Pdt. Demsy Jura
Ibrani 10:19-25
Pada tahun 1989 saya pergi ke Korea Selatan untuk
belajar tentang komsel. Ada 3 gereja besar yang mengandalkan komsel di Korea
pada waktu itu, yakni Yoido Full Gospel (dipimpin
Pdt Yonggi Choi, 750.000 jemaat dan 3.000 pendeta), Gereja Baptis di Korea (dipimpin
Pdt Bill King dengan 75.000 jemaat), Presbiterian Korea (30.000 jemaat dan
1.500 pendeta karena ada program misi). Di Manila mereka menyebutnya gereja
sel. Saya sempat belajar tentang komsel sehingga punya pengetahuan tentang
komsel. Tapi sampai hari ini, jemaat di gereja rumah yang saya pimpin dan ajar hanya
berjumlah 20 orang. Uniknya, 20 orang ini (berusia antara 15 tahun – 50 tahun) bisa
sharing firman (bukan kesaksian) setiap
hari dan memberi persembahan dalam jumlah besar. Walau banyak gereja yang meminta
saya untuk jadi pendeta, tapi saya merasa Tuhan memimpin gereja rumah tersebut.
Dimulai dari 4 anak TK lalu mereka beritakan Injil pada orang tua mereka sehingga
mereka menjadi percaya. Saat ini saya tidak memberitakan Injil ke luar karena saya
menggunakan 5 tahun untuk menata gereja ini. Bagi jemaat yang tidak bisa mengikuti
akan keluar, dan bagi yang bisa akan bertahan. Jika Tuhan berkenan, dibutuhkan
20-30 tahun gereja itu menjadi besar. Pada
tahun 2007 saya mulai berkhotbah dari satu kitab saja, setelah selesai baru
pindah ke kitab yang lain. DIperkirakan
sekitar 20-30 tahun seluruh Alkitab akan selesai dikhotbatkan. Setiap pagi,
mereka berdoa bersama dalam rumah tangga mereka. Saya menuntunnya dengan doa
ibadah saat teduh. Mereka mulai dari Kitab Kejadian dan sekarang sudah kitab
Hakim-Hakim. Itulah sebabnya membuat gereja bertumbuh tidak bisa dengan cara
instan. Bila saya mau banyak pengusaha yang mau menginvestasikan uang mereka
untuk sewa hotel, membeli alat musik yang baik, dan kita akan mulai dengan
gereja yang wah di hotel. Namun bukan iu tujuan saya. Saya ini hamba Tuhan.
Saya dikasih waktu 30-40 tahun, dan saya sudah menjalani pelayanan saya 27
tahun. Kekuatan fisik mulai berkurang, sehingga 20-30 tahun baru bisa selesai
untuk membawa jemaat ini untuk bisa mengenal Tuhan dan bertumbuh. Dalam Alkitab
ada prinsip pertumbuhan jemaat. Dalam
Kisah Para Rasul prinsipnya : harus menerima firman, menghormati hamba Tuhan ,
bertekun dalam pengajaran. Kalau sudah melakukan ketiga itu, maka Tuhan akan
menambahkan jumlah. Untuk Indonesia agak sulit menerapkan konsep komsel.
Sekitar 2—3 tahun dikenal Rick Warren. Ada pembelajaran, beliau menggunakan
pola 40-40. Pada 1991 saya sudah belajar prinsip itu. Tidak mungkin dibawa ke
Indonesia. Kalau tahun lalu dibawa ke Indonesia dan dikampanyekan sebagai model
pertumbuhan gereja di Indonesia, akan gagal. Orang Indonesia, dengan suku
bangsanya berbeda-beda punya pola dan pendekatan yang berbeda-beda. Kalau gereja
sel atau kelompok sel paling aman di Jawa. Saya pernah jadi pendeta di
Yogyakarta, gereja bertumbuh karena gunakan pendekatan itu. Tapi di Jakarta
tidak bisa. Saya tidak pernah mengunjungi jemaat saya, karena mereka semua
sibuk. Kalau datang pagi, mereka sudah pergi. Kalau datang malam mereka belum
pulang. Maka saya gunakan telepon. Jadi saya menyapa jemaat saya dengan
telepon. Kecuali hari Sabtu atau Minggu.
Kita ada waktu untuk bisa bicara. Maka di gereja kami, selesai ibadah kita
makan bersama. Terbina fellowship dan
hubungan yang baik. Jadi saya betul-betul harus tahu jemaat saya seperti apa.
Mereka sangat sibuk dan sangat rajin dalam pekerjaan. Sehingga saya punya cara
sendiri membimbing mereka. Dalam pembacaan Alkitab, konsep sadar diri yang paling
baik.
Sadar
Pada ayat 19 tertulis “penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus”. Pada satu sisi
kita dikuduskan, di sisi lain kita orang paling berdosa, tetapi Tuhan mau
mengampuni kita. Hal ini membuat kita sadar siapa diri kita. Banyak orang
Kristen tidak mengerti siapa dirinya. Ia tidak pernah paham, komsel membutuhkan
keberanian dan keterbukaan. Dengan
berkumpulnya orang-orang, itu kesempatan untuk bersekutu. Biasanya kalau “ngerumpi”
bagus sekali atau kalau dekati orang untuk bisnis rajin sekali. Tapi untuk
komsel kita punya beribu macam alasan. Saya salut dengan pegawai asuransi. Kalau
klien mati, dia siap layani 24 jam. Karena dari klien itu, dia mendapat komisi.
Jadi ada keuntungan dan ia akan lakukan apapun untuk memperoleh keuntungan.
Orang percaya perlu mengetahui “keuntungan” yang diperoleh dari pelayanan.
Beberapa waktu lalu saya mengadakan seminar tentang keluarga dengan biaya Rp 350.000.
ada yang bilang gratis aja saya tidak datang, apalagi Rp 350.000. Saya katakan,
“Saya tidak perlu kamu datang.” Hanya ditargetkan 25 pasang, ternyata yang
daftar 250 pasang. Terpkasa ditolak termasuk 7 pasang yang baru mendaftar di
tempat karena tujuan untuk belajar. Orang kalau tahu dia butuh, dia sadar, maka
dia rela membayar harga. Kalau orang tahu komsel untuk kebutuhan hidupnya, ia
akan membayar harga untuk itu. Saya pernah jadi pendeta di salah satu gereja di
Mangga Besar. Saat itu ada jemaat remaja yang bahkan sampai mau tidur di
gereja. Mereka kumpul setiap sore, beribadah, memuji Tuhan. Mereka diajar bagaimana
menginjil. Kita pergi ke Lokasari menginjil di sana. Ada yang dimarahi,
diludahi dan ditampar. Jumlah remaja ada 280 orang. Tapi setelah kami pergi, remaja tinggal 60
orang. Mereka tidak mengerti, tidak sadar, bahwa kehidupan dalam ibadah komsel
adalah sesuatu yang penting dalam hidup mereka.
Hidup Benar
Ayat 22 tertulis “Karena
itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus”. Waktu mengembangkan
diri dalam pelayanan komsel, kita harus punya komitmen untuk hidup bersih. Saya
kadang suka sedih dengan jemaat Kristen. Beberapa waktu lalu saya diundang ke gereja
di Yogya dengan jemaat berjumlah 600 orang. Saya agak kesulitan untuk
mengontrol kehidupan jemaat. Banyak jemaat yang terlihat baik di gereja, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari mereka sangat liar. Ternyata jemaat saya ada yang
tukang copet, pelacur dll. Suatu kali, waktu
berjalan di Marioboro, dompet saya dicopet.
Begitu sampai di gereja, di depan pastori sudah ada dompet saya. Ada tulisan, “Maaf Romo, anak-anak tidak tahu
kalau dompet ini Romo punya.” Berarti anggota gereja saya ada yang jadi kepala
pencopet. Kalau jadi orang percaya, namun hidupnya tidak bersih (kudus), tidak
ada ketulusan dan keihklasan, bagaimana ia mempunyai dampak bagi kelompoknya? Ada
sesama anggota majelis gereja berkelahi karena saat berbisnis bersama, ada yang
tidak jujur. Orang percaya, belajar untuk hidup dalam komunitas kecil (komsel).
Tapi kalau tidak jujur, akan sulit. Saya pernah mengusir jemaat karena dikasih
tahu tidak pernah dengar. Saya mau ajar jemaat hidup dengan benar. Saya bukan
orang keras kepala, saya akan minta maaf kalau salah. Dalam beribadah,
kekudusan kartu mati! Orang kalau sudah tahu kalau ia salah, harusnya berubah.
Hanya orang sulit berubah. Ada hang bilang,”Demsy jagoan di mimbar kalau
ngomong.” Karena saya bicara, “Coba kalau bisnis yang jujur.” Ada yang bilang,
“Kalau saya tidak jujur bagaimana bisa makan?” Saya buktikan. Mereka yang jujur,
mereka begitu dipekerjakan. Jadi
kehidupan yang benar, harus menjadi bagian dalam kehidupan kita.
Tekun
Pada ayat 23 tertulis “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita,
sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.” Dalam komsel, seorang PKS (pemimpin
kelompok sel) harus tahu siapa dirinya. Kalau PKS bertanya, “Siapa yang sudah
berdoa” maka PKS sebelumnya sudah tahu bahwa dirinya sudah berdoa. Di AS ada
kelompok pemulihan. Biasanya orang –orang punya masalah berkumpul. Misalnya
masalah alkohol. Ada yang bercerita, “Saya pecandu alcohol. Namun sekarang
sudah tidak lagi.” Sehingga orang akan cari tahu, kenapa begitu lalu terjalin
diskusi. Seorang pemimpin harus tahu siapa dirinya, sehingga ia bisa mudah memberikan
sharing pengalaman. Ia tunjukkan
hidupnya bersih. Namun tidak cukup sampai di sini. Tahun 1989, saya mengunjungi
3 gereja besar di Korea. Namun sekarang ketiganya mengalami penurunan yang luar
biasa drastisnya (ada yang sampai mendekati 50%). Jadi kita bukan hanya tahu
siapa kita dan hidup benar, tetapi kita harus masuk ke dalam tahapan ketekunan.
Tidak gampang. Kita harus ikut kesetiaanNya. Sampai ke tahap terakhir, tidak
boleh menjauhkan diri dari pertemuan ibadah. Konsep ketekunan akan membawa kehidupan
kita kepada komunitas yang berhasil. Walau jemaat kami hanya 20 orang, tidak tapi
tidak mengambil anggota gereja lainnya. Saya mau jemaat kami bertekun dulu.
Saya bilang ke istri, “Tuhan kasih kita 20 jemaat. Layani yang 20 orang ini dengan
benar. Buat mereka menjadi pintar dan mengerti firman . Kalau mereka sudah
mengerti dan bagus, akan mudah seterusnya. Contoh : selesai khotbah di gereja
lain, saya dikasih amplop. Secara manusia, saya tahu gereja mana yang nilai
amplopnya besar. Saya serahkan uang amplop ke sekretaris yang kemudian melaporkan
dapat berapa. Lalu saya bawa datanya ke jemaat. Saya mau ajar mereka untuk menghargai
pendeta yang berkhotbah di gereja kami. Saya kasih tahu angka yang diterima, lalu
saya serahkan ke mereka mau kasih berapa ke pendeta yang diundang. Saya ajar
mereka untuk memberikan persembahan. Walau jemaat 20 orang, persembahan untuk
hamba Tuhan sama dengan jemaat yang 300 orang. Saya ajar jemaat untuk
menghargai orang yang berkotbah. Saya ajar mereka bertanggungjawab dalam hidup
mereka. Dulu gereja pakai rumah saya. Semua saya bayar (termasuk listrik). Kursi saya beli sendiri. Setiap pagi
saya beli makanan untuk mereka. Jemput anak-anak pakai mobil saya. Sekarang sudah
berubah. Makanan dan jemput anak sudah ditangani jemaat. Saya ajak jemaat
bertekun dalam pengajaran. Kalau saya mati, saya puas. Karena mereka sudah
dengar khotbah seluruh kitab Roma, Galatia, Ibrani dan Yakobus. Seluruh anggota
gereja bayar pesembahan perpuluhan (minimal). Dalam keluarga, mereka sudah tahu
bagaimana bapak pimpin ibadah rumah tangga.
Setiap minggu anak-anak menghadiri Kids
Comunity, saya doakan mereka satu per satu, didik mereka untuk takut orang
tua.
Kalau komsel memenuhi tiga hal tadi (sadar, hidup
benar dan tekun), majelis tidak akan pusing. Akan banyak orang datang ke
gereja. Karena mereka menyadari betul. Kalau semua yang hadir jadi ketua komsel
dan 1 orang mencari 1 jiwa dalam setahun, maka tahun depan sudah penuh gereja di
sini. Kalau semua laki jadi ketua komsel lalu 1 lagi cari 1 orang lagi, ruang
gereja ini pasti tidak cukup. Ada rumusannya. Dari 10 orang ketua komsel, biasanya ada 2
yang paling bagus (1 orang di antaranya yang paling sempurna). Jadi kalau ada
20 orang, berarti ada 2 orang yang
sempurna. Yang sempurna memberi dampak yang luar biasa bagi gereja. Asal
mau sadar, hidup benar dan tekun, maka komsel saudara akan bergairah kembali.
Nama Tuhan dipermuliakan.
Halleluyah..Puji Tuhan..Sangat detail dan mencerahkan..Trimakasih buat HambaNya Pak Demsy D.Jura & Sang Pemulung Kisah . Please keep on servicing..May God Bless you,,,
ReplyDelete