Wednesday, October 24, 2012

Iman dan Penderitaan




Pdt Yohanes Adri Hartopo

Ayub 1:1-22
1:1 Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
1:2 Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.
1:3 Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
1:4 Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka.
1:5 Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.
1:6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
1:7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
1:8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
1:9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?
1:10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.
1:11 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
1:12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.
1:13 Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
1:14 datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya,
1:15 datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:16 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:17 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:18 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
1:19 maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,
1:21 katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.

Orang bergama bisa digolongkan ke dalma 2 golongan : Golongan pertama : golongan yang memakai / memanfaatkan agama. Kelihatannya beragama, tetapi agama dipakai sebagai alat mencapai tujuan. Misalnya : beragama supaya tidak dianggap orang ateis. Misalnya : beragama supaya meninggikan status sosial. Beragama supaya diberkati hidup. Beragama supaya tidak susah hidup, bisnis bisa lancar. Agama seperti ini disebuat sebagai agama yang bersifat ekstrinsik. Golongan yang kedua : golongan yang betul-betul menghayati agamanya. Ia bukan memperalat agama. Ia beragama ,, karena ia tahu ini bagian hidupnya yang penting. Ia beribadat menyembah Allah karena tahu Allah penting dalam hidupnya. Agama seperti itu disebut sebagai bersifat intrinsik.

Kita membaca cerita Ayub di atas yang sangat tidak asing bagi kita. Secara khusus perhatikan tuduhan Setan terhadap Ayub. Apa yang setan katakan kepada Allah tentang Ayub. Menurut Setan : Ayub itu munafik. Ayub itu saleh , jujur , takut akan Tuhan karena Tuhan memberkati hidupnya. Maka Ayub berkata, ambil semua berkat itu maka ia akan kehilangan kejujuran dan kesalehan hidupnya. Jadi setan menuduh, kalau berkat diangkatmaka akan keliaht kepalsuan dari Ayub. Dengan kata lain, setan ingin membuktikan pada Allah, agama dan iman Ayub bersifat ekstrinsik. Ayub beriman, beragama , beribadah karena punya tujuan lain. Itu tuduhan setan. Tetapi tuduhan setan ternyata salah. Ayub ketika harta termasuk anak-anaknya diambil Tuhan, ia tidak mengutuki Allah tetapi memuji dan menyembah Allah. Di sana Ayub memuji dan menyembah karena bukan berkat Allah. Bukan karena side effect karena diberkati. Katakanlah, sepasang pasutri yang telah menikah kalau dikatakan saling mencintai , tiba-tiba hidupnya berubah drastis karena bangkrut total. Baru sang istri tidak mau hidup dengan suami yang miskin, meninggalkan suaminya, maka kita akan mengatakan bahwa istri tidak mencintai suami. Tetapi mencintai harta. Pada waktu harta tidak ada, ia tinggalkan suaminya. Dengan kata lain, istri semacam ini menghargai harta lebih dari suaminya. Perhatikan Ayub, Ketika harta miliknya termasuk anak-anaknya diambil, ia tidak mengutuk dan meninggalkan Allah. Berarti bagi Ayub , Allah yang memberi itu lebih penting dari pemberianNya. Bagi Ayub, Allah jauh lebih berharga dari yang lain. Jadi kalau ditanya, kenapa Ayub bisa saleh dan takut akan Tuhan dalam hidupnya, bukan karena diberkati Tuhan tetapi karena Tuhan sendiri. Ia menjadi saleh dan takut akan Tuhan bukan karena terima terus berkat dalam hidupnya. Ia bisa saleh dan jujur karena hubungan dan kedekatan dengan Allah. Kenapa kebenaran ini penting direnungkan? Mengapa kita harus belajar Si Pemberi lebih penting dari pemberiannya? Penting karena bila urutannya terbalik akan berbahaya bagi kita dan Ayub ketika ujian datang. Kalau syukur dan iman dilandasi berkat maka saat tidak ada maka syukur dan iman juga akan hilang. Tetapi perhatikan Ayub tetap bisa berkata , terpujilah Tuhan. Menyembah dan memuji Allah saat sulit tidak mudah. Jangan lupa, penderitaan Ayub merupakan penderitaan yang sangat hebat. Dlaam waktu singkat, segala sesuatu berubah drastis. Dari keadaan lancar, baik ,s ehat menjadi buruk. Jelas itu sangat memukul Ayub. Maka dikatakan di ayat 20, ia langsung mengoyakkan jubah dan mencukur rambutnya. Itu tanda ia sangat berduka dan sangat sedih. Kita dapat pelajaran di sini, orang boleh berduka. Kita tidak bis amengatakan, bila menderita saat susah, kurang beriman. Orang berduka dan sedih belum tentu ia orang tidak beriman. Ayub menyoyakkan jubah dan mencuku kepala tetapi ia tersungkur dihadapan Tuhan. Duka cita bergabung dengan iman dan pujian kepada Tuhan. Maka bisa ia katakan , terpujilah Tuhan. Ia mengatakan kalimat itu ditengah dukacita yang mendalam. Ketika mengatakan , terpujilah Tuhan ia tidak anggap enteng penderitaan itu. Di tengah penderitaan hebat ia bisa mengatakan hal itu. Karena keyakinan dan kepercayaan kepada si Pemberi dari pemberiannya, itulah yang menopang kehidupan Ayub. Perhatikan pengalaman Ayub tentang siapa Tuhan. Itu terlihat dari kalimat yang diucapkan, Tuhan yang memberi , Tuhan yang mengambil. Kalimat pendek tetapi mengandung pengelanan Ayub terhadap Tuhan. Pertama Ayub mengakui Tuhan memiliki segala sesuatu . Ia memiliki , memberi dan yang mengambil. Ayubmenyadari segala sesuatu datanganya dari Allah, maka ia katakan dengan telanjang aku datang ke dunia dan dengan telanjang juga akan meninggalkan dunia. Aku datang ke dunia tidak bawa apa-apa, nanti juga tidak bawa apa-apa. Artinya, masa selama ia datang dan pergi lagi, apa yang ia punya bukan milik ia. Itu ada karena Tuhan memberi dan menyediakan. Itu semacam titipan Tuhan yang bersifat  dari masa ia telanjang datang sampai nanti ia pergi.

Dalam perspektif manusia, saya punya, itu punyaku. Ak yang kerja, usaha dan itu milikku. Tetapi kitab Ayub mengajar kita melihat dari perspektif surgawi. Sebenarnya itu bukan milik kita. Tetapi tidak sedikit oran gmenganggap yang hal yang dimiliki di dunia mutlak milkinya bukan milik Allah. Maka pada waktu diambil oleh Allah, ia jadi marah. Akan menganggap Allah sebagai pencuri, perampok yang mengambil milikku. Tetapi bila kita menyadari segala sesuatu milik Allah , maka ia mungkin sedih kalau hal milik Allah diambil kembali ia sadar itu hanya titipan dan diambil kembali oleh Allah. Ayub memang sangat berduka karena kesulitan dan penderitaan hidupnya. Tetapi ia tetap berkata, terpujilah Tuhan, Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil. Maka ia tidak pernah mengutuki. Ia tidak pernah menganggap Allah pencuri dan perampok. Karena ia tahu, itu memang milik Allah dan sekrang diklaim kembali oleh Allah.

Kedua, kita melihat dari kalimat Tuhan memberi dan Tuhan mengambil, Tuhan pemilik itu adalah Tuhan yang berdaulat. Allah yang punya hak, kapan ia beri dan punyahak kapan ia amibl. Perhatikan, kalau kita baca kitab Ayub, kita mungkin tidak merasakan kesedihan yang dialami Ayub. Karena kita tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Membaca kita Ayub, kita tahu karena sebelumnya kita tahu Tuhan memberi ijin setan untuk menguji ia. Kita diberitahu sebelumnya apa yang terjadi. Tetapi jangan lupa, Ayub tidak tahu hal itu. Ayub tidak diberi tahu, ini ada setan yang menguji kamu. Ayub tidak pernah tahu , ada setan meminta ijin mengujinya. Allah menceritakan kepada kita, tetapi tidak ceritakan ke Ayub, maka di sini letak pergumulan yang hebat dalam Ayub. Sepertinya Allah diam. Sepertinya Allah tidak melakukan apa-apa. Ini menjadi pergumulan hebat bagi Ayub. Karena seringkali oran g menderita ada apa ini? Ada pa si? Kalau kita diberitahu jawabannya, munkin kita lebih lega. Ayub tidak diberi jawaban dan diberittahu apa yang terjadi. Tetapi ditengah ketidak tahuan dan ketidak mengertian ia, tetapi ia bisa berkata, Terpujilah Tuhan. Ia yang memberi dan Ia yang mengambil. Terpujilah Tuhan. Ayub tidak menuntu Allah karena melakukan hal yang tidak patut. Ia berhak protes dan menuntut jawaban. Tetapi tidak dilakukan oleh Ayub.

Saya punya seoran gteman yang sekarang tidak mau ke gereja lagi. Dulunya sebelum menikah, masih mudah sangat rajin beribadah. Kapan ia tidak mulai ke gereja? Ketika lahir anak pertama. Dan anak itu lahir cacat. Dan tidak bisa disembuhkan. Maka usia remaja, anak itu tetap duduk di kursi roda. Ketika ditanya, tidak mau datang ke gereja lagi? Ia menjawab, saya begitu mengasihi dan setia kepada Tuhan. Kalau Tuhan baik mengapa kasih anak seperti ini kepada saya? Kalau Tuhan ada, maha pengasih dan penyayang kenapa tidak sembuhkan anak saya. Karena seprti nya Tuhan diam saja, maka saya putuskan tidak mau menerimanya lagi. Persis seperti istri Ayub. Kutiklah Allah. Ngapain percaya kepada Allah seperti itu? Kutukilah Allah seperti itu. Respon istri Ayub sangat umum terjadi dalam kehidupan manusia. Tetapi Ayub tidak , ia bahkan berkata ke istrinya, apakah kita hanya mau menerima yang baik dari Allah tetapi tidak yang buruk. Ayub tetap percaya kepada Allah baik dalam hal yang baik mauun buruk. Ia tidak mengerti dan tidak dapat jawabannya, tetapi ia tetap trust kepada Allah. Ia tunduk kepada kedaulatan Allah. Tetapi tunduk jangan diartikan sudahlah Allah begitu kuat dan saya tidak bisa apa-apa. Tunduk tidak dalam pengertian itu. Tetapi Allah yang berdaulat adalah Allah yang baik. Kedaulatan Allah tidak dapat dipisahkan dengan kasih dan kebaikan Allah. Kalau kedaulatan Allah dipisahkan dengan kasihnya, maka Allah sepertinya otoriter. Tetapi bila kedaulatan dibarengi dengan kasih dan kebaikan , maka kita akan tunduk kepada Allah.Sama seperti kata Yusuf, engkau mereka-rekakan kejahatan kepadaku, tetapi Tuhan mereka-rekakan kebaikan. Di AS ada seorang bapa bernaam Wilson Johnson, Bekerja di sebuah perusahaan , cukup lama kerja di sana. Di dalam usia tidak muda, ia terkena PHK. Jelas tergoncang sekali, Mungkin ada masalah dengan perusahaan sehingga ia ikut terkena PHK. Bagi keluarga mereka, pukulan yang besar karena kepala keluarga kehilangan penghasilan. Ia jujur dalam kesaksiannya : saya sangat terguncang saat itu. Tetapi ia belajar untuk tetap beriman. Ia mencoba mencari kerja dan usaha yang baru. Ternyata usaha baru yang ia jalani berkembang. Yaitu ia memulai usaha perhotelan. Mulai dari kecil sampai usahanya menjadi besar . Bahkan membuka cabang di berbagai kota di AS dan seluruh dunia yakni hotel Holiday Inn. Pendirinya Wilson Johnson. Pada waktu saya di PHK saya tidak mengerti mengapa saya dipecat. Tetapi waktu terus berjalan, Tuhan punya rencana yang indah sehingga saya berada pilihan yang ada saat ini. Tetapi harus tunggu cukup lama. Sama seperti Ayub juga. Saat katakan, terpujilah Tuhan ia memberi dan mengambil, tidak langsung keadaannya menjadi lebih baik. Iman Ayub yang mengatakan itu tidak seperti tombol yang mengubah hidupunya. Ia harus lewati proses yang cukup lama untuk lihat mengapa Tuhan ijinkan hal ini. Cerita Ayub merupakan cerita yang jadi berkat bagi jutaan orang di dunia . Ayub tidak pernah tahu, kisahku menjadi inspirasi bagi jutaan orang di dunia. Pelajaran yang bisa ditarik dari pengalaman Ayub : kembali pada pembukaan tadi. Agama dan iman Ayub bukan ekstrinsik. Ia tidak beragama, beribadah, beriman agar hidupnya terus diberkati. Tetapi agama atau imannya bersifat instrik dan meresap masuk dalam hidupnya. Itu terbukti sesuatu : Allah lebih penting dari segala sesuatu milik Ayub. Yang paling penting dalam agama kita, bagaimana kedekatan hubungan kita dengan Allah. Kita perlu bertumbuh dengan pengenalan kita kepada Allah. Kenapa tetntang Allah. Karena seringkali dalam penderitaan , banyak hal yang idpertanyakan. Kenapa Allah lakukan ini pada Allah. Kenapa terjadi pada saya dan bukan orang lain yang menderita Ada yang lebih jahat mereka tetap baik tetapi saya menderita. Saya setia begitu rupa, kenapa Ia lakukan saya seperti ini. Saat kesulitan, sering kali konsep tentang Allah berubah. Bisa menganggap Allah tidak kasih, tidak adil, tidak peduli dlsbnya. Maka kunci kemenangan terletak pada pengenalan akan Allah. Pengenalan Ayub akan Allah menjadi penopang ketika terjadi penderitaan dalam hidup.

Pengenalan dan hubungan Ayub dnegan Allah tidak dimulai saat krisis datang. Bukan ketika ujian menghantam hidupnya, ia perlu Tuhan. Ia tidak disadarkan perlunya Tuhan saat kesulitan hadir. Pasal 1 , pengenalan dan hubungan yang benar dimulai saat dalam keadaan baik, sukses dan lancar. Dikatakan, ia mempersembahkan korban bakaran unttuk eepengampunan dosa anggota keluarganya. Waktu krisis belum terjadi, ia sudah benar-benar berhubungan dengan Allha. Itulah yang menopang dia, saat krisis datang. Orang yang tidak berhubungan dengan Allah dalam keadaan baik, maka ia tidak berhubungan baik dengan Allah saat krisis datang. Orang yang ketika keadaan baik, tidak membangun hubungan dengan Allah, tidak punya hubungan yang menopang saat kesulitan datang. Maka hubungan Allah tidak menunggu kritis datang lebih dahulu. Tetapi dimulai ketika sedang baik-baik saat ini. Dan itu menjadi penopang kita, menghadapi realita hidup yang tidak mudah.

Saya punya teman yang meninggal 4 tahun lalu, seorang ibu yang sering jadi penterjemah. Ia kena kanker, menjalar dan mati. Ia ibu RT biasa, tetapi imannya luar biasa kepada Tuhan. Memang betul ia sedih, terpukul saat didiagnosa menderita kanker tahap akhir. Tetapi ia seperti Ayub tidak pernah mengutuki Allah. Saat masa kritis, semangat pelayanan makin luar biasa. Saya ingat beberapa bulan sebelum  meninggal Jumat Agung, saya dijadwalkan khotbah di gereja dia. Ia dijadwalkan penterjemahnya ia, tetapi saat tiba di gereja diberitahu penterjemah diganti karena ibu itu kesehatan sangat merosot dan ia tidak bisa berjalan lagi. Ia harus duduk di kursi roda. Maka saya mengerti keputusan gereja menggantinya sebagai penterjemah. Tetapi sebelum kebaktian dimulai, gembala sidan gmembisiki sesuatu dengan saya, ia tahu hubungan saya dengan ia cukup dekat. Pak Yohane ssaya mau megntakan seusaut, Tadi malam ia telpon, minta supaya ia tetap menterjemahkan. Padahal waktu itu kesehatannya sangat merosok sekali. Hati saya terharu. Di dalam keadaan , tidak bisa pelayaan , ia mau persmebahkan hidu puntuk Tuhan. Sejak saati itu saya tidak pernah diterjemahkan lagi. Beberapa bulan kemudian, ia meninggal. Saya berkata ke suaminya, istri bukan Hamba Tuhan, majelis, punya jabatan digereja, hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tetapi saya belajar banyak selama mengenal dia. Saya tahu karena iman ia yang kuat menopang hidupnya. Saya kenal ia , karena ia benar-benar cinta Tuhan sebelum kanker mengerogoti tubuhnya. Dlaam keadaan segala sesuatu baik, ia sudah membangun hubungan dengan Tuhan. Hubungan itu yang menopang ia, saat ia mengalami krisis sampai ia mati. Saya rindu kita bangun hbungan bukan saat kritis datang, bukan disadarkan saat Tuhan Yesus datang, tetapi mulai dara sekarang , ketika bleum menderita. Ketika krisis belum datang. Itu menjadi penopang saat krisis datang.

No comments:

Post a Comment