Sunday, June 5, 2016

Anakmu = Tiruanmu


Ev. Susan Kwok

Kej 19 (Lot dan kedua anaknya) : 31,34-36
31  Kata kakaknya kepada adiknya: "Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi.
34  Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: "Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita."
35  Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun.
36  Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka.

Ulangan 6:4-7
4   Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
6  Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
7  haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

2 Tim 3:2
Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,

Pendahuluan

                Dalam buku “Selamat Menabur”,  Pdt. Dr. Andar Ismail menceritakan tentang seorang anak yang lari tergopoh-gopoh memohon pendetanya untuk datang ke rumah dan mendoakan yang sakit. Karena mendengar ada yang sakit, maka sang pendeta dan anak itu segera pergi. Setibanya di tempat yang dituju, sang pendeta agak kecewa sebab ternyata yang sakit itu bukan manusia tetapi seekor kucing. Pendeta itu agak kesal dan merasa dipermainkan oleh anak kecil. Masa kucing sakit saja harus memanggil pendeta? Tetapi sang pendeta tentu tidak ingin mengecewakan sang anak. Apalagi dia diminta untuk mendoakan kucing kesayangan sang anak. Oleh sebab itu, sang pendeta menghampiri kucing yang sedang terbaring sakit dan berdoa,”Hai kucing, kalau kamu mau hidup, hiduplah; kalau kamu mau mati, matilah. Amin.” Setelah sang pendeta selesai mendoakan kucing kesayangannya, sang anak merasa senang sekali. Rupanya doa sang pendeta itu “manjur”. Beberapa hari setelah didoakan, kucing tersebut sembuh. Dan sebagai tanda terima kasih kepada sang pendeta, anak itu membuat sebuah gambar yang bagus. Sang anak kemudian pergi ke rumah sang pendeta untuk memperlihatkan gambar hasil karyanya. Setibanya di rumah pendeta, ternyata rumahnya sepi dan sunyi. Si anak mengetuk pintu beberapa kali. Kemudian terdengar suara sang pendeta yang agak lemah karena ia sedang sakit. Bertanyalah anak itu, “Bolehkah saya masuk sebentar Pak Pendeta?” Sang pendeta menjawab, “Tentu saja. Anakku, silahkan masuk!” Setelah masuk , sang anak berkata, “Pak Pendeta , ini saya membawa sebuah gambar karya saya sendiri. Gambar ini untuk Pak Pendeta sebagai ucapan terima kasih karena kucing saya telah sembuh berkat doa bapak. Si pendeta pun senang menerima gambar itu dan mengucapkan terima kasih. Namun sebelum pamit pulang, sang anak bertanya, “Pak Pendeta bolehkah saya berdoa untuk Bapak yang sedang sakit? tanya sang anak dengan polosnya. ” Oh tentu saja boleh, anakku”, jawab pendeta itu. Maka dengan penuh kesungguhan berdoalah anak itu,”Hai Bapak Pendeta, kalau kamu mau hidup, hiduplah; kalau kamu mau mati, matilah! Amin.” Hati pendeta itu tertemplak dan tertegur. Anak ini dengan cepat belajar dari apa yang dia lihat dan dengar, sehingga ia sadar bahwa ia telah memberi contoh yang buruk.



Anak Belajar dari Lingkungan (termasuk Orang Tua),  Membentuk Kebiasaan dan Nantinya Sulit Berubah
               
Anakmu adalah tiruanmu. Jadi jangan marah bila ada orang yang mengatakan, “Kamu mirip Ibu atau Ayahmu” karena memang benar seperti itu. Misalnya : cara berjalan atau cara bicaranya sama. Ada bapak yang suka makan di warteg (tidak suka makan di restoran). Setelah masuk warteg, ia akan mengangkat kaki dan makan langsung dengan tangan (tidak memakai sendok). Menurutnya dengan cara makan seperti itu terasa nikmat sekali. Sedangkan bila makan di rumah walaupun di meja makan ada gelas kristal dan dihidangkan anggur rasanya tidak nikmat. Jadi yang nikmat makan dengan kaki diangkat dan pakai tangan. Kalau ia punya anak, tidaklah mengherankan bila anaknya akan meniru makan seperti bapaknya karena sang anak melihat tanpa diajar. Karena melihat bapaknya setiap hari demikian, maka jadilah anaknya seperti itu. Anak-anak usia dini banyak sekali meniru lingkungannya terutama orang tuanya dan orang yang dekat dengannya. Sehingga lebih baik mengajar hal-hal yang baik kepada anak-anak sejak dini. Berilah yang baik untuk didengar dan dilihat sebelum pengetahun tidak baik masuk. Anak dari kecil memperhatikan keluarganya. Bila seorang anak menjadi pembohong, maka kemungkinan ia tumbuh dalam lingkungan orang-orang yang biasa berbohong. Bergaul dengan orang-orang yang berbohong akan membentuk kebiasaan berbohong pada anak-anak dan setelah kebiasaan berbohong terbentuk, maka kebiasaan ini akan susah ditinggalkan dan diubah. Selanjutnya jangan-jangan sesudah beranjak besar, ia tidak tahu bahwa berbohong itu salah karena ia melihat sendiri sewaktu berbohong , ayahnya tidak mengalami kejadian yang buruk. Sehingga ia pun senang berbohong. Ini berbahaya. Sejak kecil sampai dewasa , orang tua harus mewanti-wanti anak-anaknya. Kalau orang tua mengumpat (omong kotor) maka anak-anak kecil akan menirunya. Sampai besar ia akan susah mengubah kebiasaan berkata-kata kotor. Masalahnya orang bukan tidak bisa berubah , tetapi anak kecil dengan cepat meniru dan lama-lama menjadi kebiasaan yang terus terbawa sampai dia dewasa.
                Pada usia sekolah, pengaruh orang tua mulai memudar dan ia mulai mencari jati diri. Saat itu ia akan meniru teman-teman sebayanya, tidak peduli apakah baik atau tidak. Yang penting apa yang temannya perbuat akan diikuti sehingga di rumah orang tua harus waspada. Semakin anak bertumbuh dewasa, ia semakin sedikit menyerap pengaruh dari orang tua. Saat ia bekerja dan menjadi karyawan, ia akan melihat bos-nya.  Bila bos-nya rajin maka dengan sadar ia akan meniru hal-hal yang baik darinya. Itu sebabnya pada Yoh 13:15  Tuhan Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk mengikuti teladanNya (sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu). Tuhan Yesus sudah memberikan begitu banyak contoh dan harusnya sebagai orang percaya kita harus menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16).

Peran dari Orang Tua Kristen

                Sebagai orang tua Kristen , kita harus benar-benar waspada atas apa yang dipelajari anak-anak bahkan dan cucu-cucu kita. 2 Tim 3:2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama. Di sini, Rasul Paulus mengingatkan Timotius banyak hal tentang pengajaran sesat dan lainnya. Ia mengingatkan bahwa pada akhir zaman ini akan terdapat lebih banyak kesukaran dan manusia akan mencintai diri sendiri (ego sentris), manusia membual dan berbohong. Manusia  biasa berbohong di mana-mana (gereja, tempat kulaih, sekolah,  tempat pekerjaan) dan  dengan siapapun (istri, anak, mantu dan lainnya). Pada masa yang sukar ini maka anak akan suka berontak kepada orang tua mulai dari hal kecil sampai hal besar. Ia tidak mengindahkan perkataan orang tuanya bahkan melakukan hal-hal yang bertolak belakang dari perkataan mereka. Sekarang terjadi banyak tindakan kriminal seperti perkosaan dan pembunuhan. Pelakunya  pasti mendapat pengaruh buruk yang dilihatnya saat ia masih kecil. Rasul Paulus mengingatkan  ada pengaruh (spirit) zaman yang buruk yang harus diwaspadai dalam konteks keluaga. Spirit zaman ini membuat orang tua Kristen tidak melakukan peran yang sesungguhnya. Peran orang tua sebagai mandataris Allah sudah mulai bergeser. Slogan dan ilmu yang mengatakan bahwa anak harus menjadi teman dan sahabat, sebenarnya merupakan suatu pendekatan yang betul di satu sisi. Itu hanyalah cara komunikasi. Tetapi sebagai mandaratis Allah, orang tua harus punya wibawa dan otoritas yang jelas (tidak arogan tetapi berwibawa). Jadi harus ada suatu hirarki di mana orang tua statusnya sebagai orang tua dan anak sebagai anak. Perhatikan perkembangan ilmu sekarang yang muncul di media masa mengatakan “Jangan menggunakan kata ‘jangan’ atau ‘tidak’ kepada anak”. Apakah bisa mengajari anak bila tidak menggunakan kata “jangan” atau “tidak” dan hanya menggunakan kata “sebaiknya’ atau “bisakah kamu”? Di Alkitab dikatakan banyak digunakan kata  “jangan” dan “tidak boleh” asal menggunakannya dengan tepat dan hati yang mau mendidik. Tidak semua kata jelek, jadi permasalahannya bukan pada kata itu.
                Apa yang ditulis dalam Alkitab terkadang sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan macam-macam. Contoh yang dapat dibaca  pada Kitab Amsal 1-31, Kolose, Efesus. Spirit zaman yang mulai mau menggeser sehingga ketika anak berontak ke ortu tidak serta merta terjadi. Orang tua kaget karena dulu waktu kecil anaknya baik-baik saja, lalu sekarang mengapa mereka memberontak? Bila terjadi begitu, cobalah pikir dan evaluasi cara mendidik dan memberi contoh bagaimana? Ada ilustrasi tentang cara bagaimana ayah mendidik anaknya. Ada seorang ayah yang berkata kepada anaknya, “Anakku janganlah merokok!” sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Mendengar nasehat ayahnya yang bertentangan dengan perbuatannya sendiri, apa yang ada di pikiran sang anak?  Anak ini walau diminta jangan merokok tetap saja merokok, apalagi diperhalus dengan pernyataan “sebaiknya jangan merokok” karena prioritas dan contohnya tidak ada. Dia menyuruh anaknya tapi ia sendiri tidak mau melakukan , di mana wibawa dari apa yang dikatakannya? Ada juga orang tua yang berkata kepada anaknya yang sedang tidur, “Bangun! Hari ini kamu kan pergi ke gereja!” lalu ia sendiri pun tidur kembali. Jadi anaknya disuruh sendirian pergi ke gereja . Mungkin anaknya kemudian pergi ke luar tapi tidak ke geraja. Spirit zaman sekarang :  anak memberontak kepada orang tua.
                Yang terjadi pada keluarga Lot pada Kejadian 19 sangat memprihatinkan. Anak-anaknya pasti melihat contoh yang buruk sebelumnya. Ketika Lot dalam masa mudanya dibawa ke dekat Betel oleh pamannya Abram dan kemudian mereka berdua bersama-sama berusaha dan menjadi kaya. Tetapi negeri itu tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak, sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama.   Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot. Waktu itu orang Kanaan dan orang Feris diam di negeri itu.   Maka berkatalah Abram kepada Lot: "Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat.  Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." (Kej 13:6-9). Ini baik. Pada umumnya manusia akan memilih hal-hal yang menguntungkan dirinya. Abraham mengajarkan sesuatu yang luar bisa, tapi Lot tidak memahami. Lot menggunakan prinsip aji mumpung. Ia memilih lembah yang subur dan makmur. Berarti bagian yang kurang subur dan makmur menjadi milik Abram. Lot mau memilih yang bagus untuknya , mumpung disuruh pilih duluan oleh pamannya. Akhirnya anak-anak Lot juga hidup di dalam cara berpikir orang tuanya. Aspek yang dipertimbangkan dalam hidup Lot adalah ekonomis dan materi.  Setelah  Sodom dan Gomora dibumihanguskan, kedua anaknya merasa sedang menghadapi masalah. Kej 19:31-32  Kata kakaknya kepada adiknya: "Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi.   Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita."  Bila hal ini terjadi sekarang maka beritanya akan masuk televisi. Secara logika, seharusnya kalau tidak ada laki-laki, maka turunlah ke desa-desa dan mencarinya di sana. Zaman sekarang ada bapak yang meniduri anaknya sedangkan zaman  dulu ada anak yang meniduri bapaknya untuk mendapat keturunan. Sepertinya permasalahan anaknya ini mendapat solusi dan Tuhan menjawab. Namun terbukti di kemudian hari, bangsa Amon dan Moab yang menjadi keturunannya terus menjadi biang kerok dan bermusuhan dengan bangsa Israel.

Membesarkan Anak Bukan Secara Alamiah

                Banyak anak dibesarkan dengan alamiah secara turun temurun. Apa yang dilakukan oleh orang tua dilakukan juga oleh anak-anaknya dan tidak boleh berubah-ubah. Sering orang tua mendidik anak seperti itu. Ulangan pasal 6 memberikan kita pemahaman bahwa mendidik anak atau hidup dalam keluarga yang mau memuliakan Tuhan maka pendidikan, pengaruh dan perkembangan itu tidak boleh terjadi secara alamiah, turun temurun tanpa dipikirkan. Harusnya cara mendidik anak dipikirkan, dikondisikan dan direkayasa sedemikian rupa maunya sepreti apa. Bagi yang mau menikah harus sudah memikirkan rumah tangga yang dibangun tidak boleh berjalan secara alamiah tapi dikondisikan dari awal. Di dalamnya ada perjuangan. Ulangan 6:7  haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.  Mendidik anak tidak boleh dilakukan secara alamiah. Allah mendidik bangsa Israel lewat Nabi Musa yang mengatakan,” Dengarlah, hai orang Israel (Shema Yisrael)!” (Ul 5:1, 6:3-4, 9:1, 20:3, 27:9).   Banyak kali Allah meminta Israel untuk mendengar (shema) suaraNya, “Dengarkan apa yang Aku katakan dan perbincangkan.” (Kalau sedang sibuk, berhentilah dan dengar apa yang Aku sampaikan dan inginkan). Ketika musa berkata, “Dengarlah hai Israel!”  maka segala kesibukan itu harus berhenti. Orang Israel harus menyediakan waktu untuk mendengarkan apa yang Tuhan inginkan.
                Ulangan 6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu Ayat 5 ini  seperti kredo. Segala sesuatu harus mulai dari Tuhan. Bagaimana mungkin membangun rumah tangga tanpa mengasihi Tuhan? Mengasihi Tuhan tidak bisa terjadi secara alami (begitu saja). Jangan mentang-mentang keluarga Kristen maka tidak waspada sehingga ada istri yang selingkuh, suami kawin lagi, anaknya nakal karena Tuhannya tidak jelas. Siapa Tuhan itu bagi ayah dan ibu? Siapa yang kita ajarkan kepada anak? Ada yang berprinsip “Yang penting anak ke gereja, yang lainnya tidak tahu.” Ul 6:6  Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan. Haruslah kamu memperhatikan perintah Tuhan (ayat 6) dan mengajarkannya (ayat 7). Itu bukan sekedar untuk memenuhi otak kita. Ibarat memperhatikan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan kesalahan. Jadi jangan kamu tidak perhatikan melainkan perhatikan saja agar tidak sampai menyimpang. Walau tidak menyimpang dengan berhenti saat lampu merah, bisa saja ditabrak kendaraan dari  belakang karena adanya kesalahan manusia (human error) apalagi kalau tidak ada waktu memperhatikan.

Penutup


                Manusia modern sekarang seringkali menganggap Alkitab sudah kuno dan usang untuk mendidik anak. Hati-hati dengan pandangan ini karena Alkitab mencatat agar mengajarkan berulang-ulang. Jadi ada proses yang panjang dalam mengajar anak. Itu membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Tidak ada mental instan di Alkitab. Membangun rumah tangga tidak bisa instan. Kalau kita semua serba instan, suatu kali kita terpuruk dan kaget karena kita tidak mau bayar harga untuk duduk dengan anak kita, membangunkan anak kita karena harus membaca Alkitab, sekolah atau yang lainnya. Oleh sebab itu , jikalau kita tidak memberi satu perhatian yang khusus maka anakmu = tiruanmu. Kalau engkau berikan yang jelek, ia akan meniru jauh lebih jelek laigi. Bila engkau membuat 1 kejahatan  maka ia bisa membuat 10 kejahatan tanpa perlu diajari yang 9 lainnya. Sebagai orang tua, kita harus sungguh-sungguh dalam mendidik anak. Mengusahakan hidup keluarga tidak boleh alamiah, namun harus dikondisikan sesuai firman Tuhan.

No comments:

Post a Comment