Asri Sinaga MTh,
Emaus Center – STT Amanat Agung
Deskripsi Modul
1. The
Chronicle of Christian Smallgroups
Konsep
kelompok kecil (KK), bagaimana sampai kita bisa mengenal KK saat ini, apa yang
dibutuhkan untuk memulai kelompok kecil atau untuk menghidupkan kembali
kelompok kecil.
2. The power of
relationship
Hal
yang kuat terbangun dalam kelompok kecil yang membuat kelompok kecil itu unit
dibanding kelompok besar adalah relasi, bagaimana mengelola orang supaya relasi
yang terbangun adalah yang relasi yang memberikan ruang untuk belajar.
3. The power of
learning power
Kekuatan
belajar secara group, yang tidak dimiliki ketika kita belajar sendiri atau
belajar sendiri dalam konteks kelompok besar, berbagai disain belajar yang bisa
dilakukan dalam kelompok termasuk bagaimana memimpin diskusi yang efektif
sehingga setiap pertemuan bisa menjadi pertemuan yang membelajarkan bagi semua
anggotanya. (tidak ada centralisasi,
learning together semuanya aktif, dinamika)
Kelompok Kecil identik dengan KTB?
-
Mungkin 20 tahun
yang lalu, bahkan 10 tahun yang lalu, kebanyakan gereja (tradisional) hanya
melihat kelompok kecil ini sebagai programnya anak muda.
-
Kelompok kecil
itu hanya bisa dilakukan di tingkat komisi : komisi remaja, pemuda, dan di
antara guru-guru sekolah minggu. Tidak pernah terpikirkan oleh penatua-penatua
untuk mengadakan kelompok kecil di tengah jemaat yang heterogen dengan berbagai
umur, latar belakang pendidikan dan ekonomi.
-
Pada era tahun
80an, kita ingat pelayanan kampus sangat kuat di Indonesia bersamaan dengan
munculnya lembaga-lembaga non gerejawi yang melayani kelompok-kelompok khusus.
-
Pelayanan kampus
menggunakan strategi kelompok kecil untuk melakukan PI, pembinaan, pemuridan,
bahkan untuk melipatgandakan.
-
Sebenarnya bukan
hanya di Indonesia, ketika itu di Amerika campus crusade, dan IVCF sangat kuat
sekali membina mahasiswa dan alumni dalam bentuk kelompok kecil. Di sinilah
sebenarnya gereja mengenal “kelompok kecil” yang ketika itu kita kenal sebagai
KTB.
-
Ketika mahasiswa-mahasiswa
itu menjadi alumni, lalu mereka masuk gereja lagi, mereka juga ingin memulai
KTB di gereja. Dimulai dari remaja dan pemuda. Gereja banyak mencurigai
kegiatan kelompok ini, karena pola kelompok kecilyang dibawa adalah KK yang
berjenjang, menekankan knowledge dan lebih berfungsi mengajar.
-
KTB yang ada di
remaja dan pemuda dibanyak gereja juga tidak tumbuh subr, kalaupuan ada,
sifatnya eksklusif, atau salah satu bentuk atau program.
-
Umumnya
gereja-gereja injili atau gereja tradisional hanya mengenal bentuk KK yang
seperti ditumbuhsuburkan oleh pelayanan kampus yaitu yang berjenjang, tertutup
dan menekankan pengajaran. Dan itu sulit dilakukan di jemaat umum
-
Tapi jemaat tahu
dan mengerti bahwa mereka butuh kelompok yang lebih kecil dimana mereka bisa
belajar lebih efektif ketimbang dengar khotbah saja. AKhirnya yang bertahan
adalah bentuk persekutuan wilayah, atau PA wilayah, dimana 10-20 orang
berkumpul, alurnya masih menekankan 1 orang yang banyak berbicara yaitu
membawakan renungan, walau ditutup dengan tanya jawab.
-
Sebenarnya itu
hanya pengecilan ukuran kumpulan orang dalam ibadah besar, dipecah jadi
kelompok-kelompok kecil, tapi polanya tetap sama, ada sentra 1 orang yang
menjadi sumber utama. Sedangkan dalam belajar kelompok bukan itu; ada komitmen,
ada kooperasi, ada kontribusi setiap orang yang datang, ada pertukaran dan
transmisi pengetahuan, ada relasi dan lain sebagainya.
Kelompok Kecil untuk Jemaat
-
Dalam 5 tahun
terakir ini banyak gereja mulai mengaktifkan kembali KK tapi kali ini KK di
tengah jemaat. Karena teknologi, membuat dunia ini semakin datar dan sempit
maka kegerakan kelompok kecil yang terjadi di Amerika juga sudah sampai ke
Indonesia. Angin willowcreek dan Sadleback sudah sampai di Jakarta.
-
Informasi tentang
mereka banyak dan mudah didapat.
-
Banyak gereja
mulai sudah mencoba indahnya kelompok kecil dengan purpose driven yang sudah
diterjemahkan oleh LPMI. Pertemuan beberapa kali DOP membuat banyak gereja
menggeliat, mereka heran kok orang banyak yang mau ikut. Tapi setelah itu, bingung juga mau apa?
-
Ada yang masih
kuat, membuat bahan sendiri, tapi susah payah menyusunnya karena kurangnya SDM.
-
Ada yang tetap
bertemu, tapi mengubah pola menjadi “kelompok sharing”, yang kelamaan membuat
anggotanya bosan. (KK penting menekankan
perubahan pola pikir).
-
Ada juga yang
mencoba bertahan dengan cara membuat bahan dari khotbah yang ada di hari
minggu, yang sifatnya lebih aplikatif dan sharing bagaimana khotbah itu bisa
berbicara dalam hidup. (meskipun hanya
bahas khotbah minggu, tetapi tetap harus ada topic)
Kita harus bisa keluar dari pikiran tentang KK sebaga
KTB
-
Ada salah kaprah
pandangan orang tentang KK, bahwa KK itu KTB dan KTB itu pemuridan. Sehingga
kalau orang tidak pernah ikut KTB, berarti tiak jadi murid Kristus.
-
KK sebagai pemuridan
bukan satu-satunya bentuk. Bahkan pemuridan itu tidak selalu harus dalam bentuk
KK, walaupun KK memang bentuk yang sangat efektif untuk melakukan pemuridan.
-
Model KTB yang
sifatnya tertutup, berjenjang, menekankan pengajaran memang sulit kita pisahkan
dari konsep kelompok kecil Kelamahan kita adalah kita senang meniru, biasanya
yang meniru itu memang lebih hebat dari yang ditirunya.
Apakah yang dimaksud Kelompok Kecil ?
-
Kita harus
belajar menarik prinsip, bukan menjiplak bentuk. Karena bentuk bisa
berbeda-beda tapi prinsipnya sama.
-
Bagian ALkitab
yang sering dipakai untuk memperlihatkan pola kelompok kecil adalah Kisah para
rasul 2:41-47.
Kisah Para Rasul 2:21-47
Orang-orang yang
baru percaya ini memberi diri mereka masuk dalam suatu realita komunitas yang
baru, komunitas yang lama sudah menolak mereka, dan mereka terkumpul dalam
komunitas yang baru dengan kepercayaan yang baru dan tradisi yang baru. Dalam
tulisan Lukas ini kita menemukan 3 prinsip penting dalam kehidupan komunitas
yang baru ini :
1.
Adanya pola
relasi : mereka berkumpul dan memecah roti
-
Ini adalah suatu
relasi atau kumpulan orang yang menjadi keluarga yang baru, yang memang bukan
berdasarkan hubungan biologis, tapi karena iman yang sama.
-
Kedalaman relasi
ini ditandai dengan gaya hidup yang membuat orang terheran-heran; mereka saling
memberi harta milik mereka dan membagi-bagikan.
-
Makan bersama
adalah tanda bahwa ini bukan Cuma kumpulan yang membagi informasi semacam
kumpulan belajar, tapi lebih dari itu. Dalam relasi itu ada komitmen yang
mengikat setiap orang untuk komunitas.
2.
Ada pola
pertumbuhan : mereka bertekun dalam pengajaran
-
Mereka bukan
hanya berkumpul dan memiliki gaya hidup tersendiri, tapi dalam hidup
berkomunitas yang di dalamnya mereka bertekun dalam pengajaran, mereka
mengalami perubahan.
-
Perubahan mereka
terjadi dalam komitmen mereka kepada Kristus. (Mat 28:19-20 murid-guru)
-
Menjadi murid
Kristus berarti membawa orang kepada Kristus dan hidup semakin serupa Kristus
sehingga ketika orang melihatnya, orang tahu atau mengidentifikasikan dirinya
dengan Kristus.
3.
Ada pola misi :
mereka bertambah
-
Sebagai result
dari kehidupan berkomunitas mereka yang berpusatkan pada Kristus, Allah
menambahkan jumlah kepada mereka.
-
Orang tertarik
dengan apa yang mereka lakukan, dan mereka pun menjangkau orang-orang di
sekeliling mereka, kawan, saudara, keluarga, mendengar cerita tentang Tuhan
Yesus. (cirri hidup orang Kristen adalah
memilik fellowship / relasi yang kuat)
Hidup berkelompok justru berkembang pada masa
penganiayaan jemaat mula-mula
-
Ketika tahun 313
kaisar Konstantin melegalkan kekristenan menjadi state religion, kekristenan
menjadi kekuatan yang besar yang terbangun dalam organisasi yang hirarkis dan
kuat.
-
Sementara Gereja
membangun wibawa dalam doktrin dan liturgy yang megah, kehidupan komunitas yang
menekankan pada relasi, pertumbuhan dan misi, sedikit demi sedikit terkikis.
-
Pada saat
reformasi lah kehidupan berkomunitas kembali muncul. Martin Luther berkhotbah
tentang the priesthood of believer. Memang dia tidak bicara small group, tapi
dia membuka jalan untuk kembali orang Kristen mengalami hidup berkomunikasi
yang saling mendorong keyakinan iman.
-
John Wesley di
tahun 1700 membangun semacam struktur kelompok kecil untuk menjangkau
orang-orang yang baru percaya. Dia sadar ibadah minggu saja tidak cukup membuat
orang bertumbuh kehidupan kerohaniannya, jadi dia membangun kelas-kelas untuk
orang secara khusus belajar Alkitab.
-
Tahun 1987 sebuah
kegerakan dimulai di Cambridge University, dimana sekompok mahasiswa berkumpul
dan berdoa dan belajar Alkitab bersama.
-
Kumpulan ini
terus bertumbuh, sampai di Amerika kita mengenal Campus Crusade dan
Intervarsity Christian Fellowship yang metode utamanya adalah bibls study dalam
kelompok kecil.
-
Ketika model
kelompok kecil ini semakin berkembang, di era 70 an beberapa orang Indonesia
yang pulang dari belajar di luar negeri mulai memperkenalkan kelompok kecil ini
di kampus-kampus
-
Sementara gereja
masih menggunakan kelas-kelas yang sifatnya berjenjang seperti sekolah minggu
di berbagai kategori : sekolah minggu,
komisi remaja, pemuda dan lansia.
-
Kelompok kecil
model inilah yang kita tiru di jemaat dan kita kenal sampai sekarang
-
Masalahnya
sebagai peniru kita susah keluar dari apa yang kita tiru. Sementara di belahan
Amerika, orang mulai sadar bahwa pola pembinaan yang mereka lakukan tidak
membuat orang bertumbuh dan menjadi aktif dalam kehidupan kekristenan mereka.
-
Gereja hanya
menghasilkan penonton-penonton saja. DItambah lagi mereka sadar bahwa kehidupan
berkomunitas mereka juga ternyata sudah semakin terkikis dengan pola pembinaan
yang terkotak-kotak.
Kelompok Kecil adalah suatu metode, yang bentuknya
bisa berbagai rupa
-
Yang harus kita
mengerti adalah kelompok kecil adalah metode yang di dalamnya memungkinkan
adanya relasi, pertumbuhan rohani, dan misi yang dilakukan bersama sehingga
seseorang dapat secara aktif membangun dirinya dalam kelompok itu.
-
Dalam pemikiran
ini, maka kelompok kecil itu bisa berbagai macam bentuknya tergantung konteks
gereja, visi misi gereja dan komitmen bersama. Sehingga bentuknya bisa
bermacam-macam, paling tidak dari berbagai kelompok yang ada saya bisa
memberikan beberapa contoh jenis kelompok kecil. :
-
Bible Study Group
Suatu kelompok yang lebih memfokuskan kepada
pencapaian pemahaman dan pengertian dari materi-materi yang telah tersusun baik
menurut pasal ALkitab ataupun buku panduan tertentu. Kelompok ini akan
menghabiskan lebih banyak waktunya dalam pembahasan, diskusi, penelusuran pada
Studi Alkitab.
-
Care group atau nurture group
Kelompok ini lebih memfokuskan kepada
aplikasi dan pelajaran Firman Tuhan yang dapat memperkaya hidup mereka dalam
menghadapi keseharian. Porsi yang lebih
besar diberikan untuk men-sharingkan apa yang mereka alami dalam kebenaran
firman yang mereka pelajari. Kalau pelajaran ALkitab nya hanya memngambil waktu
15-25 menit maka selebihnya adalah waktu untuk pembukaan / bertukar pikiran dan
pengalaman.
-
Ministry Group
Kelompok yang menekankan kepada
bentuk-bentuk pelayanan tertentu. Ketika mereka bertemu, mereka membahas firman
Tuhan untuk dikaitkan langsung pada pelayananan yang dilakukan baik dalam hal
konsep, skill, pengembangan pelayanan dan lainnya
-
Discipleship group
Kelompok ini biasanya mengkombinasikan penekanan
antara 3 group sebelumnya sehingga di dalam kelompok ini secara seimbang
terjadi penekanan akan studi firman, persekutuan dan juga pelayanan. DI dalam
kelompok ini terjadi pemahaman ALkitab yang mendalam tapi juga penekanan pada
persekutuan dan relasi yang diwujudkan juga dalam bentuk-bentuk pelayanan
bersama. Banyak pakar mengusulkan kelompok ini cocok untuk orang-orang yang
baru percaya dan belum punya pengalaman di group.
-
Support Group (kesulitan hal ini dikarenakan di
Indonesia punya rasa malu yg besar)
Kelompok ini terdiri dari orang-orang
dengan kebutuhan khusus dijadikan dalam satu kelompok untuk menolong mereka
dalam melalui masa-masa krisis. Kadang orang membutuhkan pertolongan khsusu
karena terikat oleh ikatan-ikatan tertentu seperti : rokok, pornografi,
kemarahan, alcohol, judi dan sebagainya. Atau seseorang juga bisa melalui masa
krisis karena kesulitan-kesulitan hidup yang tiba-tiba muncul karena :
kehilangan, sakit keras, perubahan karir, dan lain sebagainya.
-
Master Teacher model
Suatu kelompok khusus berbentuk kelas dengan dipimpin
orang yang memang memiliki gift untuk mengajar seperti pendeta dan rohaniawan.
Kelompok ini bukan berarti menekankan model khotbah atau seminar, tapi tetap
memakai dinamika kelompok yang dipimpin oleh seseorang yang memang ahli dalam
membelajarkan.
Sebelum memulai
kelompok kecil anda harus menetapkan beberapa batasan, kelompok seperti apa
yang ingin anda mulai?
-
Apakah kelompok
yang homogeny atau heterogen?
-
Intergenerasi
atau tidak?
-
Dimana dilakukan
pertemuannya?
-
Apa panduan /
disain belajar yang akan dipakai?
-
Apakah yang mau
ditekankan dalam model kelompok kecil yang akan dibangun? (porsi & tujuannya)
open
|
|||
content through experience
|
---------------
|
---------------
|
content through knowledge
|
Ministry
|
PA
|
||
close
|
-
Memulai suatu
kelompok kecil membutuhkan perubahan paradigma. Tapi sebenarnya yang harus
berubah paradigmanya bukan Cuma orangnya, tapi gereja secara kooperatif juga
harus berubah.
-
Membangun kelompk
kecil jemaat, memerlukan perubah struktur juga di dalam gereja (tidak usah study banding)
Pertanyaan Penting :
Apakah anda ingin
menjadi gereja dengan sistem kelompok kecil atau gereja yang memiliki program
kelompok kecil (kelompok kecil hanya
system support).
Yang terpenting :
pemimpin (orang yang lebih bertanggungjawab, dewasa, kepemimpinan)
The Power of Relationship
Astri Sinaga MTh,
Kelas Emaus Jakarta
-
Salah satu ciri
masyarakat kota adalah individualism. Orang hanya melihat dirinya sebagai
individu yang tidak punya keterkaitan dengan orang lain.
-
Padahal hidup
kekristenan kita adalah satu pakat “Aku, Tuhan dan orang lain” Artinya hubungan
kita dengan Allah adalah satu paket dengan hubungan kita dengan orang lain.
Sehingga orang Kristen tidak boeh berpikir bahwa “it’s all about me and my God”
tapi mulailah berpikir dalam paradigm “Me, God and Others.”
-
Implikasi : orang
Kristen merasa tidak perlu bersekutu. Dia pikir cukup saja ke gereja, cukup
saat teduh pribadi, cukup doa pribadi, dan orang lain punya urusannya sendiri.
Padahal, persekutuan adalah suatu ciri khas orang Kristen. Bahkan bisa dikatakan
sebuah stigma.
Kehidupan bersekutu atau berkomunitas adalah ciri khas
orang Kristen :
-
Kita diselamatkan
untuk memiliki persekutuan di dalam Kristus dan juga pada saat yang sama
memiliki persekutuan dengan orang-orang seiman.
-
“bersekutu” itu
sendiri punya makna yang luas; bersekutu bukan sekedar “besama”. Tiap hari kita
bersama-sama dengan orang lain, di bis, di sekolah, di gereja -> tapi belum
tentu bersekutu.
Kisah Para Rasul
2:41-47 Menggambarkan mereka adalah orang-orang yang terkoneksi.
Bagaimanakah pola hidup mereka yang terkoneksi?
1.
Berada di dalam
persekutuan dengan Kristus
-
Artinya
dikumpulkan di dalam identitas yang sama, yaitu : dipanggil oleh Kristus dan di
dalam Kristus. Sehingga kita memiliki identitas yang sama yaitu : dipanggil
Kristus, oleh Kristus dan di dalam Kristus.
-
Persekutuan di
dalam Kristus berarti meruntuhkan segala tembok-tembok yang dapat memisahkan.
Orang yang memiliki identitas Kristus akan mudah untuk bersama.
2.
Bersekutu berarti
saling berbagi (tempat praktek untuk
berbagi kasih)
-
Kata
“saling” berarti mutual, tidak ada yang hanya memberi, atau hanya menerima
saja. Tapi “saling berbagi”
-
Apa
yang kita “bagikan”? Apakah yang bisa kita beri? Mungkin kita sering berpikir
“saya bisa kasih apa?” jemaat mula-mula memang berbagi harta, jadi tidak ada
yang miskin sekali, tapi diberi menurut kebutuhan masing-masing.
-
1 Kor 1:5 : kita
kaya dalam segala hal “perkataan, pengetahuan, kesaksian tentang Kristus”
-
Setiap orang
Kristen pasti memiliki sesuatu yang dapat dibagi; itulah yang disebut “karunia”
-
Kita tidak akan
kekurangan karunia. Jadi bukan hanya materi.
-
Kalau kita tidak
memiliki hubungan maka kita tidak akan memberi (talenta, perhatian, telinga,
antusias, semangat, waktu)
-
Bertumbuh arahnya
bukan kepada diri saja tetapi kepada sesama.
Prinsip Tubuh Kristus
Setiap anggotanya
memiliki peran dan kontirbusi terhadap komunitas (pola KK pasti bisa dilakukan)
Apa saja yang bisa
kita bagi?
-
Fil 2:1-4 ->
ada penghiburan kasih, persekutuan roh, kasih mesra, belas kasihan -> ini
semua sifatnya relational dan mutual.
-
Kata-kata ini
melukiskan hubungan di antara anak-anak Tuhan yang lahir dari pengenalan akan
Kristus; Kristus yang juga penuh penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih
mesra, belas kasihan.
Level komunikasi verbal :
1.
Cliché. Contoh :
apa kabar? Pasti jawabannya : baik
2.
Fakta dan laporan
: semua orang bisa katakana
3.
Pendapat pribadi
dan penilaian pribadi
4.
Perasaan
(menyangkut hati)
5.
Kebenaran yang
maksimal
-
Komunikasi yang
dalam adalah ketika anda bisa mengatakan kebenaran yang paling maksimal.
-
Kita harus bisa
menyampaikan kebenaran maksimal, bukan sebuah cliché.
-
Orang yang di
dalam Kristus harusnya mengalami saling menghibur, kasih mesra dsb
-
Tembok-tembok
kita banyak : kecurigaan, apriori, persepsi kita tentang orang lain,
kesombongan kita dsb
-
Komunitas di
dalam Kristus harusnya meruntuhkan semua itu.
7 prinsip dalam hidup komunitas Kristen (Dietrich
Boenhoeffer)
-
Menjaga lidah,
tidak membicarakan hal yang tidak patut tentang orang lain, apapun “kemasannya”
(jangan ngomongin orang yang tidak ada)
-
Kerendahan hati,
dengan melihat semua sama di hadapan Tuhan sebagai orang berdosa.
-
Mendengar dengan
panjang sabar, akan membuat kita mengerti kebutuhan orang lain. KK latihan
untuk mendengar, menghargai serta bersabar. Buletin sebisanya ada kesaksian.
-
Selalu siap /
available untuk kebutuhan orang lain
-
Menanggung beban
orang yang lebih lemah dan sabar kalau orang itu menyalahgunakan (karena sama posisinya bukan lebih hebat)
-
Menyatakan
kebenaran firman Tuhan
-
Christian
authority dinyatakan dalam pelayanan, bukan tertuju pada orang yang melakukan
pelayanannya. Di dalam komunitas pasti ada aturan ada sistem, ada kepengurusan
, ada otoritas.
(semakin banyak otoritas harus dinyatakan dalam bentuk
pelayanan)
-
Hidup bersekutu
kita adalah sesuatu yang harus diupayakan! Harus ada kesadaran dari tiap
individu untuk memelihara persekutuan ini, tanpa kecuali. Bukan sekedar supaya
kita bisa senang bersama-sama, tapi kalaupun konflik kita bisa menyelesaikannya
dengan baik, waktu berdebat, berdebat dengan bijak, waktu berargumentasi ,
berargumentasi dengan sabar. Itu sebabnya fondasi dari persekutuan ini tidak
lain dari kasih.
-
Kristus pada masa
akhir hidupnya di dunia memberi perintah “kasihlah sesamamu, seperti aku
mengasihi kamu”
-
Harus kita akui
kadang kita merasa mengasihi Tuhan itu lebih mudah daripada mengasihi orang di
samping kita. Urusan beribadah kepada Tuhan, taat padaNya, mengasihi Dia, kita
pikir lebih mudah. Kalau sudah berhubungan dengan orang lain, itu lebih susah,
kita berhadapan dengan kebohongannya, kekerasan hatinya, ketertutupannya,
keegoisannya dan lainnya.
-
Padahal kedua hal
ini tidak bisa dipisahkan , ekspresi kita mengasihi Allah terungkap dengan
bagaimana kita mengasihi orang lain.
-
Bagaimana mungkin
kita menyatakan kasih kita kalau kita tidak terlibat dalam relasi?
-
Bagaimana mungkin
kita menyatakan kasih kita kalau hubungan kita hanya sampai pada hubungan
“cliché”?
-
Persekutuan kita
bukan muncul begitu saja.
-
Harus ada usaha.
Setiap orang yang sudah mengalami kasih Kristus harusnya mengerti
konsistensinya adalah mengasihi sesama.
-
Bentuk kelompok kecil, jangan seperti menggelindingkan
bola tetapi harus ada pertumbuhan
-
Relasi sering
membuat orang enggan masuk kelompok kecil, padahal sebenarnya justru di dalam
relasi inilah terjadi hal yang sangat besar dalam pembelajaran kita.
-
Bahkan manusia
tidak didisain untuk belajar sendiri, tapi manusia sebenarnya justru bisa
belajar maksimal ketika ada di tengah atau terkait dengan orang lain.
Beberapa alasan yang sering dikemukakan orang yang
enggan masuk ke dalam kelompok kecil :
-
Saya sibuk… ikut
kelompok kecil itu buang waktu saya
-
Ah belajar kan
tidak harus di kelompok kecil, dengar khotbah dan seminar saja sudah cukup
-
Saya lebih senang
baca buku sendiri
-
Saya tidak
tertarik yang begitu-begituan
Sementara konsep
persekutuan itu secara ALkitabiah menekankan relasi, memberi dan perubahan,
maka sebenarnya hal ini sangat bertentangan dengan kultur dunia kita, yang
menyebabkan pada dasarnya kita ini memang susah berkomunitas.
Kultur itu adalah
kultur individualism (kultur manusia berdosa).
Bagaimana kultur individualisme dalam diri kita?
-
Pada dasarnya
kita ini dalam berelasi lebih menekankan segala sesuatu “for my benefit”
-
Dalam relasi kita
selalu mengatakan “I’m in charge”
-
Dalam relasi kita
akan akan mengatakan:”I have a right to…”
-
Dalam relasi
sering muncul rasa persaingan.
-
Perlu upaya yang
besar untuk membangun komunitas. Komunitas tidak muncul begitu saja. Benar
Tuhan yang menambahkan , tapi kita sebagai pribadi yang hidup menjadi bagian
komunitas harus terus berupaya untuk membangunnya. Karena di dalam komunitas
inilah atau di dalam persekutuan inilah konteks belajar terjadi.
-
Apakah yang harus
kita upayakan sebagai pemimpin atau fasilitator untuk membangun kelompok yang
memiliki relasi yang sehat dan membuat orang bisa belajar?
-
Kita harus dulu
mengerti bahwa proses terjadinya sesuatu kelompok tidak begitu saja,
Ada 3 tahapan yang dilalui :
1. Tahap
pertemuan
-
Bagi banyak orang
menghadiri suatu kelompok kecil untuk pertama kali adalah pengalaman yang tidak
nyaman.
-
Dalam tahap ini
orang datang ke pertemuan KK hanya sebagai suatu pertemuan, bukan sebagai suatu
kelompok di mana dia merasa bagian di dalmnya. Jadi dalam kelompok ini mereka
bisa saja datang secara regular, diskusi, belajar bersama, tapi kalau
pemimpinnya diam-diam saja, maka kelompok itu juga diam-diam saja dan tidak
datang.
-
Ciri khasnya
kelompok seperti ini tidak tahan lama-lama, begitu selesai, semua langsung
pulang. Hampir semua kelompok akan melalui fase ini, walaupun ada yang
bertahun-tahun masih terus dalam fase yang sama.
2. Fase
Komitmen
-
Tahap
ini adalah ketika kelompok ini sudah memiliki komitmen satu dengan yang
lainnya. Anggota-anggota kelompok sudah bergerak lebih dekat dari sebelumnya
dalam relasi yang lebih akrab. Setiaporang sudah mulai menunjukkan perhatiannya
pada orang lain dan dapat mengungkapkan bukan hanya pendapat dan fakta tapi
juga apa yang dirasakan.
-
Pada
tahap ini orang tidak mau cepat-cepat pulang. Bahkan setelah bahan pelajaran
selesai, doa tutup, mereka masih ngobrol, bahkan melanjutkan dengan kegiatan
yang lain.
3. Fase
Memiliki
-
Kelompok yang
bisa bergerak sampai ke tahap memiliki ini sudah melihat anggota kelompok
lainnya seperti keluarga. Mereka menunjukkan perhatiannya seakan kepada
keluarga sendiri.
-
Mereka yang
sebelumnya meiburkan KK ketika liburan natal, sekarang justru pergi jalan-jalan
bersama. Dalam fase ini seseorang berani mengungkapkan pergumulan dan dosanya
secara terbuka, tanpa kuatir karena percaya anggota lainnya akan menolong.
-
Dalam tahap ini
semua orang tau cerita masing-masing orang lain.
Apa yang bisa kita lakukan dalam tahap pertemuan?
-
Memimpin dengan
baik. Pertemuan yang baik akan melibatkan semua orang sehingga setiap orang
tidak ada yang merasa terabaikan.
-
Berikan setiap
orang kesempatan berkontribusi. Setiap anggota berkontribusi dalam kelompok,
sebenarnya tingkat kepemilikannya terhadap kelompok itu juga bertambah.
-
Saling mendoakan.
Doa-doa pribadi (sesuatu yang sangat
pribadi dan sedang digumulkan) akan mempererat
Apa yang dapat dilakukan dalam tahap komitmen?
-
Lakukan aktifitas
santai di luar pertemuan rutin KK
-
Bila groupnya
lebih dari 10 orang, dalam pertemuan tertentu bagi lagi dalam group yang lebih
kecil sehingga setiap orang punya kesempatan bicara.
Apa yang dapat kita lakukan supaya kelompok kita
bergerak menuju tahap memiliki?
-
Berbagi cerita
hidup. Buat permainan ‘kursi panas’ pada pertemuan tertentu diundi siapa yang
akan duduk di kursi panas, cerita hidupnya yang anggota lain tidak tahu
sebelumnya, setiap orang boleh bertanya, tarik pelajaran. Kegiatan ini memang
bisa membuat beberapa orang tidak
nyaman, sehingga perlu cara yang lebih fleksibel, tidak memaksa, buat senyaman
mungkin.
-
Lakukan retreat
KK. Hanya kelompok anda sendiri. Di gadser kami buatkan disain retreat
spiritual untuk setiap kelompok, tanpa pembicara, hanya mereka saja, untuk 1
malam 2 hari.
MENUMBUHKAN KEINGINAN BERUBAH
Astri Sinaga
-
Melaunching
sebuah gerakan KK memang bukan hal yang
mudah dan sudah pasti tidak bisa dikerjakan sendiri. Tidak cukup hanya konsep
yang bagus, kita perlu orang lain atau tim yang solid yang mengerjakan dan
mengimplementasikan konsep tersebut.
-
Orang sulit
berubah kalau dia merasa tidak ada urgency nya atau tidak ada kepentingannya
untuk berubah
-
Formulasi
terjadinya suatu perubahan adalah :
-
(A+B+C) > D = perubahan
-
A ->
ketidakpuasan yang kuat terhadap situasi saat ini
-
B ->kesadaran
akan kondisi yang lebih baik
-
C ->
pengetahuan untuk memulai suatu perubahan
-
D ->
kemungkinan kerugian yang didapat karena perubahan
-
Resistensi sangat
mungkin terjadi ketika kita ingin mengimplementasikan KK. Resistensi orang bisa
dalam bentuk aktif : mencari-cari kesalahan, membesar-besarkan kekurangannya,
bahkan menjelek-jelekkan dan menyebarkannya dalam bentuk gossip.
-
Tapi bisa juga
resistensi ini dilakukan dengan pasif; nampaknya tidak menolak bahkan setuju,
tapi tidak mau terlibat jauh, cenderung hanya melihat dan menunggu kegagalan
terjadi.
-
Untuk menentukan
bagaimana menimbulkan kebutuhan supaya orang mau berubah kita juga harus bisa
membaca dimana tingkat kebutuhan jemaat kita. Tingkat kebutuhan jemaat bisa
dilihat sebagai berikut :
·
Tidak ada
kebutuhan, puas (khotbah)
·
Sedikit rasa
butuh (berdialog dan temukan “key person”
+ study banding)
·
Ada kebutuhan,
tapi tidak yakin (cari informasi
sebanyak-banyaknya)
·
Ada kebutuhan dan
siap berubah
Musuh dari rasa butuh adalah rasa puas
Semakin kita merasa
puas diri semakin kita sulit melihat
perubahan. Sumber-sumber kepuasan yang menghambat rasa butuh :
-
Tidak ada krisis
-
Terlalu banyak
materi yang dimilki : gedung bagus, uang banyak. Kalau gedung bagus, maka
jemaat akan berpikir ‘everything is well’
-
Tuntutan rendah
-
Tidak ada
feedback dari sumber luar
-
Masukan yang
jujur dianggap kritik dan harus dimatikan
-
Terlalu banyak
“happy talk” dari pemimpin
-
Romantika masa
lalu
THE POWER OF LEARNING TOGETHER
Astri SInaga Mth,
Emaus Center – STT Amanat Agung
Belajar dalam Kelompok
-
Belajar dalam
kelompok tidak pernah dimaksudkan untuk menggantikan pola belajar individu,
melainkan sebagai alternative.
-
Tapi banyak
penelitian telah membuktikan bahwa belajar kelompok memberikan dampak yang
besar dalam proses pembelajaran individu dan memiliki sejumlah keuntungan
dibanding belajar individu.
-
Keuntungan yang
utama adalah pada aspek kooperatif yang dapat terbantu pengembangannya lewat
belajar kelompok
-
Setiap peserta
akan memperkaya proses belajar dalam kelompok , baik dalam aspek kognisi,
afeksi maupun kehidupan komunalnya.
-
Belajar dalam
kelompok akan memberikan kesempatan setiap orang melakukan apa yang
dipelajarinya sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar menambah ilmu, tapi
membangun kehidupan spritualitas jemaat yang sehat.
Mengembangkan Efektifitas dalam Kelompok
Ada beberapa hal
yang harus ada untuk terciptanya sebuah kelompok yang efektif :
·
Peserta harus
dapat bekerja sama
·
Kerjasama
bukanlah sesuatu yang “given” melainkan sesuatu yang harus diupayakan
·
Ada beberapa
ketrampilan yang perlu dimiliki seseorang untuk bisa belajar dalam kelompok
1.
Ketrampilan
berbagi dan berpartisipasi
-
Seringkali orang
dewasa pun susah dan miskin dalam hal ketrampilan berbagi. Ketrampilan berbagi
harus dimulai dengan kesadaran bahwa ada orang lain yang sama pentingnya.
-
Seringkali
ditemui bahwa ada peserta yang sulit untuk berpartisipasi di dalam kelompok
karena merasa malu dan tidak kooperatif.
-
Pada kenyataannya
memang ada tipe pembelajar yang
introvert dan cenderung ‘avoidant’ dan tidak suka berpikir bersama.
-
Seorang
fasilitator harus dapat menciptakan suasana yang aman dan nyaman untuk seorang
yang kurang trampil dalam berbagi menjadi lebih baik dalam bergai dan berpartisipasi.
2.
Ketrampilan
komunikasi
Ketrampilang komunikasi penting sekali untuk
mengemukakan ide-ide dalam kelompok. Sering ditemui bahwa peserta sulit
mengemukakan idenya kepada orang lain secara efektif.
3.
Ketrampilan
mendengar yang aktif
Kita
sering menemui ada peserta dalam kelompok yang hanya menunggu gilirannya bicara
tanpa mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang lain. Targetnya hanyalah untuk
menyampaikan apa yang ingin ia katakan tanpa lebih dulu mendengarkan.
-
Penting sekali
untuk seorang fasilitator mengenal pesertanya : siapa yang pemalu, siapa yang
pemberani, siapa yang talkative, siapa yang sering berpikir berbeda, siapa yang
berpikir sangat logic, siapa yang emosional, siapa yang selalu ingin berbagi
cerita hidupnya.
-
Tugas fasilitator
adalah mengelola kelompok menjadi kondusif untuk setiap peserta bicara dengan
aman, mengemukakan pendapat, bertanya, menjelaskan, sehingga setiap peserta
bisa saling membelajarkan. Fasilitator
tidak menjadi center.
-
Fasilitator perlu
memperhatikan struktur kelompok. Berbeda
tapi tidak terlalu jauh mis : tinggi + rendah. Tinggi + sedang ->
memberi dan menerima. Sedang + rendah -> memberi dan menerima.
-
Struktur kelompok
yang salah pada umumnya : tinggi + tinggi -> merasa tidak perlu, rendah +
rendah -> tidak mampu.
-
Meskipun metode
kelompok ini dapat menjadi kekuatan dalam proses belajar, tapi metode ini juga
memiliki sejumlah ketidakuntungan.
-
Ketidakuntungan
metode ini justru terletak pada sifat kooperatifnya kerja kelompok itu.Sering
ditemukan bahwa peserta tidak mengembankan belajar mandiri malah dapat
menimbulkan ketergantungan pada anggota-anggota yang dominan. Atau di lain
pihak ada anggota-anggota tertentu yang tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan dirinya dalam kerja kelompok.
Hal yang harus dikembangkan oleh seorang fasilitator
dalam kelompok :
-
Mental model : we
all are learners as well as teachers.
-
Mengenali dan
mengelola kelompok dengan berbagai pola pikir yang berbeda sehingga perbedaan
itu justru akan memperkaya.
-
Suasana belajar
yang kondusif : rasa aman, nyaman, tidak takut salah, saling menghargai dan
bebas.
Salah satu kekuatan dalam belajar berkelompok adalah
“diskusi”
-
Diskusi adalah
model belajar yang sifatnya persuasive, bukan sekedar meletakkan pikiran pada
orang lain yang sering dilakukan dalam pembelajaran satu arah. Di dalamnya ada
banyak upaya persuasive setiap orang dalam berpendapat untuk belajar. Mengarahkan jawaban dengan
pertanyaan-pertanyaan, tahan diri untuk memberi jawaban.
-
Sebenarnya
sebagai orang Kristen, kita juga harus menjadi orang yang punya influence dalam hidup orang. Demikian juga dalam
diskusi kita memberikan influence bukan pemaksaan.
-
Diskusi dalam
group dapat menjadi tempat yang baik untuk orang bertanya, meragukan pemahaman
lama, dan mengaduk kembali menjadi pemikiran baru. Itulah yang disebut oleh EM
Griffith sebagai “melting”, melting ini adalah pra-kondisi seserang untuk bisa
berubah.
-
Diskusi mungkin
tempat yang sulit untuk orang dibentuk baik opininya maupun karakternya.
Orang bisa merasa “kalah, merasa
terpojokkan , merasa tersingkir, bila kita tidak peka terhadap setting dan
anggota kita.
Ketrampilan memimpin diskusi
-
Ketrampilan yang
paling utama dalam memimpin diskusi adalah ‘mengajukan pertanyaan’
-
Pertanyaan yang
tepat akan membuat diskusi dapat dimulai dan tetap berjalan
-
Pertanyaan-pertanyaan
yang berbeda akan menghasilkan tanggapan dengan pikiran yang berbeda-beda juga.
Jadi kita harus tahu bagaimana membuat pertanyaan dankapan pertanyaan itu
diberikan.
Ada 4 jenis pertanyaan :
1.
Pertanyaan Fakta
-
Pertanyaan ini
menuntut jawaban yang bersifat informasi, yang seringkali informasi itu
sebenarnya adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh peserta.
-
Pertanyaan
factual adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang benar dan mutlak.
Biasanya pertanyaan factual tidak menolong banyak untuk membuat diskusi
berjalan, karena sifat jawabannya yang hanya satu yang benar. Tapi bukannya
tidak berguna.
-
Bacalah Kisah
Para Rasul 13-14. Identifikasi kota-kota yang dikunjungi Paulus secara
kronologis, siapakah karakter yang muncul di setiap kota, dan apa peran
karakter tersebut dalam perjalanan misi Paulus
-
Lihat 2 Kor
8:1-15. Apakah yang Paulus katakana tentang jemaat Makedonia dalam usaha mereka
membantu gereja Yerusalem ? (1-5).
2.
Pertanyaan
Analisis
-
Pertanyaan ini terkait dengan informasi tertentu untuk
dianalisa dan diambil kesimpulan
-
Pemimpin
mengajak peserta melangkah lebih jauh dari sekedar pertanyaan factual, untuk
memikirkannya lebih lanjut apa arti fakta tersebut
-
Peserta
akan diajak untuk berpikir aktif dengan melihat bahwa melihat fakta saja tidak
cukup. Mereka harus mengambil kesimpulan berdasarkan fakta yang mereka peroleh.
-
Pertanyaan
analisis umumna lebih sulit dijawab daripada pertanyaan fakta. Waktu yang
dibutuhkan untuk menjawab juga perlu lebih panjang. Kadang kita harus menunggu
peserta untuk mengumpulkan (loading) data yang dimilikinya, jangan diputus
proses berpikir mereka.
-
Apakah
yang Paulus katakana tentang jemaat Makedonia dalam usaha mereka membantu
gereja Yerusalem? (1-5)
-
Apa
kesimpulan anda tentang orang Makedonia dari sebutan Paulus kepada mereka
sebagai orang yang sangat “miskin tapi kaya dalam kemurahan”?
3.
Pertanyaan
Produktif
·
Pertanyaan
ini tidak mencari satu jawaban yang paling benar melainkan sesuatu yang
terbuka. Peserta akan dituntut menjawab dengan masing-masing jawaban
berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Jadi mereka diminta untuk mengahasilkan
jawaban-jawaban yang unik dan original. Tidak ada jaaban benar dan salah dalam
pertanyaan ini. Contoh : dalam hal apakah gereja saat ini juga seperti
orang-orang yang Paulus ungkapkan kepada Korintus Apakah peran Gereja di
Indonesia dalam mendidik bangsa?
4.
Pertanyaan
Evaluatif (bisa teringat masa lalu.
Bersifat personal dan menyatakan nilai seseorang. Harus hati2)
-
Pertanyaan
evaluative akan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menjawab berdasarkan
nilai yang dia miliki. Jadi inipun tidak membutuhkan satu jawaban yang pasti
benar, karena sifatnya yang open-ended questions. Untuk menjawab pertanyaan
ini, diperlukan suatu nilai / standard untuk menilai apakah sesuatu baik atau
tidak. Contoh : menurut anda, apakah yang harus kita lakukan supaya pemulihan
Tuhan dapat kita alami?
-
Pertanyaan
evaluative sebenarnya pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab , kita harus
memberikan waktu yang cukup untuk peserta didik menjawab pertanyaan ini.
-
Dari
jawaban-jawaban yang muncul akan memperlihatkan standard atau nilai yang
bekerja dalam diri seseorang, yang bahkan tidak disadari. Tapi diskusi dengan
pertanyaan ini akan memberikan kesempatan untuk mengevaluasi kembali nilai yang
dimiliki seseorang.
Beberapa Teknik Memimpin Diskusi
-
Memimpin diskusi
nampaknya mudah, bahkan sering orang beranggapan lebih mudah dari menyajikan
materi atau lecturing.
-
Anggapan ini
karena adanya dimensi spontanitas yang kuat di dalam suatu diskusi. Tapi
sebenarnya spontanitas itu bisa terjadi karena pemimpinnya memiliki alur
diskusi yang sudah dipersiapkan dengan ketat.
Memulai diskusi
:
-
Diskusi dapat
dimulai dengan beberapa metode atau cara. Yang paling umum adalah memulainya
dengan pertanyaan factual.
-
Pertanyaan
factual resikonya kecil, biasanya orang nyaman-nyaman saja dengan pertanyaan
factual. Tapi bisa juga dengan pertanyaan yang lebih provokatif. Dibuka dengan
pertanyaan evaluative, misalnya : menurut anda apa problem terbesar yang
dihadapi gereja saat ini berkaitan dengan kepemimpinan?
-
Bisa diberi opsi jika semuanya diam.
Mempertahankan
intensitas diskusi :
Diam <->
bertanya <-> menyimpulkan
<-> Diam
Melakukan prompting questions (ketika peserta
tidak bisa jawab)
-
Ketika peserta
diam dan tidak bisa menjawab pertanyaan anda, maka anda perlu melakukan
prompting question yaitu pertanyaan yang akan memberikan petunjuk atau clue
terhadap pertanyaan sebelumnya.
-
Contoh : apakah
yang Allah lakukan kepada orang Israel untuk memulihkan bangsa ini? Mengapa ia
mau melakukan hal tersebut (ay 2,3 dan 6). Petunjuk : ada berapa kata kerja
dalam ayat 2-3 yang dilakukan oleh Allah dalam upaya memulihkan umatNya?
Disusul pertanyaan : menurut anda apa arti dari masing-masing kata tersebut?
-
Probing questions
adalah pertanyaan yang sifatnya menyelidiki lebih jauh. Ketika peserta bisa jawab, kita harus menggali lebihdalam.
-
Pertanyaan ini
diberikan ketika pemimpin ingin membawa peserta berpikir lebih mendalam tentang
hal yang dibahas atau tentang pertanyaan sebelumnya.
-
Contoh : apakah
artinya “menyembuhkan orang-orang yang patah hati?” (ayat 3). Apakah yang
menyebabkan bangsa Israel menjadi patah hati? APa yang terjadi pada orang
Israel yang patah hati itu (untuk gali
lebih dalam)?
-
Hal yang harus diberikan adalah pertanyaan prompting
dan probing bagi fasilitator. Intinya ibarat peluru bagi fasilitator. Disini
dituntut menyediakan tool yang lengkap.
Membuat konklusi
Dari waktu ke waktu
penting bagi pemimpin diskusi untuk membuat konklusi atau kejelasan untuk
membuat peserta selalu terjaga dengan alur diskusi. Kadnag pada akhir diskusi,
tidak ada kesepakatan, dan orang-orang masih berbeda pendapat dan issue yang
dibahas mungkin belum selesai. Bagaimanapun juga penting sekali membawa peserta
diskusi memiliki sense bahwa diskusi itu akan segera berakhir.
-
Kita sering
kuatir kalau jemaat bertanya yang “aneh-aneh”, padahal itu adalah resiko belajar.
-
Belajar
berkelompok akan mengundang pertanyaan. Tidak bertanya tidak belajar
-
Membendung
pertanyaan-pertanyaan sama juga menggembok proses belajar. Pertanyaan aneh
adalah konsekuensi pembelajaran.
Memang ada berbaga
motivasi orang bertanya yakni supaya orang tahu dia tahu, ingin menguji, tidak
tahu dan ingin tahu.
Urutan porsi
terbesar dalam :
Bible Study Group :
Studi ALkitab, diskusi aplikasi, fellowship-worship
Care group : Diskusi
aplikasi, Studi Alkitab , fellowship-worship
Ministry group aplikasi untuk pelayanan, studi ALkitab,
fellowship-worship
Discipleship Group :
porsi hampir sama diskusi aplikasi-studi ALkitab – fellowship-worship
Belajar kelompok dengan life expedition
-
Jalannya
pembelajaran dalam kelompok seperti yang terlihat dalam buku Life Expedition
adalah terdiri dari 4 tahap : kompas, jelajah, teropong dan lentera
-
Buku panduan akan
memperkaya fasilitator dalam memimpin kelompoknya sehingga interaksi antar
anggota kelompok dan dengan multimedia yang ada dapat berjalan maksimal setiap
tahapannya.
-
Di dalam buku
panduan, sudah disediakan promting question dan probing question untuk menolong
fasilitator dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Jadi mungkin dalam KK ini,
yang perlu anda lakukan adalah “how to keep the ball rolling”.
-
Sebagai fasilitator
anda harus menjaga supaya bola itu bergulir dan akhirnya anda membawa kelompok
sesuai dengan peta life expedition dalam tiap topicnya.
-
Bahkan berguirnya
tetap dengan energy, dinamika dan excitenment yang tetap terjaga.
How to keep the ball rolling
1.
Jangan memberikan
penilaian (judgment)
Selalu
ingat bahwa setiap orang punya potensi untuk berkontribusi dalam jawaban dan
pertanyaan bagi proses belajar. Kalau ada pertanyaan yang menurut anda sudah
keluar topic, maka dengan lembut anda harus bisa mengalihkan pertanyaan orang
itu kepada hal yang lain.
2.
Jangan berkhotbah
Khotbah-khotbah
yang dilakukan dalam kelompok kecil biasanya terjadi karena fasilitator ingin
mengemukakan pemikirannya sendiri, dan tidak terbuka.
3.
Selalu siap
dengan persiapan yang terdepan
Kalau
anda tidak siap anda akan mudah tersesat oleh berbagai diskusi. Atau tidak bisa
mendengar dengan baik, karena anda sibuk dalam pikiran anda bagaimana menjawab
pertanyaan yang berikutnya.
4.
Ciptakan suasana
selalu gembira
Suasana
gembira akan memperlancar proses belajar. Gembira tidak berarti selau tertawa,
tapi sukacita: ada kerelaan mendengar, tidak takut dinilai, dan tidak kuatir
terlihat bodoh.
5.
Ciptakan
partisipasi yang imbang
Pastikan
semua orang punya kesempatan untuk berkontribusi.
-
Progresi pidato :
A -> B->C
-
Progresi Diksusi
: A -> B , C dan D. B
-> E, F. C -> G, H, D -> I , J.
-
Usahakan 1 topik
selesai. Ciptakan kurikulum yang menjemaat.
Mempertahankan kelompok kecil
-
Semua harus
terkoneksi
-
Tugas tim kerja
adalah “membakar”
-
Ibarat api unggun
-
Tim kerja
terlibat menjadi fasilitator termasuk pendeta (gembala sidang)
Rencana Kerja
Pengembangan Kelompok Kecil
Life Expedition :
Goal : menemukan
hidup lebih bermakna, peserta dapat memaknai setiap tahap hidup, peristiwa
hidup, dirinya dan komunitasnya
Natur kelompok
:
-
Terbuka , tapi
mengupayakan komitmen
-
Intergenerasi
dengan range usia 20-25 tahun
-
Khusus remaja
akan melakukan KK sendiri dengan usia kelompoknya
-
Pertemuan
dilakukan 1 x seminggu atau 2x seminggu
-
Kelompok kecil
yang menekankan fellowship, belajar dan latihan melayani (discipleship)
-
Jangan berani melangkah jika belum matang karena
melibatkan banyak orang.
-
Dibutuhkan flesibilitas tingkat tinggi untuk jemaat
yang bervariasi. Standar : karakter baik, keluarga baik, pelayanan makin baik.
-
Harus dibuat berjenjang karena hidup kita terus
berjenjang
-
Tim fasilitator harus memikirkan bahan selanjutnya
-
Harus dipikirkan setiap minggu harus ada yang baru
berkaitan dengan kelompok kecil – dibutuhkan tim kreatif / tim acara.
-
Harus melibatkan gembala sidang.
Natur fasilitator
-
Direkrut oleh tim
kerja yang mengenal jemaat
-
Sudah melayani
minimal 5 tahun
-
Memiliki
kedewasaan dan kepemimpinan rohani
-
Mau belajar
-
rela
1.
Controlling
system.
-
Wilayah KK :
pemetaan wilayah (apa siapa saja dan siapa pemimpinnya), networking wilayah
-
Peserta KK : form
evaluasi untuk mengetahui perkembangan KK (paham/semangat tidak)
-
Fasilitator KK :
surat gembala , apresiasi (card, gift)
2.
Spiritual
Enrichment and Empowering
-
Konsultasi (YM,
email, website)
-
Pertemuan fasilitator
untuk pengayaan rohani
-
Pertemuan
fasilitator untuk pengembangan skill (hermeneutic sederhana, pimpin diskusi)
3.
Ibadah Raya
-
Untuk menyatukan visi
-
Membangun
komunitas yang sehat
-
Melibatkan kk
sebagai pelayan
-
Mengajak orang
baru yang belum masuk KK
-
3x dalam setahun
-
Setiap anggota komsel terlibat, bukan berpusat pada
sesuatu yang central. Untuk menunjukkan bahwa mereka bagian dari jemaat besar.
Masuk bidang pembinaan.
4.
Literatur
-
News Letter : 2
bulan sekali, updating KK/berita KK
-
Dokumentasi :
pengelolaan data/filing, distribusi bahan
5.
Alat Bantu
Belajar
-
Buku life
expedition 52 pelajaran dibagi dalam 4 bab : untuk peserta KK dan fasilitator
KK
-
Multimedia :
untuk fasilitator dan peserta KK
-
Buku panduan
fasilitator : untuk fasilitator
Rancangan multimedia untuk fasilitator
Contoh : 34.
Komitmen seorang pelayan. Dalam konteks Paulus, arti prajurit dijelaskan dengan
pengertian “Herald”. Herald adalah seorang yang hanya mendengarkan kata
komandannya. Dan dialah yang akan menjadi utusan yang menyampaikan keputusan
atau perintah. Tentu ini adalah sebuah kepercayaan besar dan menuntut ketaatan
yang total untuk dapat menyampaikan sesuai dengan apa yang diperintahkan.
Berita itu pastilah sangat penting karena berkenaan dengan strategi untuk
mencapai kemenangan. Maka tidak heran jika Paulus mengatakan bahwa dia adalah
orang yang berjuang dan tidak memusingkan diri soal-soal penghidupannya. Hal
ini tidak berarti Paulus mengajarkan bahwa kita tidak perlu memikirkan
hal0halyang berkaitan dengan penghiduapn seperti rumah, makan, keluarga dan
kebutuhan lainnya. Tapi fokus Paulus dalam ajaran ii adlah bagaimana sebuah
pelayanan menuntut keseriusan, totalitas dan komitmen yang tinggi dalam
menjalankannya.
Rancangan multimedia untuk peserta KK
Contoh: kejujuran :
menampilkan gelas dengan air enggan berbagai kondisi untuk menggambarkan
pergumulan kejujuran seseorang. A. gelas dengan air beriak. B. gelas dengan air
kotor. C. gelas retak.
Kejujuran adlah hal
sudah semakin langka di jaman ini. Hati manusia terlalu gelap untuk bisa
bersikap jujur. Jujur itu membutuhkan kemurnian hati dan kejernihan pikiran.
Kejujuran itu mahal harganya. Ada kejujuran yang diupayakan dengan keras namun
dibalas dengan pengkhianatan. Pernahkah anda memiliki pengalaman seperti ini?
No comments:
Post a Comment