dan kebinasaan. Disinilah Yeremia dipanggil untuk menjadi alat Tuhan memulihkan keadaan bangsa Israel.
Di ayat 9, Allah mengulurkan tanganNya dan menjamah mulut Yeremia, pada saat itulah Allah siap untuk mengutus Yeremia menjadi rekan sekerjaNya. Di ayat 10 kita melihat Allah menggunakan dua gambaran dari tugas yang akan dikerjakan oleh Yeremia. Gambaran pertama adalah sebagai seorang petani dan kedua adalah sebagai seorang pembangun. Ada enam kata kerja yang digunakan disini yaitu mencabut, merobohkan, membinasakan, meruntuhkan, menbangun, dan menanam.
Jadi ada empat kata kerja negatif yang bersifat menghancurkan, dan ada dua kata kerja positif yang bersifat membangun. Sehingga tugas Yeremia beresiko mendatangkan respon yang bermusuhan.
Bukan hal yang kebetulan kalau saudara dan saya ditempatkan pada jaman transisi ini, yaitu jaman yang berada diantara peralihan abad 20 ke abad 21. Ini berarti ada tugas yang Tuhan percayakan untuk kita kerjakan. Allah mau memakai saudara dan saya menjadi alat di tanganNya. Pekerjaan Tuhan menanti saudara berespon dengan benar.
Saat ini, orang-orang yang belum percaya membutuhkan keselamatan yang disampaikan ke telinga mereka, orang-orang percaya membutuhkan penguraian Firman Tuhan dalam hidupnya dan lainnya. Dunia ini membutuhkan orang-orang yang menuainya. Ini adalah panggilan Allah buat saudara dan saya. Adakah kita peka mendengar suaraNya dan meresponi panggilanNya

3.       Panggilan disertai janji penyertaan (ay. 6-9)
Ketika Yeremia dipanggil Tuhan, mungkin usianya saat itu kurang lebih belasan tahun atau awal 20-an. Ia masih muda. Jadi, adalah hal yang wajar ketika Allah memanggilnya ia berdalih dengan berkata, ‘Aku ini tidak pandai bicara, aku masih muda…’, yang berarti ia merasa tidak mempunyai kualifikasi karena pendidikan atau pengalaman.
Selain itu Yeremia juga sadar kalau panggilan ini serius. Ia tahu benar apa dan bagaimana hidup seorang nabi itu, karena ia hidup setelah jaman para nabi seperti Amos, Hosea dan Yesaya. Ia tahu jelas tantangan dan bahaya apa yang akan dihadapi seorang nabi khususnya pada jamannya saat itu. Tetapi ia tetap taat.
Sampai akhirnya prediksinya akan masa depannya terbukti. Selama 40 tahun pelayanannya ia mengalami banyak penderitaan, kelaparan, terpenjara, diancam berkali-kali untuk dibunuh, ia dikucilkan dari lingkungan sosial, para imam dan nabi palsu  menuduh dia menghujat Allah karena ia menubuatkan kehancuran Rumah Allah, ia kesepian karena Allah tidak mengijinkannya untuk menikah sebagai lambang ketandusan negeri yang berada dibawah penghakiman dan Allah tidak mengijinkannya masuk ke dalam rumah pesta. Semua ini menimbulkan stress dan trauma pelayanan karena terlalu banyak harga yang harus dibayarnya untuk memenuhi panggilannya sebagai nabi Tuhan. Namun demikian, ia tetap taat.
Mungkin akan memberi penghiburan pada Yeremia apabila ia melihat kebangunan rohani terjadi atas bangsanya. tetapi pada kenyataannya tidak. Ia tidak melihat hasil dari pelayanannya selama ini. Sebagai manusia ia gagal total.
Tetapi ia tidak menyerah dan mundur secara teratur, karena ia ingat Allah pernah berkata kepadanya ‘Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau’ (ay. 8). Yeremia tahu ia tidak sendiri, Allah menyertainya. Itu cukup baginya.

Teman-teman, mengerjakan tugas yang Tuhan berikan tidaklah mudah. Ada banyak tantangan dan pergumulan, ada harga yang harus kita bayar. Ada pikiran, tenaga dan uang bahkan airmata dan darah yang harus kita bayar, ada penolakan dari orang-orang yang kita kasihi; mungkin orangtua dan kekasih kita. Adalah wajar apabila kita takut dan gentar. Tetapi jangan lupa, kita memiliki Allah yang sama dengan Yeremia, dan kita juga mendapat janji penyertaan Allah dan Allah juga berkata kepada kita, ‘Jangan takut!’ Janji Allah bukanlah janji tentang hal-hal yang mudah atau kesuksesan yang instant, tetapi janjiNya adalah janji penyertaan dan kehadiranNya yang dapat diandalkan. Allah mengatakan perkataan yang sama pada saudara, seperti Ia berkata kepada Yeremia, ‘Aku menyertai engkau’. Inilah yang menjadikan panggilan menjadi rekan sekerjaNya itu menjadi istimewa.

Pertanyaan renungan:
1.       Apakah engkau mengenal panggilan Tuhan dalam hidupmu?
2.       Sudahkah engkau memenuhi panggilan Tuhan dalam hidupmu?

Komitmen praktis:
1.       Mau mengenal panggilan Tuhan dan taat
2.       Berani menyangkal diri dan bahkan rela menderita demi Tuhan.

No comments:

Post a Comment