Sunday, January 12, 2014

Ketika Allah Meminta : Logis?

Ev. Susan Kwok

Kej 22:1-8; 14
1 Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan."
2  Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
3  Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.
4  Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh.
5  Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."
6  Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
7  Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: "Bapa." Sahut Abraham: "Ya, anakku." Bertanyalah ia: "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?"
8  Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
14  Dan Abraham menamai tempat itu: "TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."

Pendahuluan

Kalau diberi sesuatu yang baik atau miliknya ditukar dari yang jelek menjadi yang baik, manusia tidak akan bertanya apakah hal (pemberian / penukaran) itu logis atau tidak. Misalkan ada seorang hamba Tuhan berkata, “Ayo ikut persekutuan doa dengan rajin. Kalau rajin ikut Persekutuan Doa,maka rumahmu yang berukuran 7 m x 15 m tahun depan akan diganti Tuhan dengan yang berukuran berkali-kali lipat lebih besar”. Kalau mendapatkan hal seperti itu dari Tuhan, maka tidak akan ada yang bertanya lagi ke Tuhan. Ketika Tuhan memberikan hal yang baik, atau menukar dari yang kurang menjadi yang lebih , kita tidak akan mempertanyakannya dan tidak ada tema hari ini “Ketika Allah Meminta : Logis?” karena kita akan menerimanya  dengan senang hati. Seperti waktu Raja Hizkia sakit dan hampir mati, lalu ia berdoa dan menangis minta agar disembuhkan, lalu Tuhan mendengarkan doanya bahkan umurnya diperpanjang 15 tahun lagi (2 Raja 20:1-6). Jadi Raja Hizkia menerima hal yang baik dan menganggapnya anugerah dan seolah-olah ia berkata,”Puji Tuhan! Harusnya hari ini saya mati tapi diberi hidup 15 tahun lagi”. Bila kita mengalami hal sepeti ini, kita juga akan menerimanya. Permasalahannya berbeda jika ternyata apa yang Allah akan beri (minta) menurut kita tidak baik (tidak masuk akal). Sepertinya permintaan Allah mengada-ngada atau  Allah tidak adil dengan meminta / mengambilnya daripadaku. Kita akan menjawab demikian, bila kita berada di posisi Abraham seperti pada nats di atas (Kej 22:1-8). Allah sepertinya meminta sesuatu yang tidak masuk akal. Dulu waktu Sara (istri Abraham) mandul, dijanjikan keturunan Abraham akan seperti pasir di laut banyaknya. Namun  sekarang setelah dikasih seorang anak (Ishak yang artinya membawa tertawa dalam keluarga), kenapa permintaan Tuhan tidak masuk akal untuk mempersembahkannya? Ketika kita merasa pemberian Allah tidak masuk akal, maka biasanya responnya, kita menjadi kecewa, ragu, takut, bergeser (tidak lagi mau percaya Allah yang demikian) atau lainnya.

Ukuran Manusia Berbeda dengan Ukuran Allah

Ilustrasi berikut tentang apa yang harus diberikan kepada Tuhan. Ada 3 orang (A, B dan C) yang kikir semuanya. Mereka cari akal (logika) bagaimana caranya untuk tidak memberi persembahan. Si A berkata, “Tuhan sekarang saya akan memberi persembahan kepadamu. Saya akan membuat lingkaran kecil , lalu saya akan melemparkan uang tinggi-tinggi. Jika uang itu jatuh di lingkaran kecil, maka itu milik Tuhan. Tapi kalau jatuh di luar lingkaran itu punya saya”. Karena lingkarannya kecil, maka kebanyakan uang jatuh di luar lingkaran. Hanya ada sedikit uang yang jatuh di dalam lingkaran, lalu diberikannya ke Tuhan. B tidak mau kalah. Dia berkata, “Tuhan saya berjanji akan memberi persembahan untuk itu saya akan membuat lingkaran yang besar. Saat saya melemparkan uang, lalu ia jatuh dalam lingkaran besar maka uang itu menjadi milik saya dan yang jatuh di luarnya itu milikMu”. Karena lingkarang yang dibuatnya sangat besar maka saat ia melemparkan uang, kebanyakan jatuh di dalam lingkaran. Sedangkan yang jatuh di luar lingkaran sangat sedikit dan itu yang diberikannya ke Tuhan. C pun tidak mau kalah. “Tuhan saya tidak mau seperti A dan B yang membuat lingkaran. Saya akan melempar uang ke atas. Setiap uang yang jatuh ke bawah menjadi milikku, sedangkan yang tidak jatuh itu milikMu”. Setelah dilempar, maka semua uangnya jatuh (karena mengikuti hukum gravitasi bumi). Karena semua uangnya jatuh maka semuanya menjadi miliknya.

Ketika Tuhan meminta dedikasi, uang , pikiran, waktu dll, manusia merasa Allah tidak logis. Tuhan tahu kita sibuk, mengapa Tuhan memberi kita banyak waktu untuk melayani? Atau saat sedang kekurangan harta, mengapa Tuhan meminta uang kita? Atau saya tidak pintar, mengapa Tuhan minta saya menjadi majelis, aktifis dan lain-lain? Alasannya sebenarnya manusia mengapatakan “apa yang Allah minta tidak logis” adalah manusia punya ukuran sendiri dalam melakukan sesuatu. Sampai kapanpun manusia, akan merasa Allah tidak logis karena ukuran manusia dengan Allah berbeda. Tujuan dan rencana Dia berbeda dengan manusia. Manusia merupakan Karena kita ciptaan Allah. Manusia tidak mampu memahami apa yang dikehendaki Penciptanya. Dia kudus, manusia hina. Dia pencipta kekal tidak terbatas oleh waktu, manusia sangat terbatas. Bagaimana mungkin yang tidak terbatas bisa memahami yang terbatas? Ketika Dia meminta atau memberi sesuatu seringkali ada kesenjangan antara pikiran kita dengan pikiranNya. Dan bila terjadi demikian, kita sering berpikir bahwa yang salah itu adalah Tuhan (bukan kita yang salah). Itu sebabnya Rasul Paulus mengatakan dalam Rom 11:33-36 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!  Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?  Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Tak seorang pun mengetahui pikiran Allah. Sehingga kita tidak boleh menghakimi Allah dengan mudah atau kita meragukan apa yang telah kita jalani walau ada sesuatu yang tidak logis atau terlalu sulit untuk dikerjakan.

Belajar dari Abraham

Apa yang Allah minta ke Abraham sepertinya tidak logis, menyusahkan dan mengada-ada, namun kita bisa belajar dari respon Abraham.

1.     Saat Allah “mencoba”nya, Abraham memberikan tanggapan, “Ya Tuhan”. Allah tidak pernah mencobai untuk sesuatu yang jahat, melainkan untuk sesuatu yang positif. Sehingga istilah yang digunakan adalah kata “menguji” untuk membawa manusia lebih “tinggi” lagi. Ketika Allah menguji manusia, seperti guru menguji siswa sesuai dengan materinya. Ketika anak kelas 6 SD diuji, tidak mungkin bahan yang diuji berasal dari pelajaran kelas 3 SMP. Semua sesuai porsi dan aturan. Kalau Allah meminta dari kita, Allah tahu apakah tingkat (ukuran) kita sampai di sana atau tidak. Waktu Allah meminta dari Abraham, Dia tidak meminta hal yang sama kepada nabi lainnya. Jadi itu merupakan suatu permintaan yang khusus. Dia ingin agar Abraham menjadi lebih baik , dekat , tinggi dan lebih kuat lagi. Dia memberikan ujian ke Abraham bukan utnuk menjatuhkan Abraham, karena kalau demikian Dia bukanlah guru yang baik. Dialah Guru Agung yang jauh lebih baik dari guru terbaik di dunia. Dia tahu ujian apa yang diberikan. Abraham menjawab, “Ya Tuhan” (dalam bahasa aslinya Abaraham menjawab “Aku disini ya Tuhan” atau “Ya Tuhan, aku ada”. Ini memberikan makna, aku mendengarkan Tuhan dan aku siap menerima apa yang akan Kau firmankan kepadaku. Aku berdiri di sini di hadapanMu, siap mendengarkan firmanMu. Ketika Abraham berkata, “Aku disini siap mendengarkan firmanMu”.

2.     Abraham menang atas pergumulannya. Lalu Allah berkata, “Abraham, ambil anakmu”. Allah tidak meminta harta yang lain tapi anaknya. Kalau Tuhan meminta sapi 10 ekor, kambing 100 ekor, kerbau 1.000 ekor sekalipun mungkin tidak menyulitkan Abraham. Namun bukan berarti Abraham tidak bergumul saat anak “satu-satu”nya diminta untuk dipersembahkan. Anaknya Ishak  bukan anak yang lain (Ismail).  Ishak artinya tertawa, karena waktu nubuatan untuk Abraham datang, Sara yang ikut mendengarnya kemudian tertawa. Karena saat itu ia sudah tua, rambutnya putih dan  sudah menopause sehingga waktu dikatakan tahun depan akan hamil, ia tertawa. Ishak waktu akan dipersembahkan berumur sekitar 6-8 tahunan. Saat diminta “”Ambillah anakmu yang tunggal itu”, ini merupakan hal yang berat. Bahkan kalau anaknya banyak dan diminta 1 orang, hatinya tentu tidak rela. Anak yang diminta bukan untuk  diajar mengenal Tuhan seperti Samuel (supaya bisa datang ke bait Allah), tetapi diminta jadi korban bakaran. Itu berarti harus disembelih, darahnya tercurah, lalu ditaruh di atas mezbah, dibakar sampai habis sampai tidak ada apa-apanya. Sebagai orang tua, permintaan Allah itu sesuatu yang luar biasa beratnya.  Tetapi pada ayat yang ke-3, Allah tidak sedang melecehkan perasaan Abraham sebagai manusia, sekalipun Alkitab tidak mengatakan pergumulan Abraham, tetapi lebih mengangkat kemenangan Abaraham di atas pergumulannya. Sehingga dikatakan , Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham. Kita tidak tahu dengan tepat waktu Allah berfirman kepada Abraham. Tetapi ada jeda waktu antara saat Allah berfirman dengan saat Abraham melaksanakannya dan pasti antar waktu itu ada pergumulan Abraham. Alkitab tidak meremehkan pergumulannya, tetapi Allah mengajar bagaimana ia bisa menang dan melakukan apa yang dikehendaki. Keeseokan harinya bagunlah Abraham dan melakukan apa yang disampaikan Tuhan.

3.       Abraham punya keyakinan Allah akan menggenapi janjinya menurut caraNya sendiri. Ayat 5, Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu." Di dalam bahasa aslinya , kata ganti yang digunakan bersifat jamak (kata “kami” yaitu saya dan Ishak akan kembali lagi). Ini perkataan kepada bujangnya. Apakah perkataan ini  bohong untuk menenangkan hati bujangnya atau benar-benar demikian? Demikian juga pada ayat 7b-8a dikatakan " Bertanyalah ia: "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?"   Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.", Apakah jawaban Abraham ini benar atau karena tidak tega? Sebagai bapa, mungkin ia tidak tega untuk mengatakan, “Kamu yang akan dipersembahkan”. Apakah jawabannya merupakan kalimat diplomasi untuk menenangkan Ishak saja seperti saat ia menenangkan bujangnya? Pada Ibrani 11:17-19 dikatakan Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal,  walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. Dengan demikian jawaban yang diberikan Abraham adalah iman dari Abraham. Allah yang memberi , Dia berhak mengambil. Kalau Dia janji untuk memberikan keturunan yang banyak, Dia akan menepati janji bagaimanapun caranya. Abaraham punya keyakinan Allah akan menggenapi janjinya tergantung cara Allah sendiri. Pada ayat 1, jawaban Abraham, “Aku di sini Tuhan siap mendengarkanMu”. Dia melakukan perintah Tuhan dari awal sampai akhir. Dia percaya Allah yang sudah berjanji tidak akan pernah melanggar janjiNya sendiri, entah bagaimana caranya sehingga Abraham disebut bapa orang beriman (punya iman yang luar biasa). Pada Perjanjian Lama, ada banyak respon dari tokoh Alkitab karena mereka punya iman yang kuat. Ketika Tuhan berbicara, mereka menempatkan diri sebagai orang yang mendengar dan melakukannya. Contoh : ketika Hosea dipanggil oleh Tuhan melakukan hal yang tidak masuk akal. Hosea diminta untuk mengawini Gomer yang merupakan seorang pelacur (Hosea 1:2). Ini berat untuk Hosea namun Hosea adalah nabi yang luar biasa. Ia pun pergi mengawini perempuan sundal karena ia mengetahui ada maksud Tuhan untuknya. Ini merupakan permintaan khusus Allah untuknya. Tidak ada lagi yang seperti Hosea. Demikian juga ketika nabi Yeremia dipanggil untuk memberitakan firman Tuhan ke Yehuda, namun diberi peringatan “Tetapi kamu harus siap karena mereka akan menolak”. Ini tidak masuk akal. Ia diminta untuk memberitakan firman tapi akan ditolak. Untuk apa buang-buang waktu? Namun ia mengetahui ada sesuatu yang Tuhan ingin ia kerjakan sehingga ia melakukannya. Contoh terakhir nabi Yunus. Ia diminta Allah untuk pergi ke kota Niniwe. Itu kota yang jahat sehingga ia berkesimpulan mengapa harus ditobatkan?  Harusnya tidak ada penduduknya yang selamat! Sehingga ia lari ke Tarsus dan dimakan ikan. Akhirnya ketika ia menobatkan Niniwe, penduduk Niniwe pun bertobat. Tuhan merasa kasihan kepada  orang-orang yang bertobat, Tapi malah nabi Yunus menyesal. Karena ia tahu Tuhan akan mengampuni Niniwe. Dengan demikian ia merasa “lebih” dari Tuhan.  Dengan demikian, saat dipanggil ada yang menjawab “ya”, “tidak” atau “setengah hati”.

Permintaan Allah sekarang ini tidak ada yang aneh seperti ketika Dia meminta kepada Abraham , Hosea, Yunus (tidak sampai seberat itu). Tetapi yang Dia minta secara umum , berlaku untuk semua, kecuali sesuatu yang spesifik. Secara umum, Allah meminta kita untuk mendengarkan suaraNya. Zaman ini adalah zaman anugerah di mana anugerah Allah begitu berlimpah. Kita dapat menjumpai Alkitab secara bebas di toko buku dengan berbagai terjemahan.  Meskipun anugerahNya luas dan berlimpah, tetapi di tengah hal demikian, justru para dombaNya paling tuli  dalam mendengarkan suaraNya. Sampai dombaNya tidak tahu apakah ini suara gembala yang asli atau asing. Contoh : ketika pengajaran di sampaikan di atas mimbar tidak banyak jemaat yang mempunyai sikap yang kritis , karena tidak membaca Alkitab dan menggalinya. Dengan demikian bagaimana kita tahu suara yang benar?  Hari ini domba tuli dan buta terhadap isi Alkitab. Ada seorang penginjil bernama Robert Samuel. Ia menemukan seorang korban kebakaran di Kansas, Amerika yang  menjadi buta dan kedua tangannya buntung. Padahal ia baru bertobat dan ingin belajar Firman Tuhan. Kemudian ia merasa putus asa, karena tidak bisa membaca Alkitab dengan jalan merabanya. Waktu ia mencoba meraba dengan bibirnya, juga tidak bisa karena bibirnya rusak terbakar. Suatu kali, tanpa sengaja saat ada sesuatu yang terjatuh di mesin Braille, ia berusaha membersihkannya dengan lidah. Ternyata ia bisa mengenali huruf Braile dengan lidahnya! Sehingga mulai hari itu ia bisa membaca. Ia sudah membaca dari kitab Kejadian sampai Wahyu 4 kali dalam 2 tahun. Bagaimana dengan kita yang memiliki kelengkapan organ tubuh? Bagaimana kita tahu permintaan Allah yang baik , walau sepertinya tidak masuk akal? Iman bertumbuh dari pendengaran akan firman Tuhan, membaca dan merenungkannya.

Ada seorang Kristen, karena tidak setuju dengan ajaran saksi Yehova, ia mengajak pengikut saksi Yehova berdebat dan coba mempertobatkannya. Tapi ia kalah, karena ia tidak punya banyak kemampuan, termasuk ayat hafalan. Pengetahuannya kalah jauh. Terakhir, ia ditanya, “Berapa kali kamu sudah baca Alkitab?”. Ternyata walau sudah 17 tahun menjadi Kristen, ia tidak pernah membaca seluruh Alkitab dari  Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sang pengikut saksi Yehova berkata,”Bagaimana mungkin kamu memenangkan pertobatan saya, kalau kamu tidak pernah membaca seluruh isi Alkitab sekali pun? Saya sudah membaca alkitab saya puluhan kali sejak masuk Saksi Yehova”. Sekarang ini banyak ajaran yang tidak benar, tetapi banyak yang tidak bisa menangkalnya. Mereka rajin “menginjili” dari rumah ke rumah. Mereka rajin baca Alkitab. Bagaimana dengan kita? Abraham walau belum ada Alkitab terutlis, tetapi suara Allah ia dengarkan sampai masuk dalam hatinya dan percaya. Sehingga saat terjadi sesuatu ia percaya Allah itu baik.


No comments:

Post a Comment