Sunday, June 17, 2018

Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan





Ev. Putra Waruwu

Amsal 16:1-9
1  Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN.
2  Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.
3  Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.
4  TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.
6  Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi kejahatan.
7  Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan dia.
8  Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan banyak tanpa keadilan.
9  Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.

Pendahuluan

              Ketika membaca dan mempersiapkan khotbah dengan tema “Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan”, saya teringat dengan suatu pengalaman 10 tahun lalu saat saya bergabung dengan klub pramuka di sekolah. Kegiatan pramuka itu berkaitan dengan alam. Saat akan pergi ke suatu tempat seperti hutan atau suatu lokasi pemukiman penduduk, maka kita diwajibkan utnuk membawa seluruh perlengkapan secara lengkap seperti ransel, buku catatan, alat tulis, makanan, minuman dan tongkat. Di samping itu ada satu benda yang wajib dibawa yaitu kompas. Seorang kakak pembina mengajarkan,”Saat tersesat taruh kompas di telapak tangan dengan posisi yang benar dan lihatlah ke mana arah Utara. Benar tidaknya ikuti arah Utara”. Dalam pembinaan pramuka dikatakan Utara sebagai arah yang benar. Jadi kalau kita tersesat kita gunakan kompas sebagai penunjuk jalan. Kompas adalah suatu alat kecil , yang harus diletakkan di tangan dan saat tersesat bacalah petunjuknya  dengan baik. Kalau salah baca maka kita akan semakin tersesat. Itu zaman dahulu. Saat ini mungkin kita tidak lagi menggunakan kompas (kecuali mungkin dalam dunia pelayaran) dan menggantikannya dengan GPS. Dengan menggunakannya, kita tidak bingung kalau mengunjungi suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi. GPS bukan hanya menunjukkan lokasi yang akan kita pergi, atau memperlihatkan mana rute yang macet tetapi dia mampu menuntun kita dari berangkat sampai tiba . Bahkan GPS berkata,”Bersiaplah untuk mengemudi. 100 meter ke depan belok kanan. 100 meter di depan ada polisi”.  Dari sesuatu yang kecil dikembangkan menjadi sesuatu yang memiliki manfaat yang besar.
              Dari kedua contoh itu, pertanyaannya adalah ,”Apakah Tuhan telah menjadi kompas, GPS dan penunjuk jalan dalam kehidupan kita?” Tema kita “Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan”. Bagian ini dikutip dari Amsal 16:1-9. Amsal adalah kitab yang tentang berisikan pengajaran dan hikmat kehidupan. Kitab Amsal ditulis oleh Raja Salomo (pengamsal) yang penuh hikmat. Pengamsal dalam setiap suratnya seringkali menyinggung masalah kehidupan sehari-hari seperti masalah moral,  etika, sosial, ekonomi. Dalam hikmat Tuhan yang diberikan ke Raja Salomo, Tuhan ingin mengungkapkan ke kita bahwa masalah manusia dari zaman ke zaman tetap sama. Firman Tuhan telah jauh lama ditulis tetapi masih relevan dengan kehidupan kita hari ini.
             
Kita lihat Raja Salomo yang dekat , intim dengan Tuhan dan tahu akan apa yang dia minta kepada Tuhan. Ketika diberikan kesempatan untuk meminta, ia hanya meminta untuk bisa membedakan mana yang baik dan jahat. Itulah hikmat. Tetapi kita harus menyadari bahwa hari ini kita ada di dalam dunia yang tercemar dosa. Segala sesuatu tidak lagi berjalan dengan apa yang Tuhan mau tetapi berjalan sesuai dengan apa yang saya mau. Untuk itu jauh-jauh hari, pengamsal dalam hikmat Tuhan menuliskan bagian ini. Sebab hari ini kita melihat banyak kekacauan moral, ketiadaan norma dan etika di sekitar kita. Untuk itu kita kembali diajar , ditegur dan diingatkan untuk bisa memaknai hidup ini dalam hikmat yang benar yaitu hikmat yang didasarkan oleh takut akan Tuhan. Bila beroleh hikmat Tuhan maka kita akan mudah untuk memahami tema hari ini.

3 bagian penting dari renungan kita hari ini : mengapa kita harus mempercayaiNya, apa yang membuat kita percaya kepada Allah yang demikian dan bagaimana kita harus percaya kepada Dia ketika ia berkata “Kemana Aku Menunjuk di situ Aku membuka jalan?”

1.       Allah yang menguji hati

Amsal 16:1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. Bagian ini menunjukkan ke kita bahwa setiap manusia punya kemampuan untuk memikirkan , merencanakan, mencanangkan dan mencari solusi dari persoalan yang sedang kita hadapi. Pada bagian ini pengamsal tidak merujuk pada 1 masalah kehidupan tetapi semua masalah yang kita hadapi dalam hidup seperti masalah pribadi, relasi dengan Tuhan, keluarga, perekonomian, pekerjaan, relasi  dan semuanya di mana saat menghadapi masalah, kita mampu menimbang dan memikirkan solusi dari persoalan yang sedang kita hadapi. Manusia bisa menimbang dalam hati tetapi jawaban lidah berasal dari Tuhan.
Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri. Saya melihat beberapa terjemahan ayat 2. Dalam terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari dikatakan bahwa umumnya orang berkata bahwa saya baik-baik saja. Saya tidak melakukan dosa, kesalahan, dekat dengan Tuhan, aktif beribadah, pelayanan melakukan persembahan, saya baik-baik saja. Tidak ada masalah dengan iman, kerohanian dan hidup dengan Tuhan. Semua orang bisa berkata demikian. Bagaimana pagi ini? Baik. Tetapi dalam hati, siapa tahu? Tuhan menguji hati. “Menguji” artinya menilai hati kita, menilik hati kita dan melihat hati kita. Seberapa dekat kita dengan Tuhan itu tidak dapat dibuktikan dengan kegiatan rohani kita. Dekatnya kita dengan Tuhan lebih terlihat ketika kita sendiri ketika berada dengan Tuhan. Tuhan yang menguji dan menilik hati. Hati dalam bagian ini adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Ketika kita disinggung, disakiti dan dikecewakan yang sakit adalah hati kita. Hati yang sakit dan terluka. Hati yang terluka itu yang Tuhan nilai dan lihat. Hati kita dilihat dan ditilik agar kita rendah hati untuk mengikuti kehendak Tuhan. Tuhan mau menilik dan menguji hati kita seperti air mencerminkan wajah demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu sendiri. Luapan dari hati terwujud melalui air muka, wajah dan kehidupan kita. Tuhan tahu isi hati kita. Tuhan tahu apa yang sedang kita gumulkan dan nantikan.
         Senin lalu seorang teman ingin berbagi cerita. Namun karena mengikuti pelatihan selama 3 hari dan malam, maka saya harus menunda sampai selesai pelatihan. Baru Jumat sore saya mengontaknya. Dia pun bercerita bahwa ia sedang bergumul dengan pekerjaan dan ia sudah melamar di beberapa perusahaan. Sudah banyak panggilan untuk diinterview tapi tidak satu pun yang dipanggil untuk bekerja. Dia berkata, “Saya sudah berdoa dan berharap kepada Tuhan. Saya sudah berusaha mencari informasi dan saya melakukan itu semua tapi sampai hari ini tidak satupun jawaban dari doa itu terwujud.” Dia berpikir yang tidak-tidak. Dia merasa iri dengan temannya yang lebih mudah mendapat pekerjaan. Ia bertanya,”Mengapa dengan saya?” Saya hening sejenak dan tidak mau menjawab. 10 menit kemudian saya membalas, “Bolehkah saya merespon apa yang menjadi bahan pembicaraan kita?” Dia pun membolehkan. Saya terus mengatakan,”Coba lagi cari informasi dan tetap sabar.” Dia menjawab, “Saya sudah coba semuanya tetapi Tuhan belum membuka jalan untuk saya.” Ketika berkomunikasi dengan dia, saya ingat Tuhan (Tuhan yang menguji aku). Mungkin saat ini Tuhan tidak sedang membawa engkau untuk menerima jawaban dari doa-doamu. Tetapi mungkin saat ini Tuhan sedang menuntun engkau membangun kehidupan kerohanian di hadapan Tuhan. Dia berkata, “Sebentar.. Saya coba pikir”. Mungkin saat ini Tuhan juga tidak sedang membawa kita untuk menikmati dan menerima jawaban pergumulan hidup kita, tetapi mungkin Tuhan sedang membawa kita untuk membangun kerohanian kita bersama Dia. Kemana Allah menunjuk di situ tanganNya membuka jalan. Sebelum kita  menerima jawaban dari doa-doa kita, lebih dahulu kita dituntun untuk membangun kerohanian bersama dengan Tuhan. Seberapa banyak waktu yang kita berikan bersama Tuhan dalam keseharian kita? Pagi, siang , malam lengkap bersama Tuhan? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah itu semua sebatas rutinitas ataukah kerinduan kita? Sebelum menyampaikan khotbah ini, saya juga belajar,”Tuhan,  apa yang Engaku ingin tegur dari saya melalui tema ini?

2.     Dia adalah Allah yang berprakarsa.

Allah yang memiliki ide, tujuan, mencanangkan segala sesuatu untuk kita maka Ia berani berkata,”Ke mana Aku menunjuk, di situ tanganKu membuka jalan. Amsal 16:3 Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu. Kata “serahkanlah” di sini tidak sebatas, “Tuhan ini aku” lalu selesai. Tidak. Tetapi maksudnya percaya dan mempercayakan. Jadi seutuhnya kita berikan kepada Tuhan. Itulah arti kata “perbuatan” dalam bagian ini. Serahkanlah perbuatanmu dan percayakanlah segala pengharapanmu kepada Tuhan. Kalau dipikir mengapa kita dituntut untuk menyerahkan segala perbuatan dan percayakanlah segala pengharapanmu kepada Tuhan? Karena kita manusia yang seringkali tidak mau menyerahkan kepada Tuhan. Kita manusia seringkali mengandalkan kemampuan yang kita miliki, seakan-akan Tuhan menjadi yang kedua dalam hidup kita. Supaya kita bisa menjawab tema ini, maka kita harus mempercayakan seluruh pergumulan kita kepada Tuhan. Salah satu sifat manusia, tidak mau dipandang remeh. Anak kecil pun tidak mau dipandang remeh. Itulah manusia. Dan di hadapan Tuhan terkadang kita berkata,”Tuhan aku bisa! Tuhan aku mampu!” Kadang kita tidak melibatkan Tuhan apalagi kalau segala sesuatu sudah biasa kita lakukan dan selesaikan. Sepertinya tidak ada masalah. Tetapi Tuhan menuntut serahkanlah segala perbuatanmu kepada Tuhan. Dengan mengandalkan pengalaman diri untuk melewati semua persoalan hidup dengan mengandalkan segala sesuatu yang kita memiliki , itu sama saja membuat kita menjadi orang y ang memandang kecil arti Tuhan dalam kehidupan kita. Siapa yang mempercayakan diri pada kekayaannya akan jatuh dan siapa yang mempercayakan diri kepada manusia suatu saat pasti kecewa sebab manusia tidak lebih seperti hembusan nafas. Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, kekuatan diri sendiri dan hatinya menjauh dari Tuhan. Ketika kita dituntut untuk menyerahkan seluruhnya pada Tuhan, maka saat itu seharusnya hati kita akan tenang, tidak ada keraguan dan ketakutan, tidak ada sungut-sungut dan kekawatiran. Tetapi keduniawian  kita jauh lebih kuat daripada kerohanian kita. Kita sudah menyerahkan kepada Tuhan, tetapi mengapa jawaban Tuhan lama? Di situ kita bisa menilai diri kita di hadapan Tuhan, tidak usah jauh-jauh. Kalau mau ikut Tuhan, maka serahkan semuanya kepada Tuhan.
Seorang dokter bedah bertanya kepada rekannya, “Dok, operasi apa  yang paling hebat yang pernah dokter lakukan?”. Dokter rekannya ini berkata,”Semua operasi yang saya lakukan pasti menuntut keahlian, kesabaran dan ketelitian yang tinggi.” Tetapi dokter yang bertanya  melanjutkan,”Saya minta satu saja yang paling hebat dalam karir dokter”. Kemudian dokter yang ditanya ini teringat akan kejadian ketika ia mau melakukan operasi terhadap seorang gadis kecil yang berusia 10 tahun. Kemungkinan hidupnya hanya 10%. Dokter ini saat itu berada dalam pergumulan berat. Ia sedang menghadapi banyak persoalan. Ia melihat segala perawat sedang mempersiapkan segala sesuatu dan membawa pasien ke meja operasi. Sebelum dilakukan operasi, anak kecil bertanya, “Dok, bolehkah saya bertanya sesuatu?” “Silahkan saja. Apa yang ingin kamu tanyakan?”, jawabnya. “Dokter, setiap malam sebelum tidur saya berdoa. Sekarang sebelum operasi , saya juga mau berdoa. Bolehkah saya berdoa?” “Baiklah. Silahkan engkau berdoa dan engkau memang harus berdoa. Tetapi jangan lupa doakan juga saya”,jawabnya. Lalu gadis kecil ini berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan. Selesai berdoa dan ia berkata,”Amin”. Lalu dokter ini melihat apa yang dilakukan anak kecil ini. Setelah melihat apa yang dilakukan anak kecil ini, dokter ini pun mulai berdoa kepada Tuhan untuk menolongnya dalam tindakan yang akan dilakukan. Selesai berdoa dan dalam pemeliharaan Tuhan, gadis kecil beroleh pemulihan sehat kembali. Boleh pulang ke rumah dan ia bisa beraktivitas kembali. Tetapi yang menarik adalah ketika dokter ini memiliki kesaksian dari apa yang ia temui bersama dengan gadis kecil ini, pernyataannya kepada rekannya,”Sesungguhnya sayalah pasien yang menjalani operasi iman pada saat itu”. Gaya hidup gadis kecil yang sederhana dan meminta satu kesempatan berdoa, telah mengubah pola pikir dan kehidupan dokter ini. Dokter ini berkata,”Ketika kita menyerahkan seluruh masalah dan beban hidup kita kepada Tuhan maka Ia akan memulihkan dan menolong kita.”
Tuhan menunjuk dan membuka jalan tidak selalu pada apa yang kita inginkan tetapi Dia menunjuk dan membuka jalan pada apa yang Dia mau. Dokter ini dibukakan Tuhan tentang kerohanian bersama dengan Tuhan. Adakah kita siap iman kita dioperasi oleh Tuhan? Ataukah kita masih bersikeras untuk jalan pada apa yang kita mau? Kalau kita mau mengikuti jalan Tuhan dibutuhkan kerendahan hati. Ayat 5 berkata Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman. Ayat ini sebenarnya memukul kehidupan kita. Mengapa? Karena kita adalah orang sombong di hadapan Tuhan ketika kita tidak mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Kekejian adalah lawan , musuh dan ada pertentangan dengan Allah. Siapakah kita sehingga kita bisa tinggi hati dan menyombongkan diri di hadapan Tuhan? Bukankah kita di hadapan Tuhan hanya sebatas  hembusan nafas? Orang yang senantiasa mengandalkan dan melibatkan Tuhan adalah orang yang menyadari bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa di luar Tuhan. Orang yang mau mengandalkan Tuhan adalah orang yang selalu merasa sangat membutuhkan  Tuhan. Tiada hari dan waktu tanpa Tuhan, selalu butuh Tuhan. Ketika kita dekat dengan Tuhan  maka kita akan dibukakan jalan kemana untuk melangkah.

3.     Allah yang berotoritas.

Hati manusia memikirkan jalannya tetapi Tuhanlah yang menentukan arahnya. Bagian ini menarik. Ayat 1 dibuka dengan “hati” dan ayat 9 ditutup dengan “hati”. Ayat 1 dikatakan “manusia menimbang-nimbang”, ayat 9 dikatakan “manusia memikir-mikirkan”. Berarti manusia berada di satu posisi lebih menempatkan kemampuan dan kekuatan diri yang diawali dari keadaan manusia dan ditutup lagi dengan keadaan manusia dan disimpulkan dengan kalimat “Tuhanlah yang menentukan arah”. Manusia boleh merencanakan tetapi Allah yang menentukan. Ini adalah sebuah pernyataan yang tegas bahwa sehebat dan sekuat apapun kita, kita tidak akan pernah bisa melawan kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Kita boleh punya rencana (planning) jauh-jauh hari tetapi tetap melibatkan Tuhan.
Ketika kita diskusi di persekutuan pemuda beberapa bulan lalu dengan tema tentang “planning”, saya katakan, “Terkadang manusia lupa Tuhan di awal rencana tetapi meningat Tuhan di akhir rencana yaitu ketika rencananya gagal total. Saat gagal lalu menyalahkan Tuhan. Pertanyaannya : “saat menyusun rencana di awalnya, apakah engkau melibatkan Tuhan?” Jangan salahkan Tuhan ketika rencanamu tidak berwujud! Atau kita libatkan Tuhan di awal tapi ujung-ujungnya juga tidak berhasil, bisa jadi itu bukan yang Tuhan mau untuk kita lakukan, tetapi kita paksakan dan tuntut diri dengan alasan kita libatkan Tuhan dalam perencanaan kita. Mungkin kita bisa mencoba dan mencapai sesuatu yang kita inginkan hingga tingkat tertentu, tetapi segala sesuatu rencana yang tidak berjalan seperti apa yang Tuhan mau, tentulah tidak sebaik seperti ketika kita berjalan sepenuhnya seturut kehendak Tuhan. Hati dan pikiran kita bisa berpikir pada jalan yang menurut kita terbaik, tetapi di atas segalanya Tuhan lebih tahu apa yang terbaik bagi kita karena Dia yang membentuk kita dan Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Kita tanah liatnya Tuhan, mau dibanting, ditekan, dinjak-injak dan mau dihancurkan lagi, itu haknya Tuhan. Saya bukannya mau menakuti-nakuti, tetapi kalimat yang berkata tangan Tuhan membuka jalan Tuhan itu tidak selalu pada hal-hal yang bahagia. Tetapi jalan Tuhan kadangkala sakit, susah, korban hati, perasaan, pikiran dan materi, tapi itu yang Tuhan mau untuk kita jalani dan lewati. Kita tidak sedang bicara bahwa mengikuti Tuhan akan bahagia. Jalan yang diberikan Tuhan selalu baik-baik saja ibarat tol yang tidak ada macetnya. Tetapi di balik itu ketika memikirkan jalan Tuhan, jalan yang mana dulu? Jalan yang menegur, menyemangati kita atau jalan yang seperti apa? Itu yang Tuhan mau katakan bagi kita. Aku dan engkau bisa memikirkan tetapi Tuhan yang menentukan jalan. Bagaimana supaya segala sesuatu tidak menjadi sia-sia? Kalau begitu apakah kita tidak boleh membuat rencana karena Tuhan yang tentukan? Benar Tuhan yang menentukan, tetapi kita punya kemampuan untuk bisa memikirkan apa yang bisa kita perbuat dengan terang firman Tuhan. Mulai bangun keintiman bersama Tuhan melalui ucapan syukur, pujian, ketaatan dan kesetiaan di dalam doa kepadaNya. Itu yang perlu dibangun untuk menjadi pribadi yang siap menjawab kalimat ini. Rasul Paulus berkata, “Orang-orang yang telah diciptakan dan dijadikan menjadi manusia baru tidak lagi mengeraskan hati dan mau membiarkan Allah untuk membentuk dan mengajar kita”. Saya yakin saat memutuskan sesuatu , kita bertanya kepada orang lain (suami, istri, anak, pendeta, hamba Tuhan  dll) tetapi dalam kesendirian kita saya yakin ada kata yang dari hati nurani. Coba pikirkan itu, Tuhan juga bisa memakai itu untuk membawa kita kepada jalanNya Tuhan. Jangan keraskan hati tetapi lembutkan hati. Kalau kita keras di hadapan Tuhan, maka terlebih keras lagi teguran Tuhan untuk kita. Tetapi bila kita membiarkan hati kita untuk lembut di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan membukakan jalan bagi kita.
Dalam perjalanan studi, seharusnya saya wisuda tahun. Tetapi dalam perjalaan praktek selama setahun enam bulan di awal saya sempat sakit dan harus bed-rest dalam beberapa waktu yang ditentukan. Saya tidak terima karena saya sudah rencana jauh hari untuk melihat masa depan yang lebih cerah. Rencananya saya lulus pada tahun 2017, kemudian 2 tahun pelayanan, setelah itu mau studi lanjut, pelayanan di sini dan di sana tetapi Tuhan membelokkan semuanya. Tuhan ijinkan untuk sakit dan bedrest selama beberapa waktu sehingga tertunda setahun. Di awal-awal  saya tidak bisa menerima, padahal itu hanya tertunda tetapi itu jalan Tuhan untuk saya. Saya lihat teman-teman  saya sudah pada pelayanan, saya merasa terlambat. Ada apa dengan saya? Tetapi itu maunya Tuhan. Belum lagi ketika saya pulang ke Nias, pulang dalam jangka waktu lama tingkat keingintahuannya tinggi. Mengapa di sini liburan? Mengapa liburannya lama sekali? Kapan balik ke sana? Nantinya kapan? Bukan saja saya tetapi mama saya juga bergumul karena ditanya terus menerus. Tetapi itulah jalan Tuhan dan saya harus menikmati jalan ini dan menikmati pembentukan itu. Bila tidak demikian, kita tidak bisa bertemu, sehingga dengan jalan itu saya bisa mengenal bapak-ibu dan sebaliknya. Kalau saya sudah lulus tahun lalu, saya sudah pelayanan tidak di tempat ini. Itu adalah ketentuan , pimpinan dan jalan Tuhan. Jalan yang Tuhan bukakan tidak selalu sesuai apa yang kita inginkan. Tapi jalan yang Ia bukakan selalu pada apa yang Ia inginkan. Mari kita siap dikorek hatinya dan dioperasi imannya. Sudahkah Tuhan menjadi kompas, GPS, penunjuk jalan yang benar dalam kehidupan kita? Beranikah kita berkata, “Selidikilah akan daku, ya Allah. Ketahuilah akan isi hatiku. Uijlah akan daku dan ketahuilah segala pikiranku?” Beranikah kita berkata,”Serahkanlah bebanmu pada Yesus”? Dia yang sanggup menolong hidupmu. Dia lebih dari jawaban yang kau perlu. Yesus penolong yang setia. Penghiburan yang terakhir bagi kita adalah Tuhan menetapkan langkah-langkah orang. Kalaupun kita jatuh tidak sampai tergeletak. Tuhan akan kembali mengangkat dan menarik tangan kita, sekalipun jalannya sulit dan sakit, kita harus siap kemana Allah menunjuk di situ tanganNya menyiapkan.

Penutup

Kemarin saat mempersiapkan khotbah di sore hari, saya mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Saat melepas kacamata dan membersihkan wajah lalu membersihkan kembali kacamatanya . Saat dibersihkan kacamatanya patah. Saya sudah bergumul dan bingung, kalau tidak pakai kacamata saat berkhotbah. Saya punya 1 lagi kacamata cadangan tapi sudah tidak sesuai dengan keadaan mata. Saya bingung dan sesaat berhenti mempersiapkan khotbah. Saya minta tolong dicarikan lem karena setidaknya besok membantu saya pelayanan besok. Saya dikasih lem tapi tidak bisa dilem. Saya sudah berputus asa, bagaimana ceritanya. Pikiran bingung dan akhirnya saya tinggalkan kacamata di atas meja belajar dan istirahat sebentar . Setelah bangun, lalu berniat lem lagi . Setelah itu saya lihat kacamatanya. Lho kok bisa nyambung? Jangan-jangan khasiat lemnya harus tunggu dahulu beberapa waktu  setelah itu baru bisa melekat, saya katakan “Thank you God engkau menolong saya sore ini sehingga saya bisa persiapan dengan baik lagi dan saya bisa pelayanan lagi hari ini”. Saya tidak bisa membayangkan kalau kacamata ini tidak ada saat ini. Tetapi Tuhan selalu buka jalan dengan cara-caraNya yang unik. Tuhan kita suka bercanda. Saya lihat kacamata patah, dilem tak bisa, tapi dibiarkan saja bisa menjadi satu dan bisa digunakan kembali. Indahnya kalau kita mau mengikuti jalan Tuhan, tetapi sulitnya hidup kita bila menjauh dari jalan Tuhan. Di manakah kita berada saat ini? Bagaimana keadaan hati kita bersama Tuhan? Maukah kita berkata, “Ya Tuhan ini aku”. Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan.
             


Sunday, June 10, 2018

Allah Memelihara: Serahkanlah Kekuatiranmu!





Ev. Antoni Samosir

1 Pet 5:6-7
6  Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.
7  Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.

Pendahuluan

              Tema renungan hari ini adalah “Allah Memelihara : Serahkanlah Kekuatiranmu!” Pada Matius 6:19-34 saat menyampaikan khotbah di bukit, secara khusus Yesus mengajarkan para pendengar dan murid-muridNya (termasuk kita) tentang apa yang menjadi prioritas atau fokus terutama dan tertinggi dari seorang murid Yesus yang radikal (otentik). Yesus mengetengahkan tentang 2 hal kekayaan : kekayaan duniawi dan surgawi, dua jenis mata : mata tunggal dan mata ganda (mata tunggal berbicara tentang mata yang berfokus pada Allah dan mata ganda adalah mata yang penuh kekuatiran karena ia tidak berfokus pada satu arah alias fokusnya terlalu banyak), dua tuan yaitu  Allah dan mamon (bahasa Aram, dewa harta) dan ditutup dengan pernyataan yang sangat luar biasa “Carilah dahulu kerajaan Allah, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.” Sebuah penutup yang sangat agung! Khotbah Yesus ini hendak mengajar para muridNya untuk berfokus pada siapa di dunia ini. Bila fokus pada Allah maka kita akan hidup sesuai cara pandang, tuntunan dan arah Allah, tapi bila fokus bercabang pada hal-hal di dunia ini, maka kita tidak bisa memandang kepada Allah dan seringkali kita bersahabat dengan kekuatiran dan kecemasan. Itu sebabnya pada ayat 26-30, Yesus katakan,”Jangan khawatir pada apa yang kamu makan, minum dan pakai”.  Perkataan ini bukan berarti seolah-olah Yesus tidak tahu kebutuhan kita. Yesus ingin mengajarkan suatu prinsip yang sangat tegas yaitu kalau Allah membuat tubuhmu masa Dia lupa memberikan baju-baju? Kalau Allah membuat mata , tangan, jantung , hati dan perut masa Dia lupa memberikan makanan yang menopang seluruh kinerja tubuh kita? Masa Allah lupa memberikan kita minuman? Yesus mengingatkan hal ini dengan ilustrasi yang sederhana, Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Matius 6:26). Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal (Matius 6:28).  Lihat di sana tidak disebut “bapak burung” atau “bapak bunga bakung” tetapi hanya satu yang dibicarakan yaitu “Bapamu yang di surga”. Kalimat ini menunjukkan bahwa Yesus ingin membukakan kepada para murid agar fokus pada “Bapa di surga”. Tidak pernah dikatakan “ bapak atas bunga bakung” atau “bapak atas burung” tetapi “Bapamu yang di surga”. Itu menunjukkan relasi yang intim.
              Satu prinsip dasar dari seorang murid adalah bagaimana fokus kita tertuju pada Allah, relasi yang akrab dan tunduk pada Allah menunjukkan fokus hidup seorang murid Kristus yang sejati. Rasul Petrus ingin mengingatkan jemaat (orang percaya) di Asia Kecil yang penuh penderitaan, dianiaya (baik oleh pihak asing yang tidak percaya kepada Kristus) dan penderitaan mereka sangat berat sehingga Rasul  Petrus menulis surat kepada mereka secara bersamaan agar mata mereka tertuju kepada Allah dan  prioritas hidup mereka tidak boleh tergoyahkan hanya karena mereka menderita sakit dan penganiayaan badaniah sekalipun tetapi harus tetap memandang kepada Allah yang menjadikan , menyelamatkan dan senantiasa memelihara iman percaya mereka. Nasehat Rasul Petrus ditujukan pada jemaat di sana.
              1 Petrus 5: 1-4 adalah nasehat Rasul Petrus kepada para panatua (pendeta, hamba Tuhan dan majelis) : kiranya mereka sebagai pemimpin gereja harus hidup dalam keteladanan. Kalau dikaitkan dengan kekuatiran setidaknya mereka hidup menjadi orang-orang yang meneladani bagaimana berfokus pada Allah tidak menguatirkan hal-hal di dunia ini. Jangan sampai menggembalakan dan melayani orang demi mencari keuntungan karena merasa kuatir dengan hidup ini dan jangan sampai memanipulasi jemaatnya. Ini nasehat keras dari Rasul Petrus kepada pemimpin gereja. Ayat 5-11 nasehat Rasul Petrus kepada seluruh jemaat agar mereka senantiasa merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat. Maksud “tangan Allah yang kuat” bicara tentang seseorang yang menyelesaikan sebuah pekerjaan demi tujuan / rencanaNya (Allah mengerjakan tujuan dalam setiap orang percaya untuk mengerjakan pekerjaan baik demi kemuliaan Allah). Meskipun menghadapi penderitaan, pergumulan, sakit penyakit, kesulitan ekonomi sekalipun tujuan dan rencana Allah bekerja dalam setiap anak dan orang percaya kepadaNya. Sehingga tidak heran setiap orang percaya dan murid Tuhan di setiap tempat dan abad, walau menghadapi persoalan dan penderitaan tetap pekerjaan dan tujuan  Allah tidak pernah berhenti. Allah terus menggenapkan (menyelesaikan) - nya sampai Tuhan Yesus datang ke dua kali (selesai semuanya). Kalau kita diperhadapkan dalam situasi dan sedang bergumul dalam hidup ini, ingat tangan Tuhan yang kuat sedang mengerjakan tujuanNya dalam hidup kita. Dalam diri kita Tuhan sedang melakukan pekerjaan yang baik. Ini nasihat singkat yang diberikan Rasul Petrus kepada  5 jemaat di Asia Kecil. Apa yang disampaikan Yesus pada khotbah di bukit dan nasehat Rasul Petrus (dan Rasul Paulus) merupakan satu kesatuan yang utuh yaitu agar semua murid Tuhan memiliki prioritas untuk memadang kepada Allah.

Sikap dari Murid Kristus yang Berfokus kepada Allah

1.     Kita meyakini Allah yang memelihara orang- orang percaya dari kekekalan sampai kekekalan.

Pada ayat 7b, kata “memelihara” berbicara bahwa Allah memperhatikan dan memberi minat kepada orang-orang percayaNya dan Allah itu peduli kepada umat pilihanNya dan orang-orang percayaNya. Ketika merancangkan umat tebusanNya dalam dimensi kekekalan, Allah rancangkan, ciptakan ,pelihara dan selamatkan dalam satu nama yaitu Yesus Kristus. Dalam pribadi inilah mengapa kita dirancang dan diciptakan , dipelihara, diperhatikan dan dipedulikan Allah karena ada Kristus anakNya. Efesus 2:10 Kita diciptakan dibuat dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan yang baik. Karena ada Kristus itulah yang membuat Allah memandang dan memberi perhatian pada kita. Jadi kalau ditanya mengapa Allah memberi perhatian kepada kita bukan karena kita baik, rajin beribadah dan pelayanan atau banyak memberi sumbangsih pada gereja dll tapi karena ada Kristus. Dalam teonomy jelas bahwa Allah memutuskan bahwa Yesus ,yang menjadi anak tunggal itu dan dasar mengapa orang percaya yang ditebusNya, diberi perhatian dan minat yang sangat tinggi oleh Allah. Dengan demikian tidak heran Yesus mengajarkan agar kita harus berfokus padaNya. Dari atas fokus kepada bawah dan kita yang ada di bawah berfokus pada Dia yang di atas.  Inilah ikatan perjanjian. Itu semua karena Kristus, anak Allah yang diberikan pada kita. Kalau sampai kita bergumul dan menderita karena iman kepada Kristus dan Tuhan mengijinkan kita mati teraniaya maka orang tersebut tidak pernah tidak berfokus pada Allah yang menciptakan, merancang dan terus menguatkannya. Ia akan selalu memandang pada Allah. Kata “memelihara” di sini bukan saja berbicara tentang makanan, pakaian dan masalah kita Tuhan bereskan atau berikan solusi tetapi Allah memelihara sampai kepada kekekalan. Karena Ia mencipta dari sejak kekekalan dan  Ia paling tahu apa yang kita perlukan.
Ada seorang majelis yang bertanya, “Mengapa khotbah tidak menjawab kebutuhan kita?” Saya tanya balik kepadanya,”Di gereja yang hadir beribadah 100-200 orang. Coba didaftarkan kebutuhan mereka masing-masing. Kalau satu orang saja punya 100 kebutuhan, masa dalam waktu 40-60 menit bisa menjawab seluruh kebutuhan mereka?” Ini perlu dibalik, jemaat harusnya diajarkan untuk kembali memandang Allah yang paling tahu kebutuhan kita yang paling mendasar. Saya tantang dia dengan satu pertanyaan, “Apa yang menjadi kebutuhan manusia?” Dia menjawab,” Sebagai businessman , saya perlu usaha saya berjalan lancar, berhasil dan dapat untung terus (tidak pernah rugi). Bagi Bapak sebagai hamba Tuhan yang diperlukan adalah tubuh yang sehat.” Saya menjawab,”Tidak! Kebutuhan yang Allah paling tahu dan kita perlukan adalah satu yaitu penerimaan dan pengampunan.” Itu sebabnya mengapa Yesus tidak datang sibuk mengurusi hal-hal jasmaniah (rumah kecil , usaha tidak lancar, fisik begitu lemah, tidak kerja), bukan itu tetapi Yesus mengurusi spirit (jiwa) kita yang sangat berharga. Bagaimana kita mengaitkan prinsip ini dengan kebutuhan hidup jasmaniah kita sehari-hari? Kalau kita datang untuk mendengar khotbah untuk memelihara kebutuhan hidup sehari-hari, kata “memelihara” itu bukan fokus pada hal tersebut tetapi lebih kepada spiritualitas kita di hadapan Tuhan. Bagaimana rasa haus dan lapar kita di hadapanNya? Bagaimana jiwa kita hancur karena dosa hingga tidak bisa memandang kepadaNya? Terhalangi oleh karena kita lebih fokus kepada diri kita daripada kepada Dia?. Bagaimana relasi kita yang intim dengan Bapa Sorgawi? Bagaimana kecintaan kita kepada Kristus, Anak Allah yang terkasih yang sampai menjelma dalam diri kita ini? Itu yang diajarkan kepada 5 jemaat tersebut dan kita. Kalau Allah tidak pernah salah merancang maka Dia juga tidak pernah salah memelihara kita dan kebutuhan hidup kita sehari-hari. Tinggal yang Allah tuntut dari kita sekarang apakah hati, jiwa dan bahkan raga diberikan kepadaNya dan memandang kepadaNya? Pemeliharaan Allah tidak hanya bersifat di dunia ini tetapi sampai kekekalan. Itu juga yang disampaikan oleh Rasul Petrus. Ayat ke 1 mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak itu bicara kekelana. Ayat ke 4 Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu. Itu juga bicara tentang pemeliharaan yang kekal. Ayat 10 Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ini bicara tentang pemeliharaanNya yang kekal. Kalau Allah merancang kita dari kekekalanNya, pasti Ia akan terus menuntun kita sejak di dunia ini sampai kembali kepada kekekalan. Dari kekekalan sampai kekekalan, dari kemuliaan sampai kepada kemuliaan, itu pemeliharaan Allah. Kalau kita hanya sibuk , mau percaya kepada Tuhan hanya untuk urusan daging sehari-hari di dunia ini saja dan tidak bisa mau berpikir jauh pada kekekalan berarti kita belum berfokus pada Allah dan kita belum menjadi murid Kristus yang radikal. Yesus ketika hadir sebagai Anak Allah, tidak pernah berpikir tentang kenyamanan diriNya, ia hanya memandang BapaNya di sorga. Ia tahu bahwa Bapaknya tidak pernah jauh dariNya dan tidak pernah tidak memeliharaNya. Ini saatnya , anak-anak Tuhan yang ditebus Kristus dan dibentuk sekarang serupa denganNya, dibawa untuk serupa dengan Yesus yang percaya pada pemeliharaan Bapa di surga bukan saja untuk kebutuhan hidup sehari-hari tapi termasuk juga jiwa kita hingga sampai kepada kekekalan.

Seorang keponakan perempuan saya meninggal setahun lalu. Ia siswa kelas 2 SMA (usia 16 tahun). Saat bermain volley ,tangan kirinya sakit. Karena dikira keseleo, tangannya dipijat agar sembuh. Ternyata tangannya malah membengkak dan terlihat semakin aneh. Warna bengkaknya pink. Kemudian mulai muncul bintik bernanah yanag dikira bisulan karena ia suka makan telur. Semakin lama semakin aneh karena tubuhnya semakin lemah. Setelah dibiopsi ternyata diketahui bahwa ia menderita kanker tulang. Sewaktu mendengarnya, saudara perempuan saya yang menjadi mamanya menangis setiap hari. Anaknya itu adalah anak tunggal dan dalam bayangannya pasti tidak lama lagi akan meninggal. Dokter yang menanganinya menyarankan agar dua jarinya diamputasi , namun semakin menjalar bahkan tangan kirinya menjadi seperti tangan monster. Kankernya menjalar ke payudara dan ke baigan belakang sehingga  punggungnya borok. Hampir 2 tahun ia mengalami sakit yang sangat. Awalnya keponakan saya berdoa, “Tuhan beri saya kesembuhan kalau Engkau menghendaki karena saya mau kuliah.” Ia memang ingin sekali kuliah di Yogya. Tapi cara Tuhan ajaib, bukan tubuh tapi hatinya yang disembuhkan . Selama 2 tahun ia menikmati Tuhan. Kami yang di Sumatra yang memelihara dan menjaganya memperhatikan bagaimana ia sangat mencintai Tuhan. Sebelum meninggal setahun lalu ia minta diadakan persekutuan dengan para pemuda, ia ingin menyanyikan 13 lagu pujian. Saat itu ia tidak bisa duduk (hanya tiduran). Tubuhnya penuh borok dan dokter angkat tangan serta berkatakan,”Sudah tidak bisa lagi!”. Sebelum meninggal, ia berkata, “Mama, waktuku tidak lama lagi, aku akan bertemu dengan Yesus. Mama tenang saja di sini. Kalau mama merasa tidak punya anak lagi masih ada sepupu saya dan keponakanmu, jadikanlah mereka anakmu. Mama tidak perlu khawatir saya akan tenang bersama Tuhan.” Ia meninggal dengan penuh damai. Yang saya renungkan dari kepergiannya bukan bicara tentang sakitnya, tetapi bicara tentang Allah yang hebat memberi iman ke seorang anakNya sampai meyakini pemeliharaan Allah yang kekal. Ia tidak bicara kesembuhan fisik tapi hati yang terus dekat dengan Tuhan. Saat dipanggil ia siap. Kalau kita hanya menganggap Allah itu sebatas Tuhan yang harus memuaskan kebutuhan jasmaniah sehari-hari, kita tidak pernah menempatkan Dia sebagai Tuhan , tetapi kitalah sebagai tuannya yang mengatur Tuhan seperti yang kita mau. Kalau kita tempatkan Dia sebagai Tuhan dan kita hambanya dan ciptaanNya maka kita harus siap dikontrol olehNya. Bukan seperti apa yang kita mau tetapi seperti apa yang Dia mau. Baru kita akan mengerti apa artinya Allah yang memelihara kita.
  
2.     Serahkanlah segala kekuatiaramu kepadaNya

Sejak kekekalan sampai kekekalan kita dipelihara oleh Nya, jadi tidak perlu kuatir akan apa yang terjadi di dunia ini. Itu sebabnya Rasul Petrus mengingatkan 5 jemaat tersebut (dan kita saat ini) untuk menyerahkan kekuatiran kepada Dia yang memelihara kita. Kata “serahkanlah” berarti melempar dan meletakkan pada yang peduli yaitu Allah yang menciptakan dan memelihara. Kata “Kekuatiran” bicara tentang terbagi. Satu bagian terpisah dari keseluruhan (terpecah-pecah). Tidak fokus pikiran dan pandangannya pada satu tujuan (sangat berantakan), beragam sekali pandangannya sehingga membuat tidak bisa berfokus pada satu hal. Ini yang juga disampaikan Yesus ketika khotbah tentang mamon dan Allah. Bicara tentang mata ganda artinya orang yang tidak bisa fokus pada Allah (pandangan orang ini banyak sekali) , itulah yang menimbulkan kekuatiran demi kekuatiran pada hidupnya. Jadi yang menyebabkan kekuatiran dalam hidup kita adalah tatkala kita tidak lagi berfokus pada Allah dan tidak menyerahkan segenap hidup kita ini kepadaNya, maka ‘sahabat’ baik kita adalah kekuatiran. Itu akan ada selalu dalam hidup kita. Apakah salah kalau kita kuatir? Yesus berkata dengan tegas, “Janganlah kamu kuatir.” Itu sangat tegas artinya tidak ada satu ruang kecil sekalipun dalam diri orang percaya untuk kuatir kepada Allah.  Perkataan ini seakan-akan enak sekali. Mungkin saat kita sedang bergumul, maka lagu “El Shaddai” tidak mudah dinyanyikan. Yesus yang berkata tentang tidak kuatir tentang apapun juga Dia memberi contoh bagaimana anak manusia tidak kuatir karena ia meletakkan seluruh hidupNya pada yang peduli itu yaitu Bapa di surga. Mungkin kita berkata, “Bagaimana dengan kejadian pada bangsa kita yang baru-baru saja terjadi?” Kita kuatir dengan kenyamanan, keamanan ,ekonomi, kesehatan, pasangan, anak-anak kita yang kecanduan (teradiksi) pada gawai. Baru kemarin saya bertemu dengan jemaat yang berkata bahwa anaknya (siswa SMP) sangat teradiksi dengan gawai. Saat sedang bicara , ia tidak menatap orang tuanya tetapi gawainya. Rupanya cara ia mendidik anak itu sangat membolehkan hal itu. Sehingga tidak heran, inilah yang dihasilkan. Untuk mengubahnya sekarang susahnya luar biasa. Maka harus dimulai sejak kecil. Kuatir kalau anaknya anti-sosial (di sekolah ia sudah dicap anti sosial). Anak saya yang satunya suka bicara, bawel sehingga gurunya menulis dalam buku rapotnya bahwa anak Bapak-Ibu bawel , tidak bisa tenang di kelas. Sehingga ia berkata,”Saya kuatir dengan anak-anak saya.” Macam-macam bentuk kekuatiran. Matthew Henry (1662-1714) juga menafsirkan seluruh kekuatiran untuk menunjukkan bahwa semua orang memiliki banyak sekali kekuatiran termasuk hamba Tuhan dan para pemimpin gereja. Ini akan terjadi kalau kita tidak berfokus pada Allah dan kita tidak berakar – bertumbuh di dalam Kristus. Akibat dari kekuatiran yang melingkupi kita bahayanya luar biasa. Matius 13:22 kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Kekuatiran yang beragam dan sangat besar itu termasuk tipu daya kekayaan akan mendesak keluar setiap kebenaran Firman Tuhan agar tidak bertumbuh dalam diri kita. Firman yang didengar dibuang jauh sehingga membuat hidup kita tidak bisa berbuah. Maksudnya hidupnya tidak bisa bernilai dan berharga. Hidupnya tidak bisa memandang kepada Allah bahkan hidupnya tidak berdampak kepada orang lain dan hidupnya jahat bagi orang lain. Hidupnya tidak bisa membawa damai Tuhan di tengah komunitasnya, menjadi bengis, sinis, jahat terhadap orang lain dan memanipulasi orang lain. Kalau ada orang di sekitar kita dengan karakter deformis seperti itu (memanipulasi orang, bengis, jahat untuk kepentingan pribadi) pasti dia dihimpit kekuatiran dan tipu daya kekayaan. Untuk mencapai apa yang dia inginkan dia pakai banyak cara bahkan kepada orang-orang yang terdekat sakali pun. Mengerikan kekuatiran tersebut. Sehingga Yesus berkata kepada para muridNya, “Jangan kamu kuatir!” Kekuatiran itu menghimpit. Bukan bicara tentang apa boleh atau tidak tentang kekuatiran. Tapi kalau kita tahu sekarang bahwa Tuhan yang menjadikan kita tahu segala kebutuhan kita, mengapa masih bersahabat dengan kekuatiran itu? Letakkan segala kekuatiran kita padaNya yang empunya kehidupan ini maka kita akan kagum akan Dia. Satu persatu cara persatu cara Tuhan dinyatakan. Mengapa banyak orang cari jalan pintas? Karena tidak mau mengikuti waktu dan cara Tuhan yang terkesan lama dan tidak masuk akal!  Ini bahaya! Ketika penderitaan mengancam 5 jemaat di sana, Rasul Petrus tahu mereka bisa tawar hati dan tidak sanggup memikulnya. Maka ia harus mengingatkan mereka bahayanya kekuatiran dan menyerahkan semuanya pada Kristus. Oswald Chambers (1874-1917) , dalam renungannya “My Upmost for His Highest” menuliskan Tuhan kita menunjukkan bahwa dari sudut pandangNya sungguh tidak masuk akal jika kita khawatir dan cemas tentang bagaimana kita akan hidup. Yesus tidak berkata bahwa orang yang tidak memikirkan apa-apa untuk kehidupannya akan diberkati. Tidak! Orang itu orang bodoh. Namun Yesus mengajarkan bahwa muridNya harusnya menjadikan relasi dengan Allah sebagai prioritas tertinggi hidupnya dan tidak mengkhawatirkan berbagai hal lainnya. Intinya Yesus berkata,”Jangan membiarkan makanan, minuman, pakaian atau apa pun juga mengendalikan hidupmu selain Allah. Tetapi berfokuslah sepenuhnya kepada Dia . Sejumlah orang ceroboh dengan apa yang mereka makan. Mereka makan seenaknya dan sepuasnya yang penting kenyang. Apa efek dari makan ceroboh itu? Sakitnya bermacam-macam! Sejumlah orang ceroboh dengan apa yang diminum seperti oplosan sehingga matinya menyedihkan. Baru-baru ini ada berita orang yang mati karena minum oplosan. Sejumlah orang ceroboh dengan pakaian. Sejumlah orang ceroboh dengan apa yang digunakan termasuk handphone, gawai dan harta. Ceroboh untuk  urusan-urusan duniawi dan Allah meminta pertanggungjawaban mereka. Seorang Rabi Hilel dalam zaman Yesus berkata, “Semakin banyak makan daging, maka semakin banyak cacing.” Orang yang banyak makan daging, di liang lahat cacingnya banyak sekali. Artinya ada maksud dibalik pernyataan Rabi Hilal itu. Semakin banyak harta milik maka semakin banyak rasa kuatir. Ironis sekali orang tahu apa yang dimiliki di dunia ini tidak bisa memberi kedamaian dan kepuasan tapi ironisnya itu terus yang dikejar. Orang tahu bahwa bukan harta itu yang menenangkan jiwanya tetapi hal itu terus yang dikejar. Orang tahu bahwa bukan kecantikan yang membuat dia bisa menjadi orang berkarisma, berguna dan berdampak , tapi itu yang dilakukan apalagi sampai operasi ganti kelamin (cewe jadi cowo dan sebaliknya). Inilah urusan-urusan dunia yang sangat mengganggu fokus kita pada Allah untuk menyerahkan seluruh hidup ini kepadaNya.

Penutup

Saya juga punya kekuatiran. Selama seminggu ini dalam menyiapkan khotbah Tuhan, saya diperhadapkan pada situasi yang tidak mudah. Tetapi Tuhan sedang melatih saya tidak hanya bicara tentang “Serahkanlah Hidupmu” tetapi dimulai dari saya untuk menghidupi Firman.  Ini yang Tuhan bentuk dari diri saya.
         Ibu saya tinggal sendiri di Pematang Siantar. Ia sakit keras dan HB-nya rendah, puji Tuhan sekarang sudah lebih baik. Beberapa saat kemudian, papa mertua saya jatuh sehingga pecah pembuluh darah dan dia batuk – bersin berdarah. Hal ini sempat membuat istri saya panik dan berkata,”Pa, bisa tidak jadwal khotah di GKKK Mangga Besar diganti?” Saya terima surat dari Ibu Lidia untuk mencari pengganti bila tidak bisa berkhotbah. Saya sempat meminta kesediaan seorang rekan untuk menggantikannya. Teman saya berkata,”Siap!”  Kemudian dua anak laki-laki saya mengalami sakit. Dimulai dari kakaknya batuk dan flu  menyerang adiknya yang masih bayi. Istri saya bersama saya mengerjakan semua dan juga mengurus sekolah. Ada kekuatiran, tetapi saat menyiapkan firman ini Tuhan melatih saya. Beberapa hari sebelum khotbah, istri saya berkata, “Saya sangat takut kalau anak kedua sakit.” Karena Desember lalu lalu anak kedua ini 3 kali masuk rumah sakit karena menderita ISPA. Saya berkata, “Ma, saya besok minggu khotbah tentang “jangan kuatir” . Siapa yang membuat anak kita? Bukan kamu dan saya tetapi Tuhan! Kau sudah memberikan yang terbaik dan saya juga berusaha memberikan yang terbaik. Kita dipakai Tuhan untuk memberi yang terbaik kepada buah hati kita. Tetapi kau ingat satu hal bahwa anak itu punya Tuhan. Jadi tidak apa-apa. Nikmati waktu kau harus mendengar ia batuk dan melihat ia sesak sekali nafasnya. Nikmati Tuhan dalam setiap kesesakkan anak kita. Itu membuatmu berbeda sekali dalam memandang sakit anak kita. Penyerahan yang total kepadaNya!”
         Baru-baru ini pada seorang putri pertama dari seorang hamba Tuhan yang kuliah kedokteran (19 tahun) ditemukan ada tumor di kepalanya dan jumlahnya sangat banyak. Ia sudah dibawa ke Prof. Eka dan dioperasi sebagian. Prof. Eka berkata,”Ini sangat banyak sekali.” Ternyata bukan saja di kepala tapi juga di payudara. 3 minggu lalu tumornya sudah dioperasi dan satu payudaranya diangkat. Waktu kami mengundangnya menyampaikan seminar tentang “Kesatuan Mistikal antara Kristus dan Para Murid (Mystical union between Christ and His Desciples)” saya menelponnya, “Apakah Bapak siap untuk membawa seminar ini karena Bapak baru saja menemani anak anda operasi payudaranya?” Ia menjawab,”Jangan khawatir. Saya tetap akan memberitakan firman! Saya sudah siapkan anak saya. Dokter katakan anak ini tidak akan bertahan lama sekitar paling lama 1 tahun karena sudah stadium 4 (terakhir). Kalau dokter sudah bisa menyatakan bahwa nyawa anak saya tinggal 6 bulan sampai setahun lagi saya berkata kepadanya,’Jangan-jangan bapaknya duluan atau dokter duluan yang meninggal’. Sel kanker dijinkan Tuhan untuk menggerogoti tubuh siapa pun termasuk anak Tuhan dan anak saya. Tetapi saya pegang firman Tuhan 1 Tes 5:9 bahwa Bapa kita tidak pernah memurkai anak-anakNya walaupun sel kanker itu menggerogoti putri saya.  Saya sudah siapkan dia, kalau sampai dia dipanggil Tuhan sekalipun Dia harus siap. Demikian juga dengan saya, istri dan anak saya yang kedua harus siap.” Mengapa ada orang yang begitu tenangnya dalam menghadapi apa yang sedang terjadi? Saya percaya di prinsip yang pertama tadi yaitu Allah yang memelihara dia , digenggamnya dan dipegang selalu. Putrinya yang menderita kanker menulis di buku diari-nya , “Kalau saya tidak sanggup menggenggam Allah, maka saya percaya Allah yang menggenggamku.” Apa yang menjadi kekuatiran kita saat ini? Saya tidak akan katakan untuk menikmati kekuatiran itu. Saya ingin mengajak jemaat untuk sekarang memandang kepadaNya dan kembali kepada Allah Pencipta dan Juruselamat kita di dalam Yesus. Tidak ada jawaban selain memandang kepadaNya. Dekat dengan Dia dan berikan hati dan tubuh kita untuk dikuasaiNya. Maka di sana kita akan melihat betapa Dia hebat untuk memelihara hidup kita dari kebutuhan yang kecil-sederhana sampai kepada kebutuhan kekal sekalipun Dia berikan kepada kita. Amin