Ev Susana Heng,
1 Kor 13:4-8
4 Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong.
5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak
mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan
orang lain.
6 Ia tidak
bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
8 Kasih tidak
berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan
lenyap.
Kolose 3
14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai
pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.
15 Hendaklah
damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah
dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.
16 Hendaklah
perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu
dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil
menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur
kepada Allah di dalam hatimu.
17 Dan segala
sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya
itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa
kita.
18 Hai
isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
19 Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
20 Hai
anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di
dalam Tuhan.
21 Hai
bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
Ada sepasang suami
istri mereka bertengkar dengan hebat sekali. Setelah itu mereka tidak saling
bicara. Suami tidak mau menegur istri dan sebaliknya. Sepanjang hari itu mereka
tidak bicara. TIba-tiba suami ingat bahwa besok pagi harus rapat dan ia ingat ,
kalau sudah tidur susah dibangunin. Kalau pasang weker, bunyi 1, 2 dan 3 akan
dimatikan. Sehingga tidak bangungkan dia. Yang bisa bangunkan dia adalah
istrinya. Tapi gengsi, kalau tegur dulu dipikir istrinya ia yang benar. Nanti
kepalanya semakin besar. Setiap bertengkar saya yang harus mengalah. Tidak bisa
begitu. Lalu bagaimana supaya istrinya ingat bangunkan dia? Mereka belum punya
anak, kalau sudah punya bisa titip anak. Kalau suami istri bertengkar, anaknya
yang jadi penghubung. Akhirnya ia terpikir satu ide brilian. Ia temple kertas,
“Ma, bangunkan saya besok pagi pk 7 ada meeting penting supaya dapur kita tetap
ngebul.” Maksudnya kalau ia tidak bangun, keluarga tidak ada uang. Lalu ia
temple di kaca rias istrinya supaya mudah dilihat istrinya. Malam itu , ia
tidur dengan tenang karena istrinya bisa bangunkan. Besok , ia bangun dan kaget
sudah pk 8 dan ia marah ke istrinya. Waktu ia keluar mau marah, ia lihat di
ujung di tempat tidur, “pa bangun sudah pk
pa, cepat bangun.” Kalau perang dingin dalam keluarga, apa untungnya?
Yang menang jadi arang dan yang kalah jadi debu. Di dalam keluarga, suami istri
, anak mertua dan menantu bisa terjadi konflik. Hari pertama menikah, suami
istri masih semanis madu. Nanti kalau sudah seminggu, kekesalan masih dipendam.
Sampai beberapa bulan, punya anak. Keluarga perlu lebih saling mengenal. Pada
saat itu bisa ada lebih banyak konflik. Di dalam menyelesaikan konflik tidak
terlalu mudah dan orang bisa selesaikan. Kalau orang di luar negeri, mereka
menikah sendiri saja. Tapi di Asia, ada keluarga yang ikut. Waktu menikah ada
keluarga suami dan keluarga istri. Di dalam pernikahan suami-istri pasti bisa
bertengkar. Kalau puluhan tahun tidak pernah bertengkar pasti berbohong. Misalkan
waktu menikah suami istri bertengkar, istri menelpon mamanya , ma suami
joroknya bukan main. Pulang, kaos kaki buang sembarangan. Kan bau sekali.
Ditegur, malah saya dimarahin. Dia bilang saya kurang didikan.” Sehingga yang
lebih panas mamanya. Karena tidak saling ngerti, banyak dikaitkan sana sini
sehingga semakin ramai. Bagi yang pernah mengikuti bimbingan pernikahan, kalau
suami istri bertengkar jangan lapor ke mana-mana. Kalau sampai parah, maka ke
konselor.
Perang dingin bisa
terjadi karena banyak factor. Mungkin komunikasi tidak lancer (karena tidak
komunikasi lagi). Karena ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik. Setelah
rebut tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan menyimpan dalam hati. Kemudian
sakit hati (marah tidak bisa dipendam). Setelah itu kita tidak lagi mempercayai
pasangan kita. Lalu siapa yang bisa kita percaya lagi? Setelah itu kita tidak
lagi mendengar. Saya senang dengan mandarin : ada telinga dan hati. Mendengar
itu bukan dengan telinga saja tapi dengan hati kita. Itu sebabnya banyak
pasangan suami istri tidak banyak dengar. Suatu anak bicara terkadang kita
tidak dengar. Kalau tidak terdengar, bagaimana bisa mengerti? Lama-lama kita
jadi cuek. Kita bisa punya 1.000 alasan kita bisa perang dingin. Sehingga waktu
sadari kita gengsi untuk minta maaf dan berdamai. Sehingga kita melihat
semuanya karena kasih sudah semakin hambar.
Apa itu perang
dingin?
Ada sepasang suami
istri aktif di gereja. Mereka dating berduaan ke gereja dan pelayanan. Tetapi
rupanya di dalam mereka tidak berbicara berbulan-bulan tidak ada orang yang
tahu. Duduk di satu bangku pikiran dan duduknya masing-masing. Ada pepatah
mandarin : 1 tempat tidur tapi tempat tidurnya lain-lain, mimpinya beda-beda.
Walau begitu dekat, hati tidak konek.
Masing-masing punya
kehidupan masing-masing. Bapaknya ke kantor, mamanya arisan / belanja, anaknya
nangis sendiri. Kalau keluarga seperti ini akan terjadi apa? Ada 1 pasangan
istri yang pelayanan aktif , sama-sama mengasihi Tuhan. Setiap kali , kalau
tidak ngomong tidak semua orang tahu. Mereka dating, sepertinya tidak apa-apa.
Suatu hari istrinya bicara, Se Mu tidak akan percaya. Saya dan suami saya ½
tahun 3 minggu tidak bicara.” Mereka tinggal dengan mertuanya. Saat bertengkar
tidak bicara takut mertuanya dengar, sehingga kemarahan akhirnya dipendam,
tidak dikatakan dan tidak bicara. Ia mengatakan, bagaimana saya bicara, nanti mertua
dengar. Sehingga mereka kelihatan baik tapi di dalamnya tidak ada hubungan sama
sekali. Di dalam kamar, masing-masing tidur . TIdak ada kemesraan, bicara saja
tidak. Itu terjadi berlarut-larut. Suatu hari, mereka sama-sama berdoa dan
digerakkan Tuhan akhirnya mereka berbaikan. Itu keluarga masih beruntung
,karena sama-sama bisa berbaikan kembali. Karena mereka masih sama-sama
mengasihi dan takut Tuhan. Ada 1 pasangan lagi, sejak istri melahirkan anak
pertama, ia tidak pernah hubungan dengan suaminya. Suaminya tidak banyak
bicara, mereka bicara hanya yang penting-penting. Bicara dari hati ke hati
tidak ada sama sekali. Kalau suami tidak curhat ke istri lalu ke siapa?
Ternyata suaminya punya simpanan. Suaminya tidak pernah pegang tangan istri,
tapi orang lain. Akhirnya ia punya anak dengan orang lain dan keluarga ini
tercerai berai.
Perang dingin bisa
berdampak buruk dalam keluarga. Kehancuran dan melukai anak dan keluarga besar
masing-masing. Itu melukai hati setiap orang. Apa yang Alkitab katakana, di dalam
Kol 3:14, di atas emuanya itu harus mengenakan kasih. Kasih tidak boleh
ditinggalkan karena itu yang mengikat dan menyempurnakannya keluarga. Kalau
setiap keluarga tetap ada kasih dan menerapkan kasih 1 Kor 13, semua keluarga
akan hidup bahagia dan harmonis. Lalu kita melihat seringkali, apa yang
menyebabkan seringkali peperangan ini? Awal mula terjadi konflik dan ketidak
mampuan menyelesaikan konflik. Alkitab berkata apa? Setiap keluarga pasti mulai
bertengkar. Tetapi bagaimana perbedaan pendapat sampai konflik itu harus
diselesaikan? Di dalam Alkitab Ef 4:26, apabila kamu menjadi marah, janganlah
kamu berbuat dosa janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu yat 27…
Seringkali amarah
kita bangkit. ALkitab : harus selesaikan semua itu sebelum matahari terbenam.
Beda pendapat biasa, tapi harus diselesaikan malam itu juga, jangan biarkan
berlarut-larut, berhari-hari , berbulan-bulan. Karena tidak boleh cerai, jadi
bertahun-tahun. Karena itu ALkitab mengatakan, jangan berikan kesempatan pada
iblis, karena iblis bisa menggunakan kemarahan itu untuk menghancurkan
keluarga. Kalau kita membiarkan kemarahan jadi luka, lalu iblis diberi
kesempatan untuk menghancurkannya. Tuhan mau kita hidup seperti yang dikatakan
Kolose. Waktu sudah punya anak 1 setelah
menikah, anak saya berumur beberapa bulan. Kalau marah, saya diamkan suami
saya, saya tidak mau bicara satu pun. Tapi bisa keceplosan keluar. Karena
tinggal sama-sama. Tapi karena saya marah, saya bertekad. Saya menjaga mulut
saya tidak keluar satu kata pun, Tidak bicara lebih sengsara disbanding dengan
bicara, tapi karena saya marah sekali, saya diamkan. Sampai malam, saya tidak
bicara. Saya hafal Efesus ini, matahari terbenam, hati belum damai, tapi saya
keraskan hati. Beberapa hari kemudian, waktu saya pulang, suami berdiri dan
memberikan saya sebuah hadiah. Saya senang parfum kecil. Lagi marah juga tidak
dibuang. Lalu ia bilang, buka deh. Saya lagi marah kenapa kasih hadiah tapi
saya buka. Hadiah itu sebenarnya tidak terlalu cocok dengan hati saya. Tapi
waktu saya buka, saya tahu ia berusaha. Ia berkata, saya minta maaf karena
membuat kamu marah. Saat itu hati saya luruh dan dia peluk saya dan sebaliknya.
Saya minta maaf karena saya lebih marah hanya gengsi lebih besar. Seringkali
pertengkaran terjadi karena urusan yang sepele. Tapi emosi dan kemarahan besar,
sehingga marah tidak selesai. Hanya kemarahan dan gengsi. Sekarang hubungan saya tambah baik dan tidak
perlu marah lagi. Suami saya sangat baik sekali. Tapi kenapa suami gengsi istri
yang mengalah? Dan sebaliknya? Istri bicara dulu, karena tidak buat rambut
tambah rontok atau tambah pendek. Saudara tidak akan lebih jelek atau cantik.
Tuhan mengajar bagaimana hubungan dalam keluarga dalam Kolose 3, bagaimana kita
mendengar firman dan melakukannya?
Saya membawa tanaman
melati. Wangi sekali. Waktu malam saya lewat , saya mencium melati. Bagaimana
tanaman melati keluar dan begitu indah. Tentu saha, karena ia disiram, dikasih
pupuk dan dirawat. Sehingga ia bisa menjadi tanaman yang indah dan wangi.
Begitu indah karena dirawat dengan baik. Demikian juga dengan kasih dalam
keluarga perlu dirawat. Jangan mengira , setelah menikah dibiarkan begitu saja.
Kalau tanaman tidak dirawat setelah seminggu disiram seember, maka tanaman akan
mati. Kalau saya lewat lalu dipetik sembarangan dahannya , maka tanaman
(kaktus) bentuknya jelek. Mungkin akan mati. Demikian juga dengan rumah tangga.
Kalau kata maki-maki, akan menghancurkan rumah tangga sendiri. Tanaman perlu
dirawat apalagi rumah tangga kita. Setiap orang membutuhkan kata-kata yang
membutuhkan dorongan. Itu namanya, kita memberikan pupuk bagi keluarga. Bukan
dengan siram sekaligus. Rumah tangga dibangun di hadapan TUhan. Kasih Allah ada
di tengah kita. Tapi semua tergantung dari kita sendiri. Bila kita menutup hati
terhadap firman Tuhan, maka keluarga bisa hancur. Keluarga hancur bukan
kesalahan 1 pihak tapi keduanya. Hari ini sudah dengar 1 Kor, Kol, Efesus. Bila
semua baik-baik, apabila ada salah maukah minta maaf dan jangan gengsi.
Keduanya akan memelihara keluarga.
Biarlah Tuhan
berkati setiap keluarga, supaya keluarga harmonis. Bisa menjadi saksi dan indah
bagi orang lain. Seperti bunga yang wangi dan begitu indah. Biarlah keluarga
kita harmonis dan indah. Biarlah kita mau biarkan hati kita Roh Kudus bekerja.
Rawatlah keluarga kita. Sehingga sampai tua dan menjadi saksi bagi banyak
orang. Amin.
No comments:
Post a Comment