Thursday, December 3, 2015

Mengapa di Saat Genting Sulit Mempercayai Allah?


Pdt. Rusdi Japri

Yesaya 40:27-31
27  Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?"
28  Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.
29  Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.
30  Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung,
31  tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.

Pendahuluan

                Dalam menempuh perjalanan hidup di dalam dunia, Tuhan tidak pernah menjanjikan orang percaya bahwa langit akan selalu berwarna biru dan jalan akan selalu lurus atau tidak berbatu. Tetapi yang dijanjikan saat kita menghadapi permasalahan hidup, Tuhan akan senantiasa menyertai kita. Kita semua pernah menghadapi masalah. Ada masalah yang dirasakan begitu berat sehingga kita tidak sanggup menanggungnya dan merasa putus asa.  Masalah ibarat beban yang akan diangkat. Kalau ringan, kita merasa punya kekuatan untuk mengangkatnya. Tetapi ketika beban semakin berat, maka kita merasa tidak berdaya. Seringkali saat menghadapi masalah, kita akan menilai masalah tersebut : apakah masalahnya dan sanggupkah kita menanggungnya? Contoh : Peristiwa memilukan  terjadi di India. Sepasang suami istri nekat bunuh diri. C.N. Madanraj, seorang pria berusia 67 tahun bersama istrinya, Tarabai (63), ditemukan telah tidak bernyawa di rumah mereka di pinggiran Hyderabad, India selatan. Kakek-nenek itu tidak sanggup menahan kesedihan atas kematian anjing kesayangan mereka. Pasangan lanjut usia yang tidak memiliki anak itu gantung diri di kamar tidur mereka. Menurut kepolisian setempat, pasangan tua itu baru saja mengadakan upacara pemakaman anjing mereka yang sudah 13 tahun tinggal bersama mereka. Suami istri itu sangat kehilangan atas kepergian anjing yang diberi nama Puppy tersebut. Yang menarik, sebelum gantung diri, pasangan tanpa anak itu sempat mengadakan pesta untuk teman-teman mereka. Ternyata itu merupakan pesta perpisahan. Hal ini berbeda dengan kita. Kematian anjing kesayangan kita anggap sebagai masalah ringan. Walau kita sedih, tapi pasti tidak sampai mati bunuh diri. Tetapi bagaimana kalau kita mengalami apa yang dialami Ayub? Dalam satu hari  ia kehilangan segalanya baik harta kekayaan maupun anak-anaknya. Kalau berada dalam posisi Ayub, bagaimana sikap kita? Ada yang berkata, “Mungkin saya akan mati bunuh diri!”  Hal ini dianggap wajar karena masalahnya begitu berat. 
                Jadi sewaktu menghadapi masalah, kita memilahnya menjadi 2 aspek yakni masalah yang dihadapi seperti apa (masalah berat atau ringan)? Dan Apakah kita sanggup atau tidak menanggungnya? Contoh : kalau sakit, saya sakit apa? Kalau sakitnya flu saya sanggup. Kalau kehilangan satu jenis kekayaan saja saya anggup tapi kalau seluruh kekayaannya hilang, kita tidak sanggup. Ada berbagai cara orang dalam menghadapi masalah :

1.       Masalah yang besar anggaplah sebagai masalah yang kecil.
Kalau ada masalah yang besar, jangan dibesar-besarkan tetapi dikecilkan saja. Masalah itu seperti kapas. Kelihatan mengelembung tapi saat ditekan ia akan menjadi kecil. Kadangkala metode ini ada benarnya juga. Ada seorang ibu yang begitu khawatir dan ketakutan. Lalu ia menelpon seorang pendeta. Keduanya saling tidak mengenal.  Ibu ini menceritakan kekawatirannya. “Pak kalau saya tua, saya takut tidak ada yang merawat saya.” Pak pendeta bertanya, “Apakah anak ibu tidak peduli dengan ibu?” Sang Ibu menjawab “Bukan Pak, saya takut menantu saya tidak peduli dengan saya!” Pendeta bertanya lagi, “Bu, apakah anak ibu sudah menikah?” “Belum!” Pendeta terus menggali informasi dan bertanya lagi,”Bu, apakah anak ibu sudah bekerja?” Yang mengejutkan Ibu itu menjawab,”Anak saya ada di samping saya dan sedang tidur.” Ternyata anaknya masih kecil. Sang Ibu mengira setelah nanti anaknya besar, bekerja, menikah, mendapat istri akan seperti apa. Dia pikirkan kejadian di depan yang belum tentu terjadi. Banyak masalah yang dihadapi yang kelihatannya besar tapi sebenarnya kecil dan mungkin tidak ada. Tetapi karena ketakutan, kekhawatiran dan  keraguan kita terhadap Tuhan menyebabkan masalah kecil menjadi besar. Ibarat mengupas bawang waktu mau dimasak. Kupas lapisan pertama dan kedua sampai bisa digunakan. Seringkali masalah yang dihadapi  seperti itu. Kita harus mengupas kekhawatiran dan ketakutan, sehingga kita mendapat realita sesungguhnya. Apakah cara dan metode mengatasi ini bisa menjawabnya (masalah yang besar anggap saja sebagai masalah kecil)? Dalam hal tertentu bisa menjawab. Kadangkala masalah besar sebenarnya masalah kecil (menjadi besar hanya karena ketakutan dan kekhawatiran). Tapi seringkali dalam hidup kita, ada realita yang harus dihadapi. Kita menderita sakit-penyakit. Mungkin divonis kanker. Hal ini tidak bisa kita katakan,”Ah ini masalah kecil.” Saat laporan keuangan menunjukkan kerugian, tidak bisa dikatakan yang minus (rugi) seharusnya plus (untung). Karena itu adalah realita yang harus dihadapi. Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir dan mereka dikejar pasukan Firaun di depan mereka ada laut Teberau yang mereka harus lewati agar selamat. Tidak bisa orang Israel berkata “Ini hanya sungai kecil”. Mereka menghadapi laut yang begitu luas. Saat Daniel dilemparkan ke gua singa dan berhadapan dengan singa-singa lapar, tidak bisa dikatakan “Ah itu hanya kucing saja”. Atau saat Daud menghadapi Goliat yang tinggi besar ,tidak bisa ia mengatakan “Itu orang biasa dengan kekuatan biasa saja”. Itu kenyataan yang sebenarnya. Dalam kehidupan kita, ada masalah yang kelihatan besar karena ketakutan dan kekhawatiran , tetapi ada realita yang harus dihadapi, memang seperti itulah fakta yang dihadapi. Mungkin kita kesulitan ekonomi atau menghadapi masalah kehidupan pernikahan, sakit –penyakit, fakta itulah yang kita hadapi. Metode penyelesaian masalah seperti ini tidak bisa menangkap realita yang dihadapi.

2.       Walau kekuatan kita kecil anggaplah kita memiliki kekuatan yang besar.
Mengapa seringkali saat menghadapi kesulitan hidup, kita merasa tidak berdaya?  Karena kita tidak menyadari kita punya potensi (kekuatan) yang luar biasa dan belum kita gunakan. Ilustrasi bagi orang yang punya pemahaman seperti ini. Ada seorang ibu yang kekuatan fisiknya terbatas dan tidak mengangkat barang yang berat. Tapi ketika benda berat menimpa anaknya, maka demi menolong anaknya, tenaga ibu itu mejadi berlipat-lipat sehingga ia mampu mengangkat benda tersebut. Contoh lain : saat berlari pagi, biasanya kita hanya kuat bila lari dengan santai. Untuk berlari cepat, biasanya kita tidak terlalu kuat. Tetapi saat dikejar anjing galak, tiba-tiba kita berlari dengan cepat lebih dari biasa. Artinya manusia punya potensi (kekuatan) luar biasa yang belum digali. Maka para pakar (motivator) saat memimpin seminar motivasi, menyuruh jalan peserta di bara api dan mengatakan bahwa “Kamu bisa… kamu bisa”. Waktu peserta tersebut mencoba, ternyata dia benar-benar bisa! Artinya manusia punya potensi dan kekuatan yang luar biasa yang bila dikembangkan secara maksimal. Maka bila potensinya digali secara optimal, ia akan menjadi pengusaha yang sukses, bila jadi pegawai ia jadi pegawai yang sukses karena potensinya digali secara optimal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuan otak. Ada juga mengatakan kita adalah Galileo Galilei (1564-1642) yang belum sadarkan diri. Galileo Galilei adalah seorang ilmuwan, seniman, pematung yang punya bakat luar biasa. Kita pun demikian, kita punya bakat yang belum dikembangkan. Sebab itu kembangkan bakat dan kemampuanmu. Bila bisa dikembangkan maka kita akan sanggup untuk melewati masalah yang dihadapi. Mungkin kita buntu dalam usaha, tetapi dengan menggali otak secara optimal maka masalah bisnis bisa diselesaikan. Apakah jawaban ini alkitabiah dan bersumber kebenaran firman Tuhan? Tidak! Setiap kita diberi karunia yang berbeda satu dengan lainnya. Kita tidak memiliki semua karunia yang ada. Tetapi kita hanya diberi beberapa karunia. Kita terbatas sehingga memerlukan orang lain. Sebagai ciptaan Allah, kita memiliki kemampuan yang terbatas. Yang tak terbatas itu milik Tuhan. Ketika bangsa Israel melewati Laut Teberau (Kel 14:1-31) mereka menyadari mereka tidak bisa berenang di Laut Teberau. Saat Daniel dilempar ke gua singa, ia menyadari keterbatasannya dalam menghadapi singa. Ketika Daud menghadapi Goliat, ia menyadari dirinya yang kecil menghadapi musuhnya yang besar dan kuat. Sebagai manusia kita memiliki kekuatan yang terbatas. Ada masalah-masalah hidup yang begitu besar dan berat dan sebagai manusia, kita tidak sanggup menanggung masalahnya.

3.       Bukan hanya masalah saya apa, sebesar apa, apa saya sanggup mengangkatnya, tetapi biarlah kita diajar untuk memandang siapa Tuhan.
Orang biasa berlatih di tempat fitness agar ototnya kuat. Untuk menjadi lebih kuat maka bebannya harus ditambah. Kalau tidak kuat ada instruktur di belakang yang membantu mengangkatnya dan dilatih agar semakin kuat. Dalam menghadapi masalah kehidupan, maka fakta yang dihadapi adalah kita menyadari tidak sanggup mengangkat (menanggung) masalah yang besar. Itu membuat kita putus asa dan tidak berdaya (sanggup). Tetapi Tuhan mengajar kita untuk mengandalkannya. Ketika Musa dipanggil untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, ia menyadari dirinya terbatas dan merasa rendah diri untuk berbicara pada Firaun dan tua-tua Israel.  Sehingga ia berkata,”Tuhan jangan aku, pilih yang lain. Aku tidak pandai bicara dan berat lidah” Musa merasa tidak sanggup. Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN?  Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan."  (Kel 4:11-12). Ketika Musa menyadari dirinya tidak pandai bicara. Tuhan mengajar Musa, “Jangan lihat dirimu. Jangan lihat tugasmu yang begitu berat tapi lihatlah Aku yang sanggup bicara kepada Firaun”. Rasul Paulus berkata, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.   Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Fil 4:12-13) Rasul Paulus menghadapi masalah dengan tidak tanggung-tanggung. Masalah apa yang tidak sanggup untuk diatasi? Rasul Paulus dalam pelayanannya mengalami penderitaan dan kesulitan yang sangat. Ia dilempar baru, mengalami kapal tenggelam, tidak tidur, mengalami kelaparan, dirajam, dipukuli dan dihukum, bahkan ingin dibunuh tetapi Rasul Paulus berkata “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”.
Dalam Maz 23:1-4 Daud mengatakan TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;   Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.   Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Daud tahu, pemeliharaan dan penjagaan Tuhan dalam hidupnya.
Yesaya 40:27-31  Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?" Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.  Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.   Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung,  tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah. Ayat ini  ditulis saat bangsa Israel ada di negara lain menjadi tawanan. Dalam kesulitan mereka berkata, “Hidup kami tersembunyi dan hak kami tidak diperhatikan Tuhan.” Mereka berteriak, seolah-olah Tuhan tidak peduli pada mereka.  Dijawab, “TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu.” Bangsa Israel diajar Tuhan. Bangsa Israel pernah menjadi tawanan di Mesir tetapi Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir dengan memberi tulah kepada bangsa Mesir. Bangsa Israel yang sedang tertawan mendengar bahwa Allah itu adalah Allah yang besar. Kalau Allah mengatakan maka Ia mewujudkannya.

Pertanyaannya : mengapa waktu kita menghadapi masalah yang genting, kita sulit mempercayai Allah?
1.    Kita mengira Tudah tidak peduli dan berdaya (sanggup). Seringkali kita melihat Tuhan seperti seorang manusia. Ketika sakit pilek kita pergi ke dokter karena kita yakin dokter sanggup sembuhkan. Sedangkan bila sakitnya berat, dokter mungkin tidak sanggup menolong. Kita melihat Tuhan dengan kacamata demikian. Padahal baik sakit bisul ataupun kanker, Tuhan sanggup menolong. Tuhan bahkan sanggup membelah Laut Teberau! Ketika tidak berdaya, seringkali kita katakan bahwa Tuhan itu terbatas.

2.  Kurang sabar  Waku kita bukan waktunya Tuhan. Seharusnya bila kita mengikuti Tuhan ada jalan keluar. Kta harus menghahapi masalah dengan sabar. Seperti ketika Yusuf dijanjikan Allah menjadi orang besar, ia harus menjadi budak dan tertawan (masuk penjara) terlebih dahulu. Biarlah saat menghadapi masalah, kita bersandarkan waktunya Allah. Demikian juga dengan Abraham yang baru memiliki anak saat usianya sudah 100 tahun. Jadi kita harus sabar. Dia bersama kita menghadapi masalah dan memberikan kita kekuatan baru untuk menanggungnya. Ada jalan keluar untuk masalah-masalah kita (seolah udara segar). Kita punya Tuhan yang lebih besar dari semua masalah kita. Saat memohon kepada Tuhan, kita mendapat kekuatan yang baru. Menurut ukuran manusia, mungkin kita sanggup mengangkat dan menghadapi masalah. Tetapi kalau Tuhan memberi kekuatan, kita akan disanggupkan. 

No comments:

Post a Comment