Saya ingat,
beberapa tahun yang lalu, mungkin waktu saya masih kecil, ada sebuah iklan.
Mungkin banyak di antara kita juga mengetahuinya. Ceritanya begini, ada seorang
musafir/peziarah/orang yang sedang melakukan perjalanan di padang pasir. Ketika ia sudah sekarat,
merangkak-rangkak, ia menemukan sebuah lampu, seperti lampu Aladin begitu, dan kemudian lampu itu pun
digosoknya. Muncullah seperti dalam dongeng-dongeng, seorang, eh..seorang apa
bukan ya? Ya, muncullah seorang jin! Wah, seperti biasa jin inipun berseru..
sebutkanlah tiga permintaan. Sontak sang musafir berseru.. Saya minta harta!
Wah.. sekejap muncullah di hadapannya peti-peti besar berisi emas yang
melimpah.
Takjub
melihat kecepatan pemenuhan permintaannya, sang musafir segera mengucapkan
permintaannya yang kedua. Apa? Yak, saya minta wanita! Wuah.. sekejap muncullah
di hadapannya, wanita-wanita cantik berpakaian mini. Yang ini ngga usah dibahas
panjang lebar. Haha..
Dua
permohonan sudah terucap, dan masih ada satu kesempatan tersisa. Bapak jin pun
berujar, “Masih ada satu permintaan lagi.” Dan musafir pun menjawab, (apa?)
Umur panjang…
Ternyata
permintaan sang musafir yang terakhir tadi ditanggapi oleh bapak jin dengan
mengubahnya menjadi sebuah baterai. Ya, baterai energizer. Karena energizerlah
yang umurnya paling panjang.. Haha.. ya, demikian iklan baterai energizer.
Teman-teman,
atau adik-adik, atau saudara-saudara, (enaknya apa sih?) Ya, teman-teman aja
kali ya. Ya, teman-teman: harta, wanita, dan umur panjang untuk menikmatinya, mungkin
itulah hasrat, dambaan atau impian banyak orang.
Harta, wanita, dan umur panjang untuk menikmatinya. Mungkin bisa juga ditambah,
ketenaran, kesuksesan, ada juga mungkin yang mendambakan kepandaian,
pengetahuan. Kalo kalian gimana? Impiannya apa? Jose? Eko? Dll.
Nah,
teman-teman, kira-kira 22 abad yang lalu, ada seseorang yang merasa bahwa
segala sesuatu, entah itu harta, wanita, kepintaran, kekayaan, kesuksesan,
ketenaran, dan apapun semacamnya, itu semua adalah sia-sia.
Siapa
dia? Namanya
adalah Qoheleth. Siapa? Qoheleth. Aneh ya? Iya, Qoheleth itu artinya
Pengkhotbah. Mungkin nama asli, mungkin juga engga. Tapi beliau menyebut
dirinya Qoheleth.
Nah,
Qoheleth ini menulis buku ya. Dan bukunya itu masuk dalam Alkitab kita. Ayo,
kira-kira kitab yang mana? Yak. Di mana? Hayo.. Yak, kitab Pengkhotbah, setelah
Amsal, dan sebelum Kidung Agung. Inisialnya
PKH.
Apa
yang dikatakan oleh Pak Qoheleth ini? Mari kita baca 3 ayat saja, yaitu
Pengkhotbah 1:2,3,8. Saya saja yang bacakan ya.. (baca..)
Apa
yang dikatakan oleh Pak Qoheleth? Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah
sia-sia. Segala sesuatu menjemukan, sampai-sampai tak terkatakan. Saking
menjemukannya, sampai-sampai tak terkatakan. Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar. Wuih, bagus
sekali ya.
Bagus
ngga kata-katanya Pak Qoheleth ini? Bagus ya? Keren ya? Haha.. Ya, pokoknya
keren. Kalau dilihat dari bahasanya, Pak Qoheleth ini kayak apa? Maksudnya, Pak
Qoheleth ini kira-kira seorang apa? Artis? Dokter? Atau apa?
Banyak
yang menyebut Pak Qoheleth ini sebagai filsufnya Alkitab ya. Ya, memang, tau ya
filsuf ya? Yang suka merenung itu lo, memikirkan, berusaha memahami kehidupan.
Ya, Pak Qoheleth ini sering disebut sebagai filsufnya Alkitab. Tau ya filsuf
ya? Kayak Socrates, Plato, gitu loh.. Biasanya digambarkan sebagai sosok yang
duduk di atas batu sambil menyanggakan dagunya pada kepalan tangan. Mikir..
haha.. Ya, begitulah..
Nah,
mungkin ada yang berpikir? Loh.. tapi ko, eh, ko, ya, ya, Daniel maksudnya.
Tapi, ini kan
ditulis tadi berapa abad yang lampau? Brapa? 22 ya? Ya, 22. Iya, 22 abad yang
lalu? Apa relevansinya sama zaman ini? Sama saya yang hidup di zaman ini?
Nah
lo.. Saya mau katakan di sini, bahwa justru kitab yang ditulis oleh Pak
Qoheleth 22 abad yang lalu ini mestinya sangat relevan dengan hidup kita di
zaman sekarang? Loh, kok bisa? Ya, karena zamannya Pak Qoheleth 22 abad yang
lalu ini mirip sekali dengan zaman kita hidup sekarang. Apanya yang mirip?
Ternyata, zamannya Pak Qoheleth ini ialah zaman globalisasi. Iya, waktu itu,
kerajaan Yunani pimpinan Aleksander Agung baru saja menaklukkan daerah Eropa
Tenggara, sampai Afrika, dan ke Timur sampai India,
luas sekali ya? Ya, dan karena daerah seluas itu dikuasai oleh satu kerajaan,
maka interaksi budaya dan perdagangan antar daerah itu pun menjadi mungkin.
Maka daerah Israel
yang tadinya mungkin belum mengenal produk-produk, budaya negara lain, karena
keadaan ini jadi mengenal. Nah, mirip kan
sama keadaan sekarang? Negara kita kebanjiran produk impor. Merek-merek
terkenal dari luar negeri memenuhi pasar. Apa aja tuh, wah kalian jauh lebih
tau dari saya. Persaingan semakin ketat, tapi kesempatan meraih sukses bagi
yang berpotensi juga semakin terbuka lebar. Trus apa? Jenis-jenis hiburan pun
makin bermacam-macam. Dunia menawarkan banyak kemungkinan pemuasan hasrat
manusia.
Dalam
keadaan yang mirip seperti itu, Pak Qoheleth ini menyerukan bahwa segala
sesuatunya adalah menjemukan, sia-sia, kosong.
Ada satu istilah yang digunakan
Qoheleth untuk mengatakan kekosongan, kesia-siaan tadi. Yaitu “menjaring
angin”. Tau ya jaring ya? Kalo anak-anak di kampung mau nangkap capung itu pake
jaring gitu ya, lhep..dapet deh.. hehe.. ya, tapi ini bukan menjaring
capung/menjaring ikan. Ini menjaring angin? Bukan benda padat yang dijaring,
tapi angin. Hasilnya apa? Ngga dapet apa-apa. Kosong,
sia-sia.
Apa
saja yang digambarkan Qoheleth dengan menjaring angin itu? Banyak. Pengejaran
kekayaan, wanita, prestasi, pengetahuan, sukses, pencapaian, ketenaran, dan
banyak lagi. Semuanya sia-sia, menjemukan, kosong.
Mengenai
kekayaan, Pak Qoheleth mengatakan, itu sia-sia, karena makin banyak harta,
makin susah.
Coba, orang
kalo duitnya makin banyak, makin bingung, gimana supaya ngga ilang, supaya aman,
supaya ngga dicuri orang, supaya ngga berkurang, gimana supaya bisa
dibudidayakan supaya jadi lebih banyak lagi. Jadi, makin banyak hartanya, makin
banyak lagi yang harus dia pikirin. Bukannya tambah seneng, malah tambah susah.
Lagi,
kata Pak Qoheleth, dia sudah pernah merasakan rasanya memiliki segala harta
yang didamba manusia, yang disebutnya: rumah-rumah, kebun-kebun anggur,
taman-taman penuh pohon-pohon dan buah, kolam-kolam, tanaman pohon muda, sapi
dan kambing domba, perak dan emas, upeti dari raja-raja. Ya, kalo bagi kita ya
mungkin, jelas aja bosen, apa enaknya punya begituan? Tapi ingat, ini jaman
dulu ya, 22 abad yang lalu. Ya, kalo sekarang mungkin perbandingannya: punya
rumah sekian puluh hektar, Ferrari, helikopter, yoyo (Nanda
dan Herman), pesawat pribadi, jet pribadi, kapal pesiar pribadi, dll. Tapi kata
Qoheleth apa? Segalanya itu sia-sia, kosong, menjemukan.
Kemudian,
kalo di iklan Energizer tadi, setelah harta apa, wanita.. Ya, mengenai hal ini,
Pak Qoheleth juga bersaksi: di pasal 2:8 katanya: Aku mencari bagiku
biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak manusia,
yakni banyak gundik. Tapi di ayat 11: Qoheleth berujar: Lihatlah, segala
sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha
menjaring angin. Menjemukan, kosong.
Kekayaan,
wanita, pengejaran pengetahuan juga dikatakan Qoheleth kosong, sia-sia.
Demikian juga ketenaran, kesuksesan, semuanya dibilang Qoheleth sia-sia.
Loh,
mungkin kalian jadi bertanya? Trus maunya apa donk si Qoheleth ini? Semuanya
sia-sia, sia-sia, menjemukan, kosong. Kalo gitu buat apa hidup? Mendingan mati
aja kan? Apa
si Qoheleth ini memang ngajakin pembacanya buat bunuh diri rame-rame?
Ternyata
engga, di bagian akhir bukunya, Pak Qoheleth menyampaikan pesan utamanya. Kita
lihat sama-sama ya? Apa sih pesan Pak Qoheleth bagi pembacanya? Pengkh. 11:9.
Kita baca sama-sama. (baca) Bersukarialah, bersenang-senanglah, tapi ingat,
takutlah akan Tuhan! Kenapa? Karena pada saatnya nanti semua orang akan diadili oleh Tuhan menurut
perbuatannya.
Baik
orang kaya, orang miskin, punya istri banyak, sukses,
terkenal, pandai, jenius, biasa-biasa, sampe yang bodoh, semuanya akan mati.
Dan semuanya akan dihakimi menurut perbuatan yang dilakukannya semasa hidupnya.
Nah, inget ya. Bersenang-senang boleh, having fun is ok. Tapi inget, takut sama
Tuhan. Kalo takut sama Tuhan, berarti bersenang-senangnya tentu saja dalam
batas-batas yang sesuai dengan perintah Tuhan. Ya? Inget ya..
Yang
kedua, Pkh. 12:1, kita baca sama-sama ya.. Nah, ingatlah akan Penciptamu sejak
kamu masih muda! Kenapa? Karena kalau tidak, di masa tuamu nanti, kamu pasti
menyesal karena melihat masa mudamu tersia-siakan begitu saja. Sebab pengejaran
segala sesuatu di luar Tuhan adalah sia-sia, pasti berujung pada kekosongan
makna. Hanya di dalam Tuhanlah makna hidup tergenggam.
Pada
abad ke 5, hiduplah salah seorang tokoh terbesar dalam sejarah gereja bernama
Agustinus. Agustinus ini berasal dari Hippo di Afrika Utara, sekarang Negara Libya ya, tempatnya Moammar Khaddafi, diktator Libya yang anaknya Al Saaedi Khadaffi pernah
maen di Perugia
dulu, ya bagi yang suka bola. Nah, Agustinus ini waktu muda hidupnya
berfoya-foya. Kalo malem suka kumpul-kumpul sama teman-teman buat minum-minum.
Trus udah gitu dia punya gundik, yang tinggal sama-sama, tapi ngga nikah. Jadi
kumpul kebo gitu, sampe punya anak.
Dalam
kehidupan semacam itu Agustinus merasakan kegelisahan. Dia merasa hidupnya
kosong. Karena itu ia pergi ke kota
Roma, pusat peradaban dunia waktu itu. Dan di sana ia berusaha mencari tahu kebenaran dan
makna kehidupan, lewat pembelajaran dengan guru-guru terkemuka pada zaman itu. Mulailah
petualangan Agustinus dalam pelbagai ajaran, aliran kepercayaan, dan agama. Sampai
akhirnya dia tertarik dengan ajaran Kristen.
Tapi,
tetap saja, sulit bagi Agustinus untuk melepaskan diri dari pola hidup
berfoya-foya yang sudah mendarah daging dalam dirinya. Sampai akhirnya suatu
hari, ketika Agustinus sedang gelisah dan berjalan di sebuah taman, ada
anak-anak kecil yang bernyanyi, tolle
lege tolle lege. Artinya, ambillah, dan bacalah. Agustinus segera tergerak
untuk mengambil Alkitab di rumahnya. Ayat pertama yang menusuk pandangan
matanya ialah Roma 13:13. Yang bunyinya, “Marilah kita hidup dengan sopan,
seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam
percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.” Saya
teruskan ayat 14, “Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan
senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”
Agustinus
segera bertobat dan menyerahkan diri untuk melayani Tuhan seumur hidupnya. Ia
dipakai Tuhan secara luar biasa, dan pada masa tuanya, ia menulis buku yang
berisi pengakuan-pengakuan pribadinya. Dalam buku itu, ia menulis satu kalimat
yang bagus sekali. Katanya, ”You have made us toward you, and our
heart is restless, until it rests on you.” Engkau telah menjadikan/menciptakan
kami terarah kepada-Mu, dan hati kami tidak akan tenang, hingga ia berdiam di
dalam-Mu.
Teman-teman,
ingat, pengejaran segala sesuatu di luar Tuhan pasti berujung pada kekosongan
makna, kesia-siaan, kehampaan, menjemukan, seperti menjaring angin.
Hap..kosong.. Hanya di dalam Tuhanlah, makna hidup tergenggam.. Ingat ya..
pengejaran segala sesuatu di luar Tuhan pasti berujung pada kekosongan makna,
hanya di dalam Tuhanlah makna hidup tergenggam.
Kita-kita
yang ada di sini masih muda. Beberapa lebih muda dari saya. Setiap keputusan
yang kita ambil pada masa-masa ini sangat menentukan masa depan kita nantinya
seperti apa. Karena itu selalu fokuskan pada Tuhan dalam setiap pertimbangan.
Supaya nantinya, tidak ada penyesalan. Ingat, pengejaran segala sesuatu di luar
Tuhan adalah sia-sia. Hanya di dalam Tuhanlah, makna hidup tergenggam. Amin.
Mari kita berdoa.
No comments:
Post a Comment