Ev Jeffrie Lie
Kis 2:43-47
Pendahuluan
Komunitas di dalam gereja Tuhan seharusnya berbentuk
lingkaran (circle), di mana kita
melihat kebutuhan sesama orang percaya. Ada beberapa kesaksian di gereja tempat
saya pelayanan. Ada seorang ibu yang bersaksi. Suatu malam suaminya sakit (sesak
nafas) dan butuh pertolongan karena anak-anaknya belum terlalu besar. Entah
kenapa ia mengangkat telepon dan menghubungi teman komselnya. Lalu teman itu
cepat datang dan membawa suaminya ke rumah sakit. Inilah sebuah persekutuan di
dalam Tuhan. Ada juga seorang ketua kelompok yang mengalami masalah dalam
hidupnya. Ia stress berat dan ingin keluar dari persekutuan pemuda. Ia
mengajukan banyak alasan. Kemudian saya kumpulkan semua ketua komsel yang saya
didik dan ajak mereka makan bersama. Saya ceritakan pengalaman dan kekecewaan
dalam pekerjaan saya. Saya membuka bagian-bagian yang mungkin saya malu
ungkapkan untuk sharing. Akhirnya saya
berkata, “Ini ceritaku, apa ceritamu?” Lalu mereka satu per satu cerita bergiliran
sampai tiba di pemuda yang bermasalah itu. Usianya sepantaran saya. Ia pemuda
yang sukses secara materi. Ia berjuang sendiri membuka usaha secara online. Usahanya
sudah berjalan sehingga tidak perlu ia terus datang ke tempat usahanya namun cukup
mengawasinya saja. Tetapi kemudian ia stress karena ia tidak punya pekerjaan
yang tidak bisa dikerjakan. Ia “tidak bekerja” tapi uang datang. Ia tidak
memiliki teman yang dekat, sehingga ia menemukan hidupnya begitu hampa karena
ia memiliki karakter yang agak berbeda dengan temannya yang lain. Ia stress
karena tidak bekerja. Ia ceritakan semua masalahnya. Ia merasa tidak diterima
teman-temannya sehingga berpikir untuk pindah ke komunitas lain. Yang menarik,
solusi masalahnya tidak datang dari saya, tetapi dari teman-teman ketua kelompok
kecil yang memberikan masukan yang selama ini tidak pernah dia dapatkan. Saya
tidak dapat memberikan perspektif ini, tetapi teman yang lain bisa karena
memandang dari sudut yang lain. Sehingga akhirnya ia berkata-kata, “Thank you
teman-teman. Saya pikir ini komunitas yang saya cari, komunitas untuk berbagi
hidup.” Itu komunitas yang berbentuk lingkaran.
Sekitar tahun 2000 ada film tentang seekor semut yang
bernama Zee. Film ini dimulai dari keluhan Zee. Semut hidup berkoloni dan
bekerjasama untuk menghidupi mereka semua. Tetapi Zee kemudian mengeluh. Kenapa
aku harus bekerja untuk semua semut di koloni ini? Kenapa aku harus perhatikan
kepentingan kelompok / koloni? Bagaimana dengan kebutuhanku? Ada 3 hal yang
membuat komsel ada di dalam gereja tetapi seperti ada dan tidak ada. Ada
programnya, tetapi mati segan hidup tidak mau. Tantangan pertama : individualisme
(mementingkan diri sendiri). Kedua : mengisolasi diri (mengurung diri) ada
orang yang tidak mau bersosialisasi dalam gereja. Ketiga : konsumerisme (gaya
hidup yang terlalu berfoya-foya).
Individualisme
Dimulai dengan pertanyaan, “Bagaimana dengan
kebutuhanku? Bagaimana dengan diriku?” Banyak orang datang ke gereja dengan
pertanyaan ini. Kita bisa terjebak dengan pertanyaan ini. Kalau kebutuhan tidak
diperhatikan, kita mulai berpikir untuk keluar dari gereja. Ini jadi
penghambat. Rasul Paulus menghadapi masalah yang sama di Filipi. Pada Fil 2
dikatakan hendaklah kamu mengosongkan
diri seperti Kristus. Alasannya : orang-orang di Filipi mulai berkata untuk
“kepentinganku”. Rasul Paulus berkata, “Jangan pikirkan kepentingan diri
sendiri tapi kosongkanlah diri”. Apakah waktu saya berkelompok kecil, saya
tanggalkan kepentingan saya lalu saya tidak pernah berpikir kepentingan saya
tetapi kepentingan teman kelompok kecil saya? Apakah berkomunitas itu berarti
kematian bagi kepentingan individu?
Tiga Jawaban
atas Individualisme
1.
Kej 2:18. 7
kali dalam waktu penciptaan, Tuhan berkata, “baik, baik,baik… “ dan diakhiri
dengan kata sangat baik setelah penciptaan manusia. Sampai penciptaan berakhir,
pada Kej 2 Adam tidak menemukan teman yang sepadan (cocok) dengan dia. Memang manusia tidak baik seorang diri bukan
saja dalam kaitan dengan pasangan. Allah melihat tidak baik kita sendiri lalu
ciptakan Hawa dan menutup dengan kalimat “sungguh amat baik”. Individualisme
tidak baik sama sekali. Orang yang mementingkan diri sendiri membawa
ketidakbaikan di tengah gereja. Kej 3: Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Adam
mulai menyalahkan Hawa demi kepentingannya sendiri. Dosa masuk dalam dunia
membuat manusia menjadi manusia yang egois karena berpusat pada kepentingan
diri sendiri. Gereja bukan tempat orang-orang yang sempurna. Gereja isinya
orang berdosa yang harusnya dididik. Bila ada orang berdosa masuk ke dalam
gereja, maka ada keegoisan dalam gereja. Itu merusak persekutuan dalam gereja. Waktu
datang ke gereja, apakah kita berpikir apa yang akan saya dapatkan? Kalau
pertanyaan ini terus ditanyakan, kita terjebak dalam individualisme.
2.
Komunitas dan individu dalam jemaat mula-mula Kondisi jemaat mula-mula menjual hartanya lalu
membagikannya kepada jemaat (Kis 2:44-46). Perlukah kita meniru jemaat
mula-mula. Yang punya rumah 2, dijual 1 supaya bisa dibagika? Harta diserahkan
ke gereja supaya tidak ada yang kaya atau miskin?. Tidak ada yang mau demikian.
Andy White, sarjana Alkitab, melihat aspek sosiologis dari ayat ini. Jemaat
mula-mula tidak menjual harta miliknya semua. Di Alkitab tertulis mereka masih
berkumpul di rumah-rumah. Artinya ada yang masih punya rumah dan mereka
bergantian berkumpul dari rumah ke rumah. Kalau dijual semuanya berarti tidak
punya rumah. Mereka masih bekerja untuk mencukupkan kehidupan mereka. Tidak
semua aspek itu untuk mereka semua. Sebagian mereka punya tanah yang luas,
dijual lalu diserahkan ke rasul untuk dibagikan. Tapi mereka tidak menjual
semua. Kita bertanggung jawab secara pribadi. Seperti kata Paulus
“Kalau kamu tidak bekerja jangan makan”. Kalau ada yang tidak bekerja
jangan dikasih makan, karena setiap orang harus bertanggung jawab atas
kebutuhan biaya hidupnya masing-masing. Namun di pihak lain ada tempat untuk
men-sharing-kan kebutuhan dengan
orang lain. Sehingga realitas dari komunitas Kristen tidak meniadakan kebutuhan
individu. Bukan sekedar komunitas yang jual semua miliknya lalu dibagikan
bersama tetapi individu yang ada saling melengkapi. Kita bertanggung jawab atas
kebutuhan masing-masing, dan kita saling melengkapi satu dengan lain. Bagaimana
dengan kebutuhan teman kelompok kecilku? Maukah kita belajar mendengar kelompok
kecil masing-masing lalu berani membagikan hidup kita bagi mereka? Jangan jadi
orang Kristen yang tidak mau tahu. Kita tahu, tetapi berpikir, waktu kita akan
terbuang dll, sehingga tidak mau tahu. Celakalah hidup seperti itu. Ada tempat
bagi individu tetapi ada tempat untuk sharing satu dengan lain.
3.
Personal salvation yang tidak sempit. Waktu diselamatkan, hidup kita dialihkan dari
personal ke orang lain. Sehingga fokus hidup bukan sekedar kekudusan, keintiman
kita dengan Tuhan tetapi bagaimana membantu orang lain hidup kudus, hidup intim
dengan Tuhan. Banyak orang datang ke gereja untuk menyembah Tuhan. Ia datang,
menyanyi, duduk dengar Firman Tuhan, beri persembahan, lalu pulang. Hal seperti
itu bisa dilakukan di rumah. Itu bisa dilakukan tanpa pergi ke gereja. Tetapi
bukan untuk itu kita ke gereja tetapi bersekutu, bagaimana kita memperhatikan
dan membantu mereka secara alamiah dan bertumbuh dalam Tuhan. Bukan personal
salvation tidak penting. Orang bermain sepakbola tidak sekedar menendang dan
memberikan umpan tetapi menyangkut karakter. Bagaimana pemain sepakbola bermain
dengan sportif. Keselamatan itu tidak sekedar bersifat personal tapi lebih dari
itu. Apakah itu berarti meniadakan bahwa dalam sepakbola, yang ada “menendang
dan mengumpan”? Kekristenan berbicara personal
salvation, tetapi kekristenan lebih dari sekedar itu.
No comments:
Post a Comment