Ev Yadi S. Lima,
Luk 10:25-27 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli
Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang
tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar;
perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu
berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus:
"Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan
penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga
memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan
itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat
itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu
datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika
ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi
kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan
anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri
lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar
kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan
lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun
itu?" Jawab orang itu: "Orang
yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya:
"Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Mat 7:12 Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya
orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Mat 10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih
dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya
laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.
Mengasihi Allah dan
sesama adalah kehendak Allah. Ahli Taurat tahu hal ini karena juga merupakan
intisari dalam pengajaran Taurat. Bagi ahli Taurat, mengasihi Allah bukanlah
masalah karena ia tahu persis harus mengasihi siapa , mengapa mengasihi dan sampai
sejauh mana. Tetapi yang ia tidak tahu dan tanya ke Tuhan Yesus adalah tentang
mengasihi sesama. “Siapa sesama, Tuhan?” “Apakah saya boleh tidak mengasihi
orang tertentu?” Misal : tidak mengasihi orang Romawi karena mereka menyakiti
bangsa Yahudi, “menginjak” Allah Isarel. Masa Tuhan tidak mengerti kalau saya
jengkel kepada mereka? Bukankah Allah memerintahkan Yosua menghancurkan
Kanaan.? Bukankah sesama berarti hanya kepada bangsa Yahudi? Maka ahli Taurat
ini bertanya kepada Yesus, siapakah sesamaku Tuhan? Melalui pertanyaan ini, ahli
Taurat mau membenarkan dirinya dan mencari-cari kesalahan Yesus. Karena ia tahu
Yesus menerima orang-orang Romawi, duduk makan dengan perempuan berdosa, pemungut cukai dan pengkhianat Yahudi. Yesus
bergaul dengan orang yang seharusnya dibenci orang Yahudi. Dengan bertanya ini,
ia bisa menjebak Yesus dan membuat orang tidak suka Yesus. Karena orang Yahudi
biasanya bisa dibagi menjadi Yahudi yang
bangga dengan keyahudiannya dan ada orang Yahudi yang malu bahwa ia orang
Yahudi (seperti juga ada di antara kita yang bangga kita orang Tionghoa atau
ada yang diam-diam merasa malu nenek moyangnya orang Tionghoa.) Apalagi saat itu
masyarakat Yahudi ditindas oleh orang Romawi. Maka sewaktu melihat Yesus makan
dengan orang Romawi dan pemungut cukai, maka para ahli Taurat dan Farisi
bingung, Yesus memihak siapa?
Siapakah sesama?
Dengan pertanyaan yang
diajukan meraka ingin memastikan : Yesus itu di pihak siapa? Karena banyak
orang Yahudi berharap Yesus adalah Mesias, Juruselamat orang Yahudi yang
mewujudkan “kerajaan itu”. Tetapi Yesus tidak terjebak dan menjawab dengan 1
cerita. Ia berkata, ada seorang Yerusalem (orang Yahudi) yang pergi ke Yeriko
dan dirampok. Ia dipukuli setengah mati , terbaring dan butuh pertolongan. Lalu
lewat seorang imam. Biasanya orang tidak berjalan sendiri ke luar kota. Jadi mungkin
ada rombongan imam yang lewat dan melihat orang itu dan mereka sadar orang itu
adalah kawanku. Orang itu mungkin
melambai-lambai, “Hai kawan tolong aku di sini.” Tetapi imam menghindar dan dengan
terburu-buru menyeberang jalan. Setelah tunggu lama muncul orang Lewi, kawan
juga, orang itu mungkin berteriak,”Hai aku di sini! Tolong aku! Kakiku patah
dipukuli!” Tetapi orang Lewi pura-pura tidak melihat dan menyeberang jalan untuk
menghindarinya. Lalu lewat orang Samaria. Orang Yerusalem bermusuhan dengan
orang Samaria. (Lihat bagian belakang Alkitab), Samaria dalam peta Palestina
jaman Tuhan Yesus dulu adalah daerah Israel. Israel adalah daerah kerajaan dari
10 suku keturunan Yakub. Mereka memisahkan diri dari suku Yehuda. Anak dari
Salomo (Rehabeam) menarik pajak terlalu
berat sehingga 10 suku lari dari anak Salomo ini dan berkata” Kita tidak sudi
mengikut engkau lagi. Tidak mau engkau jadi raja lagi. Kita pulang ke kampung
halaman kita.” Tetapi anak Salomo ini masih punya bait Allah di Yerusalem. Maka
Yerobeam memimpin 10 suku Isarel itu dan berkata, “Tidak perlu ke Yerusalem! Kita
sembahyang saja di sini. Kita punya 2 patung lembu emas dan sembahyang di
Samaria.” Lalu beberapa lama kemudian, pasukan Asyiria menyerbu daerah 10 suku
Israel itu dan menghancurkan, menawan, membawa ke negeri mereka. Orang Israel kawin
campur dan kehilangan keunikan mereka sebagai bangsa Israel. Musa melarang
bangsa Yahudi untuk kawin campur sehingga terhindar dari penyembahan dewa
mereka. Tetapi orang Samaria, keturunan Israel sudah merupakan hasil kawin
campur ini. Maka orang-orang di Yerusalem merasa saya murni, kamu campuran. Saya
menyembah Tuhan yang benar, kamu menyembah setan yang tidak benar. Saya
anak-anak Abraham, anak Allah, kamu anak-anak anjing. Jadi ketika orang Yerusalem itu mengaduh-aduh
dan muncul orang Samaria, apa yang ada dalam pikiran dia? DIa mungkin berpikir
“Musuhku datang dan akan mengejek : Syukurin lu dirampok!.” atau mungkin
musuhnya akan datang dan merampas lagi apa yang masih tersisa karena orang-orang Yerusalem merasa takut ,
jijik dan merasa orang Samaria itu jahat. Ingat sewaktu Yesus berbicara pada
perempuan Samaria, “Kenapa kamu orang Yahudi meminta air kepada saya?” Jadi kalau
orang-orang Yerusalem melewati kampung Samaria, mereka tidak sudi minum di
sini. Tetapi orang yang dirampok ini, kondisi sudah setengah mati. Lalu lewat
orang Samaria yang menghampiri dia, merawat luka-lukanya, membawa ke penginapan
dan memberi uang kepada pemilik penginapan. Besoknya, orang Samaria masih
bilang : “Ini uang. Kalau kamu belanja lebih, aku akan bayar sampai ia sembuh.”
Yesus kemudian bertanya ke ahli Taurat ini yang mengangap lebih tinggi, anak
Allah yang setia sedangkan yang lain tidak, “Kamu bertanya siapa sesama. Siapakah
sesama bagi orang yang dirampok ini?” Seharusnya ia menjawab, “Orang Samaria
itu.” Tetapi dalam ayat ke 32, rupanya ia tidak rela menjawabnya demikian. Ia hanya
bilang, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Ia tidak rela
musuhnya, orang Samaria jadi orang baik. Jadi seakan-akan ahli Taurat menjawab “Sesama
adalah dia yang tolongin. Kamu sih bikin gara-gara dengan pertanyaanMu”. Yesus
tidak menanggapinya, Yesus hanya menjawab “Pergilah dan berbuatlah demikian.”
Kalau kita kembali,
orang ini pada mulanya bertanya apa?” Guru, bagaimana caranya aku bisa hidup?
Apa yang harus kulakukan supaya aku punya kehidupan?” Pertanyaan ini dalam
kehidupan orang Yahudi sangat terkenal. Pada
Im 18:5 perintah mengasihi diri sendiri adalah bagian dari perintah kekudusan.
Perintah ini dibuka dengan satu janji “Kalau kamu berpegang pada ketetapanKu
kamu akan hidup karenanya.” Pada Ul 6:1-5 ada perintah mengasihi Allah, “Tuhan
itu Allah, Esa, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan kekuatanmu.”
Sebelumnya pada ayat 2, ada perintah supaya seumur hidupmu berpegang pada
perintah Allah supaya lanjut umurmu. Jadi
ketika ahli Taurat menguji Yesus, “Hai rabi (guru)! Aku bertanya bagaimana
caranya supaya hidup.” Jawaban Yesus adalah coba lihat pada kitab Torah apa
yang kamu baca. Dan orang ini mengutip dengan persis sekali. Ul 6 , Im 18 dan
19 : “Kasihilah Allah yang hanya 1 dengan 100% hidup, hati, jiwa dan kekuatanmu
. Jangan ada sisa buat yang lain. Yang kedua, kasihi orang lain dan dirimu
sendiri, dan lakukanlah itu maka engkau akan hidup. Yesus mengatakannya persis
dan ditambahkan “Lakukanlah.” Tetapi ahli Taurat mau menjebak Yesus. Ia tidak
mengasihi Yesus. Dengan tidak mengasihi Yesus berarti tidak mengasihi Allah dan
ia membenci sesama. Dengan tidak mengasihi orang non Yahudi, ia sedang tidak
mengasihi Allah. Dalam hati ada
sentiment : orang-orang Samaria pasti jahat semua. Waktu ia membenci pemungut
cukai, penghisap darah dan berkata : mereka itu mati saja. Maka pada waktu itu
ia sedang tidak mengasihi Allah. Sehingga dalam jawabanNya, Yesus menegur ahli
Taurat dan orang Farisi. Mereka menganggap orang Yahudi sesama sedangkan yang lain bukan. Dan Yesus menantang mereka,
kamu jangan hanya melihat diri sendiri. Lihatlah orang lain melihat kamu
bagaimana. Ketika kita melihat diri, begapa baiknya diri kita dan membenarkan
mengapa kita kurang baik. Kalau orang lain berbuat baik , kita mencari-cari
alasan sehingga akhirnya kesimpulannya : ia tidak sebaik itu. Kita itu melihat
baiknya dirinya sendiri, memaafkan diri sendiri dan berlaku sebaliknya pada
orang lain. Melihat orang lain, melihatnya baik. Ah, ia itu biasa saja. Kalau
ia jahat , kita tidak ampuni ia. Bahkan kita seret orang yang menjadi
kawan-kawannya sebagai sama-sama jahat.
Semua orang Samaria jahat. Maka di sini Yesus membalik pikiran orang
ini. “Coba pikir ada orang Samaria yang baik. Maka bagi orang Samaria itu, kamu
sesamanya. Walaupun kamu jijik dengan orang Samaria, tetapi mereka terkadang
baik dengan kamu. Maka kamu bagaimana dengan mereka. Kamu bilang, kamu
mengasihi Allah tetapi orang lain kamu beda-bedakan.” Kita ingin orang lain
menerima kita. Kita tidak suka didiskiriminasi. Kita tidak ingin didiskriminasi
karena uang kita. Kalau kita pergi ke toko emas, kita pakai baju yang bagus,
kita pakai arloji yang harganya RP 300 juta, maka pelayan dengan senyum ramah
melayani kita. Kita pilih-pilih barang paling mahal pun , sudah pilih tidak
jadi beli. Pelayannya dengan senyum, gembira , hormat, “Besok datang lagi ya
Pak.” Tetapi kalau kita pakai baju yang tidak bagus, badan kita tidak wangi,
penampilan orang miskin, maka begitu kita dekat dengan satpam sudah diusir. Kita tidak suka dibegitukan. Tetapi kita
mungkin begitu kata orang lain. Sewaktu melihat orang berada, pandai,
berpengalaman banyak, sukses, kita senang dengan mereka. Tetapi kalau kita melihat orang yang sudah
bodoh, sombong, miskin pula, malas lagi, ah sudahlah kamu pergi saja.
Kita membeda-bedakan. Padahal kita tidak suka dibegitukan. Maka Tuhan
mengatakan, lakukan pada orang lain apa yang engkau ingin orang lain lakukan
padamu. Kita harus mengasihi orang lain bukan karena orang itu hebat atau kita
suka. Tetapi kita harus mengasihi orang lain, karena Tuhan mengasihi orang itu
dan ingin kita mengasihinya. Seperti Allah mencintai bukan karena kita baik
atau bermanfaat buat Tuhan. Sebetulnya kita tidak berguna buat Tuhan, kita
tidak menolong Tuhan. Tuhan tidak perlu ditolong, dimaklumi. Tetapi kita diberi
kesempatan melayani. Kita diampuni dosanya , diberi banyak hal. Sewaktu kita
mengasihi orang lain seperti diri sendiri kita tidak rugi, justru untung tidak
berhingga. Kita itu mendapat hidup, hidup kita menjadi penuh dan bahagia.
Bahagia tidak bisa dibeli. Bahagia , kita dapat dari Tuhan ketika mentaati
firmanNya. Sewaktu kita mengasihi orang lain, kita sedang mengasihi TUhan. Saat
membenci orang lain, kita juga tidak mengasihi Tuhan. Karena Tuhan ingin kita
saling mengasihi. Manusia butuh sesama. Kebahagian terjadi saat ada orang lain
membahagiakan hidupnya. Dan sebaliknya, nasib buruk dan satu kehidupan yang
menyakitkan, bukan karena kehilangan uang atau reputasi tetapi karena orang
lain bermasalah dengan kita. Misalnya kalau saudara kehilangan dompet, mana
lebih sakit dibandingkan pasangan selingkuh, mendapati anak membenci kita.
Orang lain menjadi sumber penderitaan dan kebahagian yang lebih besar. Tuhan
memberikan diri kita sebagai hadiah terbesar bagi orang lain. Saudara ini
hadiah untuk sesama saudara. Dengan keberadaan kita, apakah orang lain di
sekeliling (istri, anak, ortu, mertua, PRT, penjaga, majelis, hamba Tuhan)
bersyukur kepada Tuhan atau menggerutu. Kita semakin besar menimbulkan ucapan
syukur kepada Allah atau kita menjadi kejengkelan dan berseru Tuhan mengapa
Engkau memberikan orang ini dalam hidupku? Kiranya kita menjadi alasan bagi
orang lain untuk mencintai dan mensyukuri hidupnya ketika kita mengasihi Allah
dan sesama. Karena inilah arti kehidupan. TUhan menciptakan kita untuk
mengasihiNya dan sesama.
No comments:
Post a Comment