Thursday, December 3, 2015

Rasio dan Iman

Pdt. Hery Guo

Maz 94:8-11
8  Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu?
9  Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang?
10  Dia yang menghajar bangsa-bangsa, masakan tidak akan menghukum? Dia yang mengajarkan pengetahuan kepada manusia?
11  TUHAN mengetahui rancangan-rancangan manusia; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka.

Ibrani 11:1-6
1   Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
2  Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.
3  Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.
4   Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.
5  Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.
6  Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.

Pendahuluan

                Ada orang tua yang mengatakan kepada anaknya “Nak, kamu harus belajar yang pintar. Jadi kalau sudah besar, kamu mudah mencari pekerjaan dan mendapat uang. dan bila uangmu sudah banyak kamu akan hidup bahagia.” Pernyataan bahwa “harus belajar untuk menjadi pintar” ada yang bilang benar (pernyataan ini masuk akal atau mempunyai dasar yang kokoh). Tetapi ada juga yang tidak setuju dengan pernyataan ini (argumentasinya : ada yang jadi pintar tanpa belajar dan bila tidak mau belajar berarti tidak menggunakan otak yang diberikan Tuhan dengan baik). Pernyataan bahwa “banyak uang akan hidup bahagia” juga tidak benar karena ada orang kaya yang tidak bahagia. Kalau pernyataan itu benar berarti kebahagiaan ditentukan oleh uang. Ada sebuah film Tiongkok yang inspiratif. Di film itu dikisahkan seorang anak kecil yang mengalami kecelakaan sehingga otaknya tidak bisa berfungsi dengan optimal. Namun ia bisa menggunakan tenaga fisiknya dengan baik sehingga bisa memuat kayu ke atas truk dengan cepat dan dibayar 50 yuan. Ibunya berwajah cantik dan bekerja di kota. Sayangnya setelah kembali dari kota ibunya menjadi tidak waras. Anaknya kemudian ditanya,”Menurut kamu kebahagiaan itu apa?” Sang anak menjawab, “Saya bahagia bila mama sembuh dari penyakit gilanya.” Jadi kebahagiaan diperoleh tidak semata dari uang. Berikutnya “Orang itu harus pintar. Kalau tidak pintar, tidak akan hidup menghadapi segala macam tantangan dan bisa mati.” Pernyataan ini juga tidak benar. Apakah hidup itu ditentukan oleh kepintaran? Siapa bilang kalau orang pintar akan terus hidup? Ada yang pintar tapi usianya tidak panjang. Artinya pernyataan yang sering kita dengar, itu lahir dari konsep (ide) yang diteorikan dari peristiwa nyata yang ditemui. Lalu dengan konsep itu, manusia menjalankan hidupnya. Contoh : dengan konsep “kebahagian dari uang”, maka orang akan mati-matian mencari uang. Rasul Paulus menghadapi orang dengan konsep seperti itu sehingga ia menulis,”Karena akar dari kejahatan adalah cinta akan uang” (1 Timotius 6:10).

                Dalam tema “Rasio dan Iman’, kita menemukan ‘pertentangan’. Ada yang berkata, “Saya harus hidup sesuai rasio saya” atau “Agama memperbodoh kita dan membuat kita tidak bekerja dengan giat (tidak mau berjuang)”. Ada juga yang berkomentar, “Jangan lama-lama di gereja”. Hal ini ada benarnya karena setiap orang punya pekerjaan. Jadi kalau kamu tidak menggunakan rasiomu maka kamu sendiri yang akan mengalami kesulitan. Dalam kelompok yang mendukungnya, rasio sangat berkuasa. Sedangkan di sisi  lain, dikatakan “rasio itu berbahaya” atau “rasio adalah musuh yang membuat manusia tidak mencari Tuhan”. Pertentangan ini membuat kita perlu untuk memikirkannya  dengan Alkitab sebagai nara sumbernya.

Rasio vs Iman

              Manusia memiliki konsep karena manusia bisa berpikir. Pada Maz 94:9  Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang? Allah yang menciptakan kita secara keseluruhan termasuk otak, masakan Ia anti terhadap rasio yang ditaruh di dalam kepala kita? Waktu kita diciptakan menurut peta dan teladan Nya, manusia memiliki sesuatu yakni  iman dan akal budi. Prof Rush berkata manusia memiliki struktur dan kemampuan untuk mengerti dan berpikir. Sehingga manusia punya konsep dan pengertian dari peristiwa yang konkrit lalu dijadikan pandangan hidupnya. Itu yang membedakan manusia  dengan binatang. Itu sebabnya saat kita berkata pada kucing,”Pergi!” ia tidak pergi karena ia tidak mencium adanya ikan (makanan kesukaannya). Ia tidak tahu bahwa kita kesal. Binatang tidak punya struktur dan kemampuan dalam otak untuk mengerti.

                Prof. Dr..Stephen Tong berkata, “Manusia yang adalah gambar dan peta Allah diberikan hak khusus yakni hak memiliki rasio. Kalau manusia meniadakan dan tidak menganggap penting rasio, maka manusia menjual hak yang penting dalam hidupnya.” Firman Allah dalam Alkitab tidak pernah mengenyampingkan rasio. Allah memberikan otak di dalam diri kita dan kemampuan otak itu luar biasa. Bahkan Prof. Habibie berkata, “Kita hanya memakai 10% dari kemampuan otak kita.” Jadi masih ada 90% kemampuan otak yang tidak dikembangkan dalam diri kita. Dengan 10% saja, manusia bisa sampai ke planet Mars dan menemukan bahwa  kemungkinan ada kehidupan di Mars karena ditemukan air. Dengan kata lain, Alkitab tidak anti dengan rasio.

                 Permasalahannya dalam Maz 94:8  ditulis, “Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu?”  Apakah pemazmur sedang meniadakan rasio? Bukan! Ia mempermasalahkan manusia yang telah jatuh dalam dosa dan melanggar perintah Allah, tetapi malah menuhankan rasio! Semua tindakan diyakini berdasarkan rasio. Pada zaman lalu muncul filsuf, Descrates, yang  mengatakan cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Pikiran saya yang mengendalikan dan mengontrol saya. Pikiran saya akan menentukan langkah yang saya perbuat. Apakah dalam kekristenan  kita hidup seperti orang yang mengandalkan rasio? Apakah rasio digunakan sebagai Tuhan , dewa dan digunakan dalam hidup yang tidak mencari Allah. Itu yang dibahas Alkitab. Bukan Alkitab benci dan anti rasio, tetapi justru rasio yang diberikan dalam diri manusia, seharusnya digunakan untuk kemuliaan Allah, Sehingga rasio harus sesuai kehendak Allah. Orang yang hidupnya hanya dengan kekuatan rasio, mereka memungkiri kebenaran bahwa rasio diciptakan Tuhan. Waktu diciptakan, ciptaan itu terbatas dan tidak sama dengan Pencipta. Otaknya tidak sama dengan otak Pencipta yang maha tahu. Kalau kita mengandalkan rasio, ada keterbatasannya yaitu alam semesta. Kita bisa pikirkan alam semesta (termasuk planet Mars, Pluto dan seluruh yang bisa dipikirkan, ada di bawah langit). Di atas langit tidak ada yang bisa menerobos dan memikirkan. Pada waktu mengandalkan kekuatan sendiri, ternyata manusia jatuh (manusia terbatas dalam cakrawala, alam semesta ini) dan ia tidak bisa mendapat jawaban saat menghadapi masalah yang sulit. Saat pergumulan terjadi, manusia tidak yakin adanya mujizat (contoh : kalau orang jatuh dari tempat tinggi dan selamat , dianggap itu hanya kebetulan saja). Dia tidak memecahkan masalah yang ia lihat di bawah kolong langit yang tidak bisa ditembus rasionya. Berbicara tentang rasio, rasio hanya bisa dikalahkan saat ditaklukkan oleh iman kita. Orang percaya diberikan rasio namun harus tunduk dalam pimpinan iman.

Iman

1.    Tahu kepada siapa aku percaya

          Rasul Paulus berkata pada Timotius pada 2 Tim 1:12  Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan. Rasul Paulus mengungkapkan hal yang luar biasa. Aku mengerti, tahu dan paham kepada siapa aku percaya. “Aku percaya” itu merupakan pernyataan iman. Apa yang aku imani, aku paham (tahu). Rasul Paulus berbicara tentang “iman yang dianugerahkan supaya aku percaya” bahwa aku mengerti tentang iman itu. Ibrani 11: 3  Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Iman tidak pernah menindas dan meniadakan rasio tapi menuntun rasio pada pengertian sejati. Rasul Paulus berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya yaitu Allah yang menyelamatkan aku”. Iman itu bukan sekedar aku mau percaya atau saya cukup percaya saja. Tetapi di dalam iman, kita harus beranjak dengan mengetahui apa yang dipercaya. Itu berarti iman menuntun rasio. Ada orang Kristen yang diajarkan “Sudahlah yang penting percaya!” tetapi apa yang dipercaya tidak dimengerti. Saya tidak tahu (mengerti) mengapa saya menjadi orang Kristen. Saya hanya tahu bahwa saya diselamatkan karena percaya Tuhan, namun apa yang menjadi isi dari keselamatan tidak jelas. Lalu apa yang kita lakukan adalah apa yang dunia tuntun yakni hanya mencari kekayaan, kemewahan dan kenikmatan duniawi. Hal ini terjadi karena kita tidak mengerti apa yang dipercaya. Disatu sisi, puji Tuhan karena percaya kepada Tuhan. Allah yang membuatnya percaya dan itu kebenaran yang tidak bisa ditolak. Namun menjadi pergumulan untuk bertanya, “Tuhan saya ingin tahu apa yang saya percayai”. Rasul Paulus berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya” dan pengertiannya membuatnya menjadi hamba Tuhan (anak Tuhan,  orang percaya) yang hidupnya berbuah. Jadi bukan sekedar label “percaya”. Iman bukan sekedar pengertian dalam otak kita dan tidak ada tindak lanjutnya. Iman bukan sekedar pengertian dan berada di dalam otak namun tidak punya aplikasi dan bukti. Karena bila demikian sebenarnya kita sedang berbohong. Saya pernah jadi guru agama di sekolah.  Saya memberi ujian kepada siswa dan bisa dijawab oleh mereka. Ada yang mendapat nilai “A”,”A-“, “B+” yang berarti para siswa tahu apa yang ditanya dalam soal. Pertanyaannya adalah apa yang siswa tersebut tahu  ada kelanjutannya dalam hidupnya? Bisa jadi dalam hidup ia tidak mempraktekkannya  dan ia tidak yakin saat melakukannya (termasuk saat pacaran). Jadi hanya ada dalam otak tapi tidak ada kelanjutan. Kita seharusnya mengaplikasikan dalam hidup kita yang mengamini bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat kita. Iman harus sampai pada tahap menerima, mengakui apa yang kita mengerti. Itu yang disampaikan oleh penulis kitab Ibrani.

2.    Menerima dan mengakui iman percaya kepadaNya

          Ibarni 11;1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.. Saat berdiri dalam iman, kita menerima dan mengakui apa yang kita mengerti pada Dia. Karena Dialah kebenaran. Yoh 14:6  Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Kita yang beriman pada Dia dibawa pada tahap menerima dan mengakui apa yang kita mengerti dalam iman percaya padaNya. Iman di sini sangat luar biasa. Ia bisa melihat segala sesuatu yang tidak kita lihat. Luar biasa iman yang kita percaya. Bila sungguh-sungguh hidup dalam apa yang kita percaya dan bergumul bersama Allah, maka kita bsia melihat apa yang tidak terlihat. Bila otak buntu, iman bisa melampauinya. Rasul Paulus berani berkata, Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita (Roma 8:37). Hidup dalam iman memampukan kita menerobos apa yang buntu. Itulah iman. Melihat terhadap sesgala sesuatu yang belum dilihat. Iman itulah menerobos bukti yang belum ada.

          Minggu sore setelah pelayanan di Tegal, saya dan shi mu diajak makan oleh majelis yang bergilir mendampingi hamba Tuhan. Majelis ini adalah anak dari seorang pengusaha bawang. Papanya pernah berjaya dan menjadi konglomerat yang hidup dari bawang merah. Ia termasuk 10 orang terkaya di Tegal. Keluarganya mewarisi perusahaan teh (teh Tong Tji, teh Sosro dll). Papanya adalah orang Kristen yang saleh dan anak-anaknya melayani sebagai majelis. Dulu waktu papanya menjadi orang Kristen dan rajin beribadah, usahanya berhasil. Sekolahnya pintar dan ia bisa mengelola pertanian dengan baik sehingga panen bawang tidak pernah gagal. Keuntungan usahanya 100 % dari modal yang ditanam. Bila mengeluarkan Rp 100 juta maka akan mendapat hasil Rp 100 juta. Selama 7 tahun ia mengajak orang untuk investasi dalam usahanya. Selama 7 tahun emas itu, semua yang dilakukan ayahnya berhasil sehingga ia sangat dihormati. Pegawai yang bekerja di perkebunannya banyak. Ia menikmati masa kejayaannya. Ia sudah punya video betamax dan punya mobil tahun 80-an. Lalu ia berkata kepada istri dan anak-anaknya, “Kita sudah punya uang dan kekayaan. Kita harus menikmatinya. Jangan tiap minggu terus di gereja. Mari kita nikmati” Lalu dia tidak ke gereja secara rutin. 7 tahun ia menikmatinya. Namun mulai tahun ke delapan ia mengalami kegagalan dan bangkrut. Ia punya utang di mana-mana. Walau dengan kepintarannya memutar uang dengan system voucher mem bayar pegawainya, namun toko yang menerima voucher tersebut tidak percaya (karena vouchernya tidak dibayar). Hidupnya susah bahkan untuk makan saja ia minta dari gereja. Sebenarnya ia punya emas yang didapat saat menikah.  Ia ingin menjualnya untuk membayar upah para pegawainya. Sayangnya emas itu tidak dilengkapi dengan tanda terima dari toko sehingga tidak ada toko emas yang mau menerimanya (takut dikira menjadi penadah barang curian). Ia pun berada dalam ambang krisis. Suatu malam papanya bertobat . Ia berkata, “Saya sudah tinggalkan Tuhan secara total. Beribadah sudah tidak serius, melayani sudah tidak mau.” Setelah gagal ia bertobat dan berkata kepada anak-anaknya, “Saat papa melawan Tuhan ibarat memukul tembok. Yang ada hanya tangan yang sakit.” Tapi waktu bertekuk lutut bertobat, Tuhan membukakan jalan baginya. Ada orang yang datang mencarinya. Ia saat itu sedang menjaga toko sendirian karena tidak ada pegawai. Ia mengenakan pakaian yang sederhana. Orang yang mencarinya berkata, “Saya mau bertemu dengan pemilik toko. Saya mau membayar utang karena dulu saya pernah berhutang. Ini bon-bonnya” Papanya terkejut sekali. Orang yang berutang mau membayarnya merupakan suatu keajaiban karena biasanya orang yang berutang malah sembunyi (tidak mau membayar). Dari pelunasan utang tersebut, papanya dapat membayar karyawan dan makan. Itu kisah iman yang menerobos rasio saat pikiran (rasio) sudah tidak berdaya. Di situ ia benar-benar bertobat dan sekarang ia melayani dan anak-anaknya menjadi majelis.

Penutup


Mari belajar dari Alkitab. Belajar firman Tuhan yang mengubah konsep, cara pandang dan hidup kita. Firman Tuhan mengubah kita. Saat percaya dan mengandalkan Dia, kita tidak takut menghadapi hidup. Juga jangan takut saat memberi persembahan pada Tuhan karena Allah tidak pernah behutang. Kita harus ke gereja dan melayani. Bila tidak, kita sendiri yang rugi. Jangan pernah takut, waktu kita percaya padaNya. Ada orang yang menahan harta tapi miskin tapi orang yang terus menabur harta tetap kaya. Jikalau bukan Tuhan yang membangun, walau kita bekerja dari pagi sampai malam rejekinya hilang dan pundi-pundinya bolong (bisa saja kesehatan merosot dan investasinya hilang) Kebenaran ini diajarkan Kitab Suci. Mari kita belajar punya iman sejati dari firman Tuhan. Waktu kebenaran ada, Dia memerdekakan kita dari ketakutan dan kekhawatiran hidup. 

No comments:

Post a Comment