Pdt Budianto
Gal 2:11-14 Tetapi
waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia
salah. Karena sebelum beberapa orang
dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang
tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi
mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Dan orang-orang Yahudi
yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut
terseret oleh kemunafikan mereka. Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka
itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan
mereka semua: "Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara
Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat
untuk hidup secara Yahudi?"
Tembok besar di
Tiongkok merupakan bangunan terpanjang yang pernah dibuat manusai. Panjangnya
6.400 km tingginya 8m, lebar bagian bawahnya 8 m, lebar bagian atasnya 5m. Tembok
ini dibuat dengan tujuan untuk mencegah serbuan tentara Mongol saat itu. Saat
itu tembok ini sangat tinggi untuk dipanjat, terlalu tebal untuk didobrak, terlalu
panjang untuk dikelilingi. Itu sebabnya orang yang tinggal di dalamnya merasa
aman. Namun beberapa tahun setelah tembok itu berdiri, datang serbuan musuh dari
Rusia yang kemudian mengalahkan bangsa Tiongkok. Mereka tidak merobohkan dan
memanjat tembok itu. Musuh masuk dari pintu utama, dengan cara menyuap para
penjaga dengan sejumlah uang dan wanita.
Sebab itu sering dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa saat itu teralu bersandar
pada kekuatan tembok itu, tetapi mereka lupa mengajarkan integritas (sesuatu
yang di dalamnya merupakan prinsip) pada generasi muda. Karena tidak ada
integritas, maka kekuatan tembok tidak ada apa-apanya. Sama seperti tembok ,
kekuatan Injil tidak punya arti bila orang Kristen tidak punya integritas.
Kehidupan yang tidak punya integritas merupakan ancaman bagi penyebaran injil.
Ini yang dipersoalkan (Rasul) Paulus kepada (Rasul) Petrus.
Kisahnya dimulai
ketika Petrus, Barnabas dan orang-orang Kristen yang bukan Yahudi sedang
mengadakan perjamuan dan makan bersama. Makan bersama merupakan hal lumrah dan artinya sebagai suatu persekutuan. Gereja
seringkali mengadakan persekutuan dan ada makannya. Orang-orang TIonghoa
apalagi, makan itu penting. Saat kita mendatangi rumah, tuan rumah selalu
bertanya, “Sudah makan belum?” Tetapi perjamuan makan itu menjadi masalah saat
Petrus melihat orang-orang Yahudi datang. Mereka sangat erat berpegang pada hukum
Taurat. Mereka mengatakan tidak perlu bergaul erat dengan orang Kristen non
Yahudi. Lalu Petrus menjadi takut, mengundurkan diri dan menjauhi orang Kristen
non Yahudi. Alkitab bahasa Indonesia mengatakan Petrus “mengundurkan diri”.
Kata “mengundurkan diri” merupakan istilah perang yang berarti mundur
pelan-pelan mencari posisi yang aman. Waktu Petrus melihat orang Kristen Yahudi
yang dipimpin Yakobus datang, maka ia mengundurkan diri dari makan bersama
dengan orang Kristen non Yahudi. Dengan demikian, Petrus berusaha mengamankan
dirinya sendiri. Kalau yang melakukan tindakan ini orang lain, hal ini bisa
dimaklumi. Tetapi yang berbuat ini adalah Petrus. Ia seorang rasul yang
diangkat Tuhan Yesus, pemimpin gereja, melakukan tindakan tidak sesuai iman,
berprilaku tidak sesuai dengan kebenaran Injil Tuhan. Petrus bukannya tidak
tahu berita kesalamatan untuk seluruh manusia. Karena dalam suatu penglihatan,
ia harus melayani orang kafir. Pada waktu itu ia melayani Kornelius yang kafir.
Petrus tahu, Injil untuk semua orang. Tetapi Petrus menjauhkan diri karena
takut dengan saudara-saudara yang bersunat alias orang Yahudi. Apa yang
ditakuti? Kemungkinan, ia takut dicap sebagai pelanggar hukum Taurat. Kedua, ia
takut menjadi pribadi yang tidak bisa menyenangkan kelompok orang-orang Yahudi.
Ketiga, ia takut diserang orang-orang dari kelompok Yakobus ini. Apapun
alasannya ia takut akan pandangan orang lain atas dirinya. Ia lebih
mementingkan keamanan diri sendiri. Itu sebabnya ia tidak punya prinsip yang
teguh. Hidup seperti ini selalu diombang-ambingkan pendapat orang lain. Akibatnya,
hidupnya mementingkan citra diri di depan orang lain. Itulah sebabnya, kelakuan
Petrus dikatakan tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Inilah kemunafikan. Lawan dari integritas bukan tidak berintegritas
tapi kemunafikan. Integritas berarti keutuhan / kebulatan / kesamaan apa yang
di hati dengan yang diucapkan. Apa yang diimani, sama dengan apa yang dilakukan
dalam perbuatan. Kalau Petrus melakukan tidak sama dengan yang diimaninya,
berarti tindakannya itu sama dengan tindakan orang munafik. Dalam bahasa
Yunani, kata “munafik” sering digunakan dalam dunia teater. Di mana seorang
pemain memainkan peranannya dengan memakai topeng. Hal ini dengan tepat
menggambarkan keberadaan orang yang munafik. Orang yang penuh dengan
kepura-puraan, yang menyembuniyakan wajah asli. Dalam kekristenan kemunafikan
sangat perlu diwaspadai. Karena kemunafikan seperti virus yang dengan cepat
menyebar dan mempengaruhi orang lain. TIndakan Petrus memisahkan diri dengan
cepat diikuti yang lainnya. Bahkan dalam ayat ke 13 , Barnabas turut terseret
dalam kemunafikan mereka. Barnabas itu orang yang baik. Pada Kisah Para Rasul ,
dikatakan bahwa ia penuh Roh Kudus, tetapi menghadapi kemunafikan ia pun
terseret. Apa sebabnya? Pada dasarnya, manusia adalah pemain sandiwara yang
ulung. Jauh sebelum mengenal Kristus, ia terbiasa mengenakan topeng. Di rumah
kita pakai suatu topeng , di tempat kerja copot topeng yang dipakai di rumah dan
ganti dengan yang lain. Di gereja kita pakai topeng yang lain lagi. Walau
Kristus sudah mati bagi kita, menyucikan kita, kita perlu waktu untuk berjuang
melepaskan topeng-topeng tersebut. Tetapi begitu kita tersudut, dengan cepat
kita kembali menggunakan topeng yang lama. Tentunya kemunafikan Petrus sangat
menyakitkan orang Kristen non Yahudi juga. Melihat Petrus mengundurkan diri,
tentu membuat mereka jadi kecewa. Kita bisa bayangkan, orang yang kita undang
makan bersama-sama tiba-tiba mengundurkan diri secara tiba-tiba, kita akan
kecewa. Mungkin melihat Petrus meninggalkan mereka, orang Kristen non Yahudi
akan berpikir, kalau begitu untuk menjadi Kristen Yahudi, saya juga harus
disunat supaya bisa jadi orang Kristen. Bila ini terjadi, maka Injil bukan Injil
yang sempurna, tetapi harus disunat untuk bisa diterima. Ini adalah hal yang
keliru. Kemungkinan lain, mereka akan meninggalkan kekristenan mereka. Mereka
bisa kecewa, pesimis, penebusan Kristus tidak membuat mereka menjadi orang
Kristen sejati. Menyadari kemunafikan Petrus, maka Paulus menegur Petrus.
Bahkan Petrus menegur begitu keras di hadapan orang banyak. Di dalam ayat ke 14
Paulus ingin mengatakan jika engkau orang Kristen, hidup seperti orang dunia
bukan seperti orang Kristen, bagaimanakah engkau dapat memaksa orang dunia
untuk hidup sebagai orang Kristen. Teguran Paulus mempunyai dasar yang kuat.
Bukan tanpa dasar, asal-asalan, membabi buta atau karena sentimen pribadi.
Tetapi teguran ini didasari bahwa Petrus salah, kelakuannya tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Ayat 13,
Petrus hidup dalam kemunafikan. Paulus tahu akan bahaya kemunafikan itu. Karena
Petrus pemimpin gereja yang besar yang mempengaruhi yang lain. Barnabas juga
terseret. Sehingga Paulus tidak diam saja, ia dengan berani memberikan teguran.
Bahkan ia memberikan teguran dengan berterus terang. Ia tidak main belakang. Ia
tidak menusuk dari belakang atau membuat gossip. Biasanya orang suka gossip
apalagi menghadapi pemimpin besar atau senior. Tetapi Paulus memberi teguran
dengan dasar yang kuat dan tidak sembunyi karena mempengaruhi penyebaran Injil.
Suatu hari Socrates
didatangi temannya. Pada waktu itu ia ditanya temannya itu. Tahukan anda apa
yang dikatakan tentang teman anda. Socrates menjawab, “Tunggu sebentar. Sebelum
anda menceritakan kepada saya, saya akan berikan tes sederhana yang disebut
sebagai tes 3 saringan”. Temannya berkata, “Apa 3 saringan?”. “Benar. Kita
bicara tentang teman saya, apa yang akan engkau ceritakan kepada saya merupakan
kebenaran?” Orang itu mengatakan ,”Tidak. Sebenarnya saya hanya mendengar
tentang itu dan belum tentu benar.” Lalu Socrates mengatakan, “Baik, jika anda
tidak yakin berita itu benar, sekarang kita lanjutkan dengan saringan yang
kedua yakni kebaikan. Apakah yang akan anda katakan itu sesuatu yang baik?”
Orang itu mengatakan,”Oh tidak. Malah sebaliknya.” Socrates, “Jadi anda akan
bicara tentang sesuatu yang buruk tentang dia. Mari kita lanjutkan saringan
ketiga yakni kegunaan. Apakah yang anda sampaikan berguna bagi saya tidak?”
Orang itu mengatakan,”Sama sekali tidak berguna.” Akhirnya Socrates
menyimpulkan, “Jika anda ingin katakan sesuatu yang belum tentu benar, baik dan
berguna, lalu untuk apa anda akan sampaikan ke saya?” Paulus memberikan teguran
ke Petrus pun, ia tahu Petrus tidak benar, tidak baik dan kalau dibiarkan tidak
berguna untuk penyebaran Injil. Itu sebabnya Paulus menegur di hadapan mereka
semua. Teguran keras Paulus mungkin menyebabkan muka Petrus merah padam. Ia
mungkin berkata dalam hati, “Hai Paulus jangan sombong kamu. Siapa kamu itu?
Kamu kan orang Kristen baru.” Atau mungkin juga, Petrus bisa menarik Paulus
menyingkir. “Paulus kalau aku salah jangan tegur aku di depan orang banyak
tetapi empat mata saja.” Tetapi firman TUhan tidak menuliskan reaksi Petrus.
Saya berpendapat teguran Paulus bisa mengingatkan Petrus bagaimana Yesus
menegurnya. Sehingga Petrus sadar siapa dirinya dan ia mau memperbaiki dirinya.
Inilah yang betul-betul diperbaiki dalam diri kita semua. Pada umumnya , kita
tidak suka dengan teguran. Tetapi kalau teguran dinyatakan sesuai dengan Alkitab,
kita harus belajar melaluinya. Kadang saya diingatkan oleh anak saya yang
berumur 10 tahun. Saat setir di Jakarta kadang stress. Sudah macet berjam-jam,
disalib sana-sini, walau pendeta terkadang saya tidak tahan juga. Bisa
marah-marah. Seringkali dari belakang anak saya menepuk pundak saya,”Papa,
sabar-sabar. Papa pendeta lho.” Dengan perkataan ini saja, membuat saya sadar
lagi. Untuk apa marah-marah, cape lagi. Diingatkan oleh anak kecil. Kita harus
belajar untuk menerima masukan positif yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalau
teguran itu baik, kita terima. Kalau teguran itu benar untuk penyebaran firman
Tuhan, kita juga harus terima. Paulus mengajarkan Timotius untuk menegur dengan
kasih dan lemah lembut. Tapi tidak selalu teguran dinyatakan di muka umum, di
depan semua orang. Kita harus tahu berhadapan dengan siapa. Apalagi kita orang
TIonghoa, harus mengerti budaya orang Tionghoa. Satu kebenaran tidak bisa sekedar
kebenaran saja. Seperti obat, pada dasarnya pahit. Ada orang tertentu tidak
masalah dengan obat pahit. Ada orang tertentu yang ditegur merasa oke saja,
tetapi ada juga yang tidak suka dengan obat pahit sehingga dimasukkan ke kapsul
supaya manis. Sehingga orang bisa minum obat itu. Padahal isinya tetap pahit.
Isinya kebenaran. Sehingga kita perlu hikmat dalam menegur orang-orang. Kita
berhadapan dengan siapa. Kita harus mengetahui budaya yang mempengaruhi orang
yang akan ditegur. Oleh karena itu kita harus punya hikmat dalam menegur berlandaskan
firman Tuhan.
No comments:
Post a Comment