Monday, April 28, 2014

Iman Sejati Versus Iman Palsu

Ev. Jimmy Lukas *)

Yoh 3:1-13
1   Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi.
2  Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."
3  Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah."
4  Kata Nikodemus kepada-Nya: "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?"
5  Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
6  Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.
7  Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.
8  Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh."
9  Nikodemus menjawab, katanya: "Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?"
10  Jawab Yesus: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?
11  Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.
12  Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?
13  Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.

Roma 10:17  Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Yak 2:14-17
14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
15  Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,
16  dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!," tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?
17  Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.

Pendahuluan
Iman adalah topik yang menarik, mengandung kontroversi dan sering diperdebatkan dalam kehidupan kekristenan. Tidak ada yang berdebat tentang “orang Kristen seharusnya adalah orang yang beriman”. Namun bagaimana orang Kristen harus beriman dan bagaimana menerapkan iman dalam kehidupan sehari-hari banyak diperdebatkan. Adik seorang teman yang berada dalam kondisi pailit mengalami musibah karena anaknya sakit. Ia kemudian membawa anaknya ke rumah sakit terbaik di kotanya. Anaknya dirawat di sana sampai sembuh dengan biaya biaya Rp 10-15 juta. Karena ia tidak bisa membayar tagihan rumah sakit, anaknya disandera rumah sakit sampai tagihan dilunasi. Ia pun menelepon saudara-saudaranya meminta bantuan. Sewaktu ditanya, saat memasukkan anaknya ke rumah sakit tersebut apakah ia tidak memikirkan biayanya? Ia hanya menjawab bahwa ia melakukannya dengan iman. Apakah benar melakukan sesuatu secara sembarangan dikatakan beriman? Melakukan sesuatu tanpa perhitungan matang dikatakan beriman? Jadi apa beda antara iman dan nekat? Orang yang beriman pecaya bahwa Tuhan akan menolongnya sedangkan, orang yang nekat tidak memakai perhitungan (lakukan dulu)? Mama saya berkata bahwa saya merupakan anaknya yang paling ‘ngotot’ dan kalau mengatakan  sesuatu harus dilakukan. Ia pernah bertanya , “Kamu seorang hamba Tuhan mengapa tidak beriman?” Saya menjawab,” Ma, saya kan rohaniwan masa tidak tahu beriman?” Ketika melakukan sesuatu, orang yang kelihatannya berserah dan bersandar kepada Tuhan tanpa melakukan apa-apa dikatakan beriman sedangkan orang yang ngotot kerja dibilang tidak beriman.

Iman Sejati dan Iman Palsu.

Terdapat beberapa karakterisitik dari iman sejati, 3 di antaranya adalah :

1.     Iman sejati melahirkan kembali. Yoh 3:14-21 merupakan bagian Alkitab tentang apa yang Tuhan Yesus lakukan untuk menyelamatkan manusia. Banyak orang (termasuk kita) mengaku percaya kepada Yesus. Saya baru pulang dari melayani KKR para siswa di Pontianak selama 4 hari 3 malam di Pontianak. Pada acara tersebut saya sampaikan bahwa semua manusia telah berdosa, upah dosa adalah maut, tidak ada manusia yang bisa menyelamatkan diri sendiri sehingga pasti manusia masuk ke neraka dan satu-satunya solusi untuk mengatasinya adalah dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan dilahirbarukan kembali. Para siswa yang datang bukan saja dari Pontianak tapi juga berasal dari seputar Kalimantan Barat dan  mereka kebanyakan berasal dari “aliran keras” di mana orang tuanya sulit untuk mengijinkan anak datang kepada Tuhan Yesus dan mereka enggan menjadi Kristen. Namun mendengar berita Injil yang disampaikan saat KKR, mereka maju ke depan altar dan langsung percaya. Namun berdasarkan pengalaman perlu ditindaklanjuti apakah mereka benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus. Karena ada yang berkata, “Saya mau percaya agar bisa masuk sorga bukan karena Yesus.” Sama seperti ada orang takut hukuman dosa tapi bukan dosanya. Itu ketakutan atas hukuman, begitu mendapat keselamatan dari Yesus dan merasa sudah bebas, jadi tidak takut lagi lalu besok kembali melakukan dosa. Tapi kalau mengerti tentang dosa dan jahatnya dosa, dosa adalah dosa dan kita harus menyesali serta tidak lagi melakukannya, walau hal ini sulit. Banyak yang percaya, iman yang sejati adalah iman yang melahirkan kembali. Orang yang mengaku percaya kepada Yesus sungguh-sungguh, pasti dilahirkan kembali. Berdasarkan Yohanes 3 dikatakan bahwa orang masuk ke sorga karena percaya Yesus, itu doktrin keliru. Yang benar, orang masuk sorga karena dilahirkan kembali. Masalahnya bagaimana bisa lahir kembali? Dengan percaya kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, baru dilahirkan kembali dan masuk ke dalam kerajaan surga. Iman sejati melahirkan kembali. Tidak semua orang Kristen adalah saudara seiman, kalau ia sudah lahir baru, baru saudara seiman. Kalau tidak lahir baru, ia hanya mengaku-ngaku saja. Untuk mengetahui orang yang lahir baru ibarat angin yang tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan. Ada sepasang suami istri datang mau cerai, namun sebelum bercerai, mereka diminta untuk mengikuti konseling dengan saya. Sang suami orangnya keras dan bersikeras mau cerai. Istrinya tidak mau cerai. Mereka berbeda usia hampir 15 tahun. Sang suami jelek, miskin, tidak berpendidikan. Kebalikannya dengan istri yang cantik, dari keluarga kaya dan berpendidikan tinggi. Anehnya yang mau bercerai adalah suaminya karena merasa tidak bahagia. Padahal bahagia baru terjadi, kalau keduanya mau memperjuangkan rumah tangga mereka walau pasti ada gesekan. Tapi dengan komitemen pasti membaik. Sang suami tetap ingin bercerai, karena dia merasa tidak bahagia. Yang penting dirinya bahagia walau itu berarti membuat keluarganya tidak bahagia. Setelah beberapa bulan, istrinya menyerah dan berkata, “Kalau suami mau cerai tidak apa-apa. Tetapi harta dan pabrik milik saya karena atas nama saya” sehingga sang suami tidak dapat apa-apa! Menyadari hal tersebut, sang suami tidak jadi minta cerai. Beberapa bulan kemudian, sang istri menjadi percaya kepada Yesus dan mengubah keputusannya. Ia tidak mau bercerai dan mau memperjuangkan pernikahannya. Setelah percaya, ia berubah. Usahanya dijalankan dengan benar, ia lebih berbelas kasihan, dia mempertahankan suaminya sebab Alkitab tidak memperkenankan perceraian. Begitu ketemu Yesus, perspektif dan hidupnya berubah. Mereka  menjadi pasangan yang serasi. Suaminya juga berubah dan menjadi percaya. Di status BB suaminya tertulis ,”I love Jesus”. Namun setelah suaminya berhasil menguasai harta sang istri , ia kemudian kembali mau cerai. Keduanya percaya Yesus, namun berbeda imannya (yang satu palsu yang lain sejati). Iman sejati menghasilkan kelahiran baru. Kalau tidak lahir kembali, berarati tidak punya iman sejati dan  tidak bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Masuk surga tidak gampang, beriman tidak gampang. Iman sejati melahirkan kembali. Setelah 10-20 tahun ke gereja dan kelihatannya  dari luar begitu saleh / baik, pertanyaannya apakah aku sudah dilahirkan kembali? Kalau belum inilah saat dilahirkan kembali, serahkan hidup dan bersandar kepada Yesus.

2.     Iman sejati lahir dari relasi. Banyak orang berpikir iman lahir dari pengetahuan namun setuju dengan fakta Alkitab tidak berarti beriman. Banyak orang bingung, mengapa setuju dengan kata Alkitab belum tentu beriman. Contoh : Pangeran Diponegoro (1785-1855) pernah hidup di Indonesia. Namun apakah ada yang beriman kepada Pangeran Diponegoro? Semua orang Kristen percaya Allah yang kita sembah adalah Jehova Rapha (Allah yang menyembuhkan). Kalau kita sakit, apakah Allah mau menyembuhkannya sekarang? Allah sanggup menyembuhkan, tapi berbeda dengan apakah Allah mau menyembuhkan. Pernyataan yang kita pergumulkan adalah pernyataan yang kedua. Allah kita adalah Allah yang menyembuhkan , memberkati, menjaga, melindungi tapi apakah Ia mau menyembuhkan, memberkati, menjaga dan memberkatiku? Kenapa penyakit tidak sembuh-sembuh? Iman sejati bukan iman yang diakselerasi dan berdasarkan keyakinan sugesti. Dalam seminar motivasi dikatakan,”Kalau kamu percaya bahwa kamu bisa, maka kamu pasti bisa!” Itu namanya disugesti. Seperti juga saat ada yang sakit dikatakan, “Allah akan menyembuhkan penyakitmu.  Amin?” Itu sugesti. Itu bukan iman sejati. Sugesti memaksakan segala sesuatu. Ada yang mengklaim, Yesus adalah Raja dan kita adalah anak Raja, lalu roh miskin ditengking. Itu sugesti, bukan iman. Iman sejati lahir dari relasi. Roma 10:17  Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Alkitab itu adalah logos yang tertulis, tersistematis dengan baik. Logos adalah pengetahuan yang dibukukan , disistematiskan dengan baik, sedangkan pendengaran pengertiannya dari  perkataan yang terucap. Contoh : menerima surat cinta itu pribadi sifatnya, tapi hubungannya tidak langsung (versi sekarang dengan menggunakan BlackBerry / BB). Sepasang suami istri makan di restoran, keduanya menggunakan BB dalam berkomunikasi. Suami (ketik pesan di BB) : Mau makan apa? lalu kirim pesannya (send). Dijawab istri lewat BB : Terserah (send). Suami : Makan ayam?  (send). Istri : Boleh juga (Send). Suami : Baby kaylan? (Send). Di sini ada komunikasi tetapi lewat media tulis-menulis (logos), berbeda dengan omong langsung (rhema). Ketika ada hubungan pribadi, tingkat kepercayaan bertambah. Kalau seperti contoh , maka antara suami-istri, lama kelamaan jarang bicara.  Berbeda kalau saling mendengarkan dan bicara, lama-lama ada kepercayaan. Saya mulai menjadi pengkhotbah keliling dari tahun 2008. Sebelumnya saya pelayanan sebagai hamba Tuhan tetap di gereja. Saat itu jumlah jemaat dan yang ikut PD bertambah, semuanya dihitung dengan angka. Lama-lama saya jadi stress (depresi). Pernah sewaktu nonton TV, walau gonta-ganti saluran TV tapi saya tidak menonton, sehingga istri saya menepuk saya dan bertanya, “Kamu kenapa?”. Setelah diteliti ternyata saya stress dan tidak tidur selama 2 malam. Saya berdoa. Dilihat dari sisi pendapatan, kondisi keuangan dan pelayanan tidak ada masalah. Kemudian saya ikut seminar di Singapore dan Tuhan berbicara ke saya sehingga saya tahu jawabannya yakni Tuhan mau saya jadi pengkhotbah keliling.  Hal itu berarti saya harus keluar dari gereja, tidak punya gaji, fasilitas, tunjangan alias tidak punya apa-apa (totally zero). Istri bertanya, “Kamu yakin itu maunya Tuhan?” Saya menjawab,”Yakin”. Istri bertanya lagi, “Yakin dari Tuhan?” Kembali saya menjawab, “Yakin. Kalau tidak yakin, kita tetap di gereja ini.” Istri saya berkata, “Kalau dari Tuhan, kalau kamu lapar saya juga lapar, kemana kamu pergi saya juga pergi”. Sehingga kita memutuskan keluar dari pelayanan di suatu gereja secara tetap. Hubungan yang membuat istri berkata, “Saya ikut kamu kemana pun”. Karena sudah sering bersama, berdialog, berdiskusi, sehingga ia percaya kepada suami. Tetapi sekalipun suami berkecukupan, tapi kalau komunikasi dan relasi tidak ada, maka istri tidak bisa percaya dan kalau pulang malam, ia akan bertanya-tanya. Iman sejati dihasilkan dari relasi, ketika percaya maka akan mendengar suara Allah dan berpegang pada Allah. Saat ada yang sakit datang minta saya doakan , ada beberapa yang sembuh dan ada juga yang meninggal.  Kalau waktu berdoa, saya merasa “kosong” maka saya berdoa, “Berilah yang terbaik sesuai dengan kehendak Tuhan” dan ternyata orangnya meninggal. Tapi kalau yakin sembuh saya berdoa, “Tuhan, Engkau Jehova Jireh, di dalam nama Yesus sembuh.” Hal ini tidak mudah. Setiap hari saya menjalin hubungan dengan Allah, membaca Alkitab dan berdoa. Malamnya saya mengajak anak-istri berdoa. Pk 3 pagi bangun berdoa. Sehingga dalam menghadapi kasus kehidupan, kita bertanya, “Apa itu yang Tuhan mau?” Kita imani apa yang Tuhan beri, bukan apa yang kita minta yang kita imani. Dengan membangun relasi dengan Allah, iman sejati muncul dan selanjutnya mempercayai apa yang Tuhan mau.

3.     Iman sejati menghasilkan aksi. Yak 2:14-17.  Banyak orang yang setelah percaya lalu diam (tidak melakukan perbuatan apa pun). Yakobus berkata "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18b). Iman sejati menghasilkan perbuatan (melahirkan aksi). Kalau percaya, kita akan bertindak. Iman tidak mungkin mendorong seseorang untuk tidak bertindak. Ada konselor yang berkata,”Apa yang dipikirkan orang berdampak besar pada apa yang akan dilakukan”. Ada seorang guru yang melakukan penelitian terhadap siswi yang cantik. Ia berdiri di depan sekolah dan setiap kali bertemu dengan siswi tersebut, ia berkata bahwa sang siswi jelek. Reaksi sang siswi pada awalnya tidak percaya dan hanya berkomentar ,”Ah Bapak”. Tiap hari saat ketemu sang siswi, sang guru berkata hal yang sama. Pada hari pertama dan kedua, sang siswi masih berpenampilan rapi. Pada hari yang ketiga mulai kusut. Hari keempat penampilannya berantakan. Hari kelima, mukanya acak-acakan. Begitu ketemu lagi sang guru pada hari keenam, sang siswi berkata,”Saya tahu saya jelek.” Apa yang diyakini orang, melahirkan aksi. Ada sebuah gereja di Tebing Tinggi yang mau memugar dan memperbesar gerejanya. Duit yang ada berupa dana abadi sebesar Rp 100 juta, sedangkan dana yang diperlukan sebesar Rp 5 miliar! Majelis gereja itu bertanya, “Apakah pendeta yakin?”. Sang pendeta berkata,”Iya. Ini kehendak Tuhan!” Karena ini kehendak Allah, pasti Tuhan akan sediakan. Tapi walaupun majelis sudah percaya bahwa hal itu adalah kehendak Tuhan, tidak ada yang mau bergerak. Kemudian sang pendeta mulai bernisiatif. Ia membawa paduan suara ke gereja-gereja lain tempatnya diundang khotbah dan mencari dana. Jemaat bersikap skeptis. Tapi sang pendeta terus berindak walau majelisnya berkata, paling hanya dapat Rp 1 juta . Waktu dibuka ternyata mendapat dana sebesar Rp 10 juta. Majelisnya kaget. Lalu di kemudian hari ada juga yang memberi Rp 250 juta! Jadi apakah majelisnya punya iman?  Tidak punya karena tidak punya aksi. Iman menghasilkan aksi.  Kalau percaya mau diberkati, bekerja keraslah, berhemat dan lakukan yang perlu. Kalau ingin Allah menyembuhkan, jangan diam-diam saja tapi carilah dokter (dan pengobatan). Ada yang beriman bahwa Tuhan akan sembuhkan penyakitnya dan tidak mencari dokter sehingga akhirnya meninggal. Ada yang berdoa minta Tuhan berkati ladangnya karena  tidak ada hujan. Selain itu ia harus mencoba misalnya dengan mengambil air dari sungai dan buka sungai. Jangan atas nama iman tidak melakukan apa-apa. Buat yang tidak mau beraksi , orang itu tidak akan melihat pertolongan Allah.
                                                                                                                                                                                                               
Ada seorang laki - laki yang tinggal di dekat sebuah sungai. Bulan - bulan musim penghujan sudah dimulai. Hampir tidak ada hari tanpa hujan baik hujan rintik-rintik maupun hujan lebat. Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir. Saat itu banjir sudah sampai ketinggian lutut orang dewasa. Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang - orang sudah banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau permukaan air semakin tinggi. Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi, lelaki tersebut tampak tenang tinggal dirumah. Akhirnya datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki tersebut. “Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin tinggi”, teriak salah satu regu penolong ke lelaki tersebut. Sang lelaki menjawab: “Tidak, terima kasih, anda terus saja menolong yang lain. Saya pasti akan diselamatkan Tuhan. Saya ini kan sangat rajin berdoa.” Setelah beberapa kali membujuk tidak bisa, akhirnya truk tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain. Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1,5 meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari. Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan berhenti di depan rumah lelaki tersebut. “Pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadan semakin tidak terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi. Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata: ” Terima kasih, tidak usah menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan selamatkan saya dari keadaan ini. Perahu dan regu penolong pun pergi tanpa dapat membawa lelaki tersebut. Perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyatan. Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah hampir menenggelamkan rumah-rumah disitu. Lelaki itu nampak di atas wuwungan rumahnya sambil terus berdoa. Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. Regu penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas terdengar suara dari megaphone: ” Pak, cepat pegang tali itu dan naiklah kesini. “, tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab dengan berteriak:”Terima kasih, tapi anda tidak usah menolong saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti akan menyelamatkan saya. Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam seluruhnya. Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam. Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai berbicara bernada protes:”Ya Tuhan, aku selalu berdoa padamu, selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan dari banjir itu?” Tuhan menjawab dengan singkat: “Aku selalu mendengar doa-doamu, untuk itulah aku telah mengirimkan truk, kemudian perahu dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu tidak ikut salah satupun?”

Sebuah cerita menarik. Demikian juga dalam kehidupan kita, kita bekerja dan selalu melakukan doa kepada Tuhan. Dan Tuhan sudah sering mengirimkan “truk”, “perahu”, dan “pesawat” kepada kita, tapi kita tidak menyadarinya. Jangan berlindung di belakang kata “iman” untuk menutup kemalasan dan ketidak percayaan. Kalau beriman do something (lakukan sesuatu).  Dulu saya pernah jadi kernet (pembantu supir angkutan umum), pemulung, tinggal di bilik kecil tanpa jamban. Setelah percaya Yesus, Dia menghendaki yang terbaik untuk anakNya dan kalau mencintai Yesus, saya akan memberi yang terbaik buat Yesus. Setiap aksi yang dilakukan menunjukkan kesungguhan. Saya bukan orang baru di gereja Injli dan telah berkhotbah di Australia, Singapore, Malaysia dan seluruh Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Saya sudah berkhobah 20 tahun dan sekarang tidak jalan kaki. Saya tidak kaya dan sekarang tinggal di Kelapa Gading. Tapi bukan berarti kalau kurang dari itu artinya kurang beriman. Kalau beriman, maka berikan (bukan terima) yang terbaik. Jangan ongkang-ongkang kaki saja. Iman bukan masalah apa yang kita percaya tentang Allah yang ada bersama kita (bukan fakta saja), tapi juga melakukan perbuatan dengan pantas. Suatu kali ada kebakaran yang besar, asapnya banyak sekali, tebal dan gelap. Di dalam rumah yang terbakar ada seorang anak kecil yang tertinggal dan ia lalu berteriak, “Papa tolong, pa!”. Sang Papa bilang, “Nak lompat!” Anaknya berkata, “Pa, saya tidak lihat bisa lihat apa-apa. Asapnya tebal.” Papanya menjawab, “Tidak apa-apa. Saya bisa melihat kamu. Lompat!” Akhirnya sang anak melompat dan selamat. Dalam kehidupan, terdapat begitu banyak asap yang menghalangi pandangan kita. Tapi jangan berhenti beriman! Ada Allah yang “menangkap” kita. Itu iman!

*) Tinggal di Kelapa Gading. Sudah berkeluarga dengan 2 anak (anak pertama perempuan berusia 5 tahun dan anak kedua pria berusia 1 tahun). Tidak melayani secara tetap di suatu gereja melainkan  tiap hari keliling gereja. Tiap hari bekerja di Horeb Coaching Centre dan Corpus Magnus Training Centre (yang melayani gereja dan sekolah dengan mengadopsi prinsip/ide/kepimimpinan/manajemen/bisnis dari luar negeri.



Monday, April 21, 2014

Yesus Sudah Menang, Maka Aku Bisa Menang



Pdt. Arganita Saragih

1 Kor 15:24-26, 54-58
24 Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan.
25  Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.
26  Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut.
54  Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan.
55  Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?"
56  Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.
57  Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
58  Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Paradoks Kemenangan

                Dalam suatu pertandingan, bila ada pihak yang menang pasti ada pihak yang kalah, karena paradox dari kemenangan adalah kekalahan. Orang suka memenangkan sesuatu. Contoh pada pemilu calon legislatif Rabu, tanggal  9 April 2014. Para calon berusaha sekuatnya dan melakukan promosi agar mereka menang,  sehingga ada calon yang setelah kalah mengalami gangguan (jiwa) karena sudah banyak mengeluarkan usaha dan uang (bahkan ada yang meminjam). Kemenangan membuat prestise (harga diri) membumbung tinggi sehingga tidak ada yang mau kalah. Hari ini kehidupan modern sangat menekankan kesuksesan sehingga orang-orang berupaya menang (bahkan kalau perlu dengan menghalalkan segala cara). Banyak orang yang mengeluarkan uang untuk menghadiri ceramah dari para motivator untuk memenangankan pertandingan dan memperoleh kesuksesan sehingga menjadi orang terpandang. Kemenangan seperti ini juga dihayati oleh orang-orang  karismatik. Bila ada orang sakit lalu didoakan dan sembuh, itu berarti menang. Sehingga ibadah kesembuhan banyak didatangi orang. Saat saya sakit, seorang teman dari gereja karismatik mengajak saya untuk mengikuti ibadah kesembuhan. Saya tidak ikut dan berkata,” Kalau Tuhan mau sembuhkan, saya akan disembuhkan walau tidak ke ibadah kesembuhan”.

Paradoks Orang Kristen dan Orang Dunia

                Mengapa orang ingin sembuh dan kaya? Karena kesembuhan dan kekayaan dianggap sebagai kemenangan. Kalau begitu istilah kemenangan sebagai orang Kristen yang ditebus di kayu salib berbeda dengan kemenangan orang dunia ini. Saya membuat perbedaan (paradox) di  antara keduanya : orang yang sungguh-sungguh  hidup sesuai dengan firman Tuhan itu baru orang Kristen, karena menjadi orang Kristen berarti menjadi murid Kristus. Jadi terdapat paradoks antara nilai yang dipegang oleh orang dunia dengan orang Kristen. Nilai kemenangan orang Kristen ada di atas kayu salib saat Yesus Kristus mengatakan “sudah selesai (bahasa Yunani : tetelestai) - Yoh 19:28” karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri. (Ibr 10:20)  Orang percaya harus memiliki nilai yang berbeda dengan orang dunia. Kalau hanya “menang-kalah” dalam menghadapi sebuah kompetisi apa bedanya orang Kristen dengan orang dunia? Orang dunia bertengkar kanan-kiri untuk menang. Kalau orang Kristen seperti itu, apa bedanya dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus? Maka setiap kita agar punya penghayatan yang berbeda tentang arti kemenangan karena bagi orang Kristen kemenangan terletak pada Tuhan Yesus.

                Saya pernah ditanya, “Menurut kamu mana yang lebih istimewa : Natal atau Paskah?”. Saya jawab, “Paskah” karena Yesus akan sama dengan manusia biasa saat lahir di dunia ini kalau kemudian Ia tidak naik ke atas kayu salib, menderita, mengosongkan diri sama sekali menjadi rupa manusia (kenosis - self-emptying), memikul salib yang bukan karena kesalahanNya tapi karena dosa manusia, lalu mati di kayu salib”. Kalau Ia tidak menjalani hal tersebut, berarti matinya sama dengan matinya manusia biasa. Namun Ia berbeda karena karena pada hari ketiga Ia bangkit. Hal ini dibuktikan dengan kubur kosong. Itu berbeda dengan kebangkitan lainnya. Contoh : Nabi Elia mati tapi tidak ditemukan kuburannya (tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke surga dalam angin badai. 2 Raja-Raja 2:11). Juga Henokh diangkat Allah (Kej 5:24; Ibr 11:5). Tidak ada tokoh agama lain yang bangkit. Hanyalah Yesus yang adalah Allah yang turun ke dunia, karena manusia tidak mampu ke sorga dengan segala usahanya. Selama sekitar 8.000 tahun, manusia telah mencari jalan keselamatan, namun semuanya  gagal sehingga Allah harus turun dari surga  menjelma jadi manusia, menjadi daging yang bisa mati, dan merasakan sakit, sedih, marah, sukacita dll. Ini adalah kekristenan yang utuh. Banyak orang di gereja yang tahu bahwa Yesus adalah Tuhan, tapi tidak bisa menjelaskan mengapa Dia harus turun ke dunia menggantikan kita. Yesus lebih mulia dari malaikat (Ibr 1:4), sehingga orang yang takut setan , bukan orang Kristen. Orang Kristen harus tahu ia lebih mulia dari segala ciptaan Allah termasuk malaikat (1 Kor 6:3). Pada Perjanjian Lama, di pada Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur, Imamat 16) tertentu binatang disembelih sebagai korban untuk menghapus dosa manusia. Ibarat emas yang hilang tidak bisa diganti dengan besi, jadi manusia berdosa tidak bisa ditebus (diganti) oleh binatang. Binatang derajatnya lebih rendah dari manusia, maka Allah harus turun menggantikan manusia. Syarat domba yang dikorbankan harus jantan, tidak bercela, berumur setahun (Kel 12:5). Pada umur 1 tahun, kondisi domba sedang bagus-bagusnya dan produktif. Demikian juga Yesus yang maskulin dan mati di usia 33 tahun. Usia produktif pria antara 30-40 tahun. Jadi usia manusia 30 tahun seperti usia domba 1 tahun. Setiap orang percaya harus mengetahui bahwa Yesus Kristus adalah pengganti domba Allah karena dosa manusia tidak bisa ditebus oleh uang atau domba melainkan hanya bisa ditebus oleh darah Kristus.

                Ketika Yesus naik ke atas salib, itu merupakan hal yang mengerikan sekali. Good Friday seharusnya diberikan sebuah pengertian bahwa penyakit kitalah yang ditanggungNya, begitu mengerikan.

Kesaksian Jim Caviezel pemeran Yesus dalam pembuatan film The Passion of the Christ
                Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu di pundak, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.
                Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.
                Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan di tanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.
                Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju. Para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung di atas kayu salib, di atas bukit yang tertinggi di situ. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasanya mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.
                Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.
                Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada di atas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung di atas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung di atas kayu salib itu. Di samping kami ada di bukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang (setan tidak senang dengan adanya pembuatan film seperti ini). Dan sayapun tidak sadarkan diri.
                Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul di sekeliling saya, sambil berteriak-teriak “Dia sadar! Dia sadar!” (dalam kondisi seperti ini mustahil bagi manusia untuk bisa selamat dari hamtaman petir yang berkekuatan berjuta-juta volt kekuatan listrik, tapi perlindungan Tuhan terjadi di sini). “Apa yang telah terjadi?” tanya saya. Mereka bercerita bahwa halilintar telah menghantam saya di atas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.

Menang bagi orang percaya adalah menang atas kuasa maut. Yaitu hidup dari mati selama-lamanya (bukan mati lalu selesai). Karena kalau mati kekal, kita tetap hidup tapi disiksa di dalam neraka selamanya (tidak ada akhirnya). Kita sering berpikir masalah ada akhirnya tapi di neraka tidak ada akhirnya, tapi selama-lamanya. Yesus turun ke dunia orang mati untuk menyatakan “Aku menang” (ditahlukkannya kuasa maut). Jadi kemenangan orang Kristen harusnya lebih tinggi dari kesembuh orang sakit, pelunasan hutang (pinjaman) atau kesenangan hidup. Kemenangan orang Kristen bukan seperti itu. Kita menang ketika mengalahkan maut. Kemenangan itu harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

                Kemenangan sudah dibuktikan Yesus dalam kehidupanNya sebelum kemenangan di kayu salib. Hal ini dapat dilihat pada bagian Alkitab tentang pencobaan Kristus di padang gurun di mana iblis menggoda Yesus dengan 3 penawarannya (Mat 4:1-11) namun Yesus menang. Juga di taman Getsemani ketika kesengsaraan dan penderitaan hebat menjelang di hadapanNya Yesus berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku” (Mat 26:29a). Kalau sampai di sini doanya berhenti, maka Yesus tidak menang karena Dia tidak mau menderita, tapi kalimat selanjutnya membuktikan kemenangan Yesus, “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki“ (Mat 26:39b). Hal ini berbeda dengan manusia yang seringkali tidak mau menderita(tertekan) dan suka menghindari masalah. Seharusnya kesuksesan seseorang untuk kemuliaan nama Tuhan. Jangan karena sukses dan punya banyak uang seolah-olah bisa mengontrol Tuhan dan menjadi Tuhan di keluarga, sehingga menjadi orang yang playing God (berkeinginan jadi Tuhan seperti iblis). Orang yang hidupnya sungguh-sungguh melepaskan keinginan daging berkata kepada Tuhan, “Ya Tuhan, pembalasan itu adalah hak-Mu” (bdsk Roma 12:19). Maka berhati-hatilah orang yang sedang berkonflik dan ingin membalas maka berarti ia mengambil hak Tuhan karena Tuhanlah yang akan memberi perhitungan kepada kita. Pada saat Yesus berdoa, “Melainkan seperti yang Engkau kehendaki yang jadi”, Ia melepaskan semua hakNya ke dalam Tuhan Allah yang berkuasa, yang telah mengutusNya masuk ke dunia ini.

Menang dalam Kehidupan Sehari-Hari

                Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari konflik baik di kantor, keluarga, dengan pasangan. Manusia  tidak pernah lepas dari masalah , karena dunia dikuasai maut. Hanya orang mati yang tidak bermasalah. Tetapi Firman Tuhan mengatakan Ia mengalahkan kuasa maut, sehingga orang yang ditebus Kristus, bisa mengalahkan kedagingan yang dikuasai iblis. Contoh kedagingan : ingin membalas orang yang menipu dan membuat sakit hati , menipu saat dagang,  suami berselingkuh walau sudah punya istri dan anak. Atau, istri bukan tunduk tapi tanduk suami sehingga dunia punya filosofi “istri itu lehernya suami”. Orang Kristen tidak boleh (seharusnya suami-istri sejajar).  Di gereja dan sekolah Kristen, juga banyak orang yang ingin popular dan ingin menjadi Tuhan. Inti dari kemenangan Kristen adalah mengalahkan kedagingan, bukan saja mendapatkan jaminan mulia. Selama hidup dalam dunia, kita menang atas keinginan daging. Saya menentang gaya hidup modern seperti  sekulerisme, hedonisme, konsumerisme. Sekarang ada orang kalau stres pergi ke mal-mal berbelanja (shopping). Ada pengusaha kayu yang hampir cerai. Istrinya kalau stress karena suami punya simpanan, pergi ke AS dan membeli jam seharga Rp 3 miliar untuk memuaskan keinginannya. Ada juga seorang General Manager wanita yang diselingkuhi suaminya yang punya anak 2 dengan selingkuhannya. Dia tidak bisa tidur, lalu pergi ke psikiater dan makan obat baru bisa tidur. Setiap hari terjadi banyak hal yang bisa menggeser fokus manusia dari Allah dengan barang-barang. Di mal-mal ada midnite sale 70-90% sehingga banyak orang memborong barang bermerek. Ada juga yang ketika bekerja bukan untuk kemuliaan Tuhan tapi hanya pentingkan gaji. Saya sering menasehati staf, “Kalau mau melayani Tuhan dan bila tahu itu tempat dari Tuhan, kamu akan tetap setia di sini, karena Tuhan akan penuhi semua kebutuhan”.

                Kalahkan kedagingan ketika ada tawaran dari dunia karena kuasa maut sudah hancur. Tapi orang Kristen sering kalah, karena tidak hidup dalam kemenangan Firman Tuhan. Saat diadakan persekutuan guru-guru di sekolah tempat saya mengajar, saya mengatakan,”Kita harus menggali sendiri pemaknaan tentang Firman Tuhan”. Sejak hari itu para guru menggali Firman Tuhan sendiri. Mereka pernah bertanya, “Kalau salah bagaimana?” Saya menjawab,”Sebagai orang Kristen awam kalau salah menafsir, itu hal yang wajar. Tapi kalau lulusan sekolah teologi masih salah , itu kurang ajar.” Karena hal ini berarti dia tidak menggali dan menghidupi firman itu baik-baik. Karena setiap hamba Tuhan harus berkhotbahlah seperti yang Tuhan ingin katakan. Saat hamba Tuhan akan naik ke atas mimbar untuk menyampaikan firman Tuhan, ia harus melepaskan keinginan daging untuk mengatakan keinginan sendiri (bukan kehendak Allah). Kalau jemaat “dihabisi” (dipersalahkan)  di atas mimbar, maka dalam perkataannya  tidak ada kuasa Roh Kudus. Saat melayani keinginan daging, maka kuasa Roh Kudus tidak bisa masuk. Supaya bisa menjadi umat pemenang, lawanlah hal-hal yang membuat kita menderita. Kalau ada yang menderita, sakit dan bermasalah , ingatlah bahwa  kita hidup antara Allah dan iblis. Ketika masalah datang mau dibawa ke mana masalah ini? Mau mempertanyakan Tuhan, “Ya Tuhan kau ada di mana? Mengapa Engkau diam Tuhan?” karena Allah tidak pernah meninggalkan  kita. Allah hanya sekali meninggalkan Yesus ketika Ia menanggung dosa manusia di atas kayu salib karena Allah merasa jijik melihat dosa kita. Tapi tidak pernah dalam sejarah dunia, Ia meninggalkan umatnya. Hanya sekali saja Allah meninggalkan Yesus ketika Yesus berkata, "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Masalah yang dibawa ke iblis mengakibatkan iman kita dihancurkan. Sebenarnya masalah adalah ujian dari iman untuk bertumbuh agar serupa Kristus. Itulah pembentukan. Kemenangan Yesus di atas salib harusnya membawa kita menang dari hari-ke hari. Siapa yang tertekan ingatlah maut dan iblis telah dikalahkan, masa tidak bisa diselesaikan. Oleh karena itu jangan menganggap kecil Firman Tuhan yang berkata,”Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.” (Mat 17:20b) dan (1Kor 15:55)  Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Namun hari ini, banyak yang tidak ingat dan bertekun lagi kepada Tuhan. Masalah kita tidak lebih besar dari Kristus. Untuk menuntun hidup kita dari hari ke hari, kemenangan sudah diberikan kepada kita. Sehingga ditegaskan, kita pasti masuk surga. Agama yang lain hanya berkata “Mudah-mudahan, tetapi di dalam kekristenan , kamu pasti masuk surga.” Dalam menghidupi hari-hari, Yesus menjamin bahwa kita dapat memperoleh kemenangan ketika kita tahu kememangan itu dari mana. Melewati hidup yang pedih melampaui segala akal ada dalam diri kita. Sehingga dalam 1 Kor 15: 58, “berdirilah teguh” karena media dunia ini sedang menggeroti iman kita. Karena media sedang membuat kita jauh dari Allah. Contoh lirik lagu bimbo tentang Allah yang terdiri, “Jauh atau dekat nya tergantung kita”. Ada juga gambar yang berisikan tulisan ,”Bila orang itu tidak mengutamakan dan mencintai kamu mengapa kamu mengutamakan dan mencintai orang itu?” Kata-kata ini sesat. Karena sumber keutamaan dan cinta kita adadah Allah yang tidak terkondisi dengan objek yang dikasihi. Oleh karena itu “Berdirilah  teguh , jangan goyah”. Jadilah jemaat aktif dalam melayani karena itu kemenangan kita. Semua orang sibuk, tetapi apakah kita mau punya hati untuk mengalahkan keinginan daging? Apakah kita mau punya hati untuk melayani Tuhan? Semua usahamu tidak ada yang sia-sia sampai suatu kali ketemu muka dengan Tuhan dan Ia berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat 25:21). Jangan setiap hari ,berdoa “Tuhan pakai saya". Karena sebagai alat, kalau tidak dipakai dibuang. Tetapi berdoalah, “Tuhan pakai saya, buat saya setia sampai akhir”. Yang utama adalah menjadi yang terakhir, supaya sampai akhir kita jadi orang setia dan benar Kemenangan sudah dimulai sejak sekitar 2.000 tahun yang lalu di atas kayu salib!