Wednesday, December 26, 2018

“EL SHADDAI” = Allah Mahakuat

Ev. Ronny Sofian

Kejadian 49:24 namun panahnya tetap kokoh dan lengan tangannya tinggal liat, oleh pertolongan Yang Mahakuat pelindung Yakub, oleh sebab gembalanya Gunung Batu Israel,

Mazmur 132:2,5
2  bagaimana ia telah bersumpah kepada TUHAN, telah bernazar kepada Yang Mahakuat dari Yakub:
5  sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub."

Pendahuluan
                       
              Mengakui bahwa “Allah adalah Allah yang Maha Kuasa” adalah satu hal tetapi mempercayakan hidup kita kepada Allah yang Maha Kuasa itu adalah hal yang berbeda. Yang Allah inginkan dalam hidup  kita adalah agar kita mempercayakan hidup kita padaNya. Terdapat beberapa ayat yang mengungkapkan (memberi definisi) bahwa Allah adalah Allah yang Maka Kuasa. Di antaranya Bil 14:24 Tetapi hamba-Ku Kaleb, karena lain jiwa yang ada padanya dan ia mengikut Aku dengan sepenuhnya, akan Kubawa masuk ke negeri yang telah dimasukinya itu, dan keturunannya akan memilikinya. Bagian ini ada konteks yang dimulai dari Bilangan 13 sampai pasal 14 (2 pasal). Setelah melakukan parafrase (membaca setelah membandingkan beberapa frase beberapa terjemahan Alkitab) maka terjemahannya menjadi : Tetapi hambaKu Kaleb berbeda dari yang lain (10 pengintai yang lain), ia tetap setia kepadaKu  dan Aku akan membawanya masuk ke tanah yang telah diintainya itu. Keturunannya kelak akan mewarisi tanah yang Kujanjikan itu dengan penuh. 
Beberapa hari lalu saya menyaksikan tayangan di National Geography tentang Komodo. Saya belum pernah melihat secara Komodo langsung. Itu binatang besar dan mirip dinosauras. Saya pernah membaca sebuah artikel tentang Komodo yang menarik. Ada 3 keunikan dari kehidupan binatang Komodo :
1.   Sekali makan, ia  bisa menyantap makanan seberat 50 kg. Setelah itu ia bisa beristirahat selama 1 tahun dan tidak perlu makan lagi. Jadi kalau ia makan manusia dewasa, maka selama setahun ia akan tenang-tenang sebelum mencari makan lagi.
2.   Komodo berkembang biak dengan bertelur. Ia bisa bertelur tanpa peran dari komodo jantan. Ia bisa menghasilkan telur sendiri lalu berkembang biak.
3.   Setiap kali bertelur ia menyimpan telur-telur itu di lereng-lereng perbukitan. Ia akan menggali 5 lobang dan ia hanya meletakkan telur-telurnya di 1 lobang saja (yang 4 lagi hanyalah kamuflase untuk melindungi telur-telurnya).
Yang menarik buat saya adalah Tuhan menganugerahkan binatang yang perkasa ini dengan bukan saja dengan kekuatan dan keperkasaan tetapi dengan kecerdikan untuk menyelamatkan dirinya dan keturunannya. Kalau binatang saja , Tuhan karuniakan kemampuan untuk menjaga dirinya , kekuasaan untuk mengatur dirinya agar bisa selamat, apalagi kita. Kita adalah ciptaan Allah yang tinggi dan Allah memberikan kita hikmat untuk bisa mengatur sedemikian  rupa agar kita bisa menjaga dan menyelamatkan diri. Tetapi sehebat-sehebatnya manusia ciptaan Allah , tetap manusia terbatas dan ada batas kekuasaan di mana ada hal-hal di luar kita yang tidak mampu kita kuasai.
Akhir-akhir ini, kita berlinang air mata melihat kota Palu dan Donggala (Sulawesi Tengah) yang dihantam oleh gempa dan disusul oleh tsunami. Peristiwa yang sama pernah terjadi di Aceh dan Nias beberapa belas tahun lalu. Padahal BMKG sudah memberi peringatan kalau air laut surut cepat dan ada garis putih maka harus hati-hati karena ada potensi besar akan adanya tsunami. Yang membuat saya heran, video yang saya lihat diambil dari atas rumah (ketinggian) dan secara jelas kita bisa melihat garis putih air laut yang surut,  tetapi orang yang membuat videonya, dengan santai merekamnya. Setelah air sudah mendekat, baru ia berlari tetapi telah terlambat. Kondisi Palu sulit dikontak. Sampai semalam korban yang meninggal sudah mencapai 384 orang. Jumlah ini akan terus bertambah. Bahkan di hotel Roa-Roa kemungkinan ada sekitar 50-60 orang yang sedang tertimbun di dalamnya selama 2 hari, tidak tahu apakah masih bisa selamat atau tidak.  Mari berdoa agar Tuhan beri hikmat dan kemampuan pemda setempat untuk bisa menyelamatkan. Sehebat dan sekuat apa pun manusia, tetap ada batasannya di mana kita tidak mampu menghadapi alam. Tetapi berbeda sekali dengan Allah kita. Dia bukan saja Allah yang  mencipta alam tetapi juga mengatur dan menopang alam sampai hari ini. Ia peduli dengan semesta  alam yang besar dan juga manusia yang kecil (setitik debu di semesta ini). Kepeduliaannya  pertama-tama dinyatakan lewat kelahiran Kristus ke dalam dunia untuk menebus dosa kita. Dia menopang dan menjaga kita. Kalau alam yang besar bisa ditopangNya apalagi kita. Seharusnya ini memberikan kita keyakinan bahwa Allah yang sama akan memimpin kita hari ini dan hari-hari di depan kita.
              Bilangan 14:24 seharusnya dilihat mulai dari pasal 13. Pada Bilangan 13-14 situasinya sangat menarik. Bangsa Israel yang dijajah Mesir berseru-seru kepada Allah. Di bawah pimpinan Musa, Allah membawa mereka keluar dari Mesir ke tanah yang berlimpah susu dan madunya. Allah memimpin dan menyertai mereka. Begitu keluar dari Mesir, Firaun berubah pikiran , membawa segenap tentaranya dan mengejar orang Israel. Orang-orang Isreal terjebak antara Laut Teberau yang ada di depan dengan tentara Mesir yang beringas dan siap menghancurkan mereka. Dan sekali lagi Allah yang Maha Kuasa itu menyatakan diriNya dan di depan mata mereka sendiri. Ia membelah Laut Teberau itu sehingga mereka bisa berjalan di tanah yang kering dan di tempat yang sama yang bisa menenggelamkan tentara Firaun. Ia bukan saja Allah yang perkasa  yang membawa mereka menyeberangi Laut Teberau tetapi di padang gurun Ia juga Allah yang membelah bukit batu sehingga memberi mereka minuman. Ketika mereka berseru-seru kepada Allah meminta makanan, Allah memberi manna kepada mereka. Dan mereka bisa menikmatinya pagi, siang dan malam, tinggal kreativitasnya mereka mau memasaknya seperti apa.
Dalam pemeliharaan Allah, bangsa Israel dikenal sebagai bangsa yang keras kepala. Mereka berontak berkali-kali kepada Tuhan tetapi Allah tidak pernah meninggalkan mereka. Dia terus memimpin mereka dengan tiang awan pada siang hari  dan tiang api pada malam hari. Dia menolong mereka ketika mereka berperang dengan musuh-musuh mereka.  Dia berjalan di depan membawa mereka pada kemenangan-kemenangan. Ketika mereka memberontak kepada Tuhan dengan meminta daging,  burung puyuh Allah  hantarkan bagi mereka. Dalam radius 45 km yang sangat luas, dengan sekali bergerak mereka bisa mendapatkan daging itu. Mereka mengolah dan memakannya. Berkali-kali di padang gurun, Allah menyatakan diriNya sebagai Allah yang penuh kuasa. Ia bukan saja berkuasa membalikkan hati Firaun dan memimpin mereka keluar dari perbudakan, tetapi Ia juga Allah yang sama yang berkuasa memimpin mereka ke tanah yang dijanjikan. Setelah 2 tahun, akhirnya mereka  tiba di padang gurun Paran (perbatasan untuk masuk ke tanah Kanaan). Dengan kata lain sedikit lagi mereka akan masuk ke tanah yang berlimpah susu dan madunya yang dijanjikan Tuhan sebelumnya. Sebelum mereka melangkah, Tuhan berkata untuk berhenti. Lalu Ia memanggil Musa dan memintanya memilih 12 orang dari semua suku Israel yakni para pemimpin dari 12 suku Israel untuk melihat tanah itu apakah tanah yang dijanjikan itu adalah tanah yang subur dan berlimpah susu-madu. Lihat tanah itu apakah tanah itu tanah yang subur yang memberikan pengharapan bagi masa depan mereka. Lihatlah tanah itu apakah dikuasai oleh orang-orang  yang ada di dalamnya? Lalu Musa memanggil para pemimpin dari 12 suku. 2 orang yang terkenal adalah Yosua dan Kaleb. Kepada 12 orang itu, Musa berkata,”Pergilah ke tanah itu. Ketika engkau tiba di sana intailah! Lihatlah kondisi tanahnya dan alamnya apakah tanahnya subur atau gersang. Lihatlah penduduknya seperti apa. Kota-kota mereka apakah berkubu atau berbenteng-benteng atau tidak. Kalau engkau punya kesempatan untuk mengambil hasil tanahnya, maka bawa pulang kepada saudara-saudaramu agar mereka lihat seperti apa tanah yang Tuhan janjikan itu. Itu yang mereka lakukan. Mereka pergi ke tanah itu, ketika 12 pengintai itu melihat tanah itu maka hal ini dapat dilihat pada Bilangan 13:27-31.
27  Mereka menceritakan kepadanya: "Kami sudah masuk ke negeri, ke mana kausuruh kami, dan memang negeri itu berlimpah-limpah susu dan madunya, dan inilah hasilnya.
28  Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana.
29  Orang Amalek diam di Tanah Negeb, orang Het, orang Yebus dan orang Amori diam di pegunungan, orang Kanaan diam sepanjang laut dan sepanjang tepi sungai Yordan."
30  Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"
31  Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita."
              12 orang pegintai melihat kondisi tanah itu . Sesungguhnya tanah itu seperti yang Tuhan janjikan. Ketika mereka tiba di lembah Eskol, mereka mengambil hasil tanah itu seperti buah delima, buah anggur besar-besar yang kelak akan mereka bawa pulang setelah pengintaian 40 hari kepada Musa dan bangsa Israel. Ketika kembali, ke-12 orang itu terbagi ke dalam 2 kelompok. Kedua kelompok melihat situasi dan tantangan , peluang  yang sama tetapi respon mereka berbeda. Kelompok yang 10 orang berkata, “Betul tanah itu melimpah susu dan madunya. Ini hasilnya. Kami membawa buah anggurnya dan tanaman yang lain. Betul tanah itu menjanjikan harapan dan kalau kita tiba di sana seperti  yang Tuhan janjikan maka hidup kita mungkin lebih baik. Tetapi di tanah itu berdiam bangsa-banga  yang besar , biasa berperang dan akan mempertahankan wilayahnya dan tidak membiarkan kita masuk ke dalamnya. Dengan kata lain, mereka berkata, “Musa dan rakyat Israel, lupakan mimpimu!” Yang menarik respon Yosua dan Kaleb berbeda. Bilangan 14:30  Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"

Percaya kepada Allah dan Mempercayakan Hidup kepadaNya

              Kita akan melihat kata demi kata karena ayat 30 begitu menarik. Kaleb dengan tegas berkata,”Tidak!” Kita akan maju. Sebuah keyakinan untuk maju dan menduduki negeri itu. Kita pasti menduduki negeri itu karena kita pasti mengalahkan mereka. Apakah ada kesombongan dalamnya?  Darimana keyakinan kedua orang itu bahwa mereka pasti mengalahkan bangsa itu? Jangan lupa bahwa mereka adalah bangsa yang pernah menjadi budak. Memang mereka punya pengalaman dua tahun dalam berperang tapi pengalaman mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan bangsa itu. Keturunan suku Enak yang badannya tinggi besar, biasa bertarung dan punya kelengkapan senjata dengan mudah akan menaklukkan mereka. Tetapi Kaleb berkata, “Tidak! Kita pasti akan menyerang mereka. Kita pasti masuk ke tanah itu! Kita pasti menang!” Apakah ini pengharapan yang terlalu besar dan tidak melihat tantangan yang ada demi sesuatu yang lebih besar di depan? Apa yang membuat Kaleb begitu yakin dengan bagian ini? Kedua kelompok ini menghadapi situasi, pergumulan dan tantangan yang sama tetapi respon keduanya berbeda.
              Apa yang membuat Kaleb berbeda? Bilangan 14:9 Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." Keyakinan Kaleb berasal dari sebuah pengalaman dan pengertian yang mantap bahwa Tuhan yang sama yang sudah menolong kita keluar dari Mesir dan Tuhan yang sama yang telah memimpin dua tahun ini adalah juga Tuhan yang sama yang akan memimpin masuk berperang dan menang atas bangsa itu. Pengalaman-pengalaman  kemahakuasaan Allah yang dinyatakan dalam hidup Israel membuka mata iman Kaleb bahwa  sekalipun ada tantangan besar di depan, ia mampu menghadapinya bersama dengan Tuhan bukan dengan kekuatan, pengalaman dan kemampuannya tetapi karena Allah El Shaddai adalah Allah yang bersama dia dan tak pernah meninggalkannya. Bilangan 14: 8  Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Ini sebuah pengakuan yang besar. Betul, Allah adalah Allah yang El Shaddai dan besar,  sudah menyertai kita selama ini dan tidak berubah,tetapi kalau Ia memimpin di depan maka kemenangan kita pun adalah atas kehendakNya. Percaya bahwa Allah itu adalah Allah yang maha kuasa itu adalah satu hal tetapi mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Allah adalah hal yang berbeda karena kita tidak tahu apa yang ada di depan. Di sana ada aspek iman bergantung pada Tuhan yang kita tahu dan kita alami dalam hidup kita.

Allah Menolong , Menyertai dan Membawa Kemenangan

              Bagaimana kondisi kita hari-hari ini? Apa yang kita alami mungkin membuat kita mempertanyakan,”Betulkah Dia Allah yang besar yang tidak berubah yang menyertai kita hari-hari ini? Ada yang berkata keadaan ekonomi negara kita sedang susah. Saat membesuk, saya setidaknya menanyakan 3 hal yaitu “Bagaimana kondisi rumah tangga mereka? Bagaimana kehidupan rohani mereka? Bagaimana  pekerjan mereka?”. Rata-rata mereka mengatakan pekerjaan sedang susah dan omset sedang turun. Saya tanya, “Berapa banyak turunnya? 50%?” Ada yang berkata, “70%! 30%  sisanya adalah kesempatan untuk bertahan.” Ada juga yang berkata,”Saya tidak tahu apakah akhir tahun ini saya masih melanjutkan kontrakan toko untuk tahun depan atau tidak” . Setiap pembelian dan transaksi hanya cukup untuk bertahan sampai akhir tahun ini. Ada 3-4 keluarga yang sedang berada dalam konseling saya adalah keluarga-keluarga yang  sedang mengalami tekanan yang berat. Masalah dalam pekerjaan. Ketika Sang Suami mengalami pemindahan pekerjaan sehingga gajinya turun sementara sang istri gajinya besar sehingga timbul cekcok dalam rumah tangga. Hidup dalam tekanan seperti ini, membuat kita terkadang bertanya, “Betulkah kita memiliki Allah yang besar? Dan kita mempercayakan hidup kita kepada Allah yang besar itu?”. Kalau hari ini kita berada dalam kekuatiran, dengarkan firman Tuhan dari Yesaya 41:10 janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
Saya memegang janji (perkataan) Allah itu dalam hidup saya. Ada masa-masa di mana  pelayanan saya menjadi sulit dan Tuhan berkata,”AnakKu Aku yang memanggil dan Aku yang memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan.” Ayat yang sama yang saya selalu bacakan sebelum berdoa bagi jemaat yang sedang bergumul.  Kita bisa merasa gentar dan takut , tapi jangan lupa kita punya Allah yang El Shaddai yang berjanji menyertai kita hari ini dan tidak pernah meninggalkan kita. Masalahnya : bagaimana kita memandang setiap pergumulan dan masalah yang ada di depan kita.?Ke-10 orang itu melaporkan situasi dan tantangan yang ada dan mengatakan, “jangan masuk, percuma , kita tidak bisa menang.” Ketakutan mereka semakin menjadi-jadi.  Kalau dibaca kisah ini pada Bilangan 13:32-33  Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya.  Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."

Masalah (Ketakutan) Jangan Sampai Menutup Penglihatan akan Kuasa Allah

Ada 3 fakta yang diungkap di ayat itu. 1 fakta benar dan 2 yang keliru. Fakta yang benar, “Mereka melihat ada  orang-orang yang tinggi-besar yang perawakannya seperti raksasa yang mengawal dan berdiam di negeri itu. Tetapi dua fakta lainnya tidak benar karena  keluar dari ketakutan, keputusasaan dan hilangnya pengharapan. Karena tantangan yang besar mereka berkata,”Orang-orang yang di sana adalah orang-orang yang memakan penduduknya.” Darimana fakta itu? Tidak ada di Alkitab yang menceritakan hal itu. Tetapi laporan itu berasal dari ketakutan yang menguasai  mereka. Bahkan mereka berkata,”Kami melihat diri kami seperti belalang dan mereka melihat diri kami juga seperti belalang kecil.” Darimana fakta itu? Alkitab tidak mencatat hal itu sebelumnya. Ketakutan itu membuat mereka begitu tidak punya nyali (begitu kecil) sehingga mereka berkata,”Sudahlah kita kembali saja. Lebih baik hidup sebagai bangsa budak daripada masuk ke tanah yang dijanjikan Tuhan”.
              Kalau kita keliru menghadapi tantangan dan masalah dengan perspektif yang keliru maka kita tidak akan pernah bisa melihat kekuasaan Tuhan nyata dalam kehidupan kita. Suatu kali ada percobaan terhadap 3 ekor monyet. Monyet makanannya pasti pisang. Ditempatkan di dalam ruang kaca dan di tengahnya diletakkan sebuah tiang cukup tinggi dan di atasnya ditaruh pisang yang begitu menggoda. Ketiga ekor monyet yang kelaparan dilepaskan di ruang itu. Bagaimana reaksi mereka? Mereka rebutan naik ke atas tiang itu untuk mengambil pisang. Setiap kali mereka memanjat (tarik-tarikan karena ingin menjadi yang pertama tiba di atas) dan ketika seekor monyet sudah hampir tiba di atas, lalu disemprot dengan semprotan yang sangat keras dengan air yang sangat dingin, sehingga mereka kaget dan turun. Monyet lainnya yang masih kering berlomba-lomba lagi naik. Setiap kali naik disemprot sehingga turun. Disemprot air yang sangat dingin membuat mereka ragu-ragu. Tetapi perut yang kosong sulit ditahan karena ada godaan di atas. Sekalipun dingin ketakutan mereka terus berusaha beberapa kali untuk naik. Tetapi setiap kali naik mereka ditembak dengan semprotan air sehingga mereka turun lagi. Sampai akhirnya setelah beberapa saat, ketiga monyet ini diam di sudut kedinginan dan tidak lagi berani naik. Mereka hanya menatap pisang yang berada di atas dan berdoa kapan jatuh (seandainya mereka bisa berdoa). Setelah mereka diam, percobaan di lanjutkan. Seekor monyet dikeluarkan dan diganti dengan seekor monyet yang lapar dan masih kering . Sewaktu dimasukkan ke dalam , ia melihat ada 2 ekor monyet yang sedang menggigil kedinginan di sudut. Ia melihat sebuah tiang dan ia melihat ke atas. Reaksinya dengan cepat melompat untuk mengambil pisang itu. Waktu melompat untuk mengambil pisang itu, ke 2 monyet yang kedinginan bukan hanya menatap diam tetapi mereka lari dan mengejar monyet ini. Mereka tarik supaya turun. Monyet yang naik terus berusaha naik sedangkan kedua monyet lainnya terus menarik dia. Dan mereka menang karena 2 ekor. Akhirnya monyet ini tidak bisa naik dan ia pun turun. Eksperimen ini mengatakan,”Ketakutan dan pengalaman dua monyet itu membuat mereka berpikir tidak mungkin buat mereka untuk naik. Bahkan ada yang mau naik sekalipun mereka tarik turun.“
Hal yang sama dilakukan oleh 10 orang pengintai itu. Sekalipun ada begitu banyak orang yang mau maju berperang tetapi mereka berkata, “Sudah lupakan. Tidak mungkin. Tantangannya terlalu besar. Masalahnya terlalu besar!” Kalau mau investasi di tengah situasi seperti ini, lupakan saja. Simpan saja tabunganmu. Kalau investasi belum tentu bisa  balik modal. Yang ada malah bisa makan modal, habis berantakan. Mau menikah di tengah situasi seperti ini? Lalu mau kerja apa? Anak-anak mau sekolah mahal, bagaimana membiayainya? Sudah. Kita tunggu tahun depan! Hingga yang wanita berpikir, hubungan kita mau dibawa ke mana, tidak melangkah kemana-mana juga. Kita bisa menghadapi banyak tantangan dalam hidup ini, tinggal bagaimana kita memandang situasi. Memandang masalah yang besar dan kemudian melupakan Tuhan atau memandang Allah  yang jauh lebih besar dari masalah dan pergumulan kita.
              Allah El Shaddai bukan hanya dimengerti dan dipahami tetapi Dia juga Allah yang kita alami dalam hidup kita saat kita bergantung dan berserah padaNya. Hari ini apa pun pergumulan hidup kita, kita datang bukan hanya mengakui  Dia Allah yang El Shaddai tetapi mempercayakan hidup kita kepadaNya. Itulah sikap Kaleb. Itulah sebabnya firman Tuhan berkata Kaleb berbeda dari yang lainnya, jiwanya berbeda dari yang lain. Dia melekat kepada Allah dan dia tahu Allah yang El Shaddai itu adalah Allah yang terus menyertainya.
              Kaleb berbeda dengan yang lain, ia tetap setia kepadaKu. Kalau kita baca pasal 14, kisah berikutnya begitu mengenaskan. 2 tahun mereka berjalan dan tiba di tepi tanah Kanaan. Mereka berhenti dan kisah ini terjadi. Pada Bilangan 14:1-4 kita melihat laporan 10 orang itu mempengaruhi orang Israel yang banyak sehingga mereka memberontak ke Musa dan pemberontakan itu diekspresikan demikian :  
1   Lalu segenap umat itu mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu.
2  Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!
3  Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"
4  Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: "Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir."
              Bukan menghadapi tantangan tetapi kembali ke masa lalu mereka. Di depan mata, mereka melihat tanah yang dijanjikan Tuhan. Sejauh itu Allah sudah memimpin mereka. Tetapi mereka tidak berani melangkah karena mereka lebih melihat besarnya masalah daripada Tuhan yang kuat yang selama ini menyertai mereka. Waktu melihat pemberontakan mereka, Tuhan marah. Yang pertama-tama  marah tentu saja Musa. Dia kesal dan mengadu kepada Tuhan. Tuhan berkata kepada Musa, “Musa tentang saja. Sesungguhnya bukan kepadamu mereka berontak dan mengeluh. Tetapi sesungguhnya mereka  berontak kepadaKu, mereka melupakan Aku. Mereka tidak percaya kepadaKu , Allah yang berkuasa yang telah membawa mereka keluar Mesir dan juga bisa menuntun mereka masuk tanah Kanaan. Kalau mereka berontak dan kembali ke sana karena mereka tidak percaya kepadaKu. Hari ini Aku akan memukul mereka dengan penyakit sampar.” Di tepi perbatasan tanah perjanjian mereka berontak dan Tuhan menghukum mereka.
              Tetapi hati Musa baik. Saat membaca dialog antara Musa dan Allah , kalau kita berada di sana, seakan-akan Musa itu waktu mendengar Allah berkata ,”Aku akan menghukum mereka semua, tidak ada yang masuk ke tanah perjanjian”, ia berkata, Bukankah engkau adalah Allah yang besar yang dengan tanganMu telah memimpin mereka dari kekuasaan Firaun dan telah membawa mereka sejauh ini. Engkau telah menuntun mereka  selama 2 tahun, dan hari ini mereka tiba di tanah perbatasan. Karena pemberontakan mereka , Engkau mau membunuh mereka hari ini . Engkau mau memukul mereka dengan tanganMu. Kalau hal ini didengar oleh orang Mesir dan Firaun , bukankah Engkau akan menjadi olok-olokan mereka. Bukankah Mesir dan tentaranya akan berkata,” Lihat Allah mereka! Ia membawa mereka keluar dari Mesir tetapi Ia tidak sanggup menuntun mereka ke tempat yang dijanjikanNya sehingga Ia membunuh mereka di padang gurun ini.” Itu kalimat luar biasa yang berasal dari hati seorang gembala yang mengasihi kawanan bangsa Israel. Ia seakan berkata,”Tuhan, apa kata dunia kalau Engkau membunuh mereka hari ini? Maka bangsa-bangsa  yang mereka kalahkan akan kembali bangkit dan besok kita akan menghadapi tantangan yang lebih besar. Bukankah Engkau bukan saja Allah yang Maka Kuasa tetapi Engkau juga Allah yang Maha Pengampun. Oleh sebab itu ampunilah mereka ya Allah.” Karena permintaan Musa, hati Allah tergerak. Ia mengampuni mereka. Tetapi menarik sekali, Tuhan tetap mengijinkan peristiwa itu untuk mengajar bangsa itu. Kepada Musa Tuhan berkata, “Aku mengampuni mereka hari ini. Tetapi ingat, siapa pun di antara mereka yang sudah 10 kali berontak kepadaKu tidak akan pernah masuk ke Tanah perjanjian itu. Di bagian selanjutnya dikisahkan semua bangsa itu mati di padang gurun kecuali Yosua, Kaleb dan keluarganya. Dengan kata lain, semuanya berontak berkali-kali kepada Tuhan. Tuhan berkata kepada Musa, “40 hari 40 malam (1 hari mewakili 1 tahun) mereka mengintai tanah itu. 40 tahun ke depan Aku akan membuat mereka berputar-putar di padang belantara itu sehingga semua generasi itu mati dan generasi yang berikutnya akan Kupimpin masuk ke tanah perjanjian. Ini peristiwa sangat tragis. 2 tahun mereka melangkah bersama dengan Tuhan, mereka melihat kekuasaan Tuhan. Mereka takjub kepada Tuhan. Di tepi tanah perjanjian mereka berontak dan Tuhan menghukum mereka.
              Hari ini bukankah kalau Allah mengijinkan pergumulan dalam hidup kita, supaya kita belajar mengingat kebaikan Allah dalam hidup kita dan kita mengalami Allah yang Maha Kuasa dalam hidup kita bukan hanya mengakuinya. Terkadang kita berkata,”Tuhan saya sudah tidak sanggup. Aku sudah tidak bisa lagi” Seorang istri berkata kepada saya, “Pak Ronny, saya tidak sanggup. Saya terus-menerus diminta untuk menandatangani surat cerai. Berkali-kali saya menolak karena saya takut kepada Tuhan. Tetapi saya dipukul, dimaki, disiram dan baju saya dibakar. Saya tidak tahan, saya mau tanda tangan dan biarkan dia pergi sehingga saya bebas.” Saya tidak berkata bahwa terima saja apa yang kamu alami, tetapi,”Kita perlu berdoa, bergumul pada Tuhan”. Saya berkata kepadanya,”Belajarlah untuk bergantung kepada Tuhan. Belajarlah memiliki hati yang mengampuni!” Saya perlu menjaganya, seorang jemaat saya supaya tidak terus mengalami kekerasan tetapi juga diajar bagaimana memiliki hati seperti hati Allah dan taat kepada Allah dan memberkati pernikahannya dan memimpin dia sampai hari ini. Pergumulan bisa datang kepada siapa saja, masalah bisa muncul pada diri siapa saja, tetapi bagaimana kita menghadapinya menentukan di dalam hidup kita. Allah yang Maha Kuasa yang pernah menolong hidup kita, bisa jadi menyatakan diriNya dalam perisitiwa yang kita alami. Masalahnya kita seringkali ingin jalan pintas.
              Saat ini saya memiliki seorang anak. Anak saya baru berusia 14 bulan. Saya baru merasakan bagaimana menjadi seorang ayah. Dengan adanya anak, komunitas saya berubah. Saya bergabung dengan komunitas orang tua dan seringkali kami berdiskusi apa yang mereka alami. Mayoritas jemaat kami adalah orang-orang yang berasal dari  Kalbar yang merantau ke Jakarta. Mereka bekerja banting tulang dan sekarang berhasil di Tanah Abang, Mangga Besar dan segala macam. Mereka berkata,” Pak Ronny, waktu keluar dari Kalimantan Barat, saya hidup susah sekali dan tidak bisa makan 3 kali sehari. Saya berjuang untuk hidup saya dan sekarang saya berhasil. Anak-anak saya tidak boleh seperti saya, apa pun yang mereka butuhkan kalau bisa, saya akan penuhi. Apapun yang mereka inginkan, akan saya berikan. Itu yang tengah terjadi dalam dunia sekarang dan tanpa sadar kita sedang membentuk mereka menjadi anak-anak yang rapuh. Saya berkata kepada mereka, “Bukankah pengalaman-pengalaman masa lalu bapak-ibu bersama Tuhan, ketika susah Allah menyertai dan menolong kita. Itu pelajaran yang baik untuk mendidik anak-anak  kita. Jangan cepat untuk turun tangan untuk menyelesaikan masalah mereka. Tetapi bawalah mereka melihat tangan Tuhan yang siap menolong mereka.  Karena sebagai orang tua tidak selalu bisa bersama mereka. Ada masa mereka harus berjuang sendiri dan mereka belajar bergantung kepada Allah. Di  tengah pergumulan yang kita alami, apakah kita tahu dan yakin bahwa Allah itu adalah Allah yang Maha Kuasa. Seberapa keyakinan itu membawa kita untuk menyerahkan pergumulan kita dan melihat Tuhan menuntun kita.
              Saya pernah pelayanan di GKKK Yogya (sebelum pindah ke GKKK Makasar dan sekarang di GKJ). Di sana Yogya ada tempat wisata yang namanya Kota Gede yang merupakan pusat kerajinan perak. Setiap kali ada tamu dari luar kota ada 2 hal yang dilakukan : mengajak mereka jalan-jalan kuliner di Yogyakarta dan ke tempat-tempat pariwisata yang salah satunya tempat souvenir seperti itu. Suatu kali saya membawa beberapa orang teman yang ingin membeli kerajinan perak. Ketika sedang pilih kerajinan perak, saya berjalan ke samping dan menuju ke dapur. Ada seorang ahlinya sedang menempa perak dan ia sedang membuatnya jadi cincin dll yang menarik sekali. Mulai dari bahan perak yang kasar, kotor menjadi bagus dan mengkilat. Suatu kali saya melihatnya sedang duduk di perbaraan api yang sangat besar. Ia duduk di sebuah kursi kecil di sampingnya. Di tangannya ada sebuah sendok mirip sendok makan yang besar sekali. Di atasnya ada bahan mentah dari perak. Lalu dengan gagang yang cukup besar dari sendok itu , ia akan memurnikan perak itu. Untuk memurnikannya, ia taruh perak di atas sendok besar itu tepat di titik api yang paling panas yakni di bagian tengah. Saat ditaruh dibagian tengahnya, matanya tidak sekalipun beralih dari perak yang ada sendok yang besar itu. Sekalipun ia menjawab pertanyaan saya, matanya terus memandang perak itu. Perak yang dipanaskan itu mulai berubah dan terpisah bagian kotorannya. Sampai suatu waktu ia mengangkat peraknya dan berkata, “Ini perak yang murni dan siap untuk di tempa”. Saya yang penasaran terus bertanya kepadanya, “Bagaimana Bapak tahu waktu yang tepat bahwa perak itu murni dan mengangkatnya keluar dari api?” Dia menjawab,”Engkau  lihat dari tadi  saya memandang perak itu dan tidak teralihkan sedikit pun. Sejak saya menaruh perak itu saya terus memperhatikan perak itu. Perak itu terus dimurnikan di atas api sampai ia benar-benar murni dan saya melihat pantulan wajah saya di perak itu. Itulah titik yang paling tepat di mana ia murni dan saya harus mengangkatnya. Kalau saya telat mengangkat sepersekian detik, maka kualitas perak itu turun. Sang perajin perak itu  mengajar saya hal yang penting, di tengah pergumulan yang sedang kita alami bahkan kita mungkin merasa berada di titik api perbaraan yang paling berat, putus asa dan merasa tidak lagi bisa bertahan, ingat satu hal seperti perajin perak itu yang terus menatap perak yang sedang dimurnikan, Allah tidak pernah beralih dan Dia terus memandang dan melihat kita dan Dia tahu batas kemampuan dan pergumulan kita dan di saat yang paling tepat, Dia akan mengangkat pergumulan itu dan memurnikan kita. Ia tidak akan pernah membiarkan kita binasa karena pergumulan dan masalah yang besar. Mungkin hari ini kita ingin menyerah dan berkata, “Tuhan saya tidak sanggup” seakan-akan Tuhan mau berkata,”Sabar. Tahan. Sedikit lagi. Sedikit lagi!”Allah yang perkasa adalah Allah yang bersama dengan kita hari ini dan Dia akan terus menyertai dan menopang kita.
               
Penutup

              Hari ini ada yang akan dibaptis. Bapitsan adalah sebuah langkah awal dalam perjalanan hidup saudara. Gereja tidak pernah menjanjikan bahwa setelah baptisan maka hidup kita akan berjalan baik - lurus saja dan semua berhasil dalam perjalanan di depan kita. Kita akan mengalami tantangan dan pergumulan yang sama. Tetapi ingatlah Allah El Shaddai itu adalah Allah yang bersama kita dan tidak pernah meninggalkan kita. Apapun pergumulan kita, mari datang kepada Tuhan dan berserah kepadaNya.


No comments:

Post a Comment