Pdt
Yohanes Adri Hartopo
Ayub
1:1-22
1:1 Ada seorang laki-laki di tanah Us
bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi
kejahatan.
1:2 Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan
tiga anak perempuan.
1:3 Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing
domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina
dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang
terkaya dari semua orang di sebelah timur.
1:4 Anak-anaknya yang lelaki biasa
mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga
saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka.
1:5 Setiap kali, apabila hari-hari pesta
telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya,
pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah
mereka sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa
dan telah mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub
senantiasa.
1:6 Pada suatu hari datanglah anak-anak
Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
1:7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis:
"Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari
perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
1:8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis:
"Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di
bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan
menjauhi kejahatan."
1:9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN:
"Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?
1:10 Bukankah Engkau yang membuat pagar
sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang
dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di
negeri itu.
1:11 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan
jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di
hadapan-Mu."
1:12 Maka firman TUHAN kepada Iblis:
"Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau
mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari
hadapan TUHAN.
1:13 Pada suatu hari, ketika
anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di
rumah saudara mereka yang sulung,
1:14 datanglah seorang pesuruh kepada
Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina
makan rumput di sebelahnya,
1:15 datanglah orang-orang Syeba
menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya
aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:16 Sementara orang itu berbicara,
datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan
membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku
sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:17 Sementara orang itu berbicara,
datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga
pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya
dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan
hal itu kepada tuan."
1:18 Sementara orang itu berbicara,
datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang
perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang
sulung,
1:19 maka tiba-tiba angin ribut bertiup
dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan
roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri
yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak
jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,
1:21 katanya: "Dengan telanjang aku
keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama
TUHAN!"
1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak
berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Orang
bergama bisa digolongkan ke dalma 2 golongan : Golongan pertama : golongan yang
memakai / memanfaatkan agama. Kelihatannya beragama, tetapi agama dipakai
sebagai alat mencapai tujuan. Misalnya : beragama supaya tidak dianggap orang
ateis. Misalnya : beragama supaya meninggikan status sosial. Beragama supaya
diberkati hidup. Beragama supaya tidak susah hidup, bisnis bisa lancar. Agama
seperti ini disebuat sebagai agama yang bersifat ekstrinsik. Golongan yang
kedua : golongan yang betul-betul menghayati agamanya. Ia bukan memperalat
agama. Ia beragama ,, karena ia tahu ini bagian hidupnya yang penting. Ia
beribadat menyembah Allah karena tahu Allah penting dalam hidupnya. Agama
seperti itu disebut sebagai bersifat intrinsik.
Kita
membaca cerita Ayub di atas yang sangat tidak asing bagi kita. Secara khusus
perhatikan tuduhan Setan terhadap Ayub. Apa yang setan katakan kepada Allah
tentang Ayub. Menurut Setan : Ayub itu munafik. Ayub itu saleh , jujur , takut
akan Tuhan karena Tuhan memberkati hidupnya. Maka Ayub berkata, ambil semua
berkat itu maka ia akan kehilangan kejujuran dan kesalehan hidupnya. Jadi setan
menuduh, kalau berkat diangkatmaka akan keliaht kepalsuan dari Ayub. Dengan
kata lain, setan ingin membuktikan pada Allah, agama dan iman Ayub bersifat
ekstrinsik. Ayub beriman, beragama , beribadah karena punya tujuan lain. Itu
tuduhan setan. Tetapi tuduhan setan ternyata salah. Ayub ketika harta termasuk
anak-anaknya diambil Tuhan, ia tidak mengutuki Allah tetapi memuji dan
menyembah Allah. Di sana Ayub memuji dan menyembah karena bukan berkat Allah.
Bukan karena side effect karena diberkati. Katakanlah, sepasang pasutri yang
telah menikah kalau dikatakan saling mencintai , tiba-tiba hidupnya berubah
drastis karena bangkrut total. Baru sang istri tidak mau hidup dengan suami
yang miskin, meninggalkan suaminya, maka kita akan mengatakan bahwa istri tidak
mencintai suami. Tetapi mencintai harta. Pada waktu harta tidak ada, ia
tinggalkan suaminya. Dengan kata lain, istri semacam ini menghargai harta lebih
dari suaminya. Perhatikan Ayub, Ketika harta miliknya termasuk anak-anaknya
diambil, ia tidak mengutuk dan meninggalkan Allah. Berarti bagi Ayub , Allah
yang memberi itu lebih penting dari pemberianNya. Bagi Ayub, Allah jauh lebih
berharga dari yang lain. Jadi kalau ditanya, kenapa Ayub bisa saleh dan takut
akan Tuhan dalam hidupnya, bukan karena diberkati Tuhan tetapi karena Tuhan
sendiri. Ia menjadi saleh dan takut akan Tuhan bukan karena terima terus berkat
dalam hidupnya. Ia bisa saleh dan jujur karena hubungan dan kedekatan dengan
Allah. Kenapa kebenaran ini penting direnungkan? Mengapa kita harus belajar Si
Pemberi lebih penting dari pemberiannya? Penting karena bila urutannya terbalik
akan berbahaya bagi kita dan Ayub ketika ujian datang. Kalau syukur dan iman
dilandasi berkat maka saat tidak ada maka syukur dan iman juga akan hilang. Tetapi
perhatikan Ayub tetap bisa berkata , terpujilah Tuhan. Menyembah dan memuji
Allah saat sulit tidak mudah. Jangan lupa, penderitaan Ayub merupakan
penderitaan yang sangat hebat. Dlaam waktu singkat, segala sesuatu berubah
drastis. Dari keadaan lancar, baik ,s ehat menjadi buruk. Jelas itu sangat
memukul Ayub. Maka dikatakan di ayat 20, ia langsung mengoyakkan jubah dan
mencukur rambutnya. Itu tanda ia sangat berduka dan sangat sedih. Kita dapat
pelajaran di sini, orang boleh berduka. Kita tidak bis amengatakan, bila
menderita saat susah, kurang beriman. Orang berduka dan sedih belum tentu ia
orang tidak beriman. Ayub menyoyakkan jubah dan mencuku kepala tetapi ia
tersungkur dihadapan Tuhan. Duka cita bergabung dengan iman dan pujian kepada
Tuhan. Maka bisa ia katakan , terpujilah Tuhan. Ia mengatakan kalimat itu
ditengah dukacita yang mendalam. Ketika mengatakan , terpujilah Tuhan ia tidak
anggap enteng penderitaan itu. Di tengah penderitaan hebat ia bisa mengatakan
hal itu. Karena keyakinan dan kepercayaan kepada si Pemberi dari pemberiannya,
itulah yang menopang kehidupan Ayub. Perhatikan pengalaman Ayub tentang siapa
Tuhan. Itu terlihat dari kalimat yang diucapkan, Tuhan yang memberi , Tuhan
yang mengambil. Kalimat pendek tetapi mengandung pengelanan Ayub terhadap
Tuhan. Pertama Ayub mengakui Tuhan memiliki segala sesuatu . Ia memiliki ,
memberi dan yang mengambil. Ayubmenyadari segala sesuatu datanganya dari Allah,
maka ia katakan dengan telanjang aku datang ke dunia dan dengan telanjang juga
akan meninggalkan dunia. Aku datang ke dunia tidak bawa apa-apa, nanti juga
tidak bawa apa-apa. Artinya, masa selama ia datang dan pergi lagi, apa yang ia
punya bukan milik ia. Itu ada karena Tuhan memberi dan menyediakan. Itu semacam
titipan Tuhan yang bersifat dari masa ia
telanjang datang sampai nanti ia pergi.
Dalam
perspektif manusia, saya punya, itu punyaku. Ak yang kerja, usaha dan itu
milikku. Tetapi kitab Ayub mengajar kita melihat dari perspektif surgawi.
Sebenarnya itu bukan milik kita. Tetapi tidak sedikit oran gmenganggap yang hal
yang dimiliki di dunia mutlak milkinya bukan milik Allah. Maka pada waktu
diambil oleh Allah, ia jadi marah. Akan menganggap Allah sebagai pencuri,
perampok yang mengambil milikku. Tetapi bila kita menyadari segala sesuatu
milik Allah , maka ia mungkin sedih kalau hal milik Allah diambil kembali ia
sadar itu hanya titipan dan diambil kembali oleh Allah. Ayub memang sangat
berduka karena kesulitan dan penderitaan hidupnya. Tetapi ia tetap berkata,
terpujilah Tuhan, Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil. Maka ia tidak pernah
mengutuki. Ia tidak pernah menganggap Allah pencuri dan perampok. Karena ia
tahu, itu memang milik Allah dan sekrang diklaim kembali oleh Allah.
Kedua,
kita melihat dari kalimat Tuhan memberi dan Tuhan mengambil, Tuhan pemilik itu
adalah Tuhan yang berdaulat. Allah yang punya hak, kapan ia beri dan punyahak
kapan ia amibl. Perhatikan, kalau kita baca kitab Ayub, kita mungkin tidak
merasakan kesedihan yang dialami Ayub. Karena kita tahu apa yang sesungguhnya
terjadi. Membaca kita Ayub, kita tahu karena sebelumnya kita tahu Tuhan memberi
ijin setan untuk menguji ia. Kita diberitahu sebelumnya apa yang terjadi.
Tetapi jangan lupa, Ayub tidak tahu hal itu. Ayub tidak diberi tahu, ini ada
setan yang menguji kamu. Ayub tidak pernah tahu , ada setan meminta ijin
mengujinya. Allah menceritakan kepada kita, tetapi tidak ceritakan ke Ayub,
maka di sini letak pergumulan yang hebat dalam Ayub. Sepertinya Allah diam.
Sepertinya Allah tidak melakukan apa-apa. Ini menjadi pergumulan hebat bagi
Ayub. Karena seringkali oran g menderita ada apa ini? Ada pa si? Kalau kita
diberitahu jawabannya, munkin kita lebih lega. Ayub tidak diberi jawaban dan
diberittahu apa yang terjadi. Tetapi ditengah ketidak tahuan dan ketidak
mengertian ia, tetapi ia bisa berkata, Terpujilah Tuhan. Ia yang memberi dan Ia
yang mengambil. Terpujilah Tuhan. Ayub tidak menuntu Allah karena melakukan hal
yang tidak patut. Ia berhak protes dan menuntut jawaban. Tetapi tidak dilakukan
oleh Ayub.
Saya
punya seoran gteman yang sekarang tidak mau ke gereja lagi. Dulunya sebelum
menikah, masih mudah sangat rajin beribadah. Kapan ia tidak mulai ke gereja?
Ketika lahir anak pertama. Dan anak itu lahir cacat. Dan tidak bisa
disembuhkan. Maka usia remaja, anak itu tetap duduk di kursi roda. Ketika
ditanya, tidak mau datang ke gereja lagi? Ia menjawab, saya begitu mengasihi
dan setia kepada Tuhan. Kalau Tuhan baik mengapa kasih anak seperti ini kepada
saya? Kalau Tuhan ada, maha pengasih dan penyayang kenapa tidak sembuhkan anak
saya. Karena seprti nya Tuhan diam saja, maka saya putuskan tidak mau
menerimanya lagi. Persis seperti istri Ayub. Kutiklah Allah. Ngapain percaya
kepada Allah seperti itu? Kutukilah Allah seperti itu. Respon istri Ayub sangat
umum terjadi dalam kehidupan manusia. Tetapi Ayub tidak , ia bahkan berkata ke
istrinya, apakah kita hanya mau menerima yang baik dari Allah tetapi tidak yang
buruk. Ayub tetap percaya kepada Allah baik dalam hal yang baik mauun buruk. Ia
tidak mengerti dan tidak dapat jawabannya, tetapi ia tetap trust kepada Allah.
Ia tunduk kepada kedaulatan Allah. Tetapi tunduk jangan diartikan sudahlah
Allah begitu kuat dan saya tidak bisa apa-apa. Tunduk tidak dalam pengertian
itu. Tetapi Allah yang berdaulat adalah Allah yang baik. Kedaulatan Allah tidak
dapat dipisahkan dengan kasih dan kebaikan Allah. Kalau kedaulatan Allah
dipisahkan dengan kasihnya, maka Allah sepertinya otoriter. Tetapi bila
kedaulatan dibarengi dengan kasih dan kebaikan , maka kita akan tunduk kepada
Allah.Sama seperti kata Yusuf, engkau mereka-rekakan kejahatan kepadaku, tetapi
Tuhan mereka-rekakan kebaikan. Di AS ada seorang bapa bernaam Wilson Johnson,
Bekerja di sebuah perusahaan , cukup lama kerja di sana. Di dalam usia tidak
muda, ia terkena PHK. Jelas tergoncang sekali, Mungkin ada masalah dengan
perusahaan sehingga ia ikut terkena PHK. Bagi keluarga mereka, pukulan yang
besar karena kepala keluarga kehilangan penghasilan. Ia jujur dalam
kesaksiannya : saya sangat terguncang saat itu. Tetapi ia belajar untuk tetap
beriman. Ia mencoba mencari kerja dan usaha yang baru. Ternyata usaha baru yang
ia jalani berkembang. Yaitu ia memulai usaha perhotelan. Mulai dari kecil
sampai usahanya menjadi besar . Bahkan membuka cabang di berbagai kota di AS
dan seluruh dunia yakni hotel Holiday Inn. Pendirinya Wilson Johnson. Pada
waktu saya di PHK saya tidak mengerti mengapa saya dipecat. Tetapi waktu terus
berjalan, Tuhan punya rencana yang indah sehingga saya berada pilihan yang ada
saat ini. Tetapi harus tunggu cukup lama. Sama seperti Ayub juga. Saat katakan,
terpujilah Tuhan ia memberi dan mengambil, tidak langsung keadaannya menjadi
lebih baik. Iman Ayub yang mengatakan itu tidak seperti tombol yang mengubah
hidupunya. Ia harus lewati proses yang cukup lama untuk lihat mengapa Tuhan
ijinkan hal ini. Cerita Ayub merupakan cerita yang jadi berkat bagi jutaan
orang di dunia . Ayub tidak pernah tahu, kisahku menjadi inspirasi bagi jutaan
orang di dunia. Pelajaran yang bisa ditarik dari pengalaman Ayub : kembali pada
pembukaan tadi. Agama dan iman Ayub bukan ekstrinsik. Ia tidak beragama,
beribadah, beriman agar hidupnya terus diberkati. Tetapi agama atau imannya
bersifat instrik dan meresap masuk dalam hidupnya. Itu terbukti sesuatu : Allah
lebih penting dari segala sesuatu milik Ayub. Yang paling penting dalam agama
kita, bagaimana kedekatan hubungan kita dengan Allah. Kita perlu bertumbuh
dengan pengenalan kita kepada Allah. Kenapa tetntang Allah. Karena seringkali
dalam penderitaan , banyak hal yang idpertanyakan. Kenapa Allah lakukan ini
pada Allah. Kenapa terjadi pada saya dan bukan orang lain yang menderita Ada
yang lebih jahat mereka tetap baik tetapi saya menderita. Saya setia begitu
rupa, kenapa Ia lakukan saya seperti ini. Saat kesulitan, sering kali konsep
tentang Allah berubah. Bisa menganggap Allah tidak kasih, tidak adil, tidak
peduli dlsbnya. Maka kunci kemenangan terletak pada pengenalan akan Allah.
Pengenalan Ayub akan Allah menjadi penopang ketika terjadi penderitaan dalam
hidup.
Pengenalan
dan hubungan Ayub dnegan Allah tidak dimulai saat krisis datang. Bukan ketika
ujian menghantam hidupnya, ia perlu Tuhan. Ia tidak disadarkan perlunya Tuhan
saat kesulitan hadir. Pasal 1 , pengenalan dan hubungan yang benar dimulai saat
dalam keadaan baik, sukses dan lancar. Dikatakan, ia mempersembahkan korban
bakaran unttuk eepengampunan dosa anggota keluarganya. Waktu krisis belum
terjadi, ia sudah benar-benar berhubungan dengan Allha. Itulah yang menopang
dia, saat krisis datang. Orang yang tidak berhubungan dengan Allah dalam
keadaan baik, maka ia tidak berhubungan baik dengan Allah saat krisis datang.
Orang yang ketika keadaan baik, tidak membangun hubungan dengan Allah, tidak
punya hubungan yang menopang saat kesulitan datang. Maka hubungan Allah tidak
menunggu kritis datang lebih dahulu. Tetapi dimulai ketika sedang baik-baik
saat ini. Dan itu menjadi penopang kita, menghadapi realita hidup yang tidak
mudah.
Saya
punya teman yang meninggal 4 tahun lalu, seorang ibu yang sering jadi
penterjemah. Ia kena kanker, menjalar dan mati. Ia ibu RT biasa, tetapi imannya
luar biasa kepada Tuhan. Memang betul ia sedih, terpukul saat didiagnosa
menderita kanker tahap akhir. Tetapi ia seperti Ayub tidak pernah mengutuki
Allah. Saat masa kritis, semangat pelayanan makin luar biasa. Saya ingat
beberapa bulan sebelum meninggal Jumat
Agung, saya dijadwalkan khotbah di gereja dia. Ia dijadwalkan penterjemahnya
ia, tetapi saat tiba di gereja diberitahu penterjemah diganti karena ibu itu
kesehatan sangat merosot dan ia tidak bisa berjalan lagi. Ia harus duduk di
kursi roda. Maka saya mengerti keputusan gereja menggantinya sebagai
penterjemah. Tetapi sebelum kebaktian dimulai, gembala sidan gmembisiki sesuatu
dengan saya, ia tahu hubungan saya dengan ia cukup dekat. Pak Yohane ssaya mau
megntakan seusaut, Tadi malam ia telpon, minta supaya ia tetap menterjemahkan.
Padahal waktu itu kesehatannya sangat merosok sekali. Hati saya terharu. Di
dalam keadaan , tidak bisa pelayaan , ia mau persmebahkan hidu puntuk Tuhan.
Sejak saati itu saya tidak pernah diterjemahkan lagi. Beberapa bulan kemudian,
ia meninggal. Saya berkata ke suaminya, istri bukan Hamba Tuhan, majelis, punya
jabatan digereja, hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tetapi saya belajar
banyak selama mengenal dia. Saya tahu karena iman ia yang kuat menopang
hidupnya. Saya kenal ia , karena ia benar-benar cinta Tuhan sebelum kanker
mengerogoti tubuhnya. Dlaam keadaan segala sesuatu baik, ia sudah membangun
hubungan dengan Tuhan. Hubungan itu yang menopang ia, saat ia mengalami krisis
sampai ia mati. Saya rindu kita bangun hbungan bukan saat kritis datang, bukan
disadarkan saat Tuhan Yesus datang, tetapi mulai dara sekarang , ketika bleum
menderita. Ketika krisis belum datang. Itu menjadi penopang saat krisis datang.
No comments:
Post a Comment