Monday, October 22, 2012

Mengasih Allah dan Sesama



Ev Yadi S. Lima,

Luk 10:25-27 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"   Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"   Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."  Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.  Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.  Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.  Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.  Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"   Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Mat 7:12 Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Mat 10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.

Mengasihi Allah dan sesama adalah kehendak Allah. Ahli Taurat tahu hal ini karena juga merupakan intisari dalam pengajaran Taurat. Bagi ahli Taurat, mengasihi Allah bukanlah masalah karena ia tahu persis harus mengasihi siapa , mengapa mengasihi dan sampai sejauh mana. Tetapi yang ia tidak tahu dan tanya ke Tuhan Yesus adalah tentang mengasihi sesama. “Siapa sesama, Tuhan?” “Apakah saya boleh tidak mengasihi orang tertentu?” Misal : tidak mengasihi orang Romawi karena mereka menyakiti bangsa Yahudi, “menginjak” Allah Isarel. Masa Tuhan tidak mengerti kalau saya jengkel kepada mereka? Bukankah Allah memerintahkan Yosua menghancurkan Kanaan.? Bukankah sesama berarti hanya kepada bangsa Yahudi? Maka ahli Taurat ini bertanya kepada Yesus, siapakah sesamaku Tuhan? Melalui pertanyaan ini, ahli Taurat mau membenarkan dirinya dan mencari-cari kesalahan Yesus. Karena ia tahu Yesus menerima orang-orang Romawi, duduk makan dengan perempuan berdosa,  pemungut cukai dan pengkhianat Yahudi. Yesus bergaul dengan orang yang seharusnya dibenci orang Yahudi. Dengan bertanya ini, ia bisa menjebak Yesus dan membuat orang tidak suka Yesus. Karena orang Yahudi biasanya bisa dibagi  menjadi Yahudi yang bangga dengan keyahudiannya dan ada orang Yahudi yang malu bahwa ia orang Yahudi (seperti juga ada di antara kita yang bangga kita orang Tionghoa atau ada yang diam-diam merasa malu nenek moyangnya orang Tionghoa.) Apalagi saat itu masyarakat Yahudi ditindas oleh orang Romawi. Maka sewaktu melihat Yesus makan dengan orang Romawi dan pemungut cukai, maka para ahli Taurat dan Farisi bingung, Yesus memihak siapa?

Siapakah sesama?
Dengan pertanyaan yang diajukan meraka ingin memastikan : Yesus itu di pihak siapa? Karena banyak orang Yahudi berharap Yesus adalah Mesias, Juruselamat orang Yahudi yang mewujudkan “kerajaan itu”. Tetapi Yesus tidak terjebak dan menjawab dengan 1 cerita. Ia berkata, ada seorang Yerusalem (orang Yahudi) yang pergi ke Yeriko dan dirampok. Ia dipukuli setengah mati , terbaring dan butuh pertolongan. Lalu lewat seorang imam. Biasanya orang tidak berjalan sendiri ke luar kota. Jadi mungkin ada rombongan imam yang lewat dan melihat orang itu dan mereka sadar orang itu adalah kawanku.  Orang itu mungkin melambai-lambai, “Hai kawan tolong aku di sini.” Tetapi imam menghindar dan dengan terburu-buru menyeberang jalan. Setelah tunggu lama muncul orang Lewi, kawan juga, orang itu mungkin berteriak,”Hai aku di sini! Tolong aku! Kakiku patah dipukuli!” Tetapi orang Lewi pura-pura tidak melihat dan menyeberang jalan untuk menghindarinya. Lalu lewat orang Samaria. Orang Yerusalem bermusuhan dengan orang Samaria. (Lihat bagian belakang Alkitab), Samaria dalam peta Palestina jaman Tuhan Yesus dulu adalah daerah Israel. Israel adalah daerah kerajaan dari 10 suku keturunan Yakub. Mereka memisahkan diri dari suku Yehuda. Anak dari Salomo (Rehabeam)  menarik pajak terlalu berat sehingga 10 suku lari dari anak Salomo ini dan berkata” Kita tidak sudi mengikut engkau lagi. Tidak mau engkau jadi raja lagi. Kita pulang ke kampung halaman kita.” Tetapi anak Salomo ini masih punya bait Allah di Yerusalem. Maka Yerobeam memimpin 10 suku Isarel itu dan berkata, “Tidak perlu ke Yerusalem! Kita sembahyang saja di sini. Kita punya 2 patung lembu emas dan sembahyang di Samaria.” Lalu beberapa lama kemudian, pasukan Asyiria menyerbu daerah 10 suku Israel itu dan menghancurkan, menawan, membawa ke negeri mereka. Orang Israel kawin campur dan kehilangan keunikan mereka sebagai bangsa Israel. Musa melarang bangsa Yahudi untuk kawin campur sehingga terhindar dari penyembahan dewa mereka. Tetapi orang Samaria, keturunan Israel sudah merupakan hasil kawin campur ini. Maka orang-orang di Yerusalem merasa saya murni, kamu campuran. Saya menyembah Tuhan yang benar, kamu menyembah setan yang tidak benar. Saya anak-anak Abraham, anak Allah, kamu anak-anak anjing.  Jadi ketika orang Yerusalem itu mengaduh-aduh dan muncul orang Samaria, apa yang ada dalam pikiran dia? DIa mungkin berpikir “Musuhku datang dan akan mengejek : Syukurin lu dirampok!.” atau mungkin musuhnya akan datang dan merampas lagi apa yang masih tersisa  karena orang-orang Yerusalem merasa takut , jijik dan merasa orang Samaria itu jahat. Ingat sewaktu Yesus berbicara pada perempuan Samaria, “Kenapa kamu orang Yahudi meminta air kepada saya?” Jadi kalau orang-orang Yerusalem melewati kampung Samaria, mereka tidak sudi minum di sini. Tetapi orang yang dirampok ini, kondisi sudah setengah mati. Lalu lewat orang Samaria yang menghampiri dia, merawat luka-lukanya, membawa ke penginapan dan memberi uang kepada pemilik penginapan. Besoknya, orang Samaria masih bilang : “Ini uang. Kalau kamu belanja lebih, aku akan bayar sampai ia sembuh.” Yesus kemudian bertanya ke ahli Taurat ini yang mengangap lebih tinggi, anak Allah yang setia sedangkan yang lain tidak, “Kamu bertanya siapa sesama. Siapakah sesama bagi orang yang dirampok ini?” Seharusnya ia menjawab, “Orang Samaria itu.” Tetapi dalam ayat ke 32, rupanya ia tidak rela menjawabnya demikian. Ia hanya bilang, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Ia tidak rela musuhnya, orang Samaria jadi orang baik. Jadi seakan-akan ahli Taurat menjawab “Sesama adalah dia yang tolongin. Kamu sih bikin gara-gara dengan pertanyaanMu”. Yesus tidak menanggapinya, Yesus hanya menjawab “Pergilah dan berbuatlah demikian.”

Kalau kita kembali, orang ini pada mulanya bertanya apa?” Guru, bagaimana caranya aku bisa hidup? Apa yang harus kulakukan supaya aku punya kehidupan?” Pertanyaan ini dalam kehidupan orang Yahudi sangat terkenal.  Pada Im 18:5 perintah mengasihi diri sendiri adalah bagian dari perintah kekudusan. Perintah ini dibuka dengan satu janji “Kalau kamu berpegang pada ketetapanKu kamu akan hidup karenanya.” Pada Ul 6:1-5 ada perintah mengasihi Allah, “Tuhan itu Allah, Esa, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan kekuatanmu.” Sebelumnya pada ayat 2, ada perintah supaya seumur hidupmu berpegang pada perintah Allah supaya lanjut umurmu.  Jadi ketika ahli Taurat menguji Yesus, “Hai rabi (guru)! Aku bertanya bagaimana caranya supaya hidup.” Jawaban Yesus adalah coba lihat pada kitab Torah apa yang kamu baca. Dan orang ini mengutip dengan persis sekali. Ul 6 , Im 18 dan 19 : “Kasihilah Allah yang hanya 1 dengan 100% hidup, hati, jiwa dan kekuatanmu . Jangan ada sisa buat yang lain. Yang kedua, kasihi orang lain dan dirimu sendiri, dan lakukanlah itu maka engkau akan hidup. Yesus mengatakannya persis dan ditambahkan “Lakukanlah.” Tetapi ahli Taurat mau menjebak Yesus. Ia tidak mengasihi Yesus. Dengan tidak mengasihi Yesus berarti tidak mengasihi Allah dan ia membenci sesama. Dengan tidak mengasihi orang non Yahudi, ia sedang tidak mengasihi Allah. Dalam hati  ada sentiment : orang-orang Samaria pasti jahat semua. Waktu ia membenci pemungut cukai, penghisap darah dan berkata : mereka itu mati saja. Maka pada waktu itu ia sedang tidak mengasihi Allah. Sehingga dalam jawabanNya, Yesus menegur ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka menganggap orang Yahudi sesama sedangkan  yang lain bukan. Dan Yesus menantang mereka, kamu jangan hanya melihat diri sendiri. Lihatlah orang lain melihat kamu bagaimana. Ketika kita melihat diri, begapa baiknya diri kita dan membenarkan mengapa kita kurang baik. Kalau orang lain berbuat baik , kita mencari-cari alasan sehingga akhirnya kesimpulannya : ia tidak sebaik itu. Kita itu melihat baiknya dirinya sendiri, memaafkan diri sendiri dan berlaku sebaliknya pada orang lain. Melihat orang lain, melihatnya baik. Ah, ia itu biasa saja. Kalau ia jahat , kita tidak ampuni ia. Bahkan kita seret orang yang menjadi kawan-kawannya sebagai sama-sama jahat.  Semua orang Samaria jahat. Maka di sini Yesus membalik pikiran orang ini. “Coba pikir ada orang Samaria yang baik. Maka bagi orang Samaria itu, kamu sesamanya. Walaupun kamu jijik dengan orang Samaria, tetapi mereka terkadang baik dengan kamu. Maka kamu bagaimana dengan mereka. Kamu bilang, kamu mengasihi Allah tetapi orang lain kamu beda-bedakan.” Kita ingin orang lain menerima kita. Kita tidak suka didiskiriminasi. Kita tidak ingin didiskriminasi karena uang kita. Kalau kita pergi ke toko emas, kita pakai baju yang bagus, kita pakai arloji yang harganya RP 300 juta, maka pelayan dengan senyum ramah melayani kita. Kita pilih-pilih barang paling mahal pun , sudah pilih tidak jadi beli. Pelayannya dengan senyum, gembira , hormat, “Besok datang lagi ya Pak.” Tetapi kalau kita pakai baju yang tidak bagus, badan kita tidak wangi, penampilan orang miskin, maka begitu kita dekat dengan satpam sudah diusir.  Kita tidak suka dibegitukan. Tetapi kita mungkin begitu kata orang lain. Sewaktu melihat orang berada, pandai, berpengalaman banyak, sukses, kita senang dengan mereka.  Tetapi kalau kita melihat orang yang sudah bodoh, sombong, miskin pula, malas lagi, ah sudahlah kamu pergi  saja.  Kita membeda-bedakan. Padahal kita tidak suka dibegitukan. Maka Tuhan mengatakan, lakukan pada orang lain apa yang engkau ingin orang lain lakukan padamu. Kita harus mengasihi orang lain bukan karena orang itu hebat atau kita suka. Tetapi kita harus mengasihi orang lain, karena Tuhan mengasihi orang itu dan ingin kita mengasihinya. Seperti Allah mencintai bukan karena kita baik atau bermanfaat buat Tuhan. Sebetulnya kita tidak berguna buat Tuhan, kita tidak menolong Tuhan. Tuhan tidak perlu ditolong, dimaklumi. Tetapi kita diberi kesempatan melayani. Kita diampuni dosanya , diberi banyak hal. Sewaktu kita mengasihi orang lain seperti diri sendiri kita tidak rugi, justru untung tidak berhingga. Kita itu mendapat hidup, hidup kita menjadi penuh dan bahagia. Bahagia tidak bisa dibeli. Bahagia , kita dapat dari Tuhan ketika mentaati firmanNya. Sewaktu kita mengasihi orang lain, kita sedang mengasihi TUhan. Saat membenci orang lain, kita juga tidak mengasihi Tuhan. Karena Tuhan ingin kita saling mengasihi. Manusia butuh sesama. Kebahagian terjadi saat ada orang lain membahagiakan hidupnya. Dan sebaliknya, nasib buruk dan satu kehidupan yang menyakitkan, bukan karena kehilangan uang atau reputasi tetapi karena orang lain bermasalah dengan kita. Misalnya kalau saudara kehilangan dompet, mana lebih sakit dibandingkan pasangan selingkuh, mendapati anak membenci kita. Orang lain menjadi sumber penderitaan dan kebahagian yang lebih besar. Tuhan memberikan diri kita sebagai hadiah terbesar bagi orang lain. Saudara ini hadiah untuk sesama saudara. Dengan keberadaan kita, apakah orang lain di sekeliling (istri, anak, ortu, mertua, PRT, penjaga, majelis, hamba Tuhan) bersyukur kepada Tuhan atau menggerutu. Kita semakin besar menimbulkan ucapan syukur kepada Allah atau kita menjadi kejengkelan dan berseru Tuhan mengapa Engkau memberikan orang ini dalam hidupku? Kiranya kita menjadi alasan bagi orang lain untuk mencintai dan mensyukuri hidupnya ketika kita mengasihi Allah dan sesama. Karena inilah arti kehidupan. TUhan menciptakan kita untuk mengasihiNya dan sesama.

No comments:

Post a Comment