Tuesday, June 14, 2016

Majid John Pria Iran Menemukan Kedamaian yang Ia Cari Selama Bertahun-tahun.


Dari : majalah Standard Februari 2015

Majid John mengalami kepahitan karena Revolusi Iran. Ia mencari kedamaian dengan berbagai cara, akhirnya ia menemukannya di dalam sebuah gereja. Berikut ini adalah kesaksiannya.

Virginia, 16 Mei 2013
Saya berusia 8 tahun ketika gejolak yang memicu Revolusi Iran tahun 1979 pertama kali terjadi. Sejak saat itu sampai saya berusia 16 tahun, pemerintah menewaskan delapan saudara dan saudari saya. Saya menyaksikan ini. Bahkan adik ipar saya, yang sedang hamil dua bulan, dibunuh, meskipun hukum agama secara tegas melarang membunuh seorang wanita hamil. Ibu saya dan adik perempuan lainnya di penjara.
            Dari usia 16 hingga 19, saya ditinggalkan sebagai satu-satunya pengasuh bagi ayah saya yang menderita penyakit Alzheimer. Selama masa ini Iran dan Irak mengalami konflik peperangan (1980-1988), dan saya juga kehilangan banyak teman saya karena pertikaian tersebut.
            Semua orang yang saya kasihi tewas terbunuh atau dibawa ke penjara. Saya tidak bisa memahami hal ini sehingga saya menjadi sangat marah.
            Saya lahir di Teheran, Iran, pada akhir 1960-an, anggota termuda dari keluarga yang besar dan terkenal. Ayah saya adalah seorang guru yang dihormati dan pejabat senior di pemerintahan, menjadi anggota senat Iran dari kelompok Syiah dan kemudian sebagai pemimpin majelis parlemen selama masa pemerintah transisi dan setelah revolusi.

Visi di Lembah

            Setelah revolusi berakhir pada bulan Desember 1979, saya diundang untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik karena nama besar keluarga saya. Sebaliknya, saya berdebat dengan mereka semua dalam pikiran saya – pemerintah, orang lain, sepupu saya sendiri. Saya masih terlalu muda untuk memahami hal-hal , dan saya benci dengan mereka semua. Saya membenci tanpa mengetahui alasannya. Saya tidak menyadari betapa besar kebencian itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang saya tidak bisa jawab.
            Saya dipenuhi dengan kemarahan karena saya melihat semua orang yang bertanggung jawab atas kematian keluarga saya – kelompok syiah, pemimpin baru Ayatollah Ruhollah Khomeini, kaum revolusioner, mereka yang menolak revolusi. Tampaknya semua orang memiliki kebencian di dalam hati mereka, bahwa tidak ada satupun yang mempunyai tangan yang bersih. Saya ingin membalas dendam atas begitu banyak orang – terutama sepupu dan teman-teman dekat yang telah menyebabkan kematian dan pemenjaraan anggota keluarga kami.
            Ketika saya masih  19, penyakit ayah saya menjadi parah dan saya kurang bisa merawatnya. Sementara itu, saya sendiri juga sakit saat saya hendak memandikannya. Saat itu, tatkala ayah saya sedang sekarat, saya hanya bisa menatapnya saja.
            Suatu hari saya mengemudikan mobil dengan kecepatan sangat tinggi menuju ke suatu daerah yang terpencil, daerah perbukitan di luar kota Teheran yang sangat berbahaya. Saya hanya berharap untuk mati.
            Ketika keluar tanpa cedera, saya pergi ke tepi bukit dan melihat lembah besar. Sebuah lembah yang penuh dengan orang-orang , seluruh kota. Saya memohon dengan suara keras : “Mengapa Engkau mengambil segala sesuatu dari saya? Saya mengasihi kakak saya dan ia dibunuh. Sehingga saya katakan ke teman yang lain,’Kamu adalah seperti seorang saudara bagi saya,’ dan ia juga menghilang.  Saat saya mengasihi seseorang, mereka menghilang, dan sekarang ayah saya, guru saya. Mengapa? Mengapa? Mengapa?”
            Saat saya menatap ke bawah lembah, sebuah visi datang pada saya. Saya melihat ribuan orang berdoa untuk musuh-musuh  mereka bukan untuk pertempuran. Sejak saat itu, kebencian dalam diri saya mulai melemah. Pengampunan mulai menyembuhkan saya. Sejak saat itu, Seseorang telah membawa dan menolong saya, meskipun saya masih sangat bingung. Saya masih punya banyak pertanyaan, tapi untuk beberapa alasan, saya bisa melihat pada orang-orang dan berkata,”Saya akan memaafkan kalian.”
            Saya kemudian menemukan banyak keberhasilan, menikah ketika saya masih berumur 20 tahun dan memulai bisnis di bidang keuangan dan investasi pada tahun yang sama. Karena bisnis saya populer, saya membeli mobil dan tanah dan kolam renang, dan akhirnya memiliki 13 perusahaan. Saya menjalankan agama tapi masih punya banyak pertanyaan. Dan saya tidak mempunyai kedamaian.

Pemandangan Suasana Ilahi
            Pada usia 32, saya berangkat ke India untuk melihat apakah Budhisme bisa menolong saya. Dalam sebuah perjalanan ke Calcuta, saya bertanya pada sesama penumpang bus apakah ia tahu tempat-tempat yang baik untuk berwisata. Ia mengatakan kepada saya tentang pelayanan Ibu Teresa.
            Saya ke gereja sangat awal, dan seorang pemimpin membawa kami ke tempat penampungan yang besar di mana ada banyak orang miskin yang sakit keras dan dalam kondisi yang sangat buruk. Pemimpin itu menunjuk saya untuk satu orang dan berkata,”Rawatlah dia.” Saya tidak bisa percaya akan hal itu. Kondisinya seperti ayah saya. Dia bahkan menggigit jari saya ketika saya mencoba untuk memberinya makan. Dia mengalami kecelakaan yang mengerikan yang harus saya bersihkan. Dia juga menderita Alzheimer. Di sini saya, seorang pengusaha, membantu seseorang tidak untuk mendapatkan apa-apa.
            Ketika saya kembali ke Iran, saya mengambil lebih banyak kelas spiritual dan memutuskan untuk mengambil perjalanan setiap tahun untuk mencoba dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan saya. Pada tahun 2008, saya memutuskan untuk berangkat ke tanah suci untuk ziarah itu adalah waktu untuk mendapatkan pencerahan dan pengampunan, saya bahkan bisa memaafkan paman saya yang telah mengeksekusi salah satu saudara saya ketika ia berada di penjara. Walaupun masih ada banyak hal yang saya tidak pahami.
            Setelah perjalanan ibadah itu, saya memutuskan untuk melakukan apa pun demi menemukan kedamaian. Saya menjual semua bisnis saya dan memberikan semua uang dan aset untuk istri dan anggota keluarga. Saya memutuskan untuk mengikuti tanda-tanda yang Tuhan berikan pada saya.
            Pada tahun 2009, seorang teman mengajak saya ke Swedia. Sementara berada di sana, salah satu adik perempuan saya yang masih hidup menelepon saya. Setelah penyiksaan dan pemenjaraan, ia pergi ke Ameriksa Serikat, dan ia bertanya apakah saya bisa datang untuk mengunjunginya. Tapi saya tidak punya uang dan harus kembali ke rumah , dan hubungan antara Iran dan Amerika Serikat tampaknya menghalangi kunjungan itu. Tetapi melalui sebuah keajaiban, teman saya membantu saya untuk mendapatkan visa kunjungan selama enam bulan, dan keponakan saya membelikan tiket pesawat untuk saya.
            Saya tiba di Wasihington , DC, pada bulan Februari 2010, berniat untuk tinggal selama dua minggu.
            Selama waktu itu, ibu saya juga ada di kota untuk mengunjungi adik saya secara rutin setiap tiga tahun. Adik saya membawa saya ke kelas bahasa Inggris di sebuah gereja lokal, karena ia tahu saya senang belajar. Saya pergi bersamanya dan berpikir, ini berbau Allah. Saya mencium bau Kalkuta. Saya terus pergi ke kelas itu.
            Kemudian pada suatu hari Minggu, saya pergi ke gereja yang mengadakan kebaktian pada pk 11 siang. Saya tidak bisa menemukan guru kelas saya, jadi saya berdiri di bagian belakang. Saya tidak mengerti teentang acara itu tapi saya melihat banyak orang menyanyikan lagu-lagu, sukacita. Kemudian pendeta berlutut di depan mulai berdoa. Aku mengenal satu kata : Iran. Saya menyadari bahwa 1.000 orang berkumpul di sana dengan kepala yang tertunduk, berlutut – mereka berdoa untuk Iran.
            Sementara Iran yang mengajarkan tentang kematian bagi Amerika, menginginkan untuk membunuh warganya dengan senjata. Tetapi Anda berdoa untuk Iran? Apakah ini surga? Apakah mereka adalah para malaikat ini? Ribuan orang berdoa untuk musuh-musuh mereka, menunjukkan kasih dan bukan kebencian. Rupanya inilah yang saya saksikan dalam sebuah visi ketika usia saya masih sangata muda.
            Berdiri di belakang gereja itu, saya mulai menangis, tertawa dan menari. Saya tidak peduli jika seseorang yang saya kenal melihat saya. Saya sangat bersukacita. Ini adalah perdamaian. Ini adalah surga. Saya akhirnya mengerti ini adalah tempat di mana saya bisa mengenal Allah, di mana saya bisa tahu tentang kedamaian.

(Majid John – bukan nama lengkap – tinggal bersama keluarganya di Virginia. Pada tahun 2011 ia menerima visa permanen untuk tinggal di Amerika Serikat.)

Christianity Today.

No comments:

Post a Comment