Pdt Yohanes Adri
Hartopo
Ibr 12:1-3 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan
awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa
yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang
diwajibkan bagi kita. Marilah kita
melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam
iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan
mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi
Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun
menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang
berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
Dalam suatu
pertandingan, memulai dan menjalankan pertandingan dengan baik sangat penting.
Tetapi bagaimana mengakhiri pertandingan itulah yang diperhitungkan. Kalau
seorang pedagang atau salesman mau
memberikan presentasi penjualan, memulai dan menjalankan presentasi dengan baik
adalah hal yang penting, namun pada akhirnya bagaimana menyelesaikan yakni
menjualnya , itulah yang diperhitungkan. Prinsip yang sama berlaku untuk
kehidupan kita. Bagaimana kita memulai dan menjalankan hidup kita itu yang
penting. Namun akhirnya bagaimana kita menyelesaikan hidup kita itulah yang
lebih penting. Semua kita sudah memulai perjalanan hidup kita. Sejumlah kita
sudah menjalankannya dengan baik. Bagaimana mengakhirinya? Dengan baik atau
buruk? Memulai sesuatu mudah, menjalankannya tidak susah tapi mengakhirnya
tidak mudah. Saya dosen teologi, setiap tahun ada penerimaan siswa baru dan di
pertengahan ada yang gugur. Bahkan ada 50% yang gugur dalam 1 angkatan. Hal ini
berarti memulai dan menjalankan dengan baik tapi tidak menyelesaikan dengan
baik. Saya jadi dosen tamu teologi, mengajar kuliah intensif yang dihadiri
orang yang cuti dari pekerjaannya. Mereka rela membayar untuk ikut. Lalu saya memberi
tugas untuk diselesaikan. Tetapi selalu saja, setelah ditunggu 1-2 bulan, ada
yang tidak menyelesaikannya. Padahal mereka sudah menyediakan waktu, mengambil
cuti, ikut kuliah tapi akhirnya tidak menyelesaikannya dengan baik. Prinsip
yang sama juga berlaku dalam pernikahan. Pria-wanita yang jatuh cinta tidak
sulit saling memperhatikan. Getaran pertama romantika membuat segala sesuatu
dengan mudah. Api kesetiaan membuat mereka mampu melakukan hal-hal yang sulit.
Tetapi setelah menikah 1, 5, 10 atau 20 tahun gambaran tersebut berubah. Ada kewajiban
lain yang menuntut perhatian (banyak gangguan). Getaran romantika sudah hilang.
“Api” sudah padam. Perlu usaha untuk saling memikirkan dan memperhatikan. Cukup
sering pernikahan yang dimulai dengan baik, berakhir dengan menyedihkan. Cukup
sering pasangan Kristen yang cinta Tuhan memasuki pernikahan lalu bubar.
Prinsip yang sama berlaku dalam kehidupan iman kita (dalam hubungan kita dengan
Allah). Kita mendapati orang yang memulai perjalanan iman dengan baik tapi
tidak dapat menyelesaikanmya dengan baik. Orang Kristen yang sibuk menguber
karir dan uang, kehilangan fokus dalam iman dan Allah. Ada orang Kristen yang
cukup baik kedudukannya akhirnya menyimpang dari imannya. Sejumlah orang
Kristen yang karena beban dan tekanan kehidupan meninggalkan Tuhan. Banyak yang
memulai dan menjalankan dengan baik tapi tidak menyelesaikannya dengan baik. Firman
Tuhan ajarkan kita untuk menyelesaikannya dengan baik. Jangan menyerah terhadap
kesulitan.
Rasul Paulus
mengatakan aku mengakhiri pertandingan dengan baik, mencapai garis akhir,
memelihara iman. Semoga ini menjadi harapan kita juga. Bagaimana kita menyelesaikan
dengan baik, sangat bergantung pada apa yang dikerjakan sekarang. Jangan sampai
kita menunggu babak terakhir hidup kita, baru berusaha dengan baik. Karena ada
kemungkinan kita terlambat. Ada yang berpikir setelah pensiun baru berjuang
dengan baik. Kita harus memulainya sekarang! Untuk menyelesaikannya dengan baik
di akhir hidup, kita harus memulainya sekarang. Penulis Ibrani, menggambarkan
kehidupan Kristen seperti perlombaan lari. Ini bukan pilihan tetapi sesuatu
yang diwajibkan bagi kita. Kita tidak boleh mengatakan kita tidak boleh lari.
Kita harus masuk arena dan berlari. Penulis Ibrani, mengajak pembacanya untuk
berlari dengan benar dan bertekun sampai akhir. Ia ingin kita menyelesaikan
dengan baik. Penulis mengatakan kita berlari dengan tekun. Panggilan lari
dengan tekun berarti pertandingan jarak jauh. Metafor perlombaan lari jarak
jauh menunjukkan kehidupan iman tidak mudah. Penuh tantangan, pergumulan dan kesulitan. Saya tiap hari lari pagi, tapi
sadar kalau ikut lomba lari jarak jauh belum tentu kuat. Karena lomba lari
jarak jauh membutuhkan usaha keras untuk menyelesaikannya. Maka penulis Ibrani
mengatakan, kita perlu ketekunan. Kita perlu ketetapan hati untuk
menyelesaikannya. Waktu mulai berlari tidak banyak masalah. Kita masih kuat.
Kita lalu merasa lemah, putus asa setelah lama berlari. Saat banyak kesulitan
kita mulai menyerah. Itu gambaran kehidupan iman kita yang memang tidak pernah
lepas dari kesulitan , pergumulan dan tantangan. Musa pernah berkata, masa
hidup kami 70 tahun kalau kuat 80 tahun. Apa yang bisa dibanggakan? Musa
mengatakan, kebanggaannya kesukaran dan penderitaan. Hidup di tengah dunia
tidak mudah, penuh pergumulan di tengah hidup. Tidak ada manusia normal yang
tidak pernah alami tekanan dalam hidup Orang Kristen juga tidak terlepas dari
tekanan hidup Maka salah kalau dikatakan pandanglah Yesus, maka persoalan akan
lenyap. Salah kalau ada anggapan, kita punya masalah dan pergumulan berarti
kita berdosa. Realita kehidupan menunjukkan kita letih lesu dan membuat kita menyerah.
Karena kehidupan kita seperti perlombaan lari jarak jauh. Maka penulis Ibrani
mengajak kita berlari dengan tekun. Pasal 11, memberi contoh para pahlawan
iman. Mereka orang-orang yang menghadapi kesulitan dan tantangan, tetapi dnegan
iman menyelesaikan kesulitan hidup mereka. Mereka jadi saksi iman. Sehingga
dikatakan kita punya banyak saksi bagaikan awan mengelilingi kita (menunjuk
pahlawan iman di pasal 11). Supaya pembaca Ibrani menekuni iman sampai akhir.
Melihat ketekunan dan dikuatkan sampai akhir.
Ada 2 hal lagi, penulis Ibrani menginginkan pembaca berlomba dengan
tekun :
1.
Menanggalkan beban dan dosa yang merintangi. Pelari dalam lomba berusaha tidak dihalangi supaya
bisa berlari dengan baik. Mereka memakai pakaian seringan dan seminim mungkin.
Bahkan Rasul Paulus, hanya pakai celana, karena tidak ingin menghalangi mereka
berlari. Yang menghalangi kita : dosa dan beban. Beban itu bukan dosa. Itu
rintangan yang dianggap bukan dosa yakni hal tertentu yang dianggap baik tetapi
menghalangi kita. Misal : hobi, harta milik, kebiasaan, pergaulan, ambisi,
posisi, pencarian kesenangan, ini bukan dosa, tetapi bisa merintangi bila tidak
hati-hati. Maka setiap kita harus mengevaluasi diri sendiri. Karena apa yang
merintangi iman kita belum tentu bisa merintangi iman orang lain. Musa
meninggalkan kemewahan di Mesir untuk menjalankan perintah Tuhan. Kalau ia
hidup mewah, ia tidak dapat menjadi alat Tuhan. Maka ia berani tinggalkan
kejayaan dan kepopuleran di Negara Mesir. Beda dengan Yusuf. Ia tidak tinggalkan
Mesir. Ia jadi penguasa tertinggi di Mesir. Melalui kedudukan itu, ia jadi
berkat bagi yang lain. Apa yang menjadi halangan bagi Musa ternyata tidak jadi
halangan bagi Yusuf. Harta bagi sesorang jadi halangan tapi bagi yang lain
mungkin tidak. Yang paling tahu diri kita sendiri. Waktu kita mengevaluasi
adakah rintangan yang menghalangi, harus kita tanggalkan.
2.
Berlomba dan berlari dengan mata tertuju pada Yesus. Ayat 2 : marilah kita melakukannya dengan mata
tertuju Yesus yang memimpin kita dalam iman menuju kesempurnaan. Memandang
Yesus sebagai teladan. Yesus hadapi rintangan tapi ia bisa menanggung kehinaan
penyaliban. Padahal penyaliban adalah penghukuman dan memalukan. Ada siksaan
dan penghinaan di depan public, tetapi ditanggung Yesus dengan baik. Ia
bertekun (ayat 2 akhir). Yesus melampaui keadaan sulit dengan konsentrasi pada
upah yang akan diterima kelak, sehingga rela menanggung salib yang akhirnya
menuju kebaikan. Dalam hal ini Yesus memberi teladan yang baik melampaui
pahlawan iman di Ibrani 11. Ia tidak ingin pengikutnya lemah dan putus asa.
Pembaca Ibrani memulai dengan kesulitan dalam hidup mereka. Mereka merasa lelah
sekali. Ada di antara mereka yang memutuskan untuk meninggalkan iman. Tetapi
penulis Ibrani mengatakan jangan menyerah. Memandang Yesus sebagai teladan,
tetapi bukan sekedar teladan, melainkan juga memimpin kita dan membawa iman
kita menuju kesempurnaan. Yesus digambarkan sumber pertolongan dan kekuatan
dalam lomba lari jarak jauh yang membuat kita cape dan mau menyerah. Ada Yesus
yang menyertai kita sampai garis akhir.Tidak pernah satu detik pun kita berani
berkata, kita tidak perlu Yesus. Yesus teladan, kekuatan kita, semuanya
terucap. Pikiran kita setuju bahkan kita dapat mengatakan dengan mulut kita.
Tetapi benarkah menjadi realita yang kita hidupi. Ada yang tahu Yesus Tuhan dan
Juruselamat, Penolong, tetapi menghidupinya hal lain. Saya ketemu orang yang
sudah tidak bertemu 20 tahun. Dulu, ia saya bimbing. Kami bertemu di rumah
makan dan mengobrol. Ia menikah dan punya anak. Tetapi saya lihat ada yang
tidak beres dalam hidupnya. Ia berkata, “Hidup saya berantakan. Rumah tangga
saya berantakan. Banyak rintangan dan dosa yang tidak berani saya tanggalkan
dan membuat saya berantakan. Saya sudah tidak ke gereja lagi.” Padahal dulu ia
cinta Tuhan luar biasa. Ia tahu Yesus adalah Tuhan, yakin perlu Yesus dalam
hidup, Yesus sanggup menolong. Ia tahu, tetapi 5 tahun terakhir, ia tidak ke
gereja. Jadi bagaimana pengetahuan
terwujud dalam realita. Karena saat pergumulan tidak cari Yesus tapi usaha
dengan cara sendiri. Kita tidak mungkin bisa menyelesaikan pertandingan iman
dengan baik tanpa Yesus. Jadi kalau Yesus tidak jadi penguasa hidup kita,
jangan mimpi kita bisa selesaikan hidup dengan baik. Penulis Ibrani meminta
agar pembacanya berlari dengan mata tertuju pada Yesus. Berlari dengan tekun.
Suatu kali seorang pianis terkenal mengadakan pertunjukan. Ia lakukan dengan
baik sekali. Setelah selesai beberapa pianis mendatangi dia, dan berkata, “Bagaimana
bapak bisa bermain dengan bagus. Padahal undangannya mendadak dan waktu
persiapannya sedikit?” Ia menjawab, “Saya selalu siap sebab setiap hari saya
berlatih selama 8 jam selama bertahun-tahun. Kapanpun saya siap tampil dengan
baik.” “Seandainya kami mempunya ketetapan hati seperti itu!” komentar yang
lain. Jawabannya, “Kita semua sebenarnya punya ketetapan dan ketekunan itu.
Saya hanya memakainya. Di dalam diri kita ada ketekunan dan ketetapan hati.
Tinggal kita mau memakai atau tidak.” Di dunia, kita melihat kesuksesan dimulai
dengan ketekunan. Dengan ketekunan bisa meraih keberhasilan.
No comments:
Post a Comment