Sunday, January 26, 2014

Allah yang Baik memberi yang Terbaik

Ev. Astri Sinaga

Maz 37:23-24
23  TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;
24  apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.

Pendahuluan : Mengapa Tuhan?

Pemazmur mengatakan Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya dan dengan yakin mengatakan apabila ia jatuh tidak sampai tergeletak karena Tuhan menopang tangannya. Ini ungkapan orang yang sangat yakin sekali padahal seringkali dalam hidup kita tidak seyakin itu. Saat dalam keadaan senang dan berkecukupan , kita merasa yakin sekali akan Tuhan, tetapi saat kehilangan, kesusahan atau penyakit datang bertubi-tubi, kita sulit merasa yakin. Bisakah saat menderita, kita mengatakan “Tuhan tetap menopang aku” atau “Tuhan itu baik”?. Kenyataannya saat susah, kita sulit mengatakannya. Beberapa waktu lalu, mama saya yang berusia 80 tahun mengalami sakit di bagian punggungnya (tulang belakang nomor 1 dan 2). Dia yang biasanya aktif, paham firman Tuhan  dan senang mendengar khotbah harus terbaring di tempat tidur selama 3 bulan.  Karena hal itu, ia mengajukan pertanyaan kepada saya, “Mengapa ya aku sakit?” Saya menjawab, “Kok tanya kenapa? Kan sudah 80 tahun, pasti bisa sakit”.  Dia menambahkan, “Tetapi aku kan cinta Tuhan, kenapa aku dikasih penyakit?” Kita mungkin sering mempertanyakan hal seperti itu, kalau sedang susah kita mengatakan, “mengapa Tuhan?”, “kok bisa?”, “mengapa aku sakit?”, “mengapa aku kehilangan?”, “mengapa orang jahat kepadaku?”, “mengapa aku menderita?”, “mengapa aku, kenapa tidak orang lain?” atau “mengapa Kau biarkan aku bangkrut?” Pertanyaan ini seakan-akan menyatakan bahwa bukan saya yang harus mengalaminya. Dan dalam menghadapi penderitaan, kita tidak bisa mengatakan seperti pemazmur “Tuhan tetap menopang tangannya”.

Kalau kita menyaksikan kisah orang-orang di Alkitab, hampir tidak ada yang tidak menderita. Semakin hebat Tuhan memakai seseorang, semakin hebat penderitaannya. Yusuf dipakai dengan hebat oleh Tuhan, tetapi ia juga mengalami penderitaan yang hebat. Ia dijual oleh saudara-saudaranya dan masuk ke penjara yang dalam sekali. Yeremia dipakai Tuhan luar biasa, tetapi hidupnya juga banyak penderitaan  dan ditolak orang-orangnya sendiri. Daniel dipakai Tuhan tapi juga mengalami penderitaan. Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimasukkan ke perapian yang menyala-nyala. Tetapi walau menderita mengapa mereka punya keyakinan kepada Tuhan? Walau diancam, mereka tetap punya keyakinan. Apa yang sesungguhnya mereka pahami tentang Tuhan? Apa arti Allah bagi mereka sehingga walau menderita mereka tetap yakin kepada Tuhan? Apa yang kita pahami mempengaruhi respon kita dalam menghadapi masalah.

CS Lewis (1898-1963) seorang teolog dan sastrawan Inggris dalam bukunya A Grief Observed (1961) menulis, “Di manakah Tuhan? Sewaktu anda besuka-cita anda tidak memerlukan Dia, sewaktu datang kepadaNya Dia menyambutNya dengan tanganNya. Saat mengalami penderitaan, apa yang didapatkan? Pintu yang terkunci rapat-rapat sehingga anda berbalik dan pergi. Sebelumnya ia juga menulis buku The Problem of Pain (1940). Melalui buku ini Lewis berusaha memberikan tanggapannya sebagai intelektual Kristen dalam memandang penderitaan. Buku ini berupaya mendamaikan iman Kristen ortodoks dalam Allah yang adil, penuh kasih dan mahakuasa dengan rasa sakit dan penderitaan. Lalu dia menikah namun 3 bulan kemudian istrinya meninggal karena kanker tulang. Setelah itu CS Lewis menulis A Grief Observed. Itu suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Ia mengalami penderitaan, dan kehilangan yang dalam. Waktu ia menulis buku yang kedua berbeda dengan yang pertama. Dia lebih dari sangat emosional. Meluap hatinya. Yang tidak berubah, kepercayaannya kepada Tuhan. Dalam A Grief Observed, dia akhirnya mengatakan, “Kalau mengalami hidup dan mati, kita akan menemukan pengetahuan yang dalam tentang siapa itu Allah”. CS Lewis menulis buku berdasarkan pengalaman yang berbeda namun tidak berbeda keyakinan kepada Allah. Apa yang kita pahami tentang Allah akan mempengaruhi sikap kita dalam menghadapi masalah. Kita bisa melihat orang yang percaya kepada Tuhan seperti nabi, rasul dan jemaat mula-mula. Mereka tidak punya keraguan sedikitpun terhadap siapa itu Tuhan.

Paling tidak ada 3 hal yang diyakini orang-orang dalam Alkitab tersebut

1.    Allah adalah Allah Pencipta. Fakta bahwa Allah adalah pencipta tidak bisa diganggu gugat.  Allah mencipta dan mempunyai tujuan dalam penciptaanNya. Allah menempatkan maksud hatiNya dalam ciptaanNya. Mungkin hal ini bisa digambarkan melalui ilustrasi sbb : saat punya anak, orang tua mempunyai tujuan di dalam anak-anaknya. Mungkin ada yang ingin anaknya menjadi dokter. Maka orang tua membimbing dan memperlihatkan dunia kedokteran seperti apa, sehingga suatu saat ia menjadi dokter. Allah adalah pencipta yang mempunyai tujuan atas ciptaanNya, Dia mencipta dalam kebaikanNya. Sehingga sewaktu mencipta Dia melihat dan mengatakan semuanya baik. Dia yang baik menciptakan ciptaan yang baik. Dia yang baik meletakkan tujuan yang baik dalam ciptaanNya. Sehingga rancangan yang Dia buat, juga merupakan rancangan yang baik. Sebagai lawannya, ada rancangan yang jahat. Yang jahat adalah hati manusia.

2.    Setelah mencipta, Allah tidak meninggalkan ciptaanNya melainkan Dia terus memeliharaNya. Dia bisa memelihara karena Dia berkuasa. Dia bahkan berkuasa atas hidup kita sehingga Dia bisa ikut campur tangan (intervensi) dalam hidup kita. Kalau tidak punya kuasa, Dia tidak bisa melakukan intervensi. Di STT Amanat Agung, saya bertugas sebagai pembantu ketua di bidang akademi. Kalau ada mahasiswa yang kelihatannya kurang baik belajarnya, saya bisa memanggilnya. Saya panggil dan kemudian mengajaknya berbicara, “Kenapa nilaimu turun?”, “Ada apa dengan masalah belajar?” Kau punya masalah di kelas? Di keluarga? Saya berhak mengatakan kepadanya, “Karena nilaimu turun,  semester depan kamu tidak boleh mengambil pelajaran banyak-banyak”. Saya berhak ikut campur karena saya punya kuasa. Tetapi dengan siswa di sekolah lain, saya tidak bisa karena tidak punya kuasa. Untuk intervensi harus punya kuasa. Waktu anak masih kecil, kita bisa menyuruhnya melakukan apa saja. Kalau kita minta, “Kamu tidur sekarang!” maka ia harus tidur. Ketika sudah besar, mereka menjadi kuat dan berkuasa. Bahkan ketika sudah menikah dan orang tuanya ikut campur dengan keluarganya, mereka akan mengatakan, “Papa jangan ikut campur!” Kalau kita berkuasa, kita bisa ikut campur. Allah berkuasa, maka Dia bisa ikut campur. Dia bisa berintervensi dalam hidup kita, bahkan waktu kita tidak tahu apa yang terjadi dalam kita, Dia bisa intervensi karena dia berdaulat penuh atas hidup kita. Konsep ini sebenarnya juga kita miliki sehingga tidak susah untuk mengerti hal ini. Buktinya, kita selalu berdoa meminta supaya penyakit kita disembuhkan, padahal dokter meminta kita agar tidak lagi bekerja. Kita punya pikiran Allah lebih berkuasa dari dokter. Kita juga berdoa agar anak  kita diberkati hidupnya atau kita berdoa agar punya umur panjang. Kita berdoa begitu karena Allah berkuasa. Pemahaman kita terhadap Tuhan mempengaruhi cara kita bersikap. Dalam keadaan senang kita bisa bersikap benar. Dalam keadaaan susah, apakah tetap kita bisa mempunyai sikap benar dan apakah saat itu kita tetap bisa katakan Tuhan itu baik? Saat menderita kita bertanya “mengenapa Tuhan?” seakan-akan Tuhan tidak bisa apa-apa atas penderitaan kita.
Beberapa tahun lalu ada seorang alumni STT Amanat Agung yang meninggal dunia dalam umurnya yang “baru” 30 tahun. 3 bulan sebelumnya ia baru mengetahui bahwa ia menderita kanker. Dalam waktu 3 bulan, kanker itu menyebar sedemikian rupa sehingga ia meninggal. Sebulan terakhir, kami para dosen masih terus melakukan kontak dengannya. Dia seorang hamba Tuhan yang baik, masih muda dan sungguh-sungguh dalam pelayanan. Seminggu sebelum meninggal ia sempat mengirimkan pesan bahwa ia sudah tidak minum obat, dokter sudah tidak bisa apa-apa lagi dan ia hanya menunggu di rumah. Ia berpesan bahwa, “Saya akhirnya bisa mengerti apa artinya Tuhan itu baik”. Orang yang kena kanker yang sedang menunggu kematiannya bisa mengatakan, “Tuhan itu baik”. Kalau kita menyadari betul bahwa Allah itu Pencipta dan berkuasa memelihara, kita meyakini bahwa Dia baik!

3.    Bila Allah kita mencipta dan terus bekerja memelihara ciptaanNya, maka tidak ada kebetulan dalam hidup kita. Segala yang terjadi, ada dalam rancangan Tuhan.  Allah mencipta dan merancang , memelihara supaya rancangan ini terjadi. Jadi Allah merancang hal-hal yang baik dalam hidup kita. Sehingga buat orang percaya tidak ada istilah kebetulan. Kita seringkali mengatakan kebetulan. Misalnya saat ada yang mengatakan, “Wah kamu hebat ya pekerjaannya” atau “penjualan kamu bulan ini hebat” , supaya kelihatan rendah hati kita mengatakan, “itu hanya kebetulan”. Orang  percaya tidak punya pemahaman hoki atau untung-untungan (untung yang kebetulan). Hidup kita tidak ada kebetulan. Istilah “kamu lebih beruntung daripada saya” tidak ada dalam hidup ini karena semua ada dalam rancangan Allah. Kalau Allah merancang, maka Allah tidak pernah kaget melihat kita dan mengatakan, “kok bisa ya?” Tidak ada yang kebetulan, yang ada adalah rancangan Tuhan. Sehingga suatu saat kita mengalami penderitaan, lalu kita katakan, “Tuhan, nasibku buruk amat”. Yang benar adalah Tuhan mengijinkan rancangan ini terjadi dalam hidupku. Maka aku harus belajar mencari kehendak Tuhan dan apa yang harus kulakukan.

Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya. Tidak ada yang kebetulan, karena kuasa Tuhan tidak ada yang kebetulan. Kebetulan tidak mungkin lebih besar dari kuasa Tuhan. Maz 37:23-24 mengajarkan :

1.    Walaupun hidup orang percaya di tengah kesulitan, Allah adalah Allah yang berkuasa. Ia mempunyai rancangan dan ketetapan atas kita. Karena Dia pencipta dan pemelihara ciptaanNya sehingga harusnya kita berani melangkah dan mengambil keputusan. Karena Tuhan akan menolong. Banyak yang tidak berani ambil keputusan. Padahal kalau kita salah mengambil keputusan, Tuhan bisa memperbaikinya.
2.    Allah bukan saja menetapkan langkah pada orang yang berkenan kepadaNya. He make his steps firm. Allah senang orang yang mendahulukan (mementingkan) melakukan kehendakNya. Dalam keadaan sulit tetap berpegang teguh dalam mencari dan melakukan kehendakNya. Kalau pun mengajukan pertanyaan “mengapa”, itu bukan pertanyaan yang bernada protes tetapi berkonotasi bahwa “Aku ingin mempelajari dan  mengoreksinya agar menjadi lebih baik”.

3.    Dia menyatakan berarti ada janji bahwa kalaupun  orang yang berkenan kepadaNya jatuh tidak akan sampai tergeletak karena tangan Tuhan tidak pernah lepas menopangnya. Seringkali saat jatuh, kita pikir Allah tidak sedang bersama dengan kita. Padahal Dia tidak pernah melepaskan kita, sehingga orang percaya jangan takut (paranoid) atau enggan hidup karena ada janji Tuhan.  Kalaupun susah, menderita atau salah, Tuhan akan menolong dan mengembalikan ke jalan yang benar. Berhentilah mengeluh dan bertanya, “Mengapa Tuhan tega menerbitkan penderitaan? Tuhan aku tak sanggup lagi?” Tuhan tidak mungkin tidak sanggup. Tuhan tetap sanggup karena Allah jauh lebih berkuasa dan dalam kuasaNya Dia bisa memperbaiki yang salah. Saya punya kawan yang sama-sama mengikuti kelas-kelas Sekolah Minggu sampai kuliah tahun pertama dan bersama-sama di persekutuan pemuda. Waktu tahun pertama kuliah, ia mengalami kecelakaan di tol. Umurnya baru 19 tahun dan dia mengalami gagal ginjal! Tubuhnya kurus dan harus cuci darah. Dia bertahan hidup 20 tahun kemudian dengan cuci darah. Setelah saya menjadi hamba Tuhan, saya melayani Christmas Carol dan perjamuan kudus rumahan. Saat itu saya melayani dia. Setiap datang, ia selalu berkata, “Tahun depan ketemu lagi tidak ya?” Saya beberapa kali menemani dia menjalani cuci darah. Karena sudah begitu lama cuci darah, susternya mengalami kesulitan mencari pembuluh darah yang bisa ditusuk jarum. Kalau tidak memahami, dalam peristiwa yang berat itu muncul kebaikan Tuhan di tengah hidupnya. Dia hidup dari cuci darah ke cuci darah. Namun banyak orang belajar dari dia. Papanya yang awalnya menolak kekristenan, menjadi percaya. Anggota keluarganya menjadi saling menolong. Dia menjadi berkat untuk keluarganya. Saya membuat film dokumenter tentang dia berdurasi sekitar 40 menit dan telah diputar di tengah jemaat dalam acara keluarga. Setelah itu setahun kemudian dia meninggal. 20 tahun hidupnya menjadi berkat bagi orang lain. Di mata manusia hidupnya menderita dan tidak enak. Terakhir kaki kanannya diampuntasi dan tulangnya ada yang sudah terpisah (rusak), namun di tengah penderitaan dia menerima kebaikan. Kalau kita memahami Allah pencipta dan memelihara hidup kita, maukah kita memiliki hidup yang berkualitas dan mengimani hidup kita?

Dengan memahami ketiga hal di atas, maka hidup ini tidak ada kebetulan lagi. Pemikiran ini yang ada dalam pemikiran pemazmur. Maka ia bisa mengatakan TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya (Maz 37:23) . Karena Allah berkuasa, Allah yang menetapkan langkah-langkah bagi orang percaya dan juga memeliharanya agar dapat menjalani hidup dengan baik. Allah inilah yang memelihara hidup pemazmur. Pemazmur memiliki keyakinan, apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya (Maz 37:24). Bukan berarti orang percaya tidak berani jatuh dan menderita. Bukan berarti ia tidak pernah mengalami kemalangan dan kerugian.  Tetapi ia punya keyakinan, kalau pun jatuh tidak akan tergeletak karena Tuhan yang menolong. Begitu yakin, karena Allah lebih berkuasa daripada kesulitan-kesulitannya. Ilustrasinya : Suatu kali dalam perjalanan ke Bandung , mobil saya rusak. Entah kenapa mesinnya tidak bisa menyala, “kebetulan” (coincidently) dekat mobil berhenti, ada sebuah bengkel sehingga saya pun meminta bantuan montirnya.  Montir itu kemudian membuka kap mobil lalu coba mencari penyebab rusaknya. Namun setelah beberapa saat mencoba, ternyata mobilnya tidak hidup juga. Lalu dia coba berbaring di bawah mobil dan mengutak-atik mobil, tapi tetap tidak menyala. Akhirnya ia mengatakan, “Mobilnya tidak bisa diperbaiki”. Saya katakan, “Ah, bapak tidak canggih”. Artinya ia tidak cukup pintar memperbaiki mobil saya, artinya kerusakan mobil saya lebih besar dari kemampuan dia. Kalau kita punya problem (masalah) yang besar, bisakah kita mengatakan, “Tuhan engkau tidak bisa menolong saya”? Tidak mungkin kita mengatakan demikian. Karena Dia lebih besar dari problem saya. Seberapa hebatnya masalah dalam hidup kita, Dia bisa perbaiki. Apa yang kita pahami mempengaruhi bagaimana kita bersikap dalam hidup. Kalau kita paham, Allah adalah Allah yang berkuasa dan memelihara hidup kita, sanggupkah kita hidup dan beriman kepadaNya? Dengan percaya Dia Allah yang baik dan memberikan yang terbaik bagi kita, pemahaman itu harus bekerja dengan baik. Pemahaman itu bukan hanya di kepala saja sebagai informasi (bukan hanya tahu saja), tetapi ketika penderitaan dan kesusahan itu datang, apakah pemahaman itu bisa teruji baik? Hal ini ibarat kita punya TV besar (60 inch) dan suaranya bagus, sehingga semua orang kagum dengan TV tersebut. Tetapi bila tidak pernah kita nyalakan TV nya (hanya dipajang di ruang tengah saja), maka tidak ada gunanya. Sama seperti pemahaman kita. Apakah kita tahu “Allah itu Pencipta”? Tahu. Apakah kita tahu, “Allah berkuasa memelihara hidup kita?” Tahu. “Apakah Allah merancang hidup kita?” Tahu. Tapi saat kesusahan datang, apakah kita tetap mengatakan Tuhan itu baik? Dia tahu apa yang terbaik buat kita. Tahun 2014 baru memasuki bulan Januari atau tahun ini masih panjang. Namun begitu memasuki tahun baru, terjadi banjir besar. Banyak orang tidak punya keyakinan untuk hidup Tetapi kita punya keyakinan karena Dialah Allah yang memelihara hidup kita sehingga kita punya keyakinan dalam hidup kita. Apapun yang terjadi, kita percaya Allah memberikan yang terbaik.

No comments:

Post a Comment