Pdt Paulus Daun
Mat 28:16-20
Pada waktu Yesus mau naik ke surga, Dia telah memberi
Amanat Agung (ayat 19). Saat itu Dia bertindak sebagai Raja segala Raja
sehingga kita sebagai orang percaya tidak bisa menggunakan alasan apa pun untuk
menolaknya, melainkan hanya bisa taat. Saat kita percaya, Tuhan Yesus tidak
langsung mengangkat kita ke surga, namun Dia memberi kita kesempatan tinggal
dalam dunia ini untuk melaksanakan Amanat Agung. Sebagai anak-anak Tuhan kita
tahu hal ini. Tetapi waktu melakukannya, kita menghadapi rintangan yang begitu
banyak khususnya saat ingin menginjili orang Tionghoa seperti ada tembok yang
merintangi. Tembok ini berupa kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap agama
Kristen. Waktu mengabarkan Injil kepada
mereka, kita harus mengerti apa kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap ajaran
agama Kristen.
3 hal
kesalahpahaman orang Tionghoa terhadap ajaran agama Kristen
1.
Agama Kristen adalah agama orang Barat. Ini
kesalahpahaman besar. Agama Kristen dibawa ke timur (termasuk Tiongkok
dan Indonesia) oleh orang-orang Barat. Sebenarnya Kristen bukan agama orang
Barat, karena dimulainya di Timur Tengah (di Asia). Sehingga perkataan orang Tionghoa
salah. Orang Tionghoa berkata, “Kenapa percaya agama orang Barat, kan punya
agama sendiri?” Kongfucu dan Taoisme
bukan agama, tetapi cenderung ke ajaran moral dan etika, mereka tidak mengajarkan
hal-hal mendatang. Agama Budha juga bukan agama orang Tionghoa karena disebarkan
dari India masuk ke Tiongkok mulai abad 1. Pada waktu abad ke 4-6, di daratan
Tiongkok, banyak yang menganut agama Budha. Ini bukan agama mereka. Kalau bisa
menerima agama Budha kenapa tidak bisa menerima agama lain (Kristen)? Yang
penting apakah ada kebenaran dan punya pengharapan pada masa ini dan di masa
mendatang dalam agama. Agama harus bisa memberi jaminan sekarang juga di masa
datang dan agama Kristen memberi jaminan ini. Jika malam ini meninggal, apakah ada
jaminan? Dalam agama Kristen, walau tidak pernah pergi ke surga, setelah
percaya kita pasti masuk ke surga karena Alkitab mengatakannya. Apa yang
dikatakan pasti digenapi. Sebagai manusia kita pasti takut mati karena itu
pengalaman pertama dan terakhir. Iman kita mengatakan, kematian bukan merupakan
sesuatu yang menakutkan tetapi membawa berkat yang besar kepada kita. Meskipun
takut mati, orang akhirnya akan mati. Sehingga orang Tionghoa takut angka 4
karena lafalnya mirip dengan kata yang berarti mati. Percaya kepada agama bukan
hal yang penting, melainkan apakah agama itu membawa harapan di masa kini dan
di masa mendatang? Tuhan Yesus memberi jaminan dan janji ini, banyak oang
Tionghoa tidak mengerti hal ini. Untuk itu kita harus memberitahukannya. Agama
Kristen tidak ditentukan oleh manusia. Walau sulit, minimal ikatan dalam hati
mereka terbuka dan pelan-pelan membawa mereka mengerti kasih karunia dan
anugerah Tuhan Yesus.
2.
Agama Kristen adalah agama imperialisme. Waktu remaja saya benci agama Kristen. Pada waktu di
seminari saya belajar sejarah gereja, tradisi dan kebudayaan orang Tionghoa,
baru saya sadar alasannya. Waktu saya sekolah di sekolah komunis, gurunya
sering mengatakan, agama Kristen agama barat dan imperialism. Hal ini masuk ke
dalam pikiran dan mempengaruhi hidup saya. Tanpa anugerah Allah tidak mungkin
saya percaya Tuhan Yesus. Guru Sekolah Minggu (GSM) jangan menganggap pelayanan
GSM tidak terlalu penting sehingga sebagai GSM sembarangan dan tidak ada
persiapan. Pelayanan GSM sangat penting. Benih yang ditabur mempengaruhi otak
dan hati anak-anak sekolah minggu, bahkan seluruh hidup mereka. Sebagai GSM
mengajarlah dengan baik sehingga kalau dari kecil mereka percaya kepada Yesus,
sampai tua mereka tidak akan menyimpang. Saya tidak melarang kedua orang tua bekerja.
Tetapi jangan karena alasan sibuk mengabaikan anak-anak, khususnya dalam
pengajaran tentang agama karena saat tumbuh dewasa mereka tergantung apa yang telah
diajarkan kepada mereka. Malam sebelum anak sulung meninggalkan kami untuk
kuliah, saya memanggilnya dan berkata,”Nak mulai besok, engkau tidak di bawah
pengawasan orang tuamu. Engkau bebas. Bagaimanapun bapak tetap kuatir.” Anak kami
bertanya, “Apa yang papa kuatirkan?” Saya menjawab, “Karena engkau tidak dibawah
kami dan engkau bisa melakukan sesuatu dengan bebas. Kehidupan di luar sangat
bebas saya kuatir engkau terpengaruh.” “Papa jangan kuatir, walau saya tidak di
bawah pengawasan papa mama tapi saya masih di bawah pengawasan Tuhan.”jawabnya.
Apa yang dikatakannya sederhana sekali. Kami
melihat bagaimana firman Tuhan yang disampaikan tertanam dalam hatinya. Ia
benar-benar menepati janji. Selesai kuliah lalu bekerja. Saya pindah ke Jakarta
bersamanya. Suatu kali saya berkata, “Anakku , kamu sudah selesai kuliah dan
sekarang bekerja, papa tidak tahu apa yang kau lakukan. Tapi jangan sampai
engkau kehilangan kepercayaan papa. Papa tidak tahu apa yang kau lakukan,
jangan sampai melakukan yang jahat.” Dia lantas menjawab, “Papa, kalau mau
melakukan hal yang jahat kenapa baru sekarang. Waktu kuliah, saya menolak
narkoba, judi, minuman keras, dan perempuan tidak baik, karena saya takut
Tuhan.” Puji Syukur kepada Tuhan karena dari kecil saya menanamkan dalam
hatinya untuk takut kepada Tuhan. Kami punya 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan
yang semuanya sudah berkeluarga. Tidak ada seorang pun memalukan nama papanya
dan nama Tuhan. Karena papa-mama memperhatikan ajaran agama dalam keluarga.
Saat firman Tuhan masuk dalam hati mereka, seperti benih yang ditaburkan di
tanah yang sangat subur, akan bertumbuh dan membesar. Mengabarkan injil kepada
orang Tionghoa supaya mereka tahu, agama Kristen bukan agama imperialisme.
Salah paham ini karena cara misionaris barat waktu mengabarkan injil caranya
salah. Misionari menggunakan berbagai cara namun gagal. Suatu kali mereka
melihat suatu kesempatan. Waktu itu Tiongkok kalah perang dan menandatangani
perjanjian Nanking. Di dalamnya banyak poin yang dikemukakan, semuanya tidak
menguntungkan bagi Tiongkok. Misionari melihat suatu lubang, ia ingin menggunakan
cara politik untuk mengabarkan Injil. Salah satu poin dalam perjanjian itu
berbunyi, pemerintahan TIongkok harus memberi kebebasan agama bagi rakyatnya.
Sebenarnya pemerintahan TIongkok tidak mau tapi tidak berdaya. Sehingga timbul pendapat
yang tidak baik dari orang TIonghoa terhadap agama Kristen karena dianggap
agama imperialism. Meski tujuan baik , cara tidak baik, akibatnya agama Kristen
dianggap tidak baik. Pengaruh ini sampai sekarang masih ada. Untuk
menghilangkannya, melalui kesaksian kita yang mempunyai kasih. Waktu
mengabarkan injil harus punya hati yang sungguh-sungguh agar mereka melihat
dengan mata kepala sendiri tidak ada maksud yang lain. Maksud satu-satunya,
agar diselamatkan dan punya hidup kekal. Punya harapan sekarang dan di masa
mendatang.
3.
Agama Kristen mengajarkan anak jadi tidak berbakti. Walau banyak anak yang aktif di gereja (semua
persekutuan diikuti), namun walau percaya tapi tidak mau dibaptis, karena orang
tua mengancam, “Boleh ikut kegiatan tapi tidak boleh dibaptis. Kalau dibaptis,
putuslah hubungan orang tua dan anak, semua warisan tidak diberikan.” Karena dalam
benak tertanam setelah anak dibaptis, mereka akan kehilangan sang anak (anak jadi
tidak berbakti). Padahal agama Kristen tidak mengajarkan anak yang tidak
berbakti. Hukum ke 5 dari 10 perintah Allah berbunyi, “hormatilah ayah dan ibu supaya lanjut usiamu”. Ini sangat jelas
mengatakan, dalam agama Kristen anak harus menghormati dan berbakti pada orang
tua. Dalam berbakti, orang tionghoa memperhatikan pertanggungjawaban moral /
etika, tetapi dalam agama Kristen, selain itu juga ada masalah manusia dengan
Tuhan. Sebab itu hukum kelima sangat menjelaskan kita hormati ayah dan ibumu.
Jika menghormati orang tuamu, Tuhan akan memberkatimu supaya lanjut umurmu.
Jikalau sebagai anak tidak berbakti kepada orang tua, bukan hanya orang tua
tapi Tuhan juga marah. Bakti di dalam agama Kristen lebih tinggi dari bakti
dalam orang Tionghoa. Perbedaan keduanya, bakti orang Tionghoa dinyatakan setelah
orang tua meninggal, dimana anak harus melakukan ini dan itu. Tetapi waktu
hidup mereka tidak memperdulikan orang tua. Orang Kristen berbakti kepada orang
tua saat orang tua masih hidup. Setelah orang tua tiada bukan berarti tidak
berbakti kepada orang tua tetapi sudah tidak ada caranya lagi. Orang yang sudah
meninggal tidak dapat melakukan apa-apa lagi. Jika bisa bertobat, setan tetap
tidak bisa diselamatkan. Karena manusia berdosa di dalam dunia yang sifatnya
sementara sehingga kita punya kesempatan percaya Tuhan Yesus. Setan berdosa dalam dunia kekekalan,
karena ia adalah roh yang merupakan alam kekal, dosanya kekal. Kita dalam dunia
sementara, kita punya kesempatan percaya Tuhan Yesus tapi suatu kali kita akan masuk
dunia kekal melalui kematian. Waktu mati, dari dunia sementara kita masuk dunia
kekekalan. Semuanya menjadi kekal. Jika punya hidup kekal maka akan kekal,
kalau tidak percaya akan binasa selamanya. Sebelum meninggalkan dunia ini,
harus mengabarkan Injil. Tidak ada cara lain. Setelah mati, menangis dan berdoa
tidak ada gunanya. Karena mereka sudah masuk ke alam kekekalan. Selama mereka
masih hidup , kita gunakan waktu kabarkan Injil. Banyak pemuda yang mengatakan,
mengapa beritakan Injil ke keluarga lebih sulit. Karena agama Kongfucu
mengajarkan, kita harus berbakti kepada orang tua. Bakti yang diajarkan
kongfucu sangat baik. Anak harus berbakti kepada orang tua. Apa yang dikatakan
orang tua adalah sesuatu yang benar, sedangkan anak pasti salah. Tidak ada
alasan orang tua mendengarkan perkataan anak sehingga mereka tidak mau dengar karena
merasa garam yang dimakan lebih banyak (sangat sombong) akibatnya sulit
mengabarkan Injil kepada mereka. Mungkin dengan mulut tidak dapat mengabarkan
Injil tetapi dengan perbuatan. Dulu setelah percaya Tuhan Yesus, saya dibaptis
dengan diam-diam. Waktu orang tua tahu, mereka jadi emosi. Suatu kali saya membaca
di Alkitab yang berkata, “kalau engkau
tidak berani mengakui Aku di hadapan orang banyak, Aku juga tidak mengakui
engkau di hadapan Bapak.” Lalu saya memberi tahu mama dan ia marah besar. Saya
diam saja. Setelah selesai, saya katakan , “Saya mau percaya Tuhan Yesus.” Mama
tahu dengan emosi tidak bisa mengubah saya lalu dengan menangis mama bertanya, “Apakah engkau
tetap mau percaya Tuhan Yesus?”. Saya menjawab, “Saya tetap mau percaya Tuhan Yesus,
suatu hari mama akan mengerti keputusan saya.” Saya kemudian diusir mama saya,”Mulai
hari ini, engkau bukan anakku.” Saya tahu, ini salib yang harus saya pikul.
Besok saya datang lagi, diusir lagi, saya datang lagi diusir lagi. Namun mama akhirnya
tidak keberatan. Saya sangat menderita sekali. Tetapi akhirnya ia berubah. Ia
bahkan tidak menolak dan menghormati
kepercayaan saya. Karena ia melihat dengan mata kepalanya, kehidupan saya
sebelum dan sesudah percaya Tuhan Yesus. Kebenaran ini tidak bisa didebat oleh
dia. Waktu ia mau meninggal dunia, saya mengabarkan Injil kepadanya. Ia
berkata, “Saya percaya.” Ia menerima. Karena kesibukan pekerjaan, saya
meninggalkan mama. Setelah seminggu, kelihatan mama tidak bertahan, kakak meminta
saya pulang. Ternyata waktu pulang ia sudah tiada. Jika dulu ia dari hati
berkata percaya, kita tahu ia ada di mana. Janji Tuhan, benih yang kita tabur
akan kita tuai.
No comments:
Post a Comment