Belajar dari
Kisah Imam Eli
Sasaran :
1.
Anggota
komsel belajar tentang keluarga yang baik di mata Tuhan dari kisah Imam Eli
2.
Anggota
komsel tergerak untuk hidup takut akan Tuhan
Pengarahan pembahasan:
Salah satu sasaran
empuk yang hendak dihancurkan Iblis adalah keluarga Kristen. Sekian abad
mencoba menghancurkan gereja dari luar yaitu berupa penganiayaan dan tekanan
tidak ampuh melenyapkan gereja, sebaliknya, mati satu tumbuh seribu. Dan pada
saat sorot mata diarahkan ke tempat lain
yaitu keluarga Kristen, maka kehancuran gereja menjadi sebuah hal penting untuk
dipikirkan.
Keluarga adalah sel
terkecil dalam masyarakat. Poros Negara adalah keluarga-keluarga yang ada di
dalamnya. Keluarga bahagia akan membentuk Negara yang makmur. Keluarga
merupakan fondasi, dasar, pilar penting dan perekat sebuah komunitas besar.
Tanpa keluarga tidak ada Negara. Dan jika dikaitkan dengan gereja, hal ini
kurang lebih sama, tanpa keluarga maka tidak mungkin hadir gereja karena gereja
terbentuk dari orang-orang yang berasal dari keluarga.
Permasalahan muncul
pada saat esensi keluarga Kristen menjadi pudar. Nilai-nilai yang seharusnya
hadir dalam sebuah keluarga Kristen pudar dan bahkan menghilang, hal ini
menjadi awal keruntuhan gereja. Iblis sadar bahwa dengan menghancurkan
keluarga, ia akan dengan mudah menghancurkan gereja. Dan bukan hanya keluarga
Kristen awam, tetapi juga banyak keluarga para pelayan Tuhan mengalami
keretakan bahkan sampai hancur berantakan, bahkan bercerai. Jika kita melihat
kepada sejarah, kita akan menjumpai pengkhotbah besar yang menceraikan
istrinya. Ada pula majelis yang keluarganya berantakan, anak-anaknya menjadi
pecandu narkoba bahkan budak seks, dsb. Hal ini adalah fakta yang kita tidak
dapat sekedar menutup mata dan telinga.
Dalam kesempatan
bulan keluarga ini, kita akan belajar dari keluarga imam Eli. Lalu kita juga
akan membandingkan dengan keluarga Samuel. Imam Eli ditegur Allah dan dihukum,
tetapi Samuel ditegur tetapi tidak dihukum. Mengapa demikian? Alkitab mencatat
bahwa imam Eli meski tahu anak-anaknya berdosa, tidak menegor keras dan tidak menjaga
diri ‘bersih’, ia ikut makan daging rampasan anak-anaknya tersebut. Alkitab
mencatat Allah bertanya kepada imam Eli, ‘mengapa
engkau menghormati anak-anakmu lebih daripadaKu, sambil engkau menggemukkan
dirimu dari bagian terbaik… (1Sam. 2:29). Imam Eli terlibat di dalam dosa
anak-anaknya, inilah pandangan Allah. Tetapi Samuel sebaliknya, ia sudah
menegor keras anak-anaknya dan mencopot jabatan imam mereka dan menjaga dirinya
‘bersih’.
Berikut perbedaan keduanya:
·
Keluarga Imam Eli:
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Imam Eli?
a. tidak mengindahkan TUHAN,
b. tidak mengindahkan batas hak para imam,
c. sebagai Imam memakan daging mentah,
d. memakan lemak dari korban bakaran
(lemak seharusnya dibakar sampai habis -> Bil 18:17-18),
e. melakukan kekerasan,
f. memandang rendah korban untuk TUHAN,
g. berzinah,
h. menghujat Allah,
i. tidak bertobat.
( I Sam 2:12-17, 22-25 + I Sam 3:11-14 )
Lalu apakah dosa Imam Eli dihadapan Allah?
a. tidak menegakkan perintah/Firman Allah dengan tegas,
b. loba/rakus,
c. tidak memarahi anak-anaknya,
d. tidak menghormati Allah,
e. menghormati manusia (anak-anaknya) lebih dari pada Allah,
f. mengetahui anak-anaknya berdosa tetapi tidak melakukan apa-apa, bahkan IKUT MAKAN – ‘menggemukkan diri’ à ikut terlibat dalam dosa.
( I Sam 2:22-25, 29 + I Sam 3:11-14 )
Apakah tindakan Imam Eli terhadap dosa anak-anaknya?
a. hanya menegur (I Sam 2:22-25),
b. tidak memarahi mereka (I Sam 3:13),
c. Imam Eli tidak mencabut jabatan anak-anaknya; mereka tetap
menjabat jabatan Imam (I Sam 4:4).
Bagaimana tanggapan Imam Eli terhadap Allah?
a. tidak bertobat walau Allah sudah menegur (I Sam 2:27-36, 3:13),
b. pasrah - tidak mau merendahkan diri dihadapan Allah untuk memohon
belas kasihan-NYA ( I Sam 3:18 ).
Atas dasar itulah Tuhan Allah menghukum Imam Eli dan anak-anaknya.
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Imam Eli?
a. tidak mengindahkan TUHAN,
b. tidak mengindahkan batas hak para imam,
c. sebagai Imam memakan daging mentah,
d. memakan lemak dari korban bakaran
(lemak seharusnya dibakar sampai habis -> Bil 18:17-18),
e. melakukan kekerasan,
f. memandang rendah korban untuk TUHAN,
g. berzinah,
h. menghujat Allah,
i. tidak bertobat.
( I Sam 2:12-17, 22-25 + I Sam 3:11-14 )
Lalu apakah dosa Imam Eli dihadapan Allah?
a. tidak menegakkan perintah/Firman Allah dengan tegas,
b. loba/rakus,
c. tidak memarahi anak-anaknya,
d. tidak menghormati Allah,
e. menghormati manusia (anak-anaknya) lebih dari pada Allah,
f. mengetahui anak-anaknya berdosa tetapi tidak melakukan apa-apa, bahkan IKUT MAKAN – ‘menggemukkan diri’ à ikut terlibat dalam dosa.
( I Sam 2:22-25, 29 + I Sam 3:11-14 )
Apakah tindakan Imam Eli terhadap dosa anak-anaknya?
a. hanya menegur (I Sam 2:22-25),
b. tidak memarahi mereka (I Sam 3:13),
c. Imam Eli tidak mencabut jabatan anak-anaknya; mereka tetap
menjabat jabatan Imam (I Sam 4:4).
Bagaimana tanggapan Imam Eli terhadap Allah?
a. tidak bertobat walau Allah sudah menegur (I Sam 2:27-36, 3:13),
b. pasrah - tidak mau merendahkan diri dihadapan Allah untuk memohon
belas kasihan-NYA ( I Sam 3:18 ).
Atas dasar itulah Tuhan Allah menghukum Imam Eli dan anak-anaknya.
·
Perhatikan keluarga Samuel:
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Samuel?
a. mereka mengejar laba,
b. menerima suap,
c. memutarbalikkan keadilan.
( I Sam 8:1-3 )
Lalu apakah dosa Samuel dihadapan Allah?
Dalam hal ini Samuel bersih, tidak didapati melakukan kesalahan dalam
melaksanakan tugasnya.
( I Sam 12:3-5 )
Apakah tindakan Samuel terhadap dosa anak-anaknya?
a. Samuel menerima/mengakui dengan terbuka dosa anak-anaknya; dia
tidak menutup-nutupinya ( I Sam 8:4-5 ),
b. Samuel mencopot jabatan hakim anak-anaknya.
Perhatikan tulisan ".. dan bukankah anak-anakku laki-laki ada di
antara kamu?" di I Sam 12:2; artinya Samuel telah mencopot jabatan
anak-anaknya dan menjadikan mereka rakyat biasa,
c. Samuel tetap bertindak sebagai hakim setelah mencopot jabatan
anak-anaknya; sampai akhirnya dia permisi dari bangsa Israel
( I Sam 12:2c ).
Bagaimana tanggapan Samuel terhadap Allah?
Samuel bertekad untuk terus hidup "bersih" sebagai hamba Allah dan
akan tetap mengajarkan jalan-jalan NYA.
( I Sam 12:23 )
Sampai akhir hidupnya Allah tetap menghargai Samuel, tetapi tidak demikian dengan imam Eli
Apakah dosa yang dilakukan anak-anak Samuel?
a. mereka mengejar laba,
b. menerima suap,
c. memutarbalikkan keadilan.
( I Sam 8:1-3 )
Lalu apakah dosa Samuel dihadapan Allah?
Dalam hal ini Samuel bersih, tidak didapati melakukan kesalahan dalam
melaksanakan tugasnya.
( I Sam 12:3-5 )
Apakah tindakan Samuel terhadap dosa anak-anaknya?
a. Samuel menerima/mengakui dengan terbuka dosa anak-anaknya; dia
tidak menutup-nutupinya ( I Sam 8:4-5 ),
b. Samuel mencopot jabatan hakim anak-anaknya.
Perhatikan tulisan ".. dan bukankah anak-anakku laki-laki ada di
antara kamu?" di I Sam 12:2; artinya Samuel telah mencopot jabatan
anak-anaknya dan menjadikan mereka rakyat biasa,
c. Samuel tetap bertindak sebagai hakim setelah mencopot jabatan
anak-anaknya; sampai akhirnya dia permisi dari bangsa Israel
( I Sam 12:2c ).
Bagaimana tanggapan Samuel terhadap Allah?
Samuel bertekad untuk terus hidup "bersih" sebagai hamba Allah dan
akan tetap mengajarkan jalan-jalan NYA.
( I Sam 12:23 )
Sampai akhir hidupnya Allah tetap menghargai Samuel, tetapi tidak demikian dengan imam Eli
Teman-teman, Allah
menghukum anak-anak Imam Eli termasuk Imam Eli sendiri, tetapi Allah tidak
menghukum Samuel melainkan hanya anaknya. Mengapa? Karena Samuel tidak
membiarkan dirinya terlibat dalam dosa keluarganya. Ia menjaga diri bersih dan
telah melakukan apa yang menjadi bagiannya. Inilah teladan prinsip yang harus
dimiliki keluarga Kristen saat ini. Banyak orang Kristen yang meski merasa
tidak melakukan dosa yang dilakukan keluarganya, tetapi ‘ikut makan’ dari
hasilnya. Itulah yang dilakukan Imam Eli. Ia tidak menjalankan perannya di
hadapan Allah dan manusia dengan baik. Dan Allah menghukumnya.
Kiranya kita belajar
dari kisah Imam Eli. Tidak membiarkan dosa hadir dalam keluarga kita. Tidak
berkompromi dengan dosa. Menjaga kekudusan di hadapan Allah.
‘Sebab Allah kita adalah api yang
menghanguskan.’ Ibr. 12:29.
Pertanyaan renungan:
1. Jika
anggota keluargamu ada yang berbuat dosa, apakah yang engkau lakukan sebagai
anak Tuhan?
2. Apakah
engkau merasa kekudusan Allah sudah hadir dalam keluargamu?
Komitmen praktis:
1. Mau
menjaga kekudusan Allah di tengah keluarga kita
2. Mau
menghadirkan kekudusan, kasih, dan kebenaran dalam keluarga kita
3. Mau
menyelesaikan masalah/dosa yang sedang terjadi saat ini – jika ada.
Yesus dan anak
kecil
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengerti bahwa Yesus begitu mengasihi dan menerima anak kecil
2.
Anggota
komsel mempunyai pandangan terhadap sosok anak kecil sebagaimana Yesus
memandang.
Pengarahan pembahasan:
Markus 10:13-16.
Dalam bagian ini, kita dapat melihat adanya teladan yang ingin
Yesus berikan kepada kita sebagai pelayan anak. Yesus pun ingin kita mengikuti
jejakNya.
Dalam ayat ini, anak-anak dibawa kepada Yesus untuk diberkati.
Namun, para murid menghalang-halangi mereka dan Yesus pun menegur para murid.
Dia sangat tidak suka dengan sikap murid-murid-Nya. Dengan kata lain, sikap
seperti itu sangat menyedihkan hati-Nya. Kemudian Dia memberikan dua hal
penting. Dia berkata, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku dan jangan
menghalangi mereka." Kita mungkin berpikir para murid mengerti apa
keinginan Yesus; apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap anak-anak
tersebut. Yesus melanjutkan dan berkata bahwa anak-anak yang berlarian itu
adalah teladan iman yang seharusnya dimiliki oleh para murid. Sungguh
sederhana. Anak-anak kecil tersebut menggambarkan kondisi dan karakter yang
berkenan di hadirat-Nya -- dan hal itu tidak diperlihatkan oleh para murid.
Kemudian Yesus menyatakan bagaimana kita dapat melayani anak-anak.
Pertama, Dia memeluk anak-anak tersebut. Perhatikan, Dia hanya diminta untuk
memberkati anak-anak yang datang kepada-Nya, namun Yesus lantas melakukan hal
yang lebih dari itu, Dia memeluk anak-anak tersebut. Bayangkanlah perasaan
orang tua mereka saat itu.
Ketika anak-anak tersebut berada dalam pelukan Yesus, Ia
memberkati mereka. Berkat yang Dia berikan bukan sekadar doa pendek. Kata "memberkati"
di situ berarti mendoakan anak-anak tersebut dengan sangat sungguh-sungguh dan
mendalam. Dia mengetahui nilai perbuatan-Nya tersebut. Apa yang kita lakukan
pun bernilai, dan memberikan diri kita sepenuhnya kepada anak-anak dilayani.
Ada 3
pelajaran singkat yang dapat kita pelajari dari cara Yesus melayani anak-anak.
1.
Kita tidak boleh melakukan pendekatan
pelayanan seperti yang dilakukan para murid.
Mereka tidak
menghargai anak-anak, kasar terhadap orang tua yang datang membawa anaknya, dan
hanya memikirkan diri sendiri agar dapat memiliki waktu dan relasi dengan
Yesus. Sikap demikian bukanlah sikap Kristiani. Allah menghendaki hidup yang
mengasihi dan tidak membeda-bedakan. Pengkelasan bukanlah nilai Kristiani.
Tembok pemisah bukanlah ajaran Kekristenan. Panggilan dan kasih Allah bukan
hanya ditujukan bagi orang-orang tertentu, tetapi bagi semua orang termasuk di
dalamnya anak-anak kecil yang tidak berdaya sekalipun. Bukan hanya orang-orang
dewasa, pandai, terdidik bahkan terhormat, tetapi anak kecil pun mendapatkan
perhatian penting di mata Allah. Inilah value yang dinyatakan Allah dalam
bagian ini.
2.
Anak-anak membutuhkan Yesus.
People need
the Lord. Kalimat ini bukan hanya ditujukan bagi orang dewasa, tetapi anak
kecil pun termasuk need the Lord. Pelayanan anak-anak adalah pelayanan yang
sangat penting dalam Kerajaan Allah. Allah tidak pernah mengabaikan dan
membuang anak kecil dari agenda pelayanan. Yesus turun dari sorga salah satu
tujuannya juga bagi momen memberkati anak kecil ini. Kita perlu untuk mengingat
hal ini selalu dalam rencana program sekolah minggu dan manajemen pelayanan.
Tetapi kita harus ingat bahwa semua program yang direncanakan harus dilakukan
atas dasar kebutuhan anak-anak terhadap Yesus.
3.
Kita perlu datang kepada Yesus seperti
seorang anak kecil.
Dari kisah
ini, Yesus tidak hanya mengajar kita untuk tidak mengabaikan keberadaan anak
kecil, tetapi pelajaran ini pun mendorong orang dewasa menjadi seperti anak
kecil. Ini pelajaran untuk para murid-Nya, dan juga untuk kita. Satu hal yang
saya cintai dari pelayanan anak adalah kita dapat belajar banyak hal mengenai
iman hanya dengan berkumpul bersama anak-anak kecil tersebut. Ketulusan dan
kepercayaan (iman) yang ditunjukkan anak kecil selalu tulus dan apa adanya. Yesus
mengatakannya kepada kita dalam Markus 10:13-16 tersebut.
Menerima dan mengasihi anak kecil itu tidak mudah. Naluri alamiah
tidak mendorong seseorang secara otomatis melakukan hal ini. Bagian ini menjadi
sangat penting karena Yesus memberikan teladan sebaliknya. Ia hendak mendorong
setiap muridnya, termasuk kita, untuk menghidupi kebenaran ini.
Pertanyaan renungan:
1.
Mengapa
Yesus tidak menolak anak kecil seperti murid?
2.
Mengapa
standar anak kecil adalah standar Allah, apa maksudnya?
Komitmen praktis:
1.
Mau
meneladani Yesus dalam hal memperlakukan anak kecil
2.
Memikirkan,
merenungkan dan membuat hal-hal yang baik bagi anak-anak kecil di sekitar kita
yang dapat memancarkan prinsip hal ini.
Perang dingin
dalam rumah tangga
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengenal kondisi dan keberadaan konflik dalam keluarga mereka
2.
Anggota
komsel mengusahakan hidup dalam dalam Kristus dan perdamaian
Pengarahan pembahasan:
Ef. 5:22-33; Yoh. 13:34
Keluarga
mereka sel terkecil dalam masyarakat. Jika sel rusak maka tubuh akan rusak.
Sebagaimana keseluruhan jemaat Tuhan adalah tubuh Kristus, maka keluarga yang
merupakan elemen-elemen dasarnya merupakan ‘sel-sel tubuh’ tersebut. Jika sel
rusak atau tidak sehat, maka pasti akan mengganggu kesehatan tubuh.
Iblis
tidak mampu menghancurkan gereja dalam artian tubuh Kristus, dan ia mengganti
strategi dengan menghancurkan keluarga Kristen. Jika berhasil menghancurkan
keluarga Kristen, maka kehidupan berjemaat dan bergereja juga akan hancur,
cepat atau lambat. Terlebih lagi focusnya adalah para leader, jika keluarga
Kristen yang menjadi leader di gereja rusak, maka rusaklah kesaksian gereja,
dan akhirnya, banyak orang belum percaya menjadi tersandung serta tidak mau
menjadi orang Kristen. Inilah yang dikerjakan oleh Iblis yang dapat kita lihat
di dalam sejarah gereja.
Alkitab
secara konstan dan terus menerus menuliskan serta mengingatkan tentang bahaya
ini. Paulus banyak menulis tentang keluarga, peran suami, istri, orangtua, dan
anak. Porsi yang besar diberikan Alkitab untuk memperhatikan pentingnya peran
sebuah keluarga di dalam kesaksian gereja.
Banyak
keluarga Kristen yang hidup dalam konflik berkepanjangan dan tidak dibereskan,
mereka sesungguhnya di ambang kehancuran. Perang dingin menjadi sebuah
kelaziman yang terjadi saat ini di dalam keluarga-keluarga, termasuk keluarga
Kristen. Meski tidak ada percekcokan secara terang-terangan, tetapi ada
kecuekan/ignorance dalam keluarga, dan hal ini sama saja membawa dampak buruk
akhirnya. Perang dingin rumah tangga merupakan sebuah kehidupan yang paling
menakutkan. Jika perang dingin ini terus dibiarkan, akan terjadi perang
sesungguhnya yang akibatnya bisa sangat fatal dan mengerikan serta tak
terpikirkan.
Komunikasi
sangat penting di dalam sebuah keluarga. Jika ada masalah, seharusnya
dikomunikasikan dengan clear dengan terbukaan dan hati yang mencari damai. Seringkali banyak pasangan tidak menyadari
bahwa masalah yang terjadi di dalam hubungan mereka kian pelik. Ironisnya,
banyak hubungan yang pada akhirnya harus berakhir padahal usaha
mempertahankannya belum maksimal. Terkadang, untuk memperbaiki keretakan rumah tangga, diperlukan
bantuan seorang ahli misalnya penasihat pernikahan.
Berikut beberapa tanda
hubungan yang tidak sehat dan sedang perang dingin. Perang dingin dalam rumah
tangga ini tidak begitu mencolok dan tidak harus nampak secara fisik, tetapi
ada hadir sikap yang seharusnya tidak boleh ada dalam sebuah pernikahan. Dan
perang dingin ini membutuhkan orang ketiga untuk menolong/sebagai perantara:
1.
Tak
lagi saling mendengarkan
Saat pasangan tak saling mendengarkan satu
sama lain, maka tak akan pernah ada komunikasi yang baik. Komunikasi buruk
adalah awal kehancuran fondasi sebuah rumah tangga. Untuk itu, Anda dan
pasangan memerlukan kehadiran orang ketiga yang bersifat netral untuk menjadi
penengah.
2.
Percekcokan
tanpa kata dan tanpa henti.
Tiada hari tanpa ketidakcocokan, sampai
pasangan tak lagi bisa menyebutkan penyebab awal yang memicu pertengkaran. Cara
berkomunikasi tak lagi sehat, hanya ada teriakan dan kata-kata kasar yang
keluar dari mulut Anda dan pasangan jika meledak. Meski tidak melakukan
kekerasan fisik, hal ini harus lekas diatasi. Bahkan membutuhkan
orang ketiga sebagai penengah.
3.
Tidak dapat saling memaafkan
Anda tak bisa memaafkan kesalahan pasangan
apapun alasanya. Kehidupan Anda diliputi dendam dan amarah. Seorang penasihat
pernikahan akan membantu untuk memperbaiki jiwa dan hati yang telah ‘rusak’. Ia
akan membantu Anda melepaskan kemarahan, sehingga jiwa Anda pun kembali tenang.
Jika ada ketiga hal ini selama bertahun-tahun berarti pernikahan
tersebut berada dalam masalah besar. Pernikahan tersebut jelas sangat tidak
sehat. Jika tidak diselesaikan, maka akan terjadi kehancuran.
Meski tidak saling bercekcok muka dengan muka dan saling cuek,
tetapi ada kebencian yang sangat besar terhadap pasangan atau orang dalam
keluarga. Sudah tidak ada kasih lagi (Yoh. 13:34). Bukan sekedar sentiment,
tetapi kebencian yang mengutuk dalam hati. Kebencian yang dapat berakhir dalam tindakan destruktif. Meski tidak ada
kesempatan untuk menghadirkan tindakan, tetapi kebencian dalam hati tersebut
adalah inti masalah perang dingin itu sendiri.
Karena itu, sebelum hancur, sebuah keluarga harus diselamatkan.
Sebuah keluarga Kristen harus selalu menghadirkan Kristus dan kembali kepada
prinsip pernikahan keluarga Kristen (Ef. 5:22-33). Terlalu banyak komponen yang
berpotensi untuk dijadikan masalah, oleh karena itu, poin of stand dari suami,
istri, anak, mertua, mantu, kakek, nenek dsb haruslah berdasarkan kebenaran
Alkitab. Tanpa poin of stand yang jelas, maka seorang Kristen akan bingung
harus berbuat apa jika menghadapi masalah, bahkan yang terkecil sekalipun.
Pernikahan yang diwarnai dengan percekcokan terus menerus, tidak
saling menerima dan mendengar serta tidak ada maaf merupakan neraka rumah
tangga. Kita tidak boleh berlama-lama hidup dalam konflik dan perang dingin
seperti itu. Tidak ada jalan lain selain memhadirkan Tuhan, pertobatan dan
kemauan untuk memperbaiki. Kiranya Tuhan memberkati keluarga kita.
Pertanyaan renungan:
1.
Masalah
apakah yang pernah terjadi dalam keluargamu dan bagaimana engkau mengatasinya?
2.
Mengapa
perang dingin merupakan sesuatu yang tidak boleh dibiarkan dalam kehidupan
keluarga Kristen?
Komitmen praktis:
1.
Mau
hidup dalam damai Kristus di tengah keluarga.
2.
Mau
membereskan potensi masalah yang dapat menghancurkan sebuah keluarga.
3.
Mau
bertobat dan kembali kepada Alkitab.
Kasih Allah
(keselamatan) : Cuma-Cuma tapi tidak murah
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengenal arti keselamatan lebih dalam lagi dan menghargai
2.
Anggota
komsel lebih bersyukur dan lebih serius dalam menghidupi keselamatan
Pengarahan pembahasan:
TUHAN
itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari
hukuman orang yang bersalah. Nahum 1:3a
Kira mungkin pernah
dengar ungkapan seperti ini, ‘Mumpung masih muda, puas-puasin deh hidup ini!’
atau ‘Sok suci amat sih, enjoy aja dulu, soal dosa nanti minta ampun sama
Tuhan, beres kan?’ Di zaman akhir makin banyak orang percaya yang menganggap
enteng kasih setia dan pengampunan Allah sebagai barang obralan. Orang semakin
berani berurusan dengan perkara dosa. Karena yakin setelah meminta ampun,
bekas-bekas dosa dihapuskan dan tidak diperkarakan oleh Allah yang maha
pengasih dan panjang sabar.
Semakin seseorang
menikmati hidup berdosa membuktikan ia belum sungguh-sungguh di dalam Allah.
Dosa itu tidak pernah tidak meninggalkan jejak. Seperti paku yang ditancapkan
ke kayu, demikianlah dosa kita. Semakin banyak dosa yang kita hidupi, seperti
paku yang banyak ditancapkan ke kayu. Pemulihannya lama karena harus dicabut satu
per satu. Dan lihatlah…bekas paku itu! Dosa meninggalkan jejak. Orang yang
pernah terjebak dalam kehidupan seks bebas didapati secara statistic sangat mudah
kembali kepada dosa seks bebas jika ia dicobai. Ia sangat mudah tergelincir dan
jatuh ke lobang yang sama. Bekas dosa dahulu adalah identitas kelemahannya. Jadi,
jangan bermain-main dengan dosa.
Allah meminta orang
Kristen untuk tidak bermain-main dengan dosa. Firman Tuhan memang berbicara
tentang pengampunan yang diberikan cuma-cuma bagi mereka yang mengaku dosanya
(1Yoh. 1:9). Tapi, Alkitab juga berbicara tentang Allah yang murka terhadap
kejahatan (Bil. 25:3; Ef. 5:6) dan menindak tegas tiap orang yang bersalah (2Sam.
6:7, Kis. 5). Bahkan, Ia tidak sekali-kali membebaskan hukuman (Nah. 1:8b).
Dosa dapat diampuni asalkan dengan pertobatan yang sungguh nyata, tapi
konsekuensi dosa menjadi pertanggungjawaban pribadi di hadapan Tuhan. Allah
adalah kasih, tapi bukan kasih murahan. Ia menuntut pertanggungjawaban dari
setiap kita akan kasihNya.
Berikut adalah
beberapa prinsip firman Tuhan tentang kasih Allah (keselamatan) adalah cuma-cuma,
tetapi tidak murahan, gratis tetapi tidak gratisan.
1.
Nothing of me
Alkitab mencatat, ‘Karena begitu besar kasih Allah…’, menunjukkan kualitas kasih
Allah. Allah tidak bermain-main dalam mengasihi. Ia tidak setengah-setengah.
Allah total dalam menyatakan kasihNya.
Dan Allah pun menuntut orang yang
merasakan kasihNya menghidupi hal yang sama. Allah meminta ‘Hidup yang
dipersembahkan’ kepadaNya (Rm. 12:1-2). Itulah kehendak Allah. Itulah ibadah
yang sejati. Hati yang remuk tidak akan dibuangNya (Mzm. 51), Ia menginginkan
hati hancur manusia yang menyadari anugerah Allah yang sangat besar dan
keterbatasan serta kepapaan dirinya.
Manusia tidak mampu mengerjakan apapun
untuk mendapatkan keselamatan dan kasih Allah. Manusia sudah mati dalam dosa di
mata Allah. Apapun yang dilakukan manusia untuk memperoleh kasih Allah adalah
perbuatan sia-sia. Karena itu, menyadari keterbatasan, ketidakmampuan diri,
serta betapa lemah dan papanya diri adalah awal dimana Allah bekerja. Tanpa
kesadaaran ini, seorang Kristen menganggap bahwa dirinya mampu dan bahkan Allah
membutuhkan dirinya.
Sebaliknya, Alkitab mengatakan bahwa
pada waktu kita menjadi musuh Allah, Ia menyatakan kasihNya (Rm. 5:8). Pada
waktu tidak mungkin kita mengasihi Allah, sadar kelemahan dan kepapaan,
merendahkan diri, dan mau bertobat, justru saat inilah Allah menyatakan
kasihNya. Pada waktu kita masih mengangkat tangan melawan Allah, hendak
memukulNya, Ia menyatakan kasihNya. Bukan kita yang memilih Allah tetapi Allah
yang memilih kita (Yoh. 15:16). Ia memberikan kasihNya yang sangat bernilai dan
teramat besar. Nothing of me. The grace of God is free but not cheap!
2.
Seimbang dalam mengerti
prinsip ini
Kita tidak boleh hanya mengatakan ‘Oke,
Allah mengasihiku, amin dan beres, lalu aku tidur saja.’ Ini bukanlah sikap
Kristen yang Allah inginkan. Allah ingin kita bangkit dan melayaniNya. Engkau
makan, minum, dsb, lakukan untuk AKU! (1Kor. 10:31; Kol.3:23). Mati bagi diri
dan dosa adalah satu hal, tetapi hidup bagi Allah adalah hal lain.
Orang Kristen tidak boleh hanya hidup
menikmati kasih Allah. Ini adalah hidup yang egois. Tetapi orang Kristen harus
tahu bahwa kasih yang Cuma-Cuma ini harus dihidupi tidak dengan sikap murahan
atau cheap. Hidup kita menyatakan bagaimana kita menilai kasih Allah atau
keselamatan. Jika kita sembarangan, artinya kita menganggap bahwa keselamatan
adalah murahan. Tetapi orang Kristen yang mengerti seimbang akan menghidupi
dalam keseimbangan. Ia akan bersukacita karena kasih Allah yang sangat besar,
tetapi menangisi dosa jika ia jatuh dan mendukakan Roh Kudus karena telah
membuat kasih itu menjadi murahan. Tetapi tentu saja kita tidak boleh hidup
dalam ketakutan yang tidak beralasan (2Tim. 1:7).
Paulus berkata dengan indah bahwa, ‘Sebab aku telah mati…( Gal. 2:19)…namun aku hidup…’ (Gal. 2:20). Wow indah
sekali. Kita juga sama, kita telah mati bagi dosa dan disalibkan. Kita dikasih
dengan kasih agape dan free, tetapi tidak selesai sampai disini, kita harus
bersikap bahwa kasih itu mahal dan tidak layak bagi kita, mendorong kita ‘hidup
bagi Kristus’. Inilah hidup dalam konsep yang seimbang yang Allah inginkan.
3.
Ada akibat yang
menakutkan
Ketidakmengertian akan kebenaran ini
akan membuat seorang Kristen hidup secara timpang. Ada yang hidup dalam
ketakutan yang over, tetapi juga ada yang hidup dengan sembarangan dan murahan.
Yang kedua jauh lebih banyak. Yang pertama, tentu saja jauh lebih baik dan
bahkan diselamatkan. Yang kedua dipertanyakan keselamatannya.
Alkitab tegas dan keras terhadap orang
yang mempermainkan kasih Allah dan keselamatan yang telah dikaruniakanNya.
Alkitab tidak memakai tedeng aling-aling. Melalui rasul Petrus, Allah
mengingatkan kita supaya berhati-hati dan tidak jauh dalam hidup yang salah. ‘Karena itu bagi mereka adalah lebih baik,
jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran daripada mengenalnya, tetapi
kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka’
(2Pet. 3:21). Bahkan Yesus mengatakan yang tersesat dan menyesatkan orang lain,
‘lebih baik baginya jika sebuah batu
kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut’
(Mat. 18:6). Betapa seriusnya kasih Allah atas diri kita. Bukan untuk
memanjakan atau meninabobokan kita, tetapi menuntut kita untuk ‘Hidup bagi
Kristus’. Ada akibat serius jika kita mempermainkan kasih Allah.
Teman-teman,
kasih Allah free but not cheap. Ini adalah kebenaran Alkitab. Jadi, jangan
hidup secara cheap. Jangan membiarkan diri kita yang mempunyai identitas anak
Tuhan, dicap dunia sama seperti mereka dan dianggap ‘cheap’ sehingga kita
membuat kasih Allah menjadi cheap di mata mereka. Mari kita hidup bagi Kristus
yang telah mati bagi kita, karena kita sudah disalibkan dan mati bersama
Kristus.
‘Apapun juga yang kamu perbuat,
perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia’
Kol. 3:23.
Pertanyaan renungan:
1.
Bagaimana
engkau menganggap kasih Allah selama ini? Adakah hidupmu serius di hadapan
Allah?
2.
Bagaimana
cara kita hidup secara benar dan seimbang di hadapan Allah dan manusia?
Komitmen praktis:
1.
Mau
menhidupi kasih Allah dengan serius dan tidak menjadikannya murahan
2.
Mau
memuliakan Allah dalam segala aspek, termasuk yang terkecil dalam hidup keseharian.
Keselamatan yang
tidak dapat hilang
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengerti bahwa keselamatan adalah kekal dan tidak dapat hilang
2.
Anggota
komsel lebih menghargai apa yang telah dikerjakan Allah
Pengarahan pembahasan:
‘Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan
Aku mengenal mereka dan mereka mengikuti Aku, dan Aku memberikan hidup yang
kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya
dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.’ (Yoh. 10:27-28)
Pengajaran
ini adalah pengajaran dasar sejarah gereja. Dari Yesus, Paulus, Agustinus,
Luther, Calvin, hingga hari ini, warisan dan harta iman ini tetap tersimpan
rapi dan terus diturunkan ke generasi berikutnya.
Tetapi
pengajaran ini dapat didistorsi oleh pemahaman humanism. Banyak ‘debu’ dan
‘polusi’ humanism yang mengotori harta ini. Penekanan yang berlebihan kepada
manusia membuat manusia merasa diri mampu sejak awal keselamatan sampai dengan
akhirnya. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa sejak awal, Tuhan yang menetapkan dan
memilih, lalu bekerja mempertobatkan kita, lalu memelihara dengan tanganNya
yang teguh sampai kepada kesudahannya. Segala sesuatu adalah DARI, OLEH dan
KEPADA ALLAH (Rm. 11:36). Jadi Alkitab mengunci pemikiran kita kepada Allah
saja. Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Christos, Sola Gratia dan SOLI DEO
GLORIA.
Banyak
orang Kristen yang bertanya, ‘Akankah aku bisa masuk ke sorga, sedangkan
hidupku banyak cela dan dosa?’ Alkitab menjawab, ‘Ya, tentu saja bisa.’
Keselamatan adalah anugerah Allah, dikerjakan oleh Allah, dan dipelihara oleh
Allah. Tentu saja kita masih lemah dan jatuh, tetapi kita tidak menikmati dosa.
Hidup orang Kristen belumlah sempurna. Ia masih bercela dan lemah serta dapat
jatuh dalam dosa. Tetapi yang menjadi pembeda adalah ia adalah ciptaan baru. Ia
adalah makhluk rohani. Ia adalah mahkluk yang hidup dalam Roh, bukan dalam
kenikmatan kedagingan lagi. Inilah kebenaran yang diajarkan Alkitab.
Banyak
bagian yang berbicara tentang prinsip ini. Tetapi kita akan menyoroti satu
bagian ayat yang terpenting tentang tema ini. Dalam kesempatan ini, kita akan
belajar 3 prinsip singkat tentang keselamatan yang tidak dapat hilang:
1.
Ini tentang
pengenalan
Kata ‘mengenal’ sering digunakan Alkitab
berkaitan dengan iman. Kepada orang yang ditolakNya, Yesus mengatakan,
‘Enyahlah kamu, hai sekalian pembuat kejahatan, Aku tidak pernah mengenal
kamu’. ‘Mengenal’ adalah sesuatu yang bersifat personal. Iman adalah sesuatu
yang personal/pribadi. Ini seperti orang pacaran atau suami istri yang saling
mengenal. Kita adalah mempelai Kristus. Adakah mempelai tidak saling mengenal??
Apakah standar mengenal di sini? Apakah
engkau merasa dirimu mengenal Kristus? Kristus seperti apa yang engkau kenal?
Dari siapakah engkau mengenalNya? Kita harus berani mempertanyakan pertanyaan
basic ini kepada iman kita untuk sungguh mengetahui keotentikan iman kita.
Jangan sampai iman kita selama puluhan tahun adalah pemikiran kita sendiri.
Allah yang kita kenal adalah ‘allah karangan pikiran kita sendiri’. Celaka jika
hal ini terjadi.
Bagian ini menjelaskan bahwa ‘mendengar dan mengikut’ adalah
standard mengenal Allah. Tidak hanya
mendengar, tetapi mengikuti. Tidak hanya pendengar pasif, tetapi ada aksi aktif
bangkit dari tempat duduk dan melakukan firman Allah. Ini adalah dasar pengenalan.
Inilah ketaatan. Do you obey God? Inilah pertanyaan yang perlu direnungkan
untuk mengetahui apakah kita mengenal Allah.
2.
Jaminan sempurna
dari Allah
Allah mengatakan, ‘Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak
akan binasa sampai selama-lamanya’. I give unto them eternal life; and they
shall never perish. Ini bukan sekedar janji. Tetapi aksi. Inilah action yang
dikerjakan Allah. Keselamatan kita bukanlah belum terjadi, tetapi sudah terjadi
dan sedang berlangsung. Memang kita masih hidup dalam tubuh kedagingan yang
lama dan lemah. Tetapi jaminan sempurna dari Allah meniadakan kelemahan
tersebut jika kita mau taat (obey). It’s already and not yet. Not yet dalam
arti belum di sorga secara sempurna mengenakan tubuh baru yaitu tubuh
kemuliaan. Tapi keselamatan kita sudah tuntas dikerjakan di atas kayu salib,
sehingga orang percaya yang meninggal hari ini, ia diselamatkan.
Mengapa Allah mau memberikan kasihNya
kepada kita? Hal ini tidak akan pernah dapat kita jawab dengan tuntas. Ada
misteri kasih Allah yang begitu besar yang disisakan bagi kita untuk tetap
beriman kepadaNya. Yang Allah kehendaki adalah sungguh mengenal dan mengamini
bahwa Ia sangat mengasihi kita dan menjamin hidup kita secara sempurna. Allah
tidak pernah membiarkan dan melepas kita berjalan sendiri tanpa penyertaan
kasihNya. Inilah yang Ia ingin kita mengerti.
Kita adalah orang-orang mendapat jaminan
pasti dan sempurna. Siapakah penjaminnya? Allah adalah penjamin. Ia tidak akan
mengingkari kata-kataNya. Allah hanya meminta kita mengamini dan meng-iya-kan.
3.
Allah yang
menjaga dengan tangan sempurna
Disinilah poin terpenting. Allah mengatakan, ‘Tidak ada yang bisa merebut dari tanganKu’. Mengapa? Karena Allah ‘lebih besar daripada siapapun’ (ay 29).
Manusia tidak dapat, Iblis pun tidak berkutik karena yang memegang adalah ‘tangan Bapa’ (ay. 29).
Bayangkan, jika Anda diberi tugas, hanya
merebut dan merampas ‘KTP’ milik Barack Obama atau Ratu Inggris, mampukah
engkau melakukannya? Jangankan merebut dan merampas, mendekati lokasi pun yang
dalam lingkar terluar saja kita semua hampir tidak sanggup. Penjagaan super
ekstra ketat, kendaraan lapis baja dan anti peluru, rumah dijaga ketat, body
guard yang melindungi bukanlah orang sembarangan, CCTV, dsb. Jika tidak ada
konspirasi, hal tersebut tidak pernah terjadi. Ini semua hanya gambaran. Allah
tidak dapat dikonspirasi, tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah. Dan Allah
maha kuasa.
Kita, anak-anakNya dijaga oleh tangan
yang berkuasa itu dan tangan sempurna, yaitu tangan Bapa. Karena itu sebuah
lagu mengatakan, ‘Sandar pada lengan yang kekal’. Lengan itu berkuasa
menghilangkan segala yang getir dan susah, karena lengan itu dapat disandari.
Teman-teman,
keselamatan kita tidak mungkin dapat hilang. Kita mungkin dapat mempertanyakan
dan memperdebatkannya secara logika. Tetapi melihat Alkitab, kita akan
menjumpai kebenaran besar bahwa keselamatan dikerjakan oleh Allah dan
dipelihara olehNya sampai akhirnya. Jika kita tiba kepada kebenaran Alkitab
yang paling inti, kita akan melihat betapa kokohnya kebenaran ini. Kiranya kita
selalu bersyukur dan menghidupi keselamatan dengan takut dan gentar.
Pertanyaan renungan:
1.
Mengapa
beberapa orang menganggap bahwa keselamatan dapat hilang? Apakah dasar
pemikiran mereka? Bagaimana mereka menjelaskan ayat ini?
2.
Mengapa
keselamatan tidak dapat hilang?
3.
Bagaimanakah
seharusnya kita menghidupi keselamatan yang telah diberikan Allah?
Komitmen praktis:
1.
Mau
hidup lebih sungguh dalam menghidupi keselamatan
2.
Mau
lebih menyaksikan kasih Allah kepada sekitar
Jalan salib
perlulah korban
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengenal bahwa jalan salib memerlukan korban
2.
Anggota
komsel mau member diri berkorban bagi jalan salib
Pengarahan pembahasan:
‘Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati. Rm. 12:1
Jalan
salib perlulah korban. Ini memang adalah judul sebuah lagu rohani, tetapi judul
ini Biblika, imaniah, menguatkan dan membakar. Mungkin seseorang mengerti
secara kognitif tetapi begitu sulit menghidupinya. Atau kita sudah
menghidupinya, tetapi begitu banyak orang Kristen lain yang miss dalam poin
‘korban’. Mungkin Rm. 12:1-2 ini jarang dikhotbah dengan tuntas dan penuh
kuasa, atau mungkin juga hadir ketimpangan konsep ‘Lord and ‘Saviour’. Orang
Kristen kebanyakan menekankan Kristus yang adalah Saviournya, tetapi Lord
menjadi sesuatu yang diabaikan. Apakah bedanya? Bedanya orang yang mengerti
sungguh LORD, maka ia tahu bahwa Yesus duduk di bangku istana hatinya dan
memerintah disana. Savior menekankan kasih, yang menyelamatkannya. Nah banyak
orang Kristen hanya mau mencomot Kristus yang mengasihi, tetapi Kristus yang
Lord dalam istana hatinya nanti dulu…
Dalam
kesempatan ini, kita akan belajar 3 prinsip tentang jalan salib perlu korban:
1.
Mengetahui jati
diri kita
Kita bukan hamba dosa lagi. Dan juga
bukan hidup dalam Adam pertama. Ini adalah identitas kita yang lama. Alkitab
mengatakan bahwa kita adalah ciptaan baru dalam Kristus, yang lama telah
berlalu. Identitas kita ada di dalam Kristus. Kita telah disalibkan dengan
Kristus. Oleh karena itu, setiap orang Kristen mempunyai identitas jelas, yaitu
dia adalah ‘KRISTEN’ yang berarti ‘small Christ’. Orang melihat Kristen sama
dengan melihat Kristus itu sendiri. Hidup yang dihidupi sekarang dalam tubuh
adalah bukan hidup kita, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita (bnd. Gal.
2:20). Inilah jati diri kita.
Tetapi sayang, banyak orang Kristen yang
hidup ditengah2 antara jumat agung dan paskah! Atau di antara Mesir dan Kanaan!
Maksudnya adalah hidup nanggung! Tidak panas atau tidak dingin, tetapi suam.
Tidak hidup sebagai identitas Kristen, tetapi masih kedagingan. Dibilang
kedagingan tetapi ke gereja dan bahkan pelayanan. Di tengah-tengah. Allah tidak
menghendaki setengah-setengah, melainkan totalitas. Allah mengatakan kita telah
dimerdekakan, jadi hiduplah sebagai orang merdeka. ‘Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang
menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka,
tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.’ (1Pet. 2:16).
2.
Mati bagi dosa
dan hidup bagi Allah
‘Dahuluku tersesatlah, jauh dari jalan
kasih Allah.’ Beginilah syair sebuah lagu Kristen yang sering dinyanyikan.
Memang dahulu kita adalah orang tersesat dan terhilang. I once was lost, but
now am found. Demikian kata John Newton dalam salah satu syair lagu Amazing
Grace yang terkenal itu.
Ada perbedaan yang terjadi dalam hidup
orang Kristen. Ada hidup yang lama dan hidup yang baru. Ada hidup dalam
kedagingan dan ada hidup dalam Roh. Ada hidup dalam dosa dan ada hidup bagi
Allah. Bukan dualism tetapi ini adalah fakta turning poin dalam hidup orang
Kristen yang dimulai dengan lahir baru atau pertobatan.
Mati bagi dosa adalah satu hal, tetapi
hidup bagi Allah adalah hal lain. Banyak orang Kristen yang mati bagi dosa tapi
tidak tahu untuk apa. Ini salah. Seorang Kristen harus tahu bahwa ia mati dosa
dengan tujuan untuk hidup memuliakan Allah.
Tidak mungkin seseorang dapat berjalan
dalam jalan salib dan berkorban kalau ia tidak pernah mati bagi dosa dan mau
hidup bagi Allah. Dan sebaliknya, tidak mungkin seseorang pernah mati bagi dosa
dan mau hidup bagi Allah, tetapi tidak mau berkorban di jalan salib. Ia pasti
mau.
3.
Tubuh yang
dipersembahkan
Banyak orang begitu takut kalau
mendengar kalimat dari Pendeta, ‘Persembahkanlah tubuhmu bagi Allah.’ Seolah ia
harus menjadi full timer. Tidak, hal ini tidak demikian adanya. Allah mau dan
akan memakai siapa saja yang menyerahkan hidupnya tanpa harus menjadi pendeta
atau penginjil. Dalam ayat ini, Alkitab mengatakan ibadah yang sejati adalah
mempersembahkan. Korban adalah sesuatu yang harus, bukan pilihan. Dalam hidup
orang percaya harus ada penyerahan terakhir dan total kepada Kristus.
Sesuatu yang pasti adalah Allah hendak
memakai kita. Tetapi pertanyaannya adalah apakah kita mau dipakai Allah sebagai
alatNya? Jangan sekali-kali berpikir bahwa tubuh kita jelek dan useless. Tidak,
Allah hendak memakai kita, siapapun dan bagaimanapun kita. Tubuh kita dapat
dipakai Allah secara luar biasa sebagai senjataNya.
Allah pernah memakai tangan Musa dan
tongkatnya untuk menaklukkan Mesir. Tangan Daud dan umbannya untuk mengalahkan
Filistin. Allah memakai mulut dan lidah nabi. Allah memakai kaki Paulus. Allah
memakai mata Yohanes di Patmos dan telinganya untuk mendengar firmanNya. Allah
memakai jari Matius untuk menulis Injil. Dan sebagainya. Allah hendak dan dapat
memakai kita secara unik. Maukah kita dipakai Allah? Sudahkah kita
mempersembahkan hidup kita untuk dipakaiNya?
Atau kita justru menggunakan tubuh kita
sebagai dosa. Mata Daud digunakan untuk melihat Batsyeba dan akhirnya jatuh.
Otaknya untuk berpikir membunuh Uria. Tangan untuk menulis perintah bermotif
jahat. Dan mulut yang memberi perintah jahat, dsb.
Mari kita mempersembahkan tubuh kita
kepada Allah menjadi alat kemuliaanNya.
Teman-teman,
mari kita belajar mempersembahkan diri kita kepada Allah. Mulailah dengan yang
terkecil. Allah tidak pernah menolak yang terkecil tetapi yang diberikan
sepenuh hati seperti dua peser janda miskin. Allah tidak meminta uang dengan
jumlah muluk. Allah hanya meminta hati kita dipersembahkan, dan Ia mau memakai
tubuh kita bagi kemuliaanNya.
Pertanyaan renungan:
1.
Mengapa
Allah meminta kita untuk mempersembahkan tubuh? Sudahkah engkau mempersembahkan
tubuhmu?
2.
Apa
kesulitan mempersembahkan tubuh kita pada zaman sekarang?
Komitmen praktis:
1.
Mau
belajar mempersembahkan diri yang terbaik kepada Allah
2.
Mau
belajar mempersembahkan hidup dari hal-hal terkecil dan kepada orang-orang
terdekat
Pertobatan:
Tuntutan Allah bagi umatNya
Sasaran:
1.
Anggota
komsel berkomitmen mau berubah dari cara hidup yang tidak memuliakan Allah
2.
Anggota
komsel mengerti bahwa pertobatan adalah kehendak Allah
Pengarahan pembahasan:
Hos. 14:2-9
Pertobatan
adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup Kristen. Tanpanya, seseorang
tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Karena itu pesan dari Yohanes Pembaptis
sangat jelas. Memang dalam bahasa Inggris dibedakan ‘repentance’ dan
‘conversion’ dengan penekanan yang sedikit berbeda. Repentance menekankan
kegentaran dan penyesalan, feeling guilt of sin, takut akan kekudusan Tuhan,
sedang conversion lebih menekankan fakta atau bukti perubahan dari bentuk lama
ke baru. Tetapi dalam bahasa Indonesia kedua kata ini dapat disatukan dalam
kata ‘pertobatan’.
Pertobatan
bukanlah pilihan, tetapi keharusan bagi iman Kristen. Orang yang bertobat
mempunyai perubahan yang nyata. Perubahan ini tidak dipaksakan, tetapi berasal
dari hati. Dengan demikian, pertobatan sejati adalah sesuatu yang berasal dari
dalam (hati), bukan dari luar. Ibadah orang yang belum bertobat tidak akan
diperkenan Tuhan, tetapi mereka yang bertobat pasti diperkenan Allah.
Pertobatan
adalah anugerah Allah. Allah bekerja dengan cara yang misterius hingga
mengubahkan kita menjadi makhluk ciptaan baru yang berbeda dengan manusia lama
yang hidup menikmati dosa dan kedagingan. Ada pembunuh dan pemerkosa sadir yang
bertobat, ini anugerah Tuhan. Ada penjual budak yang suka mengejek Tuhan lalu
bertobat, teman2nya tidak percaya ia akan bertobat, tetapi faktanya ia
bertobat, ini adalah mujizat dan ini adalah anugerah semata.
Pertobatan
bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Tetapi lahir baru sekali. Memang lahir
baru juga menghadirkan pertobatan awal, tetapi pertobatan ini tidak selesai
sampai disini, melainkan akan terus berlanjut dalam hidupnya. Jadi setiap orang
Kristen pasti jatuh bangun dalam perjalanan imannya; dan pertobatan adalah
sesuatu yang akan membangunkannya dan selalu terjadi berulang-ulang. Jika ia
tidak bangun, ia akan tetap terjatuh dan terluka. Makin lama keadaannya makin
buruk. Seorang dokter memberikan resep dan nasehat agar pasiennya jangan makan
ini dan itu, dan harus melakukan yang dimintakan dokter, jika si pasien tidak
mengikuti dan tetap makan yang dilarang, maka yang rugi dan hancur bukan dokter
tetapi si pasien. Keadaannya akan makin memburuk.
Dengan
demikian, pertobatan bukan hanya bagi orang yang belum percaya, tetapi juga
bagi orang percaya. Menyedihkan melihat bahwa banyak orang percaya yang masih
menyimpan dosa dalam dirinya. Ia merahasiakan dosanya. Ia menguncinya rapat di
sudut hatinya mengira tidak ada orang yang tahu, tetapi ia lupa bahwa Allah
tahu. Akhirnya, kumpulan dosa itu menjadi besar dan meledak, ia melukai dirinya
sendiri.
Dalam
Hos. 14:2-9 kita dapat melihat panggilan Allah untuk pertobatan. Kita akan
melihat 3 prinsip dari bagian panggilan Allah kepada pertobatan:
1.
Allah memanggil
Allah memanggil umatNya. Allah
berinisiatif. Inilah yang diajarkan Alkitab. ‘Bertobatlah… !’ inilah suara PL dan PB. Bertobat adalah sesuatu
yang sangat penting bagi iman. Jika tidak, Allah tidak perlu seserius ini
memanggil umatNya.
Terkadang kita sudah terjatuh dan
tergelincir sekian jauh, tetapi tidak tersadar. Tidur rohani seringkali
terjadi. Sentakan panggilan pertobatan dari Allah yang memanggillah yang akan
membangunkan. Jika kita menolak panggilan Allah, yang rugi bukanlah Allah, tetapi
diri sendiri. Berkali-kali Allah mengingatkan Yudas, tetapi ia tidak mau
mendengar dan justru menjual Yesus. sesungguhnya ia bukan menjual Yesus, tetapi
menjual diri sendiri. Akhirnya hidupnya hancur berantakan. Mari kita datang
kepada panggilan pertobatan Allah.
2.
Bertobat adalah ‘turn
to God’
Pada waktu seorang Kristen melakukan
dosa, ia turn from God kepada dosa
atau kedagingan. Mata dan pikirannya tertuju kepada kedagingan dan dunia.
Tetapi Allah menyentaknya untuk turn to HIM. Inilah panggilan pertobatan. Inilah
yang dituliskan di dalam bagian ini tentang pertobatan.
Pertobatan diawali dengan ‘mata rohani’
yang mau (turn to God) ditujukan kepada Allah, bukan kepada masalah atau
kelemahan diri. Banyak orang Kristen yang self pity dan merasa tidak layak
untuk turn to God, ia tidak mendengarkan pesan Allah, tetapi orang ini justru
mengikuti pikirannya sendiri. Ia stag dan tidak akan maju sebelum turn to God. Apa
yang dikatakan Allah, itulah yang benar dan harus diikuti. Allah berkara, ‘Turn
to ME’, maka kita harus melayangkan mata kita kepada Allah, betapapun buruknya
perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Allah kemudian mengulurkan tanganNya
dan mengangkat kita. Yang perlu kita lakukan ada terus mengikuri petunjuk
Allah. Dan hal ini membutuhkan ketaatan kepada suara Allah, yaitu firmanNya.
Orang yang bertobat pasti selalu menyukai suara Allah atau firmanNya.
3.
Ada pemulihan
Allah tidak pernah mau menghancurkan
anak-anakNya. Ia justru hendak memulihkan mereka. Melalui Hosea Allah berkata,
‘Aku akan memulihkan…mereka akan kembali
dan diam dalam naunganKu…mereka akan berkembang seperti pohon anggur…yang
termasyur…’ (ay. 5-8). Banyak orang Kristen yang ingin dipulihkan tetapi
tidak mau meninggalkan dosa dan bertobat, hal ini adalah tidak mungkin.
Majulah selangkah kepada Allah,
tinggalkan dosa kita. Lalu rasakan pemulihan dari Allah.
Teman-teman,
mari kita mendekat kepada Allah lebih lagi. Tidak ada istilah cukup untuk
mendekat kepada kekudusan Allah. Justru semakin mendekat kita akan semakin
merasakan perlu dan pentingnya pertobatan, dan inilah kebenaran rohani yang
dilalui oleh orang-orang kudus dalam sejarah. Semakin mendekat kepada Allah
melalui meditasi firman dan doa, seorang Kristen semakin merasa perlu bertobat.
Pertanyaan renungan:
1.
Apa
yang engkau rasakan pada waktu bertobat?
2.
Mengapa
Allah memanggil kita untuk bertobat?
3.
Bagaimana
bertobat?
Komitmen praktis:
1.
Mau
bertobat dari dosa yang mungkin disembunyikan
2.
Mau
turn to God dan hidup semakin dekat dengan hatiNya
Hati yang peka
akan Allah
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mau mempunyai hati yang peka akan Allah
2.
Anggota
komsel mau selalu rendah hati mencari Allah dalam segala aspek hidupnya
Pengarahan pembahasan:
Ef. 5:1-21
Kepekaan
adalah sensitifitas terhadap sesuatu. Semakin tinggi kepekaan, semakin tinggi
pula sensitifitas. Seorang yang sudah mengerti tentang minuman kopi yang baik,
akan peka pada waktu ia mencicipi kopi dengan kualitas rendah. Demikian pula
dengan pegawai bank yang sudah terbiasa dengan uang asli, pada waktu melihat
yang palsu ia akan segera tahu. Demikian juga dengan minuman anggur, arloji,
dsb. Semua membutuhkan kepekaan dalam membedakan keaslian dan keotentikan.
Mereka yang peka disini adalah orang-orang yang mempunyai standar nilai dalam
diri mereka. Standar ini terbentuk karena pengalaman dan latihan terus menerus.
Tidak
ada orang yang terlahir langsung peka. Tiap orang membutuhkan latihan dan
pengalaman. Karena itu Paulus juga meminta jemaat Efesus untuk menguji apa yang
berkenan kepada Allah (Ef. 5:10). Kepekaan rohani menempati posisi yang penting
dalam pertumbuhan iman. Dan pertumbuhan iman dilihat dari kepekaan rohani
seseorang akan Allah.
Kepekaan
adalah hasil dari proses, dan juga sekaligus proses itu sendiri. Seorang yang
mau belajar untuk peka akan menjadi peka (hasil), dan kepekaan itu sendiri akan
diuji (mengalami proses). Penilaian Allah atas orang Kristen adalah seberapa
mereka peka akan hatiNya dan kehendakNya. Sedikit orang yang dinyatakan Allah
seperti Daud bahwa Daud adalah ‘seorang
yang berkenan di hatiKu dan yang melakukan segala kehendakKu’ (Kis. 13:22).
Daud mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap Allah. Mengapa bukan Musa? Abraham
atau tokoh lain yang disebut disini? Bukankah Daud pernah besar dan berzinah
serta merencanakan yang jahat terhadap Uria? Allah melihat kepekaan hati Daud
terhadap hati dan kehendak Allah. Inilah kuncinya.
Dalam
kesempatan ini, kita akan belajar 3 prinsip Firman Tuhan tentang hati yang peka
akan Allah:
1.
Menjadi anak
terang (ay 8)
Untuk
mampu menguji, jemaat Efesus harus terus menerus belajar hidup sebagai ‘anak
terang’ (ay 8). Istilah ‘anak terang’ dipakai
untuk menunjuk pada mereka yang hidup sebagai anak-anak Allah yang taat pada
firman dan dalam kasih Kristus. Anak-anak terang adalah pelaku firman Allah
yang mengasihi Dia, sebab Kristus sendiri adalah sumber terang. ‘Akulah
terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam
kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’ (Yohanes
8:12). Jika kita terus belajar untuk hidup sebagai anak terang, kita akan mampu
membedakan mana yang berkenan di hadapan Tuhan dan mana yang tidak. Kepekaan
itu akan memungkinkan kita untuk tidak mudah disesatkan, meskipun tiap hari
kita hidup berdampingan dengan orang-orang yang mengejar keduniawian. Bahkan
kita akan mampu menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan, tipu daya iblis
yang terbungkus rapi sekalipun. ‘Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu
menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang’ (ay
13).
2.
Selalu menguji (ay 10)
Kita hidup di sebuah jaman dimana penyesatan hadir dimana-mana, lewat apa yang kita dengar maupun yang kita lihat. Berbagai hal menggiurkan ditawarkan dunia setiap saat. Terkadang kita akan berhadapan dengan jalan-jalan yang kelihatannya baik, namun ternyata berujung pada maut. ‘Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut’ (Amsal 14:12). Tanpa kepekaan rohani, kita akan mudah terjerumus dalam kegelapan. Karena itu adalah penting untuk tetap hidup sesuai firman Tuhan, tetap bertekun dalam doa dan terus berada dalam bimbingan Roh Kudus. Sudahkah kita memiliki hati yang peka akan Allah? Kita anak-anak Tuhan diingatkan untuk bangun dari tidur dan bangkit dari kematian dan terus berusaha untuk menjadi anak terang, dimana Kristus akan bercahaya di atas kita (ay 14). Seperti halnya kepekaan kopi dan anggur yang mampu menguji kopi dan anggur, demikianlah kita harus mempunyai kepekaan agar dapat menguji apa yang berkenan kepada Tuhan dan apa yang tidak.
Kita hidup di sebuah jaman dimana penyesatan hadir dimana-mana, lewat apa yang kita dengar maupun yang kita lihat. Berbagai hal menggiurkan ditawarkan dunia setiap saat. Terkadang kita akan berhadapan dengan jalan-jalan yang kelihatannya baik, namun ternyata berujung pada maut. ‘Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut’ (Amsal 14:12). Tanpa kepekaan rohani, kita akan mudah terjerumus dalam kegelapan. Karena itu adalah penting untuk tetap hidup sesuai firman Tuhan, tetap bertekun dalam doa dan terus berada dalam bimbingan Roh Kudus. Sudahkah kita memiliki hati yang peka akan Allah? Kita anak-anak Tuhan diingatkan untuk bangun dari tidur dan bangkit dari kematian dan terus berusaha untuk menjadi anak terang, dimana Kristus akan bercahaya di atas kita (ay 14). Seperti halnya kepekaan kopi dan anggur yang mampu menguji kopi dan anggur, demikianlah kita harus mempunyai kepekaan agar dapat menguji apa yang berkenan kepada Tuhan dan apa yang tidak.
3.
Mengerti
kehendak Tuhan (ay 17)
Tindakan menguji selalu
ditujukan untuk mencari kehendak Tuhan. Setelah mengetahui kehendak Tuhan, ia
harus taat melakukan, meski hal tersebut adalah sulit. Mengerti kehendak Tuhan
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini harus melewati proses pengujian, yaitu lewat doa, firman
dan bimbingan Roh Kudus. Ada kehendak Allah yang memang sudah jelas, tetapi
ada pula yang perlu digumulkan dan dicari kejelasannya. Ketaatan adalah kunci
kepekaan. Seseorang yang mengerti kehendak Allah tidak dapat disebut orang yang
peka akan Allah. Orang yang peka akan Allah adalah orang yang selalu mengenal
isi hati Tuhan, pikiranNya dan mau hidup sesuai dengan kehendakNya.
Domba-dombaKu
mendengarkan suaraKU…(Yoh. 10:27)
Teman-teman,
orang yang peka akan Allah hanya dimungkinkan bagi anak-anak Terang, yang
menguji apa yang berkenan kepada Allah, dan yang akhirnya mengerti kehendak
Allah dan mau melakukannya. Kiranya Allah menolong kita menjadi anak-anakNya
yang peka akan Dia.
Pertanyaan renungan:
1.
Apakah
engkau peka akan Allah? Mengapa?
2.
Apakah
kehendak Allah bagi hidupmu sejauh ini?
Komitmen praktis:
1.
Mau
hidup sebagai anak-anak terang dan menguji segala sesuatu yang berkenan kepada
Allah.
2.
Mau
mencari kehendak Tuhan dan taat.
Hidup sesuai
panggilanNya
Sasaran:
1.
Anggota
komsel mengenal panggilan Tuhan atas hidupnya
2.
mau
hidup sesuai dengan panggilan Tuhan atas hidupnya dengan penuh ketaatan
Pengarahan pembahasan:
Yer. 1:4-10
Ada seorang pemuda yang menggebu-gebu mau
melayani Tuhan, ia pernah berkata kepada Tuhan demikian, ‘Bakarlah semak itu
seperti Engkau lakukan bagi Musa, Tuhan… Maka aku akan mengikuti-Mu…
Robohkanlah dinding-dinding itu seperti engkau lakukan untuk Yosua , Tuhan.
Maka aku akan bertarung... Teduhkanlah gelombang Danau Galilea, Tuhan. Maka aku
akan mendengar…’
Lalu orang itu pergi duduk dekat semak, tidak
jauh dari dinding, dekat laut dan menunggu sampai Tuhan berbicara. Tuhan
mendengar orang itu dan menjawabnya. Ia mengirim api, bukan untuk semak tapi
untuk sebuah gedung. Ia merobohkan dinding bukan dari batu tapi dari dosa-dosa.
Ia menenangkan badai, bukan di laut tetapi dalam jiwa. Dan Tuhan menunggu sampai
orang itu menanggapi. Dan Ia menunggu....menunggu....dan menunggu. Tetapi,
karena orang itu menatapi semak-semak, bukan hati; batu-batu, bukan hidup
orang-orang; lautan, bukan jiwa-jiwa; maka ia menyimpulkan bahwa Tuhan tidak
berbuat apa-apa.
Akhirnya ia memandang kepada Tuhan lalu
bertanya, ‘Apakah Engkau sudah kehilangan kuasa-Mu?’ Tuhan memandangnya dan
berkata, ‘Apakah engkau sudah kehilangan pendengaranmu?‘
Melalui kisah ini ada satu hal yang dapat kita
pelajari, bahwa: ketidakpekaan mendengar suara Tuhan, sering menghalangi
panggilan-Nya kepada kita. Betapa kepekaan kita menentukan respon kita terhadap
panggilan Allah yang istimewa.
Di dalam kesempatan ini kita hendak belajar tentang
panggilan dan pengutusan Yeremia sebagai nabi di wilayah Yehuda. Bagian ini
memberikan contoh tentang kepekaan dan ketaatan Yeremia dalam meresponi
panggilan Tuhan. Yang walaupun di bagian ini secara eksplisit tidak terdapat
jawaban positif dari Yeremia, namun dari seluruh bagian kitab yang ditulis
olehnya ini, sudah membuktikan ketaatannya pada panggilan Tuhan.
Ketaatan Yeremia ini bukannya tidak melewati api
pengujian dan berbagai tantangan. Justru pelayanannya yang selama 40 tahun itu
tidak pernah sekalipin ia merasakan keamanan dan kenyamanan. Isi kitabnya
dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan dan keluhan-keluhannya kepada Allah. Hal
ini dapat kita lihat dalam kitab Ratapan yang juga ditulisnya.
Alasan mengapa ia mau taat pada panggilan Tuhan
adalah karena ia tahu panggilan Allah untuk menjadi rekan sekerja-Nya adalah
panggilan yang istimewa. Melalui panggilan dan pengutusan Yeremia di bagian ini
kita akan melihat panggilan Tuhan itu seperti apa, sehingga perlu bagi kita
untuk meresponinya.
1.
Panggilan
tanpa syarat (ay. 5)
Yeremia adalah anak
seorang Imam di Ananot. Ananot berada pada jalur perjalanan Yerusalem,
merupakan kota yang dikhususkan pada jaman Yosia untuk para Imam dan keluarga
mereka. Dari keterangan latar belakang kota kelahiran Yeremia ini, kita dapat
mengetahui bahwa Yeremia lahir dan dididik di tengah-tengah tradisi Yahudi dan
Hukum taurat yang ketat. Sejak kecil ia akrab dengan suasana religius dan
dipersiapkan untuk menjadi imam. Sehingga kita mungkin berkesimpulan, bahwa
bukan hal yang mengherankan kalau ia dipilih Allah untuk menjadi seorang nabi.
Namun, yang menjadi
pertanyaannya adalah, benarkah Yeremia dipanggil menjadi nabi Allah disebabkan
oleh latar belakangnya itu? Jika benar demikian, mengapa hanya Yeremia yang
dipilih, padahal ada banyak pemuda lain yang berpotensi untuk jadi nabi Allah.
Dari ayat 5 inilah kita
bisa mendapatkan jawabannya bahwa pilihan Allah tidaklah tergantung pada
status, pendidikan dan latar belakang keluarga seseorang, melainkan hanya
kepada kehendak Allah. Dan hanya orang-orang yang peka dan taat pada suara
Allah sajalah yang dapat meresponi panggilanNya
Panggilan Allah adalah
panggilan yang istimewa. Kenyataan ini ditegaskan dalam tiga kata kerja yaitu :
mengenal, menguduskan dan menetapkan.
Allah mengenal siapa
kita sesungguhnya. Ia tahu kelemahan dan kelebihan kita. Ia tahu batas-batas
kemampuan kita dan Ia tidak menuntut kita, karena Ia menerima kita apa adanya.
Hal ini juga berarti, tidak ada seorangpun yang mempunyai kualifikasi untuk
dipilih Allah. Kesempatan yang Ia berikan semata-mata karena kehendakNya untuk
memakai kita.
Kata menguduskan berarti
Allah memisahkan Yeremia secara khusus. Setiap orang yang melayani Allah harus
kudus karena Allah adalah kudus.
Kata menetapkan berarti
Yeremia diberi kepercayaan yang besar untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawab yang mulia. Tetapi sekali lagi, kepercayaan ini diberikan bukan karena
Yeremia mampu untuk melakukannya dengan baik, tetapi karena Allah sendirilah
yang memberikan anugerah itu kepadaNya
Kita harus menyadari
bahwa panggilan Allah adalah panggilan yang diberikan jauh sebelum kita
dilahirkan, dan kita tidak memiliki apapun untuk dipakai olehNya, tidak perduli
apapun latar belakang kita, kalau Allah sudah memanggil maka tidak ada alasan
apapun untuk menolak panggilanNya.
Dan hanya orang-orang
yang peka pada panggilanNya saja yang akan meresponi panggilan ini.
2. Panggilan yang bertujuan (ay. 10)
Di dalam Alkitab, Allah
selalu berbicara dengan tujuan tertentu. Ketika Allah berbicara kepada Abraham
(Kej. 12), Allah bermaksud membangun suatu bangsa. Ketika Allah berbicara
kepada Musa (Kel. 3), Allah hendak membebaskan umatNya. Demikian juga ketika
Allah berbicara kepada Yeremia, Dia hendak memulihkan umatNya.
Yeremia dipanggil bukan
pada jaman keemasan, melainkan ia dipanggil pada jaman kegelapan.Yeremia
melayani selama 40 tahun lebih, sebelum dan sesudah Yerusalem jatuh ke tangan
Babel dan pelayanan Yeremia mencakup pemerintahan dari para pengganti Yosia,
yaitu empat raja terakhir di Yehuda, yang semua rajanya adalah jahat di mata
Tuhan (2Raj. 23-24). Bangsa Israel berzinah dengan penyembahan Baal, krisis
moral dan spiritual merajalela. Bahkan reformasi yang diadakan raja Yosia
sebelum jaman itu tidak banyak mengubah gaya hidup bangsa itu. Mereka berada diambang
kehancuran dan kebinasaan. Disinilah Yeremia dipanggil untuk menjadi alat Tuhan
memulihkan keadaan bangsa Israel.
Di ayat 9, Allah
mengulurkan tanganNya dan menjamah mulut Yeremia, pada saat itulah Allah siap
untuk mengutus Yeremia menjadi rekan sekerjaNya. Di ayat 10 kita melihat Allah
menggunakan dua gambaran dari tugas yang akan dikerjakan oleh Yeremia. Gambaran
pertama adalah sebagai seorang petani dan kedua adalah sebagai seorang
pembangun. Ada enam kata kerja yang digunakan disini yaitu mencabut,
merobohkan, membinasakan, meruntuhkan, menbangun, dan menanam.
Jadi ada empat kata
kerja negatif yang bersifat menghancurkan, dan ada dua kata kerja positif yang
bersifat membangun. Sehingga tugas Yeremia beresiko mendatangkan respon yang
bermusuhan.
Bukan hal yang kebetulan
kalau saudara dan saya ditempatkan pada jaman transisi ini, yaitu jaman yang
berada diantara peralihan abad 20 ke abad 21. Ini berarti ada tugas yang Tuhan
percayakan untuk kita kerjakan. Allah mau memakai saudara dan saya menjadi alat
di tanganNya. Pekerjaan Tuhan menanti saudara berespon dengan benar.
Saat ini, orang-orang
yang belum percaya membutuhkan keselamatan yang disampaikan ke telinga mereka,
orang-orang percaya membutuhkan penguraian Firman Tuhan dalam hidupnya dan
lainnya. Dunia ini membutuhkan orang-orang yang menuainya. Ini adalah panggilan
Allah buat saudara dan saya. Adakah kita peka mendengar suaraNya dan meresponi
panggilanNya
3. Panggilan disertai janji penyertaan (ay. 6-9)
Ketika Yeremia dipanggil
Tuhan, mungkin usianya saat itu kurang lebih belasan tahun atau awal 20-an. Ia
masih muda. Jadi, adalah hal yang wajar ketika Allah memanggilnya ia berdalih
dengan berkata, ‘Aku ini tidak pandai bicara, aku masih muda…’, yang berarti ia
merasa tidak mempunyai kualifikasi karena pendidikan atau pengalaman.
Selain itu Yeremia juga
sadar kalau panggilan ini serius. Ia tahu benar apa dan bagaimana hidup seorang
nabi itu, karena ia hidup setelah jaman para nabi seperti Amos, Hosea dan
Yesaya. Ia tahu jelas tantangan dan bahaya apa yang akan dihadapi seorang nabi
khususnya pada jamannya saat itu. Tetapi ia tetap taat.
Sampai akhirnya
prediksinya akan masa depannya terbukti. Selama 40 tahun pelayanannya ia
mengalami banyak penderitaan, kelaparan, terpenjara, diancam berkali-kali untuk
dibunuh, ia dikucilkan dari lingkungan sosial, para imam dan nabi palsu
menuduh dia menghujat Allah karena ia menubuatkan kehancuran Rumah Allah, ia
kesepian karena Allah tidak mengijinkannya untuk menikah sebagai lambang
ketandusan negeri yang berada dibawah penghakiman dan Allah tidak
mengijinkannya masuk ke dalam rumah pesta. Semua ini menimbulkan stress dan
trauma pelayanan karena terlalu banyak harga yang harus dibayarnya untuk
memenuhi panggilannya sebagai nabi Tuhan. Namun demikian, ia tetap taat.
Mungkin akan memberi
penghiburan pada Yeremia apabila ia melihat kebangunan rohani terjadi atas
bangsanya. tetapi pada kenyataannya tidak. Ia tidak melihat hasil dari
pelayanannya selama ini. Sebagai manusia ia gagal total.
Tetapi ia tidak menyerah
dan mundur secara teratur, karena ia ingat Allah pernah berkata kepadanya ‘Jangan
takut, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau’ (ay. 8). Yeremia
tahu ia tidak sendiri, Allah menyertainya. Itu cukup baginya.
Teman-teman, mengerjakan tugas yang Tuhan
berikan tidaklah mudah. Ada banyak tantangan dan pergumulan, ada harga yang
harus kita bayar. Ada pikiran, tenaga dan uang bahkan airmata dan darah yang
harus kita bayar, ada penolakan dari orang-orang yang kita kasihi; mungkin orangtua
dan kekasih kita. Adalah wajar apabila kita takut dan gentar. Tetapi jangan
lupa, kita memiliki Allah yang sama dengan Yeremia, dan kita juga mendapat
janji penyertaan Allah dan Allah juga berkata kepada kita, ‘Jangan takut!’ Janji
Allah bukanlah janji tentang hal-hal yang mudah atau kesuksesan yang instant,
tetapi janjiNya adalah janji penyertaan dan kehadiranNya yang dapat diandalkan.
Allah mengatakan perkataan yang sama pada saudara, seperti Ia berkata kepada
Yeremia, ‘Aku menyertai engkau’. Inilah yang menjadikan panggilan menjadi rekan
sekerjaNya itu menjadi istimewa.
Pertanyaan renungan:
1. Apakah engkau
mengenal panggilan Tuhan dalam hidupmu?
2. Sudahkah engkau
memenuhi panggilan Tuhan dalam hidupmu?
Komitmen praktis:
1.
Mau
mengenal panggilan Tuhan dan taat
2.
Berani
menyangkal diri dan bahkan rela menderita demi Tuhan.
No comments:
Post a Comment