Wednesday, June 8, 2016

Kesaksian Lydia Nursaid



Berikut kesaksian Ibu Lydia Nursaid yang datang ke GKKK Mangga Besar 5 Juni 2016 (Minggu) untuk memberikan persembahan pujian dan kesaksian hidupnya. Kesaksian ini sudah dikombinasi dengan kesaksian dan data yang ada di internet, sehingga tidak sepenuhnya disaksikan tanggal 5 Juni 2016. Kiranya kesaksiannya dapat menjadi berkat bagi seluruh saudara seiman untuk boleh memberitakan Injil.

Saya  lahir dari keluarga campuran. Bapak campuran antara Padang (Sumatera Barat) – Arab - Italia dengan nama Mohamad Said Bawasir dan Ibu Hasnur orang Madura (Jatim). Bapak saya seorang anggota TNI. Setelah masuk tentara namanya menjadi Said Kelana.  Kami hidup dalam lingkungan yang biasa dididik “secara militer” dengan kedisiplinan yang tinggi. Sejak kecil saya beserta dengan saudara  diarahkan  menjadi seorang yang taat kepada agama yang kami anut sekeluarga. Kami sekeluarga memiliki keyakinan, bahwa agama kamilah yang benar dan   diberkati Allah.

Saya juga terlahir dari keluarga musik. Bapak dikenal sebagai seniman musik yang konsisten di jalur R&B. Sebelum dikenal sebagai penyanyi solo, saya bergabung dengan saudara-saudara dalam band keluarga, The Big Kids dan pernah berduet dengan adik saya, Imaniar. Selain itu adik saya Iwang Noorsaid juga berkecimpung di dunia musik mengambil aliran mainstream jazz, dan adik laki-laki saya yang lain Inang Noorsaid terkenal sebagai drummer yang pernah bergabung dengan kelompok Band Emerald yang beraliran jazz dan God Bless yang beraliran rock. Dari enam anak-anak Said Kelana--Idham, Irommy, Lydia, Imaniar, Inang dan Iwang--, kini praktis hanya Niar, Iwang dan Inang saja yang masih terjun di dunia musik komersial.

Nama Lydia meroket setelah berduet bersama Imaniar tahun 1986 dan berhasil mencetak album hits. Selepas duo itu bubar, Lydia dan Imaniar masing-masing sibuk dengan karir solonya. Setelah sempat menjadi vokalis tamu di album Karimata, akhirnya saya merilis album solo pertamanya dengan judul Lupakan Segalanya. Musisi-musisi kelas atas saat itu seperti Youngky Soewarno, Addie MS, James F. Sundah dan Chandra Darusman membantu menciptakan aransemen yang pas. Tidak begitu berhasil, tapi sempat menjadi radio hits.

Suatu kali saya menghadiri sebuah acara pemakaman. Saat menguburkan orang yang meninggal dalam agama kami dikatakan, “Semoga arwahnya diterima sesuai amal ibadah-nya” sedangkan  di sebelahnya ada kuburan orang Kristen yang pada nisannya bertuliskan “RIP (rest in peace) telah dipanggil oleh Bapak di sorga”. Dalam hati saya berkata, “Jadi orang Kristen enak karena saat meninggal dipanggil Bapak di sorga”. Kalau di agama saya belum tentu masuk sorga walau setiap hari rutin menjalankan sholat. Seperti saya, setiap pk 5 pagi saya sudah bangun. Pk 6 ustad datang untuk mengajar saya mengaji.

Saat menginjak remaja, saat itu saya selalu “mendoktrin” pacar saya, agar masuk dalam agama yang saya anut. Namun, saat saya  berusaha mempengaruhinya, justru pada akhirnya  saya terbawa arus dan mengikuti Yesus Kristus.  Tuhan Yesus telah menangkap saya. Dan bersama pacar,  saya dibaptis di salah satu gereja di Kota Jakarta. Awalnya pacar saya itu orang Kristen yang suam-suam. Tetapi sejak saat itu kami mulai aktif dalam beribadah.

Suami saya keturunan Tionghoa bernama Yongki D. Ramlan (menikah 14 Februari 1988). Waktu berkenalan saya belum tahu agamanya, namun akhirnya saya tahu papanya Budha dan mamanya Kong Hu Cu. Saya yang dari muslim saja mau menerima Yesus, belakangan ia juga menerima Yesus dan dibaptis  bersama-sama dengan saya. Cara Tuhan ajaib. Sekali tangkap 2 jiwa sekaligus. Sekarang ia hampir menyelesaikan tesis S2 Teologia di Tiranus Bandung. Kami melayani di mana-mana sebagai penginjil.  Saya menikah tanpa setahu orang tua saya pada tanggal 14 Februari 1988.

Papa saya tahu kekristenan saya dari berita pernikahan saya di surat kabar. Yang meliput berita pernikahan  itu adalah artis yang menjadi wartawan. Seperti juga Asmiranda dan Jonas, anaknya Idris Sardi ketahuan dari Kristen karena media massa. Papa saya juga tahu saya menikah dari surat kabar “Lydia Nursaid menikah”. Tapi ia melihat saya pemberkatan nikah di gereja bukan di KUA. Saya dicari , rumah saya diketahui padahal 3 tahun saya pergi tidak dicari tetapi sekarang ditangkap dan digebuki. Babak belur. Papa saya ambil samurai. Suami saya yang baru 1 minggu menikah, tidak boleh ikut.

Bapak saya tentara, keras. Waktu mengetahui saya jadi Kristen, ia yang lebih dulu marah. Di keluarga saya banyak mualaf , semua agama masuk muslim. Sekarang saya dipanggil murtadin karena murtad. Waktu masuk dibacok, bapak saya berkata, “Lydia kau mati saya masuk penjara, tetapi saya tidak punya anak yang beragama Kristen” Waktu itu saya berkata, “Sekalipun mati saya tidak akan tinggalkan Yesus, karena saya tahu jalan satu-satunya masuk sorga hanyalah Yesus Krisuts.” Saya berani bicara seperti itu, karena ada ayatnya di Alkitab. Mereka tidak beriman pada Alkitab apalagi Inji. Kalau saya ditanya mereka, saya bisa jawab. Tetapi bapak saya murka dan papa saya minta saya berlutut, hitungan ketiga saya akan dibacok. Saya berlutut dan berdoa, “Tuhan kalau saya mati rumah saya di surga. Tetapi kalau hidup pertemukan saya dengan suami saya.” Baru seminggu pemberkatan sudah mau dibacok. Begitu berkata amin, bapak saya jatuh. GUBRAK. Bapak saya ditomplok paman saya. Saya lari ke lantai 3 ke kamar saya dan terjun dari lantai 3 dan terjun ke atap genteng tetangga. Saya jadi buronon 3 tahun ke Bandung dan Tasikmalaya. Yang saya lakukan adalah mengampuni dan mendoakan mereka. Saat datang ke rumah keluarga , datang tidak hari biasa karena bisa dibacok. Datangnya lebaran, karena saat itu datang tidak boleh bacok anak. Saya datangi dan diusir. Bapak saya berkata, “Kau bukan anakku, karena darahmu Kristen, kau kafir.”, Saya pergi baik-baik, tidak melawan tetapi tahun depan saya datang lagi. Seperti malam ini teraweh, puasa pertama, tidak boleh melakukan kejahatan karena saya lakukan dulunya.

Setelah lebih dari 2,5 tahun  mengarungi rumah tangga, saya mendengar kabar, bahwa ayah dan ibu hendak berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah. Namun, niatnya itu  diundur hingga dua kali. Dengan “tuntunan” Roh Kudus, saya memberanikan diri datang ke rumah orang tua. saya terus berdoa agar  mereka bisa  menerima saya kembali.

Saat kunjungan, ia mengatakan, “Kamu sudah saya gampari, datang lagi datang lagi.” Saya datangi bapak ibu saya. Dia bertanya,”Maumu apa?” Saya hanya berkata, “Abah dan umi mau pergi ke Timur Tengah mau apa?” “Iya, saya mau hapus dosa. Di sana rumahnya Allah” Saya hanya berkata, “Abah kalau mau hapus dosa bayarnya berapa?” Dia bilang,”Satu orang Rp 25 juta, dua orang dengan ibumu Rp 50 juta”.  “Abah, mau tidak yang gratis?” saya tawarkan.  “Saya mau” dia pikir mau dibayarin saya. Saya kenalkan nama Isa Almasih, dia berkuasa di bumi dan di surga. Dia mampu menghapus dosa manusia. Saya tunjukkan ayatnya di Alkitab mapun kitab kita. Bapak saya mengusir saya, “Cepat pergi sebelum saya berubah pikiran”. Buru-buru saya kabur daripada dibacok.

5 hari kemudian bapak saya datang. Suasana mendekati Idul Adha (lebaran haji). Ia bilang, “Yang kamu bilang betul. Kalau orang yang seperti saya mampu bayar sehingga bisa menghapus dosa sedangkan yang miskin sampai mati tetap berdosa.” Saya berkata dalam hati, “Dia tanya, dia sendiri yang menjawab.” Saya tidak mempengaruhi yang demikian keras karena kita menginjil dengan kasih. Melalui hidup dan perkataan kita saja. Ia berkata, “Lydia, kalau memang Isa Almasih bisa menghapus dosa saya, hari ini juga saya mau menjadi Kristen.” Saya tantang “Bisa! Kapan?”  Hari itu juga langsung saya ajak ke pendeta. Papa menerima  konseling, semacam katekisasi. Akhirnya bapak mau menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan   dibaptis. Perjalanan ibadah pun dibatalkan. “Saya bersyukur!” di saat-saat terakhir ayah saya mau menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan saya sungguh berbahagia menyambut pertobatan ayah,” katanya.

                Setelah bapak menjadi Kristen, ibu saya mengusirnya. Sebagai kompensasinya ibu naik haji 3 kali setiap tahun. Semua adik perempuan saya (termasuk Imaniar) sudah berhijab. Di Jakarta ada gereja Padang dan saya perkenalkan ke ibu saya. Setelah 23 tahun berdoa kemudian, barulah ibu saya dibaptis. Saat itu usianya sudah 76 tahun. Di Jakarta ada gereja Minang yang memakai bahasa Padang. Setelah usai ibadah, jemaat diajak nyanyi “Kampuang Nan Jauh Di Mato” (ciptaan A. Minos) agar jemaat mengingat orang-orang yang belum percaya di kampung halaman. Setelah masuk Kristen, ibu saya sekarang mengecat rambutnya. Bebas merdeka. Kalau dulu jadi haji, ia tidak boleh mengecat rambut karena tidak tembus air wudu (air sembayang). Sedangkan bapak saya setelah masuk Kristen , tertawa terus karena dosanya sudah diampuni.

                Abang paling besar (Idham), istrinya mantan Kristen karena mau kawin. Tapi abang saya ini dari Muslim jadi Kristen padahal istrinya sudah jadi Muslim. Demikian pula dengan anaknya (keponakan saya) sudah menerima Kristus dan dibaptis.

Saya mempunyai hati misi, karena keluarga saya sudah Tuhan selamatkan. Sebelum keluarga saya diselamatkan saya sudah pelayanan ke Kalimatan. Di sana, anak-anak jemaat disekolahkan dengan biaya dari islamic centre karena tidak ada sekolah Kristen di pedalaman sana. Saya datang membawakan Injil menguatkan iman mereka agar orang tua yang mualaf kembali. Saya pelayanan di pedalaman seperti di papua dan di  Toraja. Tidur di mana saja, tidak masalah yang penting Injil diberitakan. Di Kalimantan Barat daerah Amsangdarif. Daerah saya tidur di bawahnya ada kandang babi dan babinya mengorok. Jadi yang ngorok babi duluan. Hal ini karena pendeta tempat saya tinggal memelihara babi. Karena untuk kehidupan mereka tidak ada sawah. Untuk mandi di Kalimantan harus pergi ke Sungai Kapuas. Saat sedang menyikat gigi dan menyendok air tiba-tiba ada kotoran manusia lewat. Di NTT jalanannya hancur dan  mandi seminggu sekali di Sumba, NTT. Waktu mau KKR di Weiha tidak ada listrik. Sudah 24 tahun tidak ada listrik. Karena gelap, cahaya didapat dari pakai lampu mobil yang distarter. Waktu KKR anak-anak,  tidak ada ibu-bapaknya yang datang karena orang tua nya sudah muslim. Ini daerah Oekam, Onlasi, Kupangsoe. Waktu saya tanya siapa yang mau pendeta dan vikaris? anak-anak kecil itu maju. Ada anak kecil maju dan saya bertanya “Orang tua kemana?” Anak itu menggambarkan dengan tangan mereka bahwa ibunya sudah memakai jilbab agar dikasih rumah yang ada listrik. Dikasih gratis asal pindah iman. Rumah yang asli tidak ada listrik selama 24 tahun dan campur babi. Saya tanya mengapa om tidak pindah? Dijawab, “Buat saya Yesus lebih berharaga” Om ini tidak pindah rumah karena tetap pegang Yesus.


Kita punya Allah yang ajaib. Allah yang kita sembah, lebih dari segalanya. Itu yang saya alami. Saya yang jadi Kristen pertama kali di keluarga. Ini kesaksian hidup saya, true story. Keluarga yang mau bunuh dan bacok saya dan saya jadi buronan 3 tahun, tidak berani ke Jakarta. Tapi saya hidup untuk Tuhan, saya setia. Akhirnya saya boleh beritakan Injil. Keluarga bertobat satu per satu. Masih ada 4 saudara kandung saya yang belum terima Yesus. Ini yang menjadi pokok doa saya. Dengan Injil yang kita tabur, maka kita akan menuai jiwa-jiwa. Kita beritakan Injil, baik atau tidak baik waktunya. ... Saya mau ikut Yesus selama-lamanya, meskipun saya susah, saya mengikut Yesus selama-lamanya. Doakan pelayanan saya. Doakan keluarga saya dan penginjilan-penginjilan. Terima kasih.


No comments:

Post a Comment