Monday, December 31, 2018

Janganlah Tinggalkan Tahun ini Tanpa Pengharapan kepada Kristus





Pdt. Jimmy Lucas

Ibrani 6:9-20
9   Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung keselamatan.
10  Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang.
12  agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
13  Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya,
14  kata-Nya: "Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak."
15  Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
16  Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
17  Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
18  supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
19  Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,
20  di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.

Pendahuluan

              Setiap kali memasuki tahun baru biasanya kita melakukan refleksi atas apa yang telah dilalui pada tahun sebelumnya. Seperti saya juga melakukannya dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri dan juga kepada orang lain. Hampir seminggu yang lalu saya bertemu dengan seorang adik seperguruan dan saya menanyakan keadaannya. Kondisi kesehatannya baik namun bisnis kosmetik-nya  sedang sepi. Saya merasa heran karena sampai saat ini bukankah perempuan masih perlu berhias tetapi mengapa bisnis kosmetik-nya  sepi? Saya pulang ke rumah dan selama beberapa hari kami sekeluarga berbincang-bincang mengenai banyak hal dan tidak jauh dari bencana yang sedang menimpa Indonesia akhir-akhir ini seperti gempa dan tsunami. Apa yang dialami ini bukanlah cara yang baik untuk mengakhiri tahun 2018. Namun tsunami yang melanda Selat Sunda (Banten-Lampung) pada tanggal 22 Desember 2018 lalu terlalu besar untuk diabaikan. Belum lagi kemudian ada berita tentang gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami seperti di Filipina yang baru saja dilanda gempa 6,5 Skala Richter dan berpotensi menimbulkan tsunami. Indonesia memang berada di lempeng yang rawan terkena (berada dalam ancaman) gempa dan tsunami.
              Pagi ini saya mendapat pesan singkat dari istri teman baik saya yang minta didoakan karena mama dari suaminya meninggal dunia. Menjelang Natal kemarin, mereka mengajak saya makan siang. Saat itu mereka memberitahu bahwa Sang Suami sedang mengalami perawatan karena sakit diabet dan mengalami struk mata kemudian di bola matanya ada darahnya. Warna matanya menjadi merah karena ada darah. Untuk menangani penyakitnya, biaya yang telah dikeluarkan cukup besar dan bersyukur sebagian ditanggung asuransi. Kami saling berbagi pengalamanan dan berharap ia dapat melewati tahun 2018 ini. Namun ternyata suami teman saya itu harus menerima kenyataan bahwa mama yang dicintainya meninggal dunia.
              Bisakah kita memasuki tahun 2019 dengan optimis? Dengan terjadinya bencana dan mungkin kesulitan ekonomi di penghujung tahun 2018 apakah bisa kita memasuki tahun 2019 dengan optimis? Iya! Apapun yang terjadi di 2018 kita tetap bisa optimis memasuki tahun 2019 selama dan karena kita punya pengharapan. Jika kita punya pengharapan, semuram apapun tahun 2018 diakhiri kita bisa memasuki tahun 2019 dengan optimis.

3 alasan untuk memiliki harapan

1.     Kita punya Allah yang adil.

Adil bukan berarti sama rata dan sama rasa. Sama rasa dan sama rata bisa saja tidak adil. Kalau seseorang bekerja 4 jam dengan bayaran Rp 10.000/jam maka ia akan mendapat Rp 40.000 sedangkan orang lain yang bekerja 8 jam dengan tarif upah yang sama seharusnya mendapat Rp 80.000. Tapi demi sama rata dan sama rasa, dia hanya dibayar Rp 40.000 dan hal ini  buat dia ini tidak adil. Jadi sama rata dan sama rasa bisa saja tidak adil. Adil artinya kita mendapat sesuatu sebagaimana seharusnya. Di dalam keadilan, Allah memberikan kepada kita apa yang seharusnya kita dapatkan . Penulis kitab Ibrani menulis dalam Ibrani 6:10  Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang.  Jadi jelas dalam keadilannya, Allah mengingat apa yang kita lakukan bagi orang lain di dalam pekerjaan Allah. Allah akan memberkati kita  sesuai dengan apa yang kita lakukan dan tabur di dalam pekerjaanNya. Maka kita harus hati-hati dengan apa yang kita tabur dan kita harus bersemangat dalam menabur.  Ibrani 6:11-12  Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya,  agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah. Jadi kalau ingin mendapat berkat dalam hidup kita dan melihat bagaimana Allah memberkati kita dengan adil maka kita harus melakukan bagian kita. Kita harus menabur! Dalam proses menabur itu, kita harus melakukannya dengan kesungguhan. Kita harus betul-betul memastikan agar tangan kita jangan menjadi lamban dan kita harus bersabar dalam apa pun yang kita lakukan. Kalau hal ini sudah kita lakukan, maka Tuhan akan memberkati kita. Karena itu yang menjadi tuntutan keadilanNya.
Suatu kali saya diajak makan bakso di Pontianak. Dia antusias sekali mengajak saya makan bakso ikan. Padahal teman saya itu tahu bahwa saya bukan penggemar bakso ikan. Tapi teman saya berkata, “Ini bakso ikan enak lho. Kamu tidak akan menyesal!” Masalahnya, saya tidak suka makan bakso ikan karena baunya amis. Tetapi ia terus berkata, “Bakso ikan ini enak”. Dia berulang kali mengungkapkan betapa enaknya bakso ikan tersebut. Akhirnya saya putuskan untuk makan bakso ikan. “Ini spesial Jim. Kamu kan orangnya motivasional. Kalau makan di sini kamu akan termotivasi. Sudah lama pedagangnya menjual di Pontianak sini. Baksonya enak. Ia yang paling sukses di sini. Ia bisa bertahan begitu lama. Sudah 15 tahun ia berjualan bakso!” imbuhnya lagi. Karena perkataannya tersebut, saya jadi tertarik ingin tahu. Begitu sampai, saya melihat bakso pinggir jalan di sebuah gerobak yang sederhana. Setelah makan, saya merasa baksonya biasa saja, tidak ada yang spesial. Tetapi teman saya berkata,”Dia sudah berjualan selama 15 tahun. Dulu tidak pakai gerobak, dagangnya dipanggul.” Jadi kemajuannya sekarang pedagangnya sudah pakai gerobak. Buat saya, ada perbedaan antara setia dan tidak bisa maju. Terkadang ada yang berkata bahwa ia setia melakukan pekerjaan kecil tapi ternyata kecil terus. Saya melihat tukang bakso ikan ini telah berdagang selama 15 tahun, seharusnya kalau baksonya begitu terkenal, maka tempat jualannya sudah berubah. Contoh : Bakso Jawir yang awalnya bermula dari gerobak. Lalu pemiliknya berani mengambil stand di pinggir mal kemudian masuk ke mal. Bahkan di salah satu perumahan owner bakso Jawir ini mengambil ruangan penthouse secara cash and carry. Menurut saya ini baru namanya maju. Jadi kalau tidak maju-maju pasti ada sesuatu yang salah dalam mengelola bisnis.
Seringkali kita menyalahkan faktor ‘X’ (eksternal) atau orang lain ketika tidak mendapatkan apa yang kita mau. Kita jarang sekali mengevaluasi diri ,  melihat apakah kita sudah melakukan fit and proper test , melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk memastikan hidup kita melangkah jauh ke depan? Saya paling tidak suka dengan orang yang suka menyalahkan orang lain. Saya tidak ingin berada dekat-dekat dengannya. Buat saya orang seperti itu adalah racun. Selama ia menyalahkan orang lain maka ia tidak akan melihat kekurangan dirinya, selama itu juga ia tidak pernah maju dalam melangkah dan memperbaiki hidup maka selama itu juga ia akan menebarkan ‘racun’ di dalam hubungannya dengan orang lain. Kalau mau maju dan hidup lebih baik pada tahun 2019 maka berhenti menyalahkan factor ‘X’ , eksternal, menyalahkan orang lain dan keadaan. Belajarlah bertanggung jawab atas diri sendiri. Pastikan diri kita telah melakukan apa yang harus kita lakukan! Misal : sebagai seorang pedagang lakukan evaluasi apakah sudah memberikan produk , menjual jasa dan menyediakan layanan yang baik? Kalau bekerja sebagai seorang karyawan bertanyalah apakah telah melakukan tugas sesuai sistem (SOP) yang dituntut? Atau sebagai seorang hamba Tuhan apakah sudah melakukan tugas sebagai seorang rohaniawan dengan baik? Apapun yang dilakukan, sudahkah kita melakukan semua sebagaimana seharusnya? Apakah kita menabur dengan tepat, bertahan, bersabar, mengucap syukur dan melakukan apa yang Tuhan mau kita lakukan? Bila itu sudah kita lakukan , dan pada tahun 2018 kita tidak menyimpang kemana-mana maka percayalah Allah sedang memberikan sesuatu yang jauh lebih baik! Tapi itu kasus khusus. Kalau kita sudah melakukan semua sebagaimana seharusnya kita mendapat yang lebih baik, mari kita melihat ke belakang dan tidak usah melihat faktor-faktor di luar. Mari kita melihat diri sendiri terlebih dahulu, apa yang harus kita ubah, kerjakan, kembangkan dan perbaiki? Baru kemudian kita mengambil keputusan untuk masuk tahun 2019 dengan melakukan perbaikan-perbaikan.
Anak saya berkata,”Papa, tahun ini adalah tahun terakhir Joan bermain handphone. Joan janji mulai tahun 2019 tidak main handphone lagi!’ Saya berkata,”Joan, jangan berjanji seperti itu, tetapi berjanjilah seperti: Joan ingin menjadi anak yang berprestasi di sekolah.” Format kalimat ini lebih positif.  Kalau sekarang dapat  ranking nomor 5 maka capailah peringkat pertama.” Mengapa? Kalau berkata, “saya tidak mau ini-itu” tapi itu yang akan dia kerjakan. Tetapi kalau dia berkata,”Saya bertekad mau melakukan hal ini atau itu “, itu adalah target dan itu yang akan dia kejar. Itu didasarkan pada  sebuah pemahaman di tahun ini, saya tidak mampu mengejarnya karena saya melakukan kesalahan. Sekarang saya tidak mau melakukan kesalahan ini di satu sisi dan sekarang saya mau mengejar target itu sekarang. Kembangkan diri! Kejar apa yang harus dikejar. Lakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Allah adalah adil dan Ia akan memberkati hidup kita.

2.     Allah sudah berjanji.

Apa pun yang membuat Abraham tetap berharap mendapat anak meskipun istrinya sudah tua dan tidak mungkin punya anak lagi? Karena yang memberikan janji adalah Allah! Ibrani 6:13 Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya. Di dalam aturan mengenai janji dalam Ibrani 6:18 dikatakan  Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. Dengan kata lain aturan dalam membuat janji contoh : Si A berjanji ke B demi sesuatu atau seseorang yang lebih tinggi maka  janjinya dikokohkan (dimeteraikan) demi sesuatu yang lebih tinggi.  Ketika Allah berjanji kepada Abraham, Ia berjanji demi diriNya sendiri karena  tidak ada yang lebih tinggi dariNya. Allah yang paling tinggi dan Ia berjanji demi diriNya sendiri.
Penulis kitab Ibrani menunjukkan terdapat 2 fakta tentang Allah yang menjadi pondasi pengharapan Abraham yaitu :
a.     Allah sudah berjanji demi diriNya sendiri.
Jadi ada 2 pihak yang terikat dalam janji Allah yaitu Allah yang yang memberikan janji dan Allah yang menjadi saksi dari janji itu. Janji itu sah. Misalnya : demi Allah saya berjanji dengan Pdt. Hery. Jadi waktu perjanjian dibuat, di satu sisi Allah yang membuat janji memberikan janji dan di sisi lain Allah yang menjadi saksi dari perjanjian itu menyaksikan perjanjian ini. Maka Allah mengikat diriNya dengan sumpah. Allah terikat dengan sumpah kepada Abraham. Ketika Abraham memandang Allah, ia memiliki harapan karena Allah sudah berjanji.
b.     Allah tidak pernah berdusta.
Kejujuran, ketulusan dan kekekalan yang menjadi pondasi Allah dari tidak mungkinnya Dia berdusta. Kekal itu apa? Orang berkata kekal itu selama-lamanya dan saya setuju. Dalam kekekalan tidak ada present , past dan future tense. Kekekalan itu seperti orang berada dalam aquarium di mana tidak ada waktu kemarin, hari ini dan besok (tahun depan). Bagi Allah, kemarin sama dengan hari ini  dan hari ini seperti tahun depan, masa depan sama seperti hari ini dan hari ini sama seperti masa lalu. Buat Allah tidak ada keterangan waktu di dalam kekekalan.
Waktu Allah berjanji hari ini, Ia  tidak akan lupa karena lupa itu menuntut akan adanya waktu. Sementara Allah tidak terikat waktu maka Allah tidak akan pernah melupakan janjiNya. Misalnya : Allah berjanji, Jimmy tahun 2020 kamu pasti jadi konglemerat. Saya mengamini. Tetapi tahun 2018 bisnis malah jatuh dan pada akhir tahun 2018 tidak naik-naik. Apakah Tuhan lupa dengan janjinya? Tuhan tidak bisa lupa. Karena waktu Tuhan bicara pada tahun 2018 buat Tuhan, tahun 2020 sama dengan 2018 dan tahun 2018 sama seperti tahun 2020 karena tidak ada waktu. Bagaimana Allah bisa lupa? Sama seperti ada yang berkata, “mu-shi hari ini ganteng lho”. Terus dia menyambung, “Eh saya lupa, apa yang saya bicarakan tadi.” Hal seperti ini tidak bisa terjadi dengan Allah, karena buat Allah waktu bicara seperti tidak ada keterangan waktu, jadi Ia tidak mungkin berdusta selama Ia terikat dalam kekekalan. Selama Ia mahluk kekal, tidak mungkin Ia berdusta. Ia adalah pribadi yang tulus, jujur dan apa adanya menyampaikan apa yang Dia ingin berikan pada kita. Maka Yakobus menuliskan dalam Yakobus 1:17 Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.  Allah tidak akan berubah. Allah tidak akan bias ketika Ia memberikan sesuatu. Allah terikat pada kebaikan dan kasih dalam diriNya dan terikat dalam kekekalan yang menjadi naturNya. Jika demikian, mungkinkah Abraham dan bahkan kita tidak punya keberanian untuk berharap kepada Allah? Allah sudah berjanji , jadi seharusnya kita memegang janji Allah.
Pada waktu awal saya menerima panggilan pelayanan, saya dibina di sebuah gereja Pentakosta yang pendetanya tidak menerima gaji dan hidup dari persembahan persepuluhan jemaatnya. Kalau jemaatnya kaya maka hamba Tuhannya tenang-tenang saja. Namun untuk jemaat yang rintisan dan ekonomi menengah ke bawah, maka hamba Tuhannya bergumul. Kebetulan saya berada pada jemaat mula-mula dan rintisan. Gembalanya baru merintis dan jemaatnya memiliki ekonomi ke bawah. Saya melihat hamba Tuhan yang kekurangan (bukan kelimpahan). Saya hidup dengan Bapak Gembala selama 2 tahun. Bapak Gembala bergumul walau tidak terlihat. Secara kasat mata, saya melihat sendiri terkadang ada beras terkadang tidak. Waktu saya menerima panggilan sebagai rohaniawan, Bapa Gembala berkata, “Kamu yakin mau menjadi hamba Tuhan dan hidup susah?” Saya berkata,”Siap!” tetapi dia berkata, “Kamu tidak siap!” Di gereja Pantekosta , ada ibadah (persekutuan doa) setiap pagi pk 5. Karena tinggal di dalam pastori gereja , maka saya ikut doa pagi setiap hari. Hari itu hari libur anak SMA, kami tidur dan bangun pk 5 dan berdoa pagi sampai pk 6. Setelah itu karena masih mengantuk dan tidak ada pekerjaan, jadi kami tidur lagi.  Ibu gembala yang menjadi guru SD pergi mengajar. Bapak Gembala memiliki 4 orang anak. Kedua anak perempuan sudah pergi keluar entah ke mana. Kedua anak lelakinya keluar untuk kuliah sehingga yang tinggal hanya Bapa Gembala berdua dengan saya.
Begitu bangun pk 9 pagi saya merasa lapar, lalu saya ke dapur namun tidak ada makanan. Tempat nasi bersih. Biasanya Ibu Gembala (tante) meninggalkan uang tapi kali ini tidak meninggalkan. Lalu saya berjalan ke ruang tengah (ruang tamu). Bapak Gembala berkata, “Ada makanan tidak?” Saya menjawab,”Tidak ada!”. Sang Gembala berkata,”Bagaimana toh? Jim, saya lapar!”. Saya menjawab,”Saya juga om.” Dia bertanya lagi, “Jadi makan apa?” “Saja juga tidak tahu” jawab saya. Lalu ia bertanya, “Kamu mau makan apa?”  Saya menjawab,”Nasi putih dan hangat, ayam goreng Bangka dan sayur hijau agar tidak panas dalam.” Dia berkata, “Iya,setuju. Ambil piring”. Gembala pun duduk di meja makan. Lalu saya keluar ambil piring kosong dan menaruh di depan saya dan di depan Gembala. Lalu ia berkata,”Jim, hayo kita berdoa.” Saya merasa heran,”Makanannya tidak ada!” Dia berkata lagi,”Kamu percaya dengan Tuhan?” dan saya membalas,”Saya percaya!” “Doa!” serunya. Lalu ia berdoa, “Tuhan anak ini menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Akan tiba saatnya di mana ia mengalami kekurangan. Tetapi ingatkan dia mujizat burung gagak. Tuhan memberi makan Elia melalui burung gagak. Tuhan yang sama tidak pernah berubah. Kami percaya dan menerima makanan-minuman dari Allah. Terima kasih untuk nasi putih, ayam goreng dan sayur hijau yang kami terima. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin“. Bapak Gembala luar biasa. Ia tiap kali berdoa seperti doa pelepasan pembakaran jimat di depan mata saya. Dia hanya berteriak,”Dalam nama Yesus, Api!”  maka muncul api membakar jimat! Tidak pakai disundut langsung terbakar jimatnya. Ketika mendengar dia berdoa seperti tiu, saya menjadi antusias, mujizat yang sama mungkin terjadi. Saya pun membuka mata dan melihat piring, namun tidak ada apa-apa! Saya berkata,”Tidak ada!” Dia berkata,”Tenang saja, Jim! Kamu percaya Tuhan tidak?” Saya pun menjawab,”Percaya!”. Benar saja tiba-tiba seorang encim yang menjual ayam goreng Bangka datang dan bertanya kepada gembala,”Apakah om mau ayam goreng sisa kemarin tapi masih baik?” Gembala menjawab,”Oh mau Cim!” Si encim menjawab,”Baik saya gorengkan ya?.” Setelah itu saya berkata,”Kita makan ayam saja?” “Tenang saja” katanya. Kemudian ada Tante Mike datang dan berkata, “Om, saya masak nasi kelebihan. Saya taruh di atas meja ya. Apakah om mau?” Gembala pun membalas,”Mau Ci”. Nasinya masih hangat. Saya sudah lapar melihat ayam Bangka dan nasi putih mau makan , tetapi Gembala berkata,”Nanti dulu! Kita kan tadi berdoa minta sayur hijau.” Benar saja Tante Yenni datang membawa sayur hijau. Seumur-umur saya tidak pernah makan daun papaya. Saya bertanya kepada gembala,”Om, pernah makan sayur pepaya?” “Saya pernah makan,” jawab Sang Gembala,”tapi saya tidak tahu apakah Jimmy pernah makan belum.” Saya berkata,”Belum Tante” Bentuknya seperti daun singkong. Dalam hati saya berkata,”Cocok! Daun pepaya, nasi putih dan ayam goreng.” Saya ambil daun papaya banyakan. Ternyata waktu dimakan sayurnya pahit. Tante Yenni belum pergi dan bertanya. “Enak?” “Enak!,” jawab saya. “Ini Jimmy mau tambah lagi” kata gembala dengan menginjak kaki saya. Sang tante bertanya”Mau nambah lagi?” “Iya Tan,” jawab saya. Saya tidak pernah lupa hal itu. Buat saya ini pengalaman yang mengingatkan saya pada janji Allah bahwa Allah pasti memelihara hidup umatNya.
Saya tidak pernah bekerja untuk mencari makan. Buat saya hal itu menghina Allah. Karena Allah berjanji burung pipit di udara Dia beri makan dan bunga bakung Dia hiasi, padahal manusia lebih berharga dari burung pipit, jadi Tuhan pasti memberi kita makanan. Bekerja itu jangan untuk mencari makan tetapi untuk mencari ‘berlian’ dan untuk memuliakan Allah. Kalau kita  menerima upah dari pekerjaan itu, puji Tuhan! Tetapi jangan kerja cari makan karena Tuhan pasti memberikan makan tanpa kita kerja. Tetapi Rasul Paulus juga berkata,” Kalau kamu tidak kerja, jangan makan! Maka itu jangan malas.”
Saya menerima janji Allah bahwa Allah memelihara burung pipit di udara, menghiasi  bunga bakung dan Allah pasti menyediakan kita. Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua akan ditambahkan kepadamu. Jadi carilah Allah, jangan cari tambahannya.
Sejak 3 Januari 2008 sampai hari ini (30 Des 2018), saya tidak bernaung dan bergabung dengan gereja dan institusi manapun. Secara praktis hitam di atas putih, saya tidak pernah menerima gaji , fasilitas dan tunjangan. Saya berulang kali dilarang oleh gereja, ditolak oleh sekolah dan berulang kali dihalangi untuk melayani. Saya blow up hidup saya sendiri. Terkadang ada orang yang ‘menyerang’ saya. Tetapi sampai hari ini kami masih makan. Saya mengajak keluarga saya ke Bandung berjalan-jalan selama seminggu. Saya baru dari big-bang berbelanja. Istri saya berkata, “Pokoknya, jangan larang saya berbelanja!” “Saya tidak pernah melarang” jawab saya. Saat dia belanja, saya diam saja dan hanya memandanginya. Tapi istri saya membawa pulang banyak belanjaan. Saya tidak berkata saya orang kaya tapi saya juga bukan orang susah. Saya tidak punya utang, walau ada yang berutang kepada saya. Saya tidak pernah pinjam uang dari orang, namun Tuhan cukupkan apa yang diperlukan. Tidak berlebihan, namun ada saja saat dibutuhkan. Istri saya membuat catatan keuangan dari Januari sampai Desember 2018 dan membuat analisanya. Dari sana, saya bisa tahu mana bulan yang ‘sepi’. Tetapi setiap tahun istri saya berkata, “Bulan yang kamu anggap sepi ini, entah uang dari mana, ada  saja Tuhan cukupi!”. Kalau saya memberi kesaksian, bagaimana Tuhan pelihara, terlalu banyak mujizat. Itu sebabnya saya komitmen pada diri sendiri,”Kalau saya kerja bukan untuk mencari makan. Tetapi karena selama masih hidup ini kesempatan untuk bekerja karena setelah mati tidak bisa bekerja. Saya mau bekerja agar hidup saya bisa berguna bagi orang lain. Mengenai orang lain mau membayar atau tidak bayar, itu urusan dia dengan Tuhan. Kalau dia merasa layak untuk membayar maka ia akan membayar. Kalau dia merasa tidak layak bayar maka dia tidak akan bayar. Kalau ia punya uang maka ia akan membayar. Kalau ia tidak punya uang, maka akan saya kasih. Tuhan tidak pernah mengecewakan hidup saya sampai hari ini. Pegang janji Allah. Sekali berjanji, Allah mengikatkan diri dengan janji itu dan kita tidak perlu khawatir. Jangan pernah ragukan Allah, Allah tidak pantas diragukan! Ragukan dirimu , bisakah kau pegang terus janji Allah?

3.     Pengharapan kita adalah pasti

Banyak orang yang berharap pada sesuatu yang tidak pasti (“mudah-mudahan”, namanya juga berharap). Ada yang berkata kepada temannya,”Kamu berani sekali datang ke rumah Amoi!”. “Iya, saya berharap dia menjadi pacar saya!” jawabnya. Itu berharap dalam ketidakpastian. Itu jomblo yang mengharap dalam ketidakpastian. Tetapi pengharapan yang kita punya adalah pasti. Rasul Paulus berkata dalam Roma 8:24-25 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?  Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. Natur dari pengharapan adalah tidak terlihat, maka diharapkan. Tetapi pengharapan ini pasti atu tidak? Pengharapan kita memang tidak kita lihat tetapi kepastiannya di dalam Yesus. Sehingga penulis kitab Ibrani menulis pada Ibrani 6:19-20  Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
Ini yang perlu dipahami tentang Yesus. Yang pertama Yesus adalah bukti dari penggenapan janji Allah. Ketika kita berharap pada Yesus, Yesus sendiri adalah pengharapan, sauh, batu karang yang pasti dan ia mengikat pengharapan itu dengan diriNya. Yang kedua, Yesus adalah imam besar menurut peraturan Melkisedek. Artinya keimaman Yesus di dalam kekekalan untuk selama-lamanya.  Berarti pelayanan Yesus bagi orang percaya tidak pernah selesai. Selama-lamanya, Yesus terus-menerus melayani orang percaya dan melayani kita. Selamanya Yesus itu Immaneul. Ia terus bersama, mendengarkan doa, bersyafaat  dan melakukan karya keselamatan di dalam hidup kita, tidak pernah berubah.  Di dalam Tuhan Yesus, Rasul Paulus berkata, “ Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan "tidak," tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada "ya".  Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah. (2 Korintus 1:19-20).
Jadi Yesus adalah penggenapan janji Allah. Di dalam Yesus, Yesus memberikan pelayananNya buat kita, di dalam Yesus Allah mendengar dan melihat kita. Itu sebabnya di dalam Yesus hanya ada “Ya” untuk semua janji Allah . Penulis kitab Ibrani dalam Ibrani 7:22  berkata demikian pula Yesus adalah jaminan dari suatu perjanjian yang lebih kuat. Kalau kita (orang tua, saudara laki-perempuan) punya Yesus, maka pengharapan kita adalah pengharapan yang pasti.
Ahli probabilitas, Peter Stoner (1888-1980) dalam bukunya Science Speaks, berusaha menunjukkan 8 nubuatan tentang Yesus. Dia berkata,”Kemungkinan seseorang memenuhi semua nubuatan tentang Yesus adalah 1 dibanding 100 kuadrilion.” Artinya ada 8 nubuatan tentang Mesias, seberapa besar dari 8 nubuat ini digenapi dalam diri Yesus. Bayangkan uang logam 500-an yang dicat pakai warna emas lalu dilempar ke area yang dipenuhi uang logam 500-an setinggi lutut. Dengan diikat matanya , diputar 10 kali lalu diberi dayung dengan mata tertutup. Lalu dia mencari di dekat daerah di mana uang itu jatuh. Berapa besar kemungkinan didapat coin emas tersebut? Mungkinkah didapat? Mungkin! Tetapi kemungkinannya adalah 1:100 kuadrilion.  Kemungkinan yang sangat presisi ini tidak mungkin terjadi kecuali Allah memang intervensi dan memastikan bahwa Yesus menggenapi janji Allah. Kemungkinan Yesus menggenapi janji Allah, nubuatan Mesias dalam seluruh Alkitab adalah 1:100 kuadrilion. Ketika Yesus datang dan menggenapi janji Allah , itu adalah penggenapan yang presisi dan tidak mungkin terjadi pada orang lain. Dengan kata lain, hanya Yesus yang bisa menggenapi janji itu dan Yesus telah menggenapi janji itu sehingga Yesus adalah penggenapan janji Allah dan bukti bahwa Allah setia dalam menggenapi janji-janjiNya. Ketika kita merasa ragu dalam hidup ini, apakah Allah peduli dan mengasihi kita dan apakah Allah pasti menggenapi janjiNya dalam hidup kita? Lihat Yesus.
Setiap kali saya ragu, saya hanya memandang Yesus. Saya pernah ragu. Untuk menghadapinya, saya berdoa. Tahun 2018  adalah tahun di mana saya gagal sebagai rohaniawan, ayah, suami, orang Kristen dan pengusaha. Saya berkata saya gagal karena saya punya standar pencapaian. Saya punya SOP dan tolok ukur. Waktu saya berkata saya gagal, saya bukan bicara secara emosional dan tidak merasa minder. Seringkali saya merasa jatuh dan putus asa, hilang harapan. Di tengah-tengah kondisi seperti ini, pertanyaan yang mendasar, apakah Allah tetap mengasihi saya, mau memegang tangan saya dan tetap mau peduli kepada saya? Ketika saya merasa tidak layak, apakah Allah mau tetap mendampingi saya? Kalau pertanyaan ini dibiarkan terus-menerus tanpa jawaban yang pasti, saya tidak berani memasuki tahun 2019. Dulu saya waktu merasa minder , saya berkata ke mama, “Ma saya tidak mau sekolah lagi karena teman saya berpikir saya ada apa-apanya. Padahal saya tidak ada apa-apanya karena saya orang miskin!” Saya ingat apa yang mama saya katakan. Ia berkata,”Jimmy, teman yang bergaul dengan kamu karena merasa kamu ada apa-apanya, suatu kali  dia akan berhenti bergaul dengan kamu. Kamu jangan minder. Lagipula kamu spesial karena Yesus mau mati untuk kamu.” Yesus ada di dalam kekekalan melihat saya dilahirkan, jatuh-bangun dalam dosa namun dalam kondisi itu Ia tetap memutuskan mati untuk saya. Saat Dia mati bagi saya, Yesus menyelamatkan saya, melihat bagaimana saya menerima Dia. Dia juga tahu bahwa  dalam kekekalan itu saya pasti akan mengecewakan Dia berulang kali, tetapi Dia tetap memutuskan untuk mati bagi saya. Kasih Yesus tidak berubah hanya karena saya melampaui ekspektasinya, Kasih Yesus tidak berkurang hanya karena saya gagal memenuhi ekspektasiNya. Setiap kali merasa gagal, saya memandang Yesus. Dia mencintai saya apa adanya. Dia mencintai kita semua dengan cara yang sama. Maka peganglah tangan Yesus.  

Penutup

Ada 2 tokoh. Yang pertama Daud. Ia adalah gembala yang tidak  ada apa-apanya. Dia melalui proses jatuh-bangun dan  melalui proses yang begitu berat untuk menjadi seorang raja. Namun pada akhirnya ia menulis Mazmur yang begitu indah, “Sekalipun Aku berjalan di dalam lembah bayang-bayang maut, Aku tidak takut  bahaya, sebab Engkau bersertaku!”. Lembah kekelaman dalam bahasa Ibrani harusnya diterjemahkan sebagai lembah bayang-bayang maut (Hades). Dengan kata lain Daud mengatakan, “Sekalipun aku berjalan menuju lembah dunia orang mati, di tengah malaikat kematian, di tengah gegap gempita peperangan , bunyi senjata di sekelilingku aku tidak takut bahaya!” Saya membayangkan, dia sedang memegang pedang dan di depan dia ada tentara Filistin. Ada ribuan tentara Filistin. Tentara Isarel berlari ketakutan. Ia tidak bisa lari karena tidak bisa lari. Tuhan tidak akan tinggal diam. Tahun 2019, kamu tidak tahu apa-apa tetapi yang kamu tahu , sekalipun kamu harus melewati lembah bayang-bayang maut, tidak perlu takut bahaya. Tuhan besertamu.
Tokoh yang kedua adalah Petrus. Di tengah gelora ombak yang besar, Yesus berjalan di atas air. Tapi Petrus melihat dan berkata,”Itu setan!”. Suara itu menjawab,”Bukan, itu Yesus. Lalu Petrus berkata,”Kalau itu Engkau, Ijinkan saya berjalan ke arahMu!” Di tengah gelombang besar, keyakinannya timbul dan ia berjalan ke arah Dia.  Kemudian Yesus berkata,”Datang ke sini. Jalan!”. Baru berjalan 3 langkah,  kakinya basah terkena air. Lalu ia lihat di bawahnya ikan hiu bergerak dan angin berhembus kencang, ombaknya tinggi. Ia baru sadar bahwa ia bukan aquaman. Begitu dia sadar, ia tidak bisa lagi melihat Yesus kali. Ia melihat Yesus tapi sebenarnya ia tidak melihat. Matanya buram. Ia sudah lupa siapa Yesus, apa yang sudah dia minta, lupa Yesus berjalan di atas air. Yesus tidak berkata, “Nah begitulah kamu kalau tidak punya iman. Biar saja kamu terlelap dan mati sekalian.” Waktu Petrus tenggelam, Dia mengulurkan tanganNya. Yesus berjalan mendekatinya dan memegang tangannya, Dia menarik Perus keluar dari gelombang besar. Itu yang Tuhan mau lakukan untuk kita. Apapun yang terjadi di 2019 , ambil komitmen “Tuhan saya lemah dan tidak berdaya. Saya tidak punya iman untuk memindahkan gunung, saya hanya punya iman sebesar biji sesawi. Tetapi iman sebesar biji sesawi itu membuat saya memegang tanganMu. Ini tangan saya Tuhan, pegang! Ini tangan saya Tuhan, tarik saya keluar! Ini tangan saya Tuhan,  tuntun saya melewati lembah bayang-bayang maut. Ini tangan saya Tuhan pimpin saya melewati 2019 supaya saya melewati 2020 dengan penuh gemilang. Saya punya anak didik yang sekarang menjadi seorang konsultan bisnis. Dia menganalisa bisnis saya dan memperhitungkan semuanya. Dia berkata,”Ko Jimmy, tahun 2019 adalah tahun di mana koko tiarap dan tahun sepi buatmu.” Saya berkata, “Bro, kamu tidak usah bicara seperti itu, koko tahu. Tahun 2019 mungkin adalah tahun tergelap buat hidup saya. Secara analisa bisnis saya bisa perhitungkan. Yang kamu tidak perhitungkan apakah Yesus ada untuk koko? Saya tidak takut karena saya punya Yesus” Suatu kali, seorang gadis kecil yang mendengar khotbah tentang kiamat, bertanya, “Mama percaya Yesus datang kedua kali? Percaya Yesus datang dalam waktu dekat ini? Percaya tidak Yesus datang sekarang?” Mamanya menjawab,”Percaya!” Anaknya berkata lagi,”Kalau Yesus datang, sisirkan rambut saya supaya saya cantik.” Mamanya pun menyisiri rambutnya. Apakah kita percaya  Tuhan akan menyertai kita? Mari percantik diri dan berjalan bersama Tuhan, Dia pasti datang! Mari berjalan bersama Dia dengan cara yang pantas. Jangan tinggalkan tahun ini tanpa pengharapan kepada Yesus!



No comments:

Post a Comment