Sunday, April 28, 2013

Penderitaan yang Memurnikan dan Mendewasakan



Sekar Wulan

Ayub 42:1-6,
1   Maka jawab Ayub kepada TUHAN:
2  "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
3  Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
4  Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
5  Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
6  Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."

1 Perus 1:6-9
6  Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
7  Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.
8  Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,
9  karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.

Pendahuluan
Benarlah yang mengatakan, bahwa hidup kita bukanlah produk yang “sekali jadi”, melainkan suatu “proses menjadi”. Bergerak. Berkembang. Bertumbuh. Berubah. Dalam setiap proses pertumbuhan ini, satu unsur tak terhindarkan: kesakitan. Bertumbuh itu menyakitkan. Membingungkan. Menimbulkan ketidakpastian. Penderitaan adalah proses yang akan dialami oleh setiap roang percaya untuk berubah dan berbuah ke arah yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengapa Tuhan mengijinkan penderitaan dalam kehidupan manusia. Yang tidak dapat dipungkiri, kita memang manusia yang sejak awal telah jatuh ke dalam dosa dan menerima penderitaan itu sebagai ganjaran. Tetapi dibalik setiap penderitaan yang kita alami, apakah Tuhan tidak pernah peduli? Apakah Tuhan tidak memiliki kebaikan-kebaikan di dalam penderitaan yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Pergumulan Hidup (Ayub 42:1-6)
Ayat-ayat ini menunjukkan suatu perubahan yang total di dalam pengalaman seorang yang saleh. Ayub adalah seorang saleh yang di zaman yang sangat awal, dan ia mungkin lebih dahulu ada daripada Musa. Ayub hidup di zaman yang sangat kuno, ia tidak hidup dalam arus orang Yahudi dan tidak menerima Perjanjian Lama (Hukum Taurat). Namun ia memiliki pengalaman yang ajaib dengan Tuhan. Ia mengalami pencobaan dari iblis. Pencobaan itu diijinkan oleh Tuhan dan dipakai oleh Tuhan sebagai ujian. Jadi, pada satu pihak ia menerima pencobaan dari iblis, di pihak lain Allah menggunakan pencobaan itu sebagai ujian bagi Ayub. Hal inilah yang menimbulkan konflik iman di dalam diri Ayub sehingga ia mengalami pergumulan yang sangat berat. Pergumulan yang paling berat adalah tuduhan dari mereka yang menganggap bahwa penderitaannya pasti karena akibat dari perbuatan dosanya yang tersembunyi. Pergumulan ini terus berlangsung dan Tuhan sepertinya tidak memberikan jawaban apa-apa. Seolah-olah membiarkan orang itu terus bergumul. Di tengah pergumulan itu, terjadi perdebatan antara Ayub dengan ketiga temannya. Ayub, satu orang melawan tiga orang temannya. Sampai pada akhirnya terbukti bahwa ketiga orang teman Ayub tidak mengerti rencana Allah yang jauh melebihi konsep manusia. Ayub sepertinya tidak menerima suatu imbalan yang umumnya dimengerti oleh manusia. Pada saat ia mengalami kesulitan tersebut, seharusnya ia mendapatkan penghiburan dari mereka yang sehati dan dekat dengannya. Tetapi justru sebaliknya yang Ayub dapatkan: fitnahan, kritikan, kutukan dari mereka yang seharusnya paling mengerti keadaannya.
Kalau kita perhatikan, ketiga teman Ayub sebenarnya begitu mengasihi dan memperhatikan Ayub. Sehingga begitu mereka mendengar bahwa Ayub sedang menghadapi musibah, yaitu sepuluh anaknya mati, seluruh hartanya hilang dan Ayub sendiri menderita penyakit yang berat, mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghibur Ayub. Selain itu, mereka tidak menghibur Ayub dengan kata-kata kosong belaka. Disinilah letak kesulitan kita. Ketika kita melihat orang lain mengalami kesulitan dan bencana, seringkali kita dengan mudahnya berkata, “Jangan sedih, jangan menangis, banyaklah berdoa. Tuhan tahu, serahkan saja pada Tuhan.” Perkataan yang membosankan ini tidak akan pernah memberikan penghiburan yang sesungguhnya. Itulah sebabnya seringkali ketika kita menghibur orang yang sedang dalam kesulitan, makin kita hibur ia justru makin merasa jengkel dengan kita. Karena kita belum pernah sungguh-sungguh mengerti kesedihannya.
Akan tetapi, ketika ketiga teman Ayub datang untuk menghibur Ayub, mereka menghibur dengan cara yang sangat berbeda, yaitu dengan berdiam diri. Mereka tidak mengucapkan sepatah katapun, tidak menegur ataupun berbicara. Mereka duduk di samping Ayub selama 7 hari 7 malam. Ini semacam pendampingan atau simpati yang dinyatakan dengan berdiam diri dan di dalam kesunyian. Penghiburan semacam ini sangat berarti dan merupakan sebuah pernyataan simpati yang luar biasa. Namun, pada akhirnya mereka juga sudah tidak tahan lagi. Setelah 7 hari 7 malam, mereka mulai berbicara untuk mengkritik Ayub. Semuanya ini menandakan bahwa simpati dan cinta kasih manusia bagaimanapun besarnya, tetap terbatas.
Jangan berharap bahwa orang yang paling dekat dengan saudara akan bisa mengerti segala kesulitan dan kesusahan yang kita alami. Istri Ayub, seorang yang seharusnya paling dengat dengannya, justru berkata: “Kalau Tuhanmu hidup mengapa anakmu semuanya mati? Mengapa keadaanmu menjadi seperti ini? Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” Orang yang paling dekat dengan Ayub justru mengucapkan perkataan seperti itu.
Ketiga teman Ayub juga mulai menuduh dan menghakimi Ayub. Mereka berkata bahwa jika Ayub adalah orang yang cinta Tuhan, dan sekarang mengalami kemalangan seperti ini, maka pastilah ada dosa-dosa yang tidak kelihatan.
Tuduhan ini muncuk karena mereka mempunyai konsep bahwa Allah adalah Allah yang Maha adil, dan Allah yang Maha adil tidak mungkin melakukan suatu perbutan yang tidak adil. Menurut mereka, Ayub pasti teah berbuat sesuatu yang mengakibatkan dosa, sehingga oleh karena dosa itulah maka ia dihakimi oleh Allah.
Memang benar bahwa Allah adalah Allah yang Maha adil. Memang benar bahwa apa yang Allah kerjakan tidak mungkin berdasarkan ketidakadilan. Konsep ini memang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tetapi ada satu kalimat yang belum mereka katakan, dan kalimat itu dikatakan oleh Ayub (42:3 - baca).
Kalimat ini menyatakan tentang kehendak Allah yang tersembunyi, yang melampaui segala kemungkinan pengertian kita. Kehendak yang tersembunyi dan misterius dari rencana Allah yang kekal, tidak mungkin kita mengerti seluruhnya.
Di tengah pergumulan hidup kita, kita perlu mengerti tentang poin ini. Jika tidak, maka kita akan selalu mengeluh dan bersungut-sungut, tidak puas, tidak rela taat, bahkan bisa meninggalkan Tuhan. kita akan terus bertanya, “Mengapa orang lain hidupnya lebih baik daripada saya? Mengapa orang lain tidak mengalami kesulitan seperti yang saya alami?”
Tidak ada orang hidup yang tidak merasakan kesulitan, tanpa air mata dan tidak mengalami ketidakadilan. Jika saudara tidak mau menerima fakta, maka saudara akan terus memikul salib yang tidak ada harganya. Semakin saudara marah, semakin saudara lemah; semakin saudara lemah, semakin saudara jengkel, dan akhirnya saudara akan terus berada dalam lingkaran pergumulan saudara.
Inilah titik bahaya bagi Ayub. Jika ia tidak berhasil keluar dari titik ini, maka dia akan menjadi orang yang mencela Allah, menjadi ateis dan menjadi alat di tangan iblis. Namun, akhirnya Ayub bisa keluar dan ia mulai melihat pemecahan masalahnya, yaitu pada Allah yang tidak dapat dimengerti oleh akal manusia (Trancendency of God).
Allah tidak boleh diukur dengan ukuran, atau dimasukkan ke dalam “kotak” rumusan, atau dikurung dalam prinsip yang dibangun oleh manusia. Di sinilah letak pemecahan masalah Ayub. Ayub mengerti bahwa Allah tidak dapat dimengerti sepenuhnya oleh manusia yang sangat terbatas. Oleh karena pengertian seperti inilah, maka Ayub bisa keluar dari lingkaran permasalahannya.
Kalau kita mempunyai pengertian tentang rencana dan kehendak kekal Allah yang misterius, yang jauh melampaui kemungkinan kita untuk mengerti, maka kita akan dilepaskan dari ikatan-ikatan pemahaman kita yang terbatas. Jika kita menerima dan menghadapi fakta dengan berani, dan kemudian mengaitkan fakta itu dengan rencana kekal Allah yang misterius, maka kita akan terlepas dari ikatan masalah dan pergumulan hidup kita.
Namun bagaimana kita dapat mencapai atau memperoleh keberanian untuk menghadapi kesulitan dan masalah hidup kita? Bagaimana caranya supaya kita dapat mempunyai kekuatan untuk menghadapi kesulitan yang menggerogoti iman kita sehingga kita tetap dapat hidup dalam sukacita?
Ini tidak mudah! Tetapi, inilah yang disebut hidup rohani, yaitu hidup yang menerima fakta dengan berdasarkan pengertian tentang rencana Allah yang melampaui pengertian kita dan menerima rencana Allah yang kekal dan yang misterius itu.
Ayub bisa mengakui ketidak mampuannya untuk mengerti rencana Allah yang msiterius, karena ia tahu bahwa Allah itu Maha kuasa. Ayub mengatakan, “Aku tahu, Engkau Maha kuasa (sanggup melakukan segala sesuatu).” Kita tahu Allah itu Maha kuasa, namun seringkali kita tidak mengerti arti sebenarnya dari penyataan itu. Pernyataan ini seringkalai hanya sekedar pengetahuan umum saja. Allah Maha kuasa artinya Ia menguasa segala sesuatu di dalam seluruh aspek hidup kita. Ayub melanjutkan, “Tidak ada rencana-Mu yang gagal.” Terjemahan yang tepat, “tidak ada yang bisa merintangi-Mu.” Tidak ada orang yang bisa merintangi kehendak-Mu karena Engkau Maha kuasa.
Karena pengetahuan dan pemahaman kita telah dirusak oleh dosa, maka pengetahuan kita tentang Allah yang Maha kuasa juga rusak. Itulah sebabnya kita sering bertanya, “Kalau Allah itu Maha kuasa, mengapa ia tidak menyelamatkan saya? Mengapa Ia tidak menolong saya dan malah membiarkan saya dalam kesengsaraan ini?” Jika tidak ada yang bisa merintangi-MU, “Waktu Engkau mau menolong saya, Engkau dirintangi oleh siapa, sehinga Engkau tidak jadi menolong saya?
Jika Engkau benar-benar Maha kuasa, mengapa Engkau tidak menolongku? Jika Engkau menolongku, namun aku tetap menderita, maka bukankah hal itu berarti Engkau dirintangi?” Iman  kita mulai menjadi goncang. Apakah hal seperti ini pernah terjadi di dalam kehidupan saudara?
Apakah selama ini kemahakuasaan Allah membuat saudara bingung? Saudara dan saya bingung karena pemahaman dan pengertian kita telah rusak. Kita tidak mampu benar-benar mengerti kemahakuasaan Allah. Mari kita belajar dari Ayub.
Ketika Ayub sadar, ia mengubah semua situasinya dan mulai mengakui, “Engkau Mahakuasa, sebaliknya aku tidak mungkin mengerti.” Ini berarti sama dengan mengatakan, “Kemahakuasaan-Mu jauh melebihi rasioku.”
Kehendak dan rencana Allah yang kekal jauh melampaui kata-kata yang dapat diucapkan. Perbendaharaan kata yang ada tidaklah cukup untuk menyatakannya. Kehendak dan rencana Allah jaug melampaui perkiraan rasio manusia. Pengetahuan Allah melampaui semua kemungkinan pengetahuan kita. Kemahakuasaan Allah juga melampaui pengalaman dan emosi kita.
Itulah sebabnya Ayub mengatakan, “dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” Ungkapan ini adalah sebuah kiasan, karena pada waktu itu, cara orang-orang yang tinggal di Timur Tengah, di dalam mengutarakan kesedihan yang begitu mendalam adalah dengan menaburkan abu di atas kepala, muka dan tubuhnya.
Apa yang Ayub sesali? Ayub menyesal karena dengan pengertiannya yang terbatas, ia sudah terlalu cepat menilai Allah, dan ia sudah berusaha memasukkan Allah ke dalam kotak logikanya sendiri. Ia juga sudah menyalahkan Allah dan tidak mau menerima fakta. Ia telah beranggapan bahwa jika Allah Maha kuasa, maka mengapa Dia menimpakan kesulitan itu kepadanya.
Tetapi sekarang dia sudah memahami bahwa pengertian seperti itu adalah salah dan ia sudah mengerti bahwa Allah melebihi pengertiannya. Oleh karena itu, sekarang ia tunduk pada rencana Allah, karena ia tahu bahwa kehendak Allah lebih tinggi dari pengetahuan dan pengertiannya. Perubahan semacam ini adalah suatu perubahan yang luar biasa.
Kunci perubahan ada dalam kalimat ini, “dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (46:5). Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang bersifat sangat pribadi, antara pribadi dengan pribadi.
Ayub berkata, “tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Bagaimana caranya kita memandang Allah? Kita melihat Allah bukan secara fisik, karena Allah itu Roh. Karena Roh Allah itu suci, maka hanya jika hati kita suci dan rohani kita murni, barulah kita dapat melihat Allah.
Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).
Saudara lihat! Betapa pentingnya mengenal Allah secara pribadi. Bukan dengar dari perkataan orang lain, tetapi kita secara pribadi yang mengalaminya. Pengenalan Allah secara pribadi mempengaruhi seluruh kehidupan rohani kita dan sudut pandang kita dalam memandang hidup, masalah dan kesulitan yang kita alami.
Inilah hal yang paling penting yang harus kita cari dalam hidup kita, dan harus menjadi tujuan utama dalam hidup kita, yaitu mengenal Allah secara pribadi. Seorang teolog Finlandia mengatakan, “Mengenal Tuhan secara pribadi itu sangat pahit.” Pertama kali mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh secara pribadi, pengalaman pengenalan itu adalah pengalaman yang pahit. Tetapi banyak gereja sekarang berusaha supaya orang dapat mengenal Allah dengan pengalaman pertama yang manis.
Mengapa pengalaman pengenalan Tuhan secara pribadi merupakan pengalaman yang pahit? Mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh secara pribadi, berarti saudara dan saya harus melucuti/ menelanjangi segala topeng kemunafikan kita, dosa kita, kepalsuan kita yang selama ini menutupi hidup kita. Bukankah ini merupakan pengalaman yang pahit?
Biarlah Allah yang menlucuti segala topeng kemunafikan, dosa dan kepalsuan kita, sehingga kita benar-benar menjadi orang yang menganal Dia secara pribadi. Inilah kehidupan rohani yang sejati. Inilah yang harus menjadi tujuan utama dalam seluruh kehidupan kita.
Mengenal Allah secara pribadi inilah yang akan memampukan kita berjalan dalam kehidupan yang penuh dengan pergumulan, masalah dan penderitaan. Dengan telanjang secara rohani kita menyatakan diri kepada Tuhan, “Tuhan, jika Engkau mau menolong saya atau tidak menolong saya dari kesulitan, itu terserah pada kedaulatan-Mu.” Orang yang benar-benar mengenal Allah secara pribadi, dia akan mampu mengucapkan kalimat itu tanpa keraguan ataupun protes.
Ayub menerima fakta. Ayub tahu bahwa kematian anaknya, istrinya yang meninggalkannya dan penderitaannya, semuanya berada di dalam kedaulatan Tuhan. Ayub sadar bahwa kehendak Allah jauh melampaui pengertian manusia, dan Ayub pun menyesal karena kata-katanya yang bodoh. Sesudah terjadi penerobosan ini, maka Tuhan baru mulai menolong dia. Baru setelah Ayub sungguh-sungguh mengerti secara pribadi, maka kemahakuasaan Allah dinyatakan.

Ilustrasi: Pohon terkenal
Di California Selatan ada sebatang pohon yang terkenal di seluruh Amerika. Sepanjang tahun pohon itu dikunjungi ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri. Bentuk pohon itu sama sekali tidak sedap dipandang mata. Tingginya kurang dari 2 meter dengan batang agak pipih & melintir. Hanya sebagian cabang ditumbuhi daun, sedang bagian lainnya gundul. Pohon itu menjadi terkenal karena tumbuh di atas batu granit yang keras. Tingginya sekitar 100 mtr di atas permukaan laut, menghadang langsung Samudera Pasifik yang anginnya keras  mendera. Tidak ada pohon lain yang tumbuh di sekitarnya, kecuali pohon itu. Rupanya beberapa tahun lalu sebutir biji pohon terbawa angin, dan jatuh di celah batu granit yang ada tanahnya. Benih itu kemudian tumbuh, tetapi setiap kali batang muncul keluar, langsung hancur diterpa angin Pacifik yang kencang. Terkadang pohon itu tumbuh agak besar, tapi badai kembali memporakporandakann ya. Sekalipun demikian, akarnya terus tumbuh menghunjam ke bawah mencapai tanah melewati poros-poros batu granit sambil menghisap mineral-mineral di sekitarnya. Sementara itu batangnya tumbuh terus setelah berkali-kali dihancurkan angin kencang, makin lama makin kokoh dan liat sampai akhirnya cukup kuat menahan terpaan badai, sekalipun bentuknya tidak karuan. Oleh orang Amerika, pohon tersebut dianggap sebagai simbol ketegaran karena seakan-akan memberi pelajaran kepada umat manusia untuk tetap tabah dan gigih dalam menghadapi berbagai cobaan dan gelombang kehidupan.

ketika kita hidup di dunia ini, Tuhan tidak menjanjikan bahwa mengikut Dia, berarti kita akan bebas dari penderitaan, bahwa kita akan bebas dari kesusahan, tekanan, sakit penyakit, kelemahan. Dia tidak menjanjikan bahwa pekerjaan kita akan selalu lancar, bahwa semua orang akan menyukai kita, bahwa tidak akan ada persoalan hidup dalam hidup kita. Tetapi setiap kita sebagai orang-orang percaya didalam penderitaan terus belajar di proses menjadi seorang yang memiliki iman dan kesetiaan dalam Tuhan. melalu penderitaan, Tuhan memurnikan dan mendewasakan iman kita, semakin teguh dan semakin kuat di dalam dia.

Penderitaan mendekatkan kita kepada Tuhan, penderitaan memberitahukan kepada kita betapa kita ini lemah dan butuh bersandar kepada Tuhan dan bukan kepada diri kita sendiri.

Pergumulan hidup yang seperti apakah yang saat ini saudara dan saya hadapi? Bagaimana saduara dan saya hadapi pergumulan itu? Jika selama ini kita masih mempertanyakan kemahakuasaan Allah, dan ingin Allah segera menolong kita keluar dari pergumulan hidup kita, maka kita tidak akan pernah menjadi dewasa secara rohani.
Marilah kita mulai membuka diri kepada Tuhan, membiarkan Tuhan yang menelanjangi hidup rohani kita, pengetahuan dan pemahaman kita yang terbatas. Biarkan Tuhan yang menyatakan Diri-Nya secara pribadi kepada saudara, sehingga saudara juga dapat mengenal-Nya secara pribadi. Kejarlah hidup rohani yang baik, maka saudara dan saya akan mampu menghadapi pergumulan hidup dengan pertolongan dari Allah yang Mahakuasa dan tidak dapat dimengerti oleh keterbatasan kita. Amin.

Pada akhirnya kitab Ayub mengantar kita kembali kepada karunia Ilahi. Kitab Ayub mendorong kita agar memandang segala sesuatu dari segi ilahi, bukan dari segi manusiawi.

Iman berarti belajar mempercayai Allah dalam kegelapan, dalam ketidaktahuan, dalam bayang-bayang kegagagalan. Iman adalah pemberian Tuhan kepada kita agar kita dapat menerima ketidakpastian.



Sunday, April 21, 2013

Makna Pelayanan

Pdt. Paulus Daun

Mark 10:45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Kata melayani dalam bahasa Yunani “diakonia” (diakonein = melayani, diakonos = pelayan).Banyak pemimpin gereja yang menyalahpahami kata diakonia sebagai hanya pelayanan di bidang sosial saja seperti membagi sembako, pengobatan gratis dll. Tetapi sebenarnya arti kata diakonia sangat luas. Kalau boleh didefinisikan , setiap apa yang kita pikir, lihat, dengar, katakan, lakukan, motivasi, orientasi kepada Allah itu yang disebut diakonia. Banyak umat Kristen menyalahpahami arti diakonos. Diakonos dikatakan segilintir orang yang duduk dalam organisasi seperti para pendeta, penginjil, majelis, dan pengurus, sedangkan anggota gereja awam bukan diakonos. Oleh karena kesalahpahaman makna diakonos, maka banyak orang Kristen bersikap apatis terhadap gereja. Asal setiap minggu datang ke gereja sudah cukup, beri persembahan sudah lumayan, apalagi memberikan perpuluhan hebat sedangkan pergumulan dan masalah di gereja tidak mau pusing. Padahal yang dimaksud dengan diakonos, adalah setiap orang yang sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, memiliki hidup Kristus, entah kaya- miskin, punya posisi atau tidak, asal percaya Yesus dan mempunyai hidup Kristus dalam dirinya, dia adalah diakonos (pelayan). Banyak orang Kristen mempunyai pelayanan tetapi setelah lama ikut pelayanan jadi ogah-ogahan. Ada juga yang bila senang dengan pendeta melayani, tidak senang tidak melayani. Mengapa ada tendensi demikian? Karena banyak orang Kristen tidak mengerti tentang makna pelayanan. Kalau setiap kita mengerti makna pelayanan, tidak perlu pendeta mendorong, mengimbau dsbnya, masing-masing akan berlomba-lomba partisipasi dalam pelayanan.

Makna pelayanan

1.       Kita dipanggil , dipilih dan mau dipakai sebagai pelayan. Itu hak istimiewa yang diberikan Tuhan kepada kita. Allah kita Maha Mulia, Agung, Tinggi, Dia dihormati , dimuliakan oleh malaikat, jauh di atas sana pada tahta Kerajaan Sorga. Dalam kitab Mazmur, kita adalah debu tanah. Di hadapan Allah posisi kita sangat rendah, kita tidak berarti sama sekali. Tetapi Allah tidak melecehkan kita, di antara demikian banyak orang. Allah memilih, memanggil dan memakai kita. Inilah hak istimewa yang Tuhan berikan pada kita. Kalau mengerti hak istimewa, penghargaan luar biasa yang diberikan Allah kepada kita, beranikah kita melalaikan, meremehkan posisi kita sebagai diakonos?
2.       Kita dipanggil, dipilih dan dipakai Allah, ini merupakan anugerah. Hadiah yang diberikan oleh orang yang lebih tinggi dari kita yang sebenarnya tidak layak kita terima, tetapi sudah diberikan. Inilah yang dimaksudkan dengan anugerah. Keselamatan dalam Yesus kita peroleh karena anugerah. Tetapi sebagai pelayan juga merupakan anugerah. Misalnya sebagai  pemilik perusahaan, tatkala merekrut tenaga kerja, saya memilih tenaga kerja, kita pilih  yang pandai, terampil, penampilan menarik, kalau bisa IPKnya 4. Kalau Allah Bapa memilih tenaga kerja sama seperti pemilik di perusahaan tersebut, kita tidak akan mendapat bagian. Mungkin di gereja paling kaya, tetapi dibanding kekayaan orang dunia, kita tidak terhitung apa-apa. Mungkin di gereja kita orang terpintar , tetapi dibandingkan kepintaran orang dunia, tidak ada apa-apanya. Mungkin pendidikan kita paling tinggi di gereja (S3), tetapi dibadingkan pendidikan orang dunia jauh ketinggalan. Allah kita luar biasa, tidak memanggil, memakai orang dunia , tetapi memanggil kita menjadi pelayan. Inilah anugerah. Kalau kita menyadari kita bisa menjadi pelayan Tuhan, bukan karena kita pintar atau hebat, ini adalah anugerah yang diberikan. Berani kita sia-siakan anguerah Tuhan?
3.       Kita jadi diakonos merupakan kesempatan yang diberikan kepada kita. Kesempatan tidak selalu ada. Hari ini ada, belum tentu besok ada. Begitu kesempatan berlalu untuk selama-lamanya kita tidak bisa mengambilnya. Sewaktu jadi gembala sidang, saya suka melibatkan seluruh jemaat. Suatu kali saya menugaskan seorang ibu tua menjadi penyambut tamu yang berdiri di depan gereja memberi warta gereja, buku nyanyian dan Alkitab. Menurut pandangan banyak orang , pelayan peyambutan tidak ada arti apa-apa,  tidak menarik perhatian. Tetapi yang dinamakan pelayanan untuk Tuhan , di mata Tuhan tidak ada yang besar atau kecil. Kalau sungguh-sungguh melayani dengan tulus hati, Tuhan bisa memakai kita. Orang bisa bertobat karena mendengar khotbah pendeta yang luar biasa. Namun penyambut tamu, juga bisa menobatkan orang. Sebagai pelayan penyambut tamu, saya mempersiapkan diri baik-baik, berdoa, “Pakai saya Tuhan sebagai penyambut tamu hingga bisa menjadi berkat bagi orang lain”, berpakaian sopan, menyambut tamu dengan wajah senyum , menyapa jemaat satu per satu datang, hati penuh dengan kedamaian. Mungkin ada yang baru pertama kali datang, merasakan sambutan yang luar bisa hangatnya, muka penuh ramah tamah dan senyum. Dia tidak pernah merasakan yang demikian di dunia tetapi di gereja. Ia merasakan damai sejahtera. Ia tidak hanya datang sekali, tapi 2 x, 3 x terus jadi anggota gereja. Pelayanan kecil tapi berakibat luar biasa besar. Tapi sang ibu berkata,”Lain kali jangan tugaskan saya menjadi penyambut tamu.”  Sewaktu saya katakan, “Ini pelayanan”, ia berkata, “Sekali lagi, saya tegaskan jangan atur saya.” Akhirnya saya tidak atur lagi. Suatu hari saya menerima telpon. Orang di sebrang menangis dan berkata,”Muse cepat datang ke rumah sakit. Mama saya (ibu tua tadi) anval”. Ternyata secara medis, sudah tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali kuasa Tuhan. Setelah didoakan akhirnya ia sembuh namun mati separuh badan dan dirawat di rumah. Saat dibesuk, ia menangis. Dia pegang saya, “Muse , doakan saya. Kalau Tuhan sembuhkan, jangankan penyambut, kunjungan atau apapun yang diatur saya laksanakan.” Saya hibur dia, tapi dalam hati berteriak. “Ibu kenapa waktu ada kesempatan tidak melayani. Kenapa ksempatan berlalu baru ibu mau pegang. Menyesal kemudian tidak ada gunanya.” Sampai menghembuskan nafas terakhir tidak punya kesempatan lagi. Ungkapan orang Yunani berkata, “Orang bodoh selalu menyia-nyiakan kesempataan. Orang biasa selalu menunggu kesempatan. Orang pintar memegang setiap kesempatan yang diberi.” Saya tambahkan, “Orang pintar dan bijaksana, bukan saja memegang tapi menciptakan kesempatan.” Bila kita datang ke gereja, tidak melayani maka ciptakan kesempatan dengan datang ke hamba Tuhan dan katakan,”Saya sudah lama datang ke gereja dan sudah siap melayani.” Ini namanya menciptakan kesempatan, karena kesempatan melayani tidak selalu ada. Kalau berlalu tidak bisa dibeli dengan air mata, uang dan apapun. Begitu diberikan kesempatan,peganglah.
4.       Mempunyai nilai kekal. Semua yang ada dalam dunia bersifat sementara. Suatu hari kita akan melepas semuanya. Ada orang yang mengejar kekayaan. Bekerja pagi, sore dan malam. Bukan saja suami , tetapi istreri juga bekerja. Cari uang agar cepat kaya, namun begitu mata “tertutup”, semuanya akan habis. Ayub mengatakan, “Dengan telanjang aku lahir di dunia. Dengan telanjang juga aku akan pergi dari dunia.” Tetapi melayani, nilainya kekal. Bukan kita rasakan dalam dunia ini, tetapi dibawa saat meninggalkan dunia. Dulu ada orang Kristen kaya sekali tapi pelit. Bicara rohani luar biasa, tapi saat bicara tentang uang, dia yang nomor satu melarikan diri. Suatu malam saat tidur, ia bermimpi. Malaikat membawa dia jalan ke sorga. Waktu lihat surga, indah sekali. Malaikat lalu membawa dia ke suatu tempat, ada rumah yang luar biasa besar dan mewah, perabotnya luar biasa mengkilap. Lalu dia bertanya ke malaikat, “Ini rumah siapa?” Malaikat menejlaskan bahwa itu rumah milik A. Ia kaget , A adalah nama tetangga yang miskin. Orang miskin punya rumah yang besar di sorga. Lalu dia gembira , kalau yang miskin  rumahnya luar biasa, apalagi dia yang kaya. Ia lihat ke kiri dan kanan. Malaikat berjalan di jalan yang dibuat dari emas batangan. Pelan-pelan dia diajak ke jalan yang dibuat berturut-turut dari hotmix, aspal, batu, becek-becek ,  baru di sana ia melihat rumah gubuk , reot, bau, basah dsbnya. Ia di bawa ke rumah tsb. Ia pun bertanya, “Ini rumah siapa?” Malaikat menjawab,”Inilah rumahmu.” Ia kaget dan protes, “Tidak benar, mungkin administrasi sorga salah. Masa tetangga yang miskin rumahnya mewah, tetapi berbeda dengan rumahnya.” Malaikat menjawab,” Admin sorga tidak pernah salah. Benar di dunia miskin, tetapi setiap peser di dunia dia rajin menabung di sorga. Jadi di dunia ia miskin, tetapi kaya di sorga. Kamu kaya dunia, depositokan di bank dunia, tetapi bank sorga kosong. Maka di dunia kamu kaya, di sorga miskin.” Begitu kagetnya, sampai ia bangun. Untung mimpi. Sejak itu ia bertobat, bukan saja bicara tetapi keluar uang juga nomor satu. Bangun gereja, teorinya banyak, keluar uang juga banyak. Saya yakin rumahnya di surga juga luarbiasa. Setiap air mata, dana yang dipersembahkan di hadapan Allah, tidak sia-sia. Oleh karena itu dalam kitab Wahyu dikatakan ”berbahagialah orang yang meninggal dalam Tuhan. Bukan saja ia istirahat, segala sesuatu yang mengiringi dia dunia, mengiringinya masuk ke sorga. Untuk apa bekerja mati-matian pada dunia yang fana, seharusnya untuk yang bersifat kekal lebih mati-matian. Tetapi sering kita terbalik. Untuk makan bakmi, bakso, nasi padang, kita rela keluarkan uang ratusan ribu, tetapi untuk pekerjaan Tuhan , keluarkan uang seperti mencabut nyawa kita. Setiap kolekte dijalankan, sambil nyanyi buka dompet. Yang merah , biru, hijau disingkirkan, yang abu-abu dikeluarkan. Untuk dunia banyak kita keluarkan uang, tetapi untuk pekerjaan Tuhan pelit. Bagaimana dengan rumah Tuhan yang rusak? Siapa di yang perhatikan? Kalau setiap kita sadar, apa saja yang kita lakukan untuk Tuhan. Sampah di gereja, diambil dan taruh di tempat sampah. Orang lain tidak melihat tetapi mata Tuhan melihat. Nilainya luar biasa.
5.       Melayani itu sumber berkat. Tiap tahun ulang tahun. Saat merayakannya, apa keinginan kita? Angpao? Yang dirindukan, diungkapkan yakni “panjang umurnya.” Supaya umur panjang. Setiap orang rindu punya umur panjang.  Kalau kita mau umur panjang, rajin melayani. Tuhan Yesus memberi perumpamaan. Tuhan melihat pohon ara di kebut. Tahun pertama tidak berbuah. Tahun kedua, ketiga tidak berbuah. Jengkel tuannya, tukang kebun dipanggil untuk potong. Tukang kebuh bilang, “Kasihan dia, beri kesempatan. Beri pupuk biar tahun depan bisa berbuah. Bila tidak berbuah juga, tebanglah dia.” Kalau mau cepat mati, tiap minggu datang terkantuk-kantuk, bukannya mengerti firman Tuhan. Allah di surga melihat. Orang yang tidak ada sumbangsih untuk dunia, tidak ada gunanya, maka tebanglah.
Setiap anggota yang mengerti makna pelayanan berkata seperti perkataan Tuhan Yesus, “Manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani.” Rela menyerahkan nyawa. Itulah makna pelayanan. Jangan sedikit keluar keringat, ngomel. Tuhan Yesus bukan saja mencucurkan air mata, keringat, waktu dan tenaganya tapi juga mencucurkan darah dan serahkan nyawa karena Dia tahu makna pelayanan.

Tuesday, April 16, 2013

Mengubah Paradigma



Sharing Bagaimana Membuat Paradigma Baru dalam Gereja Saat ini
Pdt Benny Solihin
11 April 2013, Sidang Tahun Sinode GKKK

Perubahan Paradigma
2 Tim 4:2 Beritakanlah firman (Preach the word), siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.

2 Tim 4:2 merupakan hal yang ditulis Rasul Paulus kepada Timotius saat Rasul Paulus sedang mengalami krisis :
1.       “Beritakanlah firman” ditulis Rasul Paulus dalam penjara saat ia sedang mengalami krisis dan akan meninggal. Kalau sampai ia meninggal dunia, siapa yang akan meneruskannya?
2.       Timotius orang yang minder dan merupakan anak rohani tokoh besar, yang dikelilingi orang-orang yang memiliki pengetahuan filsafat yang luar biasa.
3.       Injil
Walau sedang krisis, Rasul Paulus berkata kepada Timotius , “Preach the wod” (beritakanlah firman) yaitu firman yang didengar dari ibunya, neneknya dan Rasul Paulus. Rasul Paulus tidak bilang, “tetap peganglah ibadah” atau belajarlah filsafat sedikit. Ada beberapa hamba Tuhan saat ini yang mulai goyah dan mengikuti gaya motivasi dan mengutip kata-kata motivasi.

Kenapa Timotius harus mengorbankan firman Tuhan?
1.       Orang-orang benar akan tetap dalam kebenaran. Pasal 1:3-5 supaya anak-anak Tuhan tidak goyah.
2.       Firman Tuhan yang menyelamatkan jiwa manusia
3.       Firman Tuhan yang menguasakan / menguatkan.
4.       Masyarakat akan diubah oleh orang yang dilengkapi oleh firman Tuhan.
Pada ulang tahun SAAT ke-60 temanya Back to Bible (firman harus dijaga , jangan tertukar  / tereliminasi)
Khotbah harus firman Tuhan yang punya kuasa untuk mengubah orang.
Rasul Paulus yang sangat kaku (tidak bisa diubahkan), yang mengejutkan  lihat 1 Kor 9:19-23

19   Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.
20  Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.
21  Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
22  Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.
23  Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.

Rasul Paulus seolah-olah hidup dalam hukum Taurat supaya bisa memenangkan orang yang hidup dalam hukum Taurat. Dalam prinsip yang kaku “preach the word”, cara komunikasinya sangat fleksibel (bagi orang Yahudi, aku menjadi seperti orang Yahudi, bagi orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah). Secara bentuk kaku, kemasan fleksibel (sangat cair). Ini menimbulkan inspirasi dalam bergereja. Iman tidak bisa dijual, pemberitaannya sesuai dengan konteks masyarakat.

Keadaan gereja Injili dan protestan, pertumbuhannya stagnan bahkan menurun. Dalam pertumbuhan masyarakat yang naik, bila jumlah jemaat stagnan , maka berarti sebenarnya jemaatnya mengalami penurunan. Rata-rata gereja sedang struggle (untuk menahan saja). Kalau bisa menahan pemuda sebanyak 20 orang , maka persekutuan yang berbahagia. Sedangkan bila lebih dari 50 orang,  persekutuan tersebut langka. Jumlah anak-anak muda ke gereja menurun. Di sebuah gereja Medan, belasan tahun lalu jumlah pemudanya 700 orang. Hari ini jumlahnya merosot. Saat saya berada di sana lagi, kebaktian dipimpin oleh pemuda. Namun jumlah pemuda yang datang di KKR tersebut kurang dari 20 orang dengan jemaat 600 orang.  Jarang gereja protestan bisa membawa pemuda hadir dalam gereja. Kalau Sekolah Minggu dan remaja masih ok. Lalu di mana pemuda kita? 10 tahun terakhir terjadi keresahan. Bagaimana menahan pemuda untuk stay di gereja. Mereka ada di persimpangan, untuk itu harus ambil action. Harus dicari solusi dan hal itu harus dicari tahu dulu penyebabnya.

Kita bergeser dari zaman Modern ke Post Modern. Perubahan di Indonesia tidak sederas di Amerika. Kita ikut arus, ambil ikan secepat-cepatnya untuk beritakan Injil dengan cepat. Perubahan ini  membuat perubahan gaya hidup. Kalau pakai konsep berpikir 20 tahun yang lalu tidak cocok. Saya lulusan manajemen, sekarang tidak bisa ikut kalau masuk kuliah manajemen. Perubahannya cepat sekali. Gereja warisan zaman Belanda tidak cocok karena tidak menampung perubahan masyarakat. Kita harus berpikir ulang. Dengan pola pikir usia 30-40 tahun yang sudah berubah, apalagi anak muda yang akrab dengan era digital. Karena dilahirkan di bidang digital maka gelombangnya sama sehingga mudah mengikuti peralatan digital. Otak bekerjanya multi tasking, padahal dulu kita konsentrasinya 1 hal saja. Kalau ikut arus orang bicara, saya lupa apa yang sedang dibicarakan. Anak-anak kita bukan saja lebih canggih, otaknya multi tasking, tidak konsentrasi seperti kita. Dalam waktu bersamaan mengerjakan 5 pekerjaan. Orang seperti ini bosa di gereja yang hanya melihat pendeta saja, layar tidak bergerak, apalagi pendeta yang hanya membaca saja. Anak sekarang ingin melihat sesuatu yang bergerak, movable, 2-3 detik layar diganti. Ini mempengaruhi otak. TV Yang tidak ganti layar belakang adalah TVRI dan TV Malang. 5 menit sekali baru ganti. Saat ingin tenang saya putar saluran tersebut. Tenanglah Jiwaku. Mereka senang dalam jejaring khusus & sosialita. Bisa beri pendapat dan berinteraksi walau terkesan remeh. Pendapat apapun masukin ke facebook, lalu tekan like dan disklike. Bagaimana anak muda bangkit? Kalau buat acara ditujukan untuk anak muda , yang datang mungkin 700 orang namun setelah itu mereka kabur. Serahkanlah event kepada anak muda, jangan kita yang kelola. Kalau mereka diajak makan, mereka pilih fast food atau junk food. Kalau diajak pergi , tanya siapa saja yang diajak? Kalau orang tua, mereka tidak mau. Karena mereka terbiasa berpikir kritis dan ajukan pendapat. Mereka jadi orang yang pragmatis, kalau tidak bermanfaat tidak mau. Walau hal ini tidak benar, tapi perlu diantisipasi. Yang disenangi mau diikuti. Jiwa pragmatis sulit masuk ke gereja. Mereka jadi sensitive dengan klaim-klaim kebenaran. Jangan lagi khotbah menjelek-jelekkan orang atau pandang rendah aliran lain, karena tidak akan didengar. Belum turun dari mimbar, mereka tulis di status “garing dengn pendeta kritik orang terus”. Orang merasa kebenaran untuk kamu saja, jangan jelek-jelekkan orang. Harus dukung dan beri jawaban yang positif. Dulu saya juga susah untuk tahan diri tidak kritik begitu saja. Orang-orang seperti ini sulit dijangkau oleh gereja injili dan protestan. Kita tidak mampu jaring mereka. Kita tidak pahami jiwa mereka.
Usia 30-40 yang tidak dipahami. Untuk kalau mereka hanya pindah gereja. Jumlahnya semakin banyak. Seperti pyramid. Sekarang 67% merupakan usia 35 tahun ke bawah. Kalau masuk ke 40 tahun ke atas , kita kehilangan anak muda. 10 tahu lalu hilang, makin lama makin kosong. Anak muda ini yang akan jadi majelis. Tidak berarti abaikan orang tua, mereka adalah jemaat yang loyal. Dilawat saja mereka loyal. Harusnya jaring anak-anak 35 tahun ke bawah, kalau tidak akan habis.
Kita buat komisi anak-anak pre-school – SD6. Tunas remaja. Tiap paskah-natal, anggaran besar untuk anak-anak. Saat remaja hilang separuh, pemuda tinggal 10%. Ada yang kabar ke gereja lain, bila tidak memilukan hati. Ibarat berinvestasi, sudah investasi tidak balik modal.
Di pesawat saya bertemu dengan seorang pendeta muda GBI. Saat SD-SMA ia bergereja di GKKK sekarang jadi pendeta muda GBI. Secara Kalam Kudus rugi besar, tidak mampu tampung. Walau dari Kerajaan Allah bersyukur karena banyak yang tidak ke gereja lagi. Kita tidak bisa paksakan anak muda. Gereja lambat menangani hal ini dan masih konsen ke orang tua.
KKR PGTI 4 tahun lalu yang diikuti 9-10 sekolah Kristen, ada 4.000 orang yang datang. Ada ribuan yang terima Yesus. Tapi hanya sekali saja dilakukan. Kalau gereja fokus ke orang tua, akhirnya hilang anak muda.

Hasil survey di gereja. Dari sudut anak muda, gereja seperti apa? (berdasar interview dan baca buku) :
1.       Gereja menjadi tempat yang asing
Kalau ke gereja, tidak mengerti ngomong apa.  Saya kesulitan bahasa Inggris waktu belajar di Barat. Waktu dengar frustasi, tidak mengerti padahal di Malang saya mengerti. Anak muda yang tidak mengerti, benar-benar terasing, tersisih, sendiri. Liturgos masuk, votum dan salam mungkin juga asing. Saat lagu dinyanyikan, lagunya asing. Kalau di gereja Korea, tidak bisa nyanyi. Bahasa Afrika dan suku tidak dimengerti. Lulusan SAAT nyanyinya PujiHu. Hu bahasa apa? Apa artinya?  Juga kata “mukhalisku”. Lagu-lagu dari abad 16-17-18. Bahasa sekarang lebih hidup, cara ungkapkan nya beda. Anak-anak kita diminta nyanyi dengan lagu yang lalu yang tidak mereka kenal. Gereja jadi tempat asing. Ketika anak-anak remaja (SMP2, SD6) 4 tahun di Amerika. Mereka berubah, orang tua tidak berubah. Paradigma kita juga perlu berubah. Yang sulit waktu di mobil. Saya mengambil CD putar lagu Praise The Lord. Anak saya ganti dengan lagu rock. Saya bilang, “Ini lagu papa.” Dijawab anak saya,”Kan mobilnya sama-sama”. Lain kali dia putar lagu duluan. Akhirnya ditentukan yang duluan yang putar lagu. Lama-lama saya pikir, kenapa bapa tidak turun ke anak saja? Untuk orang yang hampir mati tenggelam, penjaga pantai tidak bisa berteriak tunggu-tunggu, tapi harus langsung terjun. Anak saya mau ke gereja tidakmandi, pakai sandal jepit, celana pendek. Saya bilang pakai sepatu kalau tidak, tidak ke gereja. Ternyata di gereja, pendetanya pakaiannya santai (pakai kaos oblong). Anak saya bilang, “Jangan nilai orang dari yang dipakai.” Anak saya ingin ditato dan di-piercing (dibolongin telinganya). Saya bilang tidak boleh, nanti kalau sudah umurnya 17 baru boleh. Saat usianya sudah 17 tahun, dia tanya boleh tidak? Saya bilang prinsipnya tidak boleh. Lalu dia pergi dan 10 jam kemudian dia sudah pakai anting. Saya bilang cakep juga. Dia bilang, jangan lihat orang dari anting. Lalu dia tato. Kalau kita lihat remaja, pakai kacamata remaja. Kita bergumul. Demi mereka ke gereja, banyak hal kita stretching etiket kita. Merka tidak kurang ajar amat. Itu gaya mereka. Mereka datang ke tempat yang liturgy dan lagunya asing. Khotbahnya juga asing. Saya bilang, untuk menyampaikan khotbah pikirkan sedalam-dalamnya sampaikan sesimpel-simpelnya. Jangan suruh orang awam naik ke bahasa kita. Ada 4.000 kata asing saat belajar teologia. Untuk berkhotbah perlu berbahasa yang sama dengan audience. Bagi  orang lemah, seolah-olah aku orang lemah. Khotbah ke remaja, bahasa gaul seperti alay (bahasa gaul) agar saya efektif berbicara ke pemuda remaja. Harus pahami mereka, kalau kaku, pakai bahasa asing, dilihat sebagai orang asing, dan mereka tidak tahan. Perasaan asing membuat tidak betah dan tidak mau kembali. Buat mereka tidak asing. Apakah buat kebaktian pemuda? Belum tentu dinikmati karena dianggap second class karena itu tidak terisi penuh. Buatlah kebaktian umum berjiwa muda, baru mereka datang. Disain kebaktian kontemporer. Kita punya kebaktian pagi-sore lalu buat disain kontemporer walau yang masuk orang tua. Mungkin 10% yang datang adalah orang tua. Disain kontemporer dengan gaya anak muda. Bila yang datang 300 mungkin 60 orang tua yang mau kemuda-mudaan. Banyak orang tua yang suka kontemporer. Buat anak muda kelola kebaktian. Dari awal sampai penutup serahkan mereka. Di Makasar ada gereja Bethany. Saat masuk disambut oleh pemuda pakai jeans & kaos. Yang dipilih yang cantik dan ganteng. Kalau protestan yang jadi penyambut 60 tahun ke atas (collagen sudah kurang). Padahal di mal-mal, istri saya dipanggil “bunda”. Istri saya bilang, “kapan saya lahirkan dia?” Beri anak muda kepercayaan. Kenapa majelis dipaksa jadi liturgos? Pilih orang yang sesuai talenta.  Di gereja kapasitas 3.500 orang, tanpa singer, choir tidak akan penuh. Pilih yang bertalenta memimpin pujian , yang bisa membawa suasana. Cukup 2 orang WL (worship leader) yang dekat Tuhan daripada majelis yang jadi liturgos tidak bisa membedakan nada C & D. Di Kharismatik, WL dibayar sama besar dengan pendeta. Sekali tampil dibayar Rp 1,5 juta. Sehingga ada yang bajak membajak WL. Anak muda ingin WL yang dekat di hati. Sound system penting. Ada gereja yang bilang, kita pakai mike Rp 75 juta. Mau ditukar dengan yang dari Jerman Rp 8 miliar! Mana ada gereja Injil yang mau  pikirkan yang demikian. Yang penting bisa bunyi. Kita tidak punya pikiran beri yang terbaik untuk Tuhan. Kebaktian pakai LCD, sering operate nya terlambat. Ada yang belum pindah-pindah slidenya padahal lagu sudah ganti liriknya. Itu tidak terjadi di gereja-gereja kharismatik. Di Surabaya, ada gereja kurang lebih 15.000 jemaat. Kalau sampai hal itu terjadi, petugasnya dimarahi agar jangan sampai terjadi. Di kita , tidak apa-apa. Anak muda punya jiwa sempurna. Waktu saya mau khotbah, dikasih run-down. Di kebaktian ada event organizer, yang bukan hamba Tuhan (sekarang ada hamba Tuhan yang jadi event organizer). Kalau perlu bayar. SAAT sedang mencari event organizer. Dia bertugas menyiapkan liturgy, orang-orangnya disiapkan. Di GKI sudah ada e.o. Sekarang kebaktian harus ada e.o. baru kebaktian tanpa gangguan. Bila mike bunyi, dievaluasi. Jangan sampai terjadi lagi. Kalau tidak ada, beli. Jadi perlu berpikir terus, jangan zona nyaman terus.
Saat kolekte jangan lama-lama. Bila banyak pengunjungnya, kolektannya diperbanyak. Kalau firman Tuhan panjang, dinanti-nanti orang, kalau kolekte lama untuk apa?
Perjamuan kudus. Puji Tuhan, sekarang roti & anggur digabung. Tidak ditentukan roti dulu baru anggur. Itu mempercepat. Hikmat harus dipertahankan.
Saat baca pengumuman, untuk warta komisi tidak dibaca. Hanya untuk yang umum saja diwartakan. Karena kalau ada 12 komisi , tiap komisi 1 menit maka perlu 12 menit. Selebihnya baca di warta. Kalau pengumuman 7-10 menit setelah khotbah, yang diingat pengumuman, khotbahnya lupa.
Penutup. Khotbah ditutup dengan perasaan yang gloomy (guilty feeling/ mellow) seharusnya pulang dengan celebration. Maka music harus mendukung (di Karismatik ditanya siapa yang dapat berkat?). Kalau Injili : setelah khotbah , mari kita beri persembahan. Orang pulang setelah berkat. Yang percaya katakana Amin, nyanyi dengna pujian. Buatlah orang pulang dengan positif.

2.       Gereja tempat yang membosankan.  Otak terlatih melihat yang banyak. Di gereja layar tidak bererak, tidak ada singer. Hanya ada liturgos / pendeta Mata yang biasa bergerak melihat hanya 1 titik. Saat khotbah jangan ragu bergerak sedikit. Ini membuat tidak jemaat tidak mengantuk. Kalau tidak bergerak, mata yang terbiasa melihat yang bergerak jadi mengantuk. Gunakan power point, kasih anak muda yang buat. Gunakan potensi anak muda, sehingga khotbah sangat canggih (audio visual). WL dengan singer, serahkan ke anak-anak yang partisipasi.
Penyanyi koor pakai uniform? Sekarang jenuh memandang. Belang-belang tapi indah. Seragam jadi jenuh. Yang penting perubahan paradigma.
Hamba Tuhan berpikir terus.  Semalam kami membawa 50an nasi bungkus untuk tukang-tukang beca dan gelandangan. Ada tukang beca yang parkir dekat tong sampah. Bagaimana bisa laku? Paradigma tidak berubah-ubah, kalau dia berpikir maka pelanggannya lebih banyak. Terus berpikir, jangan diam / status quo. Setahun lalu SAAT pindah, ada yang tanya mau jadi apa? Bukan mewah atau megah, makannya tetap Rp 4.000 / sekali makan , siswa tetap dididik dengan disiplin. Kalau pindah ke tempat baru masih pakai kayu, maka 5 tahun sekali ganti. Ayo berubah.



Lagu Pujian
Gereja Injili / protestan lebih kaya karena bisa menggabung lagu hymne dan kontemporer. Lagu kontemporer bahkan ada yang sebagian diciptakan oleh jemaat dari gereja Injili / protestan.  Contoh pencipta lagu kontemporer dari gereja injili : Jonatan Prawira, Jeffry S Tjandra, VG Yerikho yang berasal dari GKI Samanhudi. Awalnya lagu mereka ditentang oleh majelis sehingga mereka terpencar. Yang penting nyanyikan yang bagus. Lagu hymne bila tidak bagus dinyanyikannya untuk apa?

Khotbah
Gereja injili / protestan lebih kaya. Misal : Matius 6:24 khotbah tentang rasa khawatir. Kalau karismatik, ujung-ujungnya “mammon”. Khotbah ekspository merupakan filosofi berkhotbah yang kemudian bisa disampaikan secara deduktif, induktif, narasi & tekstual. Misal : khotbah ekspositori dengan perikop tekstual dll. Semuanya bersumber dari Alkitab. Kalau diluar Alkitab berarti khotbah pendapat sendiri.
Sekarang ini banyak yang menggunakan cerita. Bahkan dari binatang seperti tikus, beruang digunakan dalam cerita. Cerita bukan alat tapi dapat dipakai untuk membawa kebenaran. Tuhan Yesus sendiri memakai perumpamaan.
Sekarang zaman pragmatis. Hamba Tuhan juga harus menunjukkan kesaksian hidup. Bukan yang sukses saja, tapi juga kegagalan juga disaksikan (bagaimana ditegur).
Pada zaman postmodern, dibutuhkan teladan / bukan teori saja.
Dulu kalau khotbah 7 sesi tanpa cerita hidup kita, yang mendengar tidak bosan, sekarang 2 sesi saja bosan, apalagi yang dengar anak muda.
Terjemahan mandarin. Survei memperlihatkan gereja yang menggunakan bahasa yang diterjemahkan , tidak maju Mendengar 2 bahasa ada time lag (menunggu). Kalau ada bahasa Mandarin, jangan di waktu utama yakni pk 8-9, tetapi pk 6/7 masih ok. Karena ortu yang senang bangun pagi. Kalau ada yang penuh, karena tidak punya alternative lain. Kebaktian prime-time jangan diterjemahkan. Untuk kebaktian yang diterjemahkan, maka penterjemah harus mengikuti irama yang membawakan khotbah (yang diterjemahkan). Demikian juga untuk penterjemah liturgos. Sekarang disebut WL bukan MC. WL tidak boleh banyak komentar, kalau banyak komentar itu pemimpin pujian / dirigen. Sekarang jangan diperintah-perintah (orang sekarang tidak merasa nyaman). WL kasih contoh (jangan atur orang). Saat WL mengatakan,”Mari kita sembah”, dia ikut menyembah. Kebanyakan WL kita komentar, misal : tadi fals di bagian ini. Seharusnya komentar seperti itu merupakan bagian dari belajar lagu bukan kebaktian.
Doa juga tidak langsung. Seharusnya tidak perlu kata-kata, langsung masuk , diiringin music langsung masuk.

Liturgi yang harus ada  (tidak boleh diubah) di GKKK adalah votum, salam, khotbah, pengakuan iman rasuli, doxology dan doa berkat.
Kebaktian kering karena terpotong. Votum-salam, pengakuan iman rasuli lalu pujian terus, sehingga waktu ujian tanpa banyak komentar. Lalu khotbah (jangan tersekat). Untuk kebaktian Mandarin, dapat diajari dulu lagu kontemporer 15 menit sebelumnya. Kebaktian yang ada dipertahankan, yang prime-time yang kontemporer. Yang Old-style pk 6. Hamba Tuhan tidak semuanya menonjol di khotbah. Untuk hamba Tuhan yang menonjol bisa diminta untuk khotbah 1 bulan 2 kali atau seminggu sekali. Yang kurang lebih jarang diminta khotbah misal : 1 bulan sekali dengan harapan persiapan lebih panjang.

Persekutuan Doa
Ibadah dan Persekutuan Doa merupakan kebaktian utama (makanan). Kalau pokok doa mendoakan program kerja, orang tidak datang. Orang datang karena ada kebutuhan. Sehingga pokok doa seperti program kerja diletakkan di akhir. Karena bila tidak seperti abuse jemaat untuk doakan gereja. Format doa : pujian ½ jam dengan WL, singer dan music yang baik baru firman ½ jam dan doa ½ jam.
Biarkan mereka nangis sendiri. Jangan putar-putar doakan program gereja.
Tidak salah bila ada doa (kebaktian) penyembuhan.
Misal  ditanya : Siapa yang ingin didoakan, angkat tangan. Tuhan akan menyembuhkan anda.
Yang perlu berlutut, disediakan bantal. Berikan ruang untuk Allah bekerja. Lalu setelah disembuhkan minggu depan beri kesaksian. Bisa juga yang mau didoakan berdiri di depan, lalu didoakan bersama-sama oleh para hamba Tuhannya.
Doa jangan kering.

Sekolah
Sekolah lebih kontemporer dibanding gereja. Untuk gereja doakan untuk bangku-bangku kosong. Jangan membuat gereja menjadi asing sehingga sulit menangkap anak muda.
Namun demikian : budaya pakai sandal ke gereja di Amerika tidak perlu dicontoh. Hanya kita maklumi budaya anak muda. Kita tetap harus sopan, tapi bukan berarti harus berjas. Biarlah paradigm diperluas (jiwa memaklumi lebih besar), misal : gereja dengan jins.

Lagu
Musik identitas lagu. Jangan ubah kebaktian yang dicintai jemaat. Riset lagu apa yang cocok dengan mereka. Yang penting content nya firman Tuhan. Anak muda ada yang suka dengan Pdt Stephen Tong, namunada yang tidak suka yang perlu diwadahi. Warna gereja Injili adalah beritakan Injil. Yang ditahan bukan tradisi, karena akan selalu berubah. Yang tidak berubah adalah “preach the word”. Khotbah yang terlalu panjang, Tuhan jadi masa lalu, Tuhan tidak eksis. Aplikasinya menghadirkan Tuhan masa sekarang.
Kalau lagu kontemporer, Tuhan hadir dalam hidup sekarang.
Anak sekolah sedikit yang masuk ke GKKK , tetapi banyak yang karismatik.

Gereja kontemporer
Ada di hotel / mal, ini langkah cerdik terhadap respon. Kita kalau pakai pola lama, mulai dari pos, lalu kirim penginjil. Dari 10-20 jemaat. Penginjil yang keluar ganti yang baru terus begitu sampai 20 tahun, baru jadi gereja dengan anggota 120 orang.
Orang kontemporer tidak mulai dengan ruko / pos. Langsung dirikan gereja. Hari ini orang tidak mau datang ke pos tapi ke gereja. Pos PI harus dinamakan gereja bukan Pos PI.
Kelemahan pakai sekolah untuk gereja : kalau yang diundang orang yang menengah ke atas untuk datang ke aula sekolah, sekali datang kemudian tidak datang lagi. Apalagi kalau ke tolit SD.
Sedangkan kalau di mal , banyak yang belajar bahasa Inggris dan lain-lain (banyak yang senang ke mal).
Jangan lagi beli ruko, itu seakan-akan tempat restoran coba-coba. Sekarang masuklah ke mal seperti CP.
Untuk khotbah kirim WL dan pengkhotbah yang terbaik. Saat launching berikan yang terbaik supaya datang kembali.
Jangan ragu mentahbiskan penginjil jadi pendeta. Yang cukup baik, dorong jadi pendeta.
“Kurikulum” harus terus diganti, tapi visi dan misi tetap.
Dukung guru punya ipad. Buat jemaat bangga jadi bagian dari Kalam Kudus.