Sunday, July 17, 2016

Jadilah Ahli Waris Rohani


Ev. Susan Kwok

2 Tim 1:3-5
3  Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.
4  Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.
5  Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

Maz 78:1-8
1 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan mulutku.
2  Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala.
3  Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami,
4  kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.
5  Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka,
6  supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka,
7  supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya;
8  dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah.

Pendahuluan

                Ada sebuah lelucon yang mungkin terjadi dalam kehidupan yang nyata. Lelucon ini mengisahkan tentang wawancara seorang mahasiswa UI dengan seorang pengemis. Seorang mahasiswa baru (maba) terlihat sedang asyik berbicara dengan seorang Pengemis di sebuah halte bus di depan kampus Universitas Indonesia ( UI ) Depok.
Mahasiswa         : "Sudah lama mengemis di sini Pak ?"
Pengemis            : "Kurang lebih sudah 30 tahun , Nak!"
Mahasiswa         : “Wah, Bapak senang dengan pekerjaan mengemis di sini ya?”
Pengemis            : “Ya, bagaimana lagi? Saya sudah tidak punya pekerjaan lain”.
Mahasiswa         : "Sehari biasanya dapat uang berapa Pak ?"
Pengemis            : "Lumayanlah untuk keluarga..."
Mahasiswa         : “Memang Bapak  punya anak berapa?”
Pengemis            : “Ada 3”
Mahasiswa         : “Apakah dengan mengemis bisa membiayai ketiganya?”
Pengemis            : “Oh bisa”
Mahasiswa         : "Ngomong-ngomong anak Bapak ada di mana ?"
Pengemis            : "Yang ke-1 di UGM Yogja , yang ke-2 di ITB Bandung dan yang ke-3 di IPB Bogor..."
Mahasiswa         : “Wah hebat ya anak Bapak. Di sana jadi apa?Jadi dosen, dekan atau administrasi?”
Pengemis            : ”Oh tidak. Ya semuanya jadi pengemis seperti saya”
Mahasiswa         : "????!!???"

Jadi menurut pengemis ini tanda sukses adalah menjalani profesi seperti yang dilakukannya. Prinsipnya :  “Anak akan menjadi orang yang berhasil kalau ia melakukan pekerjaan sesuai dengan pekerjaan, harapan dan cita-cita orang tua”. Kalau pekerjaan orang tua seorang dokter, maka anak-nya juga harus menjadi dokter dan menganggap pekerjaan lain tidak sebaik pekerjaan dokter. Demikian juga anak seorang pengusaha yang diharapkan meneruskan usaha orang tuanya. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Itu sebabnya orang tua sibuk dan berusaha mewujudkan impiannya. Itu tidak salah. Yang salah, kalau kita kembali ke tema kita “Jadilah Ahli Waris Rohani”. Warisan yang ini seringkali dilupakan. Harapan dan cita-cita dalam hal materi penting namun jangan melupakan warisan yang bersifat rohaniah yang tidak kalah penting-nya.

Warisan Hal-Hal Rohani

                Orang tua tentu tidak bisa begitu saja menjadikan anaknya seperti yang diinginkan tanpa menanamkan pondasi yang baik.  Orang tua tidak mungkin bisa memberikan rumah atau perusahaan yang bagus tapi tidak bisa dikelola dengan baik. Tanpa dasar yang baik, pengajaran yang kokoh, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai tidak mungkin anaknya melanjutkan dengan baik. Orang tua yang takut akan Tuhan tidak boleh melupakannya. Setiap orang Kristen yang sudah dewasa baik yang sudah punya anak atau tidak atau hanya punya keponakan mempunyai tugas untuk mewarisi hal-hal rohani dari Bapa. Itu sebabnya dalam perikop 2 Tim 1:3-5 (Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.  Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.   Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu) Rasul Paulus memuji Timotius “Setiap kali terkenang akan pelayanan dan airmatamu, saya ingin bertemu denganmu.” Di dalam diri Timotius yang masih sangat muda, Rasul Paulus melihat ada sesuatu yang luar biasa baik. Pelayanannya yang murni dan hati yang berbelaskasihan kepada orang-orang yang belum percaya sampai Timotius meneteskan air mata. Bagaimana bisa ada anak muda seperti dirinya?

Membandingkan ayat 4-5 dengan kondisi anak muda sekarang berbeda. Masa kini sedikit sekali orang yang kagum melihat karakter, kepribadian dan kerohanian. Jarang ada pemuda seperti yang dikatakan Rasul Paulus di atas. Yang ada sekarang justru kebalikannya. Anak muda yang identik dengan kekuatan, daya kreativitas yang tinggi, sesuatu yang luar biasa, sepertinya tidak punya kesan dan pengaruh apa-apa. Malah dunia atau orang-orang generasi di atasnya, melihat anak muda sekarang anak muda yang ingin mudahnya saja dan hura-hura. Anak muda yang tidak fokus di dalam pekerjaan dan pelayanan. Saat bekerja atau melayani malah ada yang bermain Pokemon dan games lainnya. Anak muda yang tidak menitikkan air mata ketika melihat orang lain gagal atau melihat jiwa-jiwa yang belum  mengenal Kristus dan hidupnya ingin bersenang-senang tanpa berpikir panjang. Namun sebagai orang tua tidak bisa menyalakan anak itu sepenuhnya. Mengapa orang tua tidak mengajar dan mendidik mereka dan menunjukkannya dalam perbuatan dan tingkah laku? Seperti Rasul Paulus menunjukkannya dengan perbuatannya di samping  mengajar dengan perkataan. Rasul Paulus memuji  iman Timotius seperti juga iman neneknya Lois dan ibunya  Eunike (ayat 5). Di ayat ini tidak disinggung tentang ayahnya yang mungkin saja sudah meninggal. Orang-orang dewasa bukan mendidik agar secara fisik sehat , secara akademis pintar tapi agar anak-anak muda memiliki kerohanian yang baik dalam hidupnya. Itulah pondasi yang diberikan nenek dan ibu Timotius. Rasul Paulus melihat keluarga inti Timotius yang luar biasa dan memberi warna kehidupan pada Timotius.

                Bagaimana keluarga inti sekarang mempengaruhi kemampuan anak dalam bidang akademi dan fisik? Dalam hal ini mungkin baik. Walau tetap harus diwaspadai. Akhir-akhir ada berita tentang vaksin palsu yang telah beredar sejak 13 tahun lalu (dari 2003) sehingga membuat orang tua menjadi khawatir. Karena secara prinsip orang tua pasti ingin memberikan anak-anaknya yang terbaik. Tetapi pernahkah orang tua dengan sungguh-sungguh menyuntikkan hal-hal rohani kepada anak-anak? Biasanya hal-hal rohani hanya terjadi kepada diri anak-anak secara alamiah dan tidak disengaja. Di sini orang tua sering alpa.

Pengajaran Asaf

Mazmur  78 merupakan nyanyian pengajaran dari Asaf. Asaf bersama Heman dan Yedutun merupakan 3 kelompok orang yang membawahi bidang ibadah di Israel saat itu. Yang cukup terkenal adalah Asaf karena ia adalah kepala paduan suara. Paduan suara penting karena puji-pujian menyatakan kehadiran dan kekuatan Allah. Asaf mewarisi kerohanian Gerson, ayahnya yang berasal dari  keturunan orang Lewi. Warisan iman dan pelayanan di keluarga ini dilakukan secara turun temurun hingga akhirnya dipegang oleh Asaf dan anak-anaknya. Maz 78:1-2 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan mulutku. 2  Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala. Pada perikop ini, Asaf  dengan sengaja memberi pelajaran kepada generasi di bawahnya. Ia seakan-akan berkata, “Hai generasi di bawahku, dengarkan dan sendengkanlah telingamu pada pengajaran tentang Allah. Aku mau mengajarmu. Aku mau meluangkan waktu mengajarmu. Aku ingin sungguh-sungguh memberi pengetahuan rohani kepadamu. Aku mau bayar harga untuk memberi pengajaran kepadamu tentang apa yang telah kuperbuat.” Hari ini berapa banyak orang yang sungguh-sungguh meluangkan waktu untuk mengajar generasi yang ada di bawahnya? Yang terjadi hari ini orang (terutama orang kota) mengatakan, “Aku tidak punya waktu untuk mengajar hal-hal rohani kepada anak-anak.”

                Ayat 3-5, Asaf mengatakan Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami,  kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. 5  Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka. Asaf ingin menceritakan apa yang sudah didengarnya seperti ia juga mendengarnya dari nenek moyang dan sekarang ia mau mengajarkannya kepada generasi di bawahnya. Seharusnya kita belajar bahwa  Adam mewarisi dosa dan kemurkaan Allah dan seharusnya saat itu selesai hidup manusia. Tetapi Kristus yang adalah Adam rohani mewarisikan iman yang harus kita warisi kepada generasi di bawah kita. Tanggung jawab sebagai orang yang menerima warisan rohani tidak hanya diam tetapi “Aku sudah menerima warisan rohani dan aku mau mengajarkannya kepadamu.: Ayat 6-8 Asaf mempunyai tujuan agar Allah dikenal oleh angkatan yang kemudian. Anak-anak yang lahir menceritakannya kepada anak-anak yang lahir nantinya sehingga tidak putus dan mandeg. Tidak ada jarak antara satu generasi dengan yang lainnya. Maka orang dewasa harus menceritakannya. Jangan sampai kita menganggapnya tidak penting. Saya sering minta agar jemaat membaca Alkitab agar kita mewariskan apa yang Tuhan ingin kita wariskan yaitu supaya Allah dikenal dan anak-anak kita percaya dan memegang perintah-perintahNya (ayat 7) karena Asaf tahu bahwa dunia semakin lama semakin jahat dan tidak mengenal Allah. Maka warisan rohani harus ditanamkan pada generasi berikutnya.

Lirik lagu “Bagi Tuhan Tak Ada yang Mustahil” mengatakan :

Ku yakin saat Kau berfirman
Ku menang saat Kau bertindak
Hidupku hanya ditentukan oleh perkataanMu

Ku aman karna Kau menjaga
Ku kuat karna Kau menopang
Hidupku hanya ditentukan oleh kuasaMu

Reff:
Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
MujizatNya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkanNya

Saat menyanyikannya, apakah kita bersungguh-sungguh? Saat menyanyi terkadang saya merasa ngeri (apakah benar apa yang kita nyanyikan). Ada singer dan pemusik yang merasa kata-katanya bermakna terlalu dalam. Menurutnya, “Belum tentu kita bisa melakukannya.” Jadi setiap baris syairnya kita tambahkan dengan kata: “Benar?” Banyak orang tua yang malah mewarisi kebencian misal karena diperlakukan tidak adil oleh anggota keluarga yang lain. Padahal saat bernyanyi mengucapkan kata-kata : “Kudiangkat dan dipulihkanNya.” sehingga yang diwariskan adalah hati yang dipenuhi kebencian. Ayat 8 mencatat, “dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah. Pada ayat ini dikatakan sebagai “angkatan yang tidak setia jiwanya”. Asaf ingin generasi hari ini belajar dari generasi sebelumnya. Karena biasanya kalau sudah  makmur dan sibuk sedikit maka ia melupakan Tuhan. Asaf ingin generasi yang tetap hatinya.

Penutup

                Pertanyaannya sekarang : Apa yang kita wariskan? Apa yang kita pentingkan selain warisan uang, nama, asuransi (kesehatan dan pendidikan) atau tabungan? Apa kita mewariskan hal rohani sama pentingnya seperti hal-hal jasmani? Perjalanan hidup kita akan memperlihatkan apakah kita menghargai atau tidak warisan rohani. Amin. 

No comments:

Post a Comment