Tuesday, May 8, 2018

Bahwasanya untuk Selama-Lamanya Kasih Setia-Nya

Pdt. Hery Kwok

Matius 26:30  Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun.
Mazmur 136:1-26
1  Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
2  Bersyukurlah kepada Allah segala allah! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
3  Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
4  Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
5  Kepada Dia yang menjadikan langit dengan kebijaksanaan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
6  Kepada Dia yang menghamparkan bumi di atas air! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
7  Kepada Dia yang menjadikan benda-benda penerang yang besar; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
8  Matahari untuk menguasai siang; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
9  Bulan dan bintang-bintang untuk menguasai malam! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
10   Kepada Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
11  Dan membawa Israel keluar dari tengah-tengah mereka; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
12  Dengan tangan yang kuat dan dengan lengan yang teracung! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
13  Kepada Dia yang membelah Laut Teberau menjadi dua belahan; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
14  Dan menyeberangkan Israel dari tengah-tengahnya; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
15  Dan mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut Teberau! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
16  Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
17  Kepada Dia yang memukul kalah raja-raja yang besar; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
18  Dan membunuh raja-raja yang mulia; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
19  Sihon, raja orang Amori; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
20  Dan Og, raja negeri Basan; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
21  Dan memberikan tanah mereka menjadi milik pusaka; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
22  Milik pusaka kepada Israel, hamba-Nya! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
23  Dia yang mengingat kita dalam kerendahan kita; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
24  Dan membebaskan kita dari pada para lawan kita; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
25  Dia yang memberikan roti kepada segala makhluk; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
26  Bersyukurlah kepada Allah semesta langit! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Pendahuluan

              Pada kitab Mazmur pasal  136 dari ayat 1-26 penulisnya berulang-ulang mengatakan “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya”. Hal ini berarti pemazmur tersebut ingin menekankan pada orang-orang yang mendengar madah (pujian) saat itu dan orang-orang percaya saat ini bahwa kasih setia Allah untuk selama-lamanya. Mungkin kita seringkali menemui kesulitan dalam memahami arti “selama-lamanya”, karena di dalam dunia yang fana ini kita memiliki keterbatasan (limitasi). Contoh : dalam menjalani bahtera kehidupan rumah tangga suatu kali pasangan suami-istri yang pada awalnya mengalami kebahagian, menemukan bahwa  kebahagian itu sifatnya sementara dan kemudian hilang baik karena pasangannya meninggal atau tidak setia. Di sini sang suami atau istri sulit menemukan pengertian “selama-lamanya”. Padahal sewaktu mengikrarkan janji pernikahan, mereka telah mengatakan, ““Saya mengambil engaku menjadi istri/suami saya untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya; pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus”. Namun faktanya istilah “selama-lamanya” seringkali sulit ditemukan dalam perjalanan hidup pernikahan sehingga kita terkadang sulit memahami arti “selama-lamanya” seperti yang diungkapkan oleh pemazmur tersebut.

Mengukur Kasih Setia Tuhan

              Saat ada yang menanyakan apakah kasih setia Tuhan benar-benar kita rasakan berarti kita sedang mengukur atau menanyakan alasan kasih setia Allah. Seringkali kita mengukur kasih setia Allah berdasarkan hal-hal yang positif, meng-enak-kan dan menggembirakan. Saat itu kita mengatakan Allah itu luar biasa baik dalam kasih setiaNya. Karena kita menikmati berbagai kebaikan dari sudut pandang positif di mana kita menerima berkat, kesehatan , keberhasilan sehingga kita berkata Dia memiliki kasih setia yang luar biasa. Namun saat menghadapi fakta kehidupan yang sulit seperti yang dialami Ayub di mana semua anaknya meninggal , harta kekayaan habis lenyap dan ia tinggal dengan istrinya dalam kondisi yang sulit. Itulah fakta di mana Ayub mengalami kehidupan yang tidak mengenakkan. Saat menghadapi peristiwa tersebut apakah kita berani mengatakan dengan mulut kita kepada orang lain bahwa Allah itu baik? Belum tentu.
              Dalam buku Where is God When It Hurts (1977) karangan Philip Yancey (1949) dalam bagian pendahuluan  dikisahkan ada seorang pemudi yang mengalami kelumpuhan karena tulang belakangnya patah. Lalu seorang sahabatnya (seorang percaya) datang dan selalu bercerita tentang Tuhan. Pemudi yang lumpuh ini bertanya,”Apakah pada waktu aku jatuh dan kemudian tulang belakangku patah, Allah benar-benar ada dalam kejadian itu? Apakah Allah benar-benar menyertai saya saat kejadian itu?” Sahabatnya sulit menjawabnya. Karena waktu ingin menjawabnya dia merasa apakah dalam kejadian yang membuat temannya itu lumpuh menjadi bagian dalam kasih setia Allah. Belum tentu kita bisa menjawab pertanyaan seperti ini dengan baik. Seringkali kita mengukur, menilai dan memahani kasih setia Allah hanya dari sudut pandang berkat, bersifat positif dan keberhasilan baru kita memandang Allah dalam kasih setiaNya yang hebat. Maka Pemazmur ingin mengajak kita untuk melihat kasih setia Allah melampaui hal-hal yang bisa kita alami dalam dunia yang tidak terduga ini (hal-hal yang sifatnya menyenangkankah atau hal-hal  sungguh-sungguh menyakitkan dalam hidup kita). Pemazmur memberikan pengajaran yang luar biasa di mana ia tetap mengatakan berulang-ulang,”Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya “. Frase ini terus diulang bukan karena pemarmur tidak punya dasar tapi ia punya pemahaman yang jelas tentang Allahnya.

Ada 2 hal yang dipelajari dari Mazmur 136:1-26

1.     Kasih setia Allah dalam penciptaanNya

Dalam Mazmur 136:4-9, pemazmur ingin mengatakan pada orang-orang yang mendengarkan pujiannya, bahwa kasih setia Allah itu terbukti dalam penciptaan yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Allah Sang Pencipta adalah Allah yang kasih setiaNya benar-benar untuk selama-lamanya. Pada ayat 4 pemazmur mengatakan  Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar!  Keajaiban apa yang dilakukan oleh Allah, Sang Pencipta? Ia-lah dalam kebijaksanaanNya menjadikan langit dan bumi, menghamparkan bumi di atas air, menaruh benda-benda penerangan yang tergantung dan tidak jatuh dalam seluruh masa tetap berada di sana. Bagi orang-orang Perjanjian Lama itulah keajaiban-keajaiban yang Allah lakukan di dalam penciptaanNya. Sehingga waktu mereka menyaksikan bulan , bintang dan lainnya, mereka melihat Allah dalam penciptaanNya sungguh-sungguh memelihara dengan kasih setiaNya yang luar biasa. Semua langit, bumi, benda-benda penerang tetap berada di tempatnya (di porosnya) dan tidak bergeser sedikit pun oleh apa pun dan mereka tetap tergantung di sana di dalam kemahakuasaan Sang Pencipta. Pemazmur ingin mengatakan bahwa apa yang dikerjakan Allah sungguh-sungguh dalam kasih setia yang hebat. Dia sungguh-sungguh tidak meninggalkan perbuatan tanganNya. Sehingga dalam votum diakui , “Bahwa pertolongan kita adalah di dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi.” Dia yang memelihara dengan kasih setiaNya artinya seluruh penciptaan benar-benar dipelihara dengan baik oleh Allah. Tetapi ayat 4-9 akan ditemukan perbandingannya pada Mazmur 8:4-5 sewaktu Daud menulis kalimat yang luar biasa “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Daud coba membandingkan keajaiban Allah yang hebat dengan manusia yang kecil. Pada ayat berikutnya 6-7 dikatakan, “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:” Di sini kita bisa menemukan kasih setia Allah yang hebat sewaktu dibandingkan dengan alam semesta dan manusia karena manusia dalam perjalanannya tidak pernah setia kepada Allah. Pada waktu Allah menciptakan Adam dan Hawa, mereka  memberontak dan tidak setia kepada Allah. Seluruh keturunan Adam dan Hawa hidup dalam ketidaksetiaan kepada Allah, tetapi ketidaksetiaan manusia tidak pernah menggoyang kesetiaan Allah. Sehingga waktu pemazmur mencoba mengangkat tentang  ciptaan alam semesta, dikatakan alam semesta saja setia kepada Allah. Langit, bumi , bulan dan bintang setia pada fungsinya, sedangkan manusia tidak setia walau Allah tetap memelihara. Perbandingan kontras seperti inilah yang membawa kita bisa melihat bahwa ternyata kasih setia Allah tidak pernah bergeser terhadap umat manusia dan terhadap orang-orang pilihannya. Dia tidak akan pernah menarik kasih setiaNya. Sehingga tepat sekali pemazmur mengatakan bahwa,”Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya”.  Terhadap orang yang kita kasihi, bisa saja kita tidak setia apalagi orang yang jauh dari kita. Rekan bisnis yang sudah lama berhubungan bisa saja tidak setia. Menghadapi orang yang tidak setia, kita berkata,”Saya menyesal berkawan (berteman) dengan kamu. Saya menyesal berbisnis dengan kamu karena kamu tidak setia” Tetapi Allah tidak demikian. Sehingga pemazmur memberikan garis kesimpulan yang kuat,”Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya”. Jadi kasih setia Allah dalam pandangan pemazmur membuktikan Allah yang  tidak pernah berubah dalam ketetapanNya untuk mencintai manusia. Kita sungguh-sungguh mendapat belas kasihan dalam kasih karunia  yang sedemikian hebat dari Allah.

2.     Allah adalah Penyelamat dan Pelindung. Kasih setia Allah adalah nyata dalam kondisi susah. Dia memelihara hidup kita meskipun kita tidak setia.

a.     Allah Pencipta sekaligus Penyelamat hidup kita.

Mazmur 136: 10-22 menceritakan tentang perjalanan orang Israel keluar dari Mesir dengan pertolongan Tuhan sehingga mereka memiliki tanah perjanjian dengan mengalahkan raja-raja di bagian Timur. Raja Og dan Raja Sihon dikalahkan waktu kepemimpinan Musa sebelum mereka masuk ke tanah perjanjian. Pemazmur ingin mengatakan Allah pencipta itu sekaligus penyelamat dalam hidup orang Israel sebagai umatNya karena Dia menyertai mereka sejak keluar dari Mesir sangat terbukti hingga masuk ke tanah Perjanjian.
Pada ayat 10-15 ada 6 kali cerita bangsa Israel keluar dari Mesir diulang-ulang dengan sedemikian baik. Mereka keluar dari Mesir lalu dengan  tangan Tuhan yang kuat membelah Laut Teberau (Laut Merah).
Pada ayat 17-22 diceritakan tentang bagaimana Allah memberikan tanah yang bisa mereka miliki.
Pada ayat 16 pemazmur menulis satu bait, Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Pada ayat ke 10-15 kita menemukan kasih setia Allah sedemikian dramatis. Pada waktu Engkau membawa kami keluar dari Mesir, pada waktu Engkau membelah Laut Teberau, itu merupakan peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang dialami oleh bangsa Israel. Lalu mereka berperang melawan Raja Sihon (raja orang Amori) dan Raja Og (raja orang Basan) yang sedemikian besar kerajaannya. Ibarat kerajaan kecil melawan kerajaan besar tetapi mereka bisa mengalahkannya. Hal itu diceritakan dengan sedemikian baik sehingga seluruh alurnya sangat dramatis. Tetapi pada ayat 16,pemazmur hanya menulis 1 bait yaitu Kepada Dia yang memimpin umatNya melalui padang gurun. Sepertinya ayat 16 ini tidak ada arti, tetapi ayat inilah ungkapan cinta kasih Tuhan yang kedua pada pasal 136. Karena di padang gurun selama 40 tahun lah Allah membuktikan kasih setiaNya yang sedemikian agung dan kekal karena 40 tahun mereka berubah setia dengan segala kejahatan mereka, tetapi selama 40 tahun Allah melakukan perkara yang tidak pernah dikurangi yaitu pemeliharaanNya. 40 tahun mereka makan dan tidak pernah kekurangan. Bahkan saat mereka bersungut-sungut meminta daging, Allah memberikan daging dengan cara yang luar biasa. Ada beberapa orang yang rakus sehingga saat daging masih di mulut mereka menangkap lagi binatang yang lain. Mereka mencoba menangkap daging dengan rakus. Di situlah Allah tidak pernah tidak memelihara mereka. Saat lapar Allah memberikan makanan dan saat mereka haus Allah memberikan air. Makanan dan minuman adalah satu gambaran yang jelas, bagaimana kebutuhan pokok manusia tidak pernah dilalaikan Allah. Sehingga selama 40 tahun , pemazmur dalam 1 ayat mengatakan Allah hebat dalam pemeliharaanNya. Ia benar-benar memelihara dengan sempurna. Sehingga Musa mengatakan, “Adakah kasutmu menjadi rusak? Adakah pakaianmu menjadi robek?” Tidak ada! Karena kasih setiaNya luar biasa. Bagian ini ingin mengatakan ke kita bahwa kasih setianya Allah itu dasarnya kokoh karena Ia membuktikan pemeliharaan dalam hidup kita. Meskipun kita tidak setia kepada Dia , Dia tetap pelihara kita.  

b.     Bukan saja Dia memelihara kita tetapi Dia sekaligus melindungi kita

Padang gurun adalah tempat di mana saat siang hari panasnya luar biasa, sedangkan pada malam hari dinginnya luar bisa. Dalam ekstrim cuaca yang sangat luar biasa kontras ini, mereka disertai dalam perjalanan dengan tiang awan (pillar of cloud) dan tiang api (pillar of fire).  Menarik sekali karena pada saat pembinaan di kelas Tiranus, Pdt. Thomy Matakupan membahas tentang istilah tiang awan dan tiang api. Dikatakan tiang awan ada pada siang hari sehingga panas yang terik itu tidak membuat mereka kehausan dan tidak kehilangan tenaga mereka karena tiang awan itu menutupi mereka. Pada waktu malam yang dingin dan gelap, tiang apilah yang ada. Pernah tidak memikirkan perubahan antara tiang awan dan tiang api terjadinya bagaimana? Apakah seperti di  film di mana tiba-tiba terjadi tiang api dan pada pk 6 pagi langsung terjadi tiang awan? Pada waktu menjelang malam , tiang api keluar dan bersinar artinya di dalam tiang awan ada tiang api. Sewaktu tiang api keluar pada malam hari, maka orang Israel melihat pemeliharaan Tuhan. Di situlah dikatakan kasih setia Allah berlapis-lapis.  Dia berlapis pada pagi hari dan keluar pada malam hari. Artinya kebaikan Allah dalam memimpin orang Israel sempurna. Tidak pernah Allah sedikit pun lalai untuk melindungi mereka. Itu sebabnya pada ayat 16, pemazmur hanya menulis 1 bait tetapi sangat dipahami bangsa Israel bagaimana Alalh melindungi dan memelihara mereka. Karena itulah dasar “kasih setia Allah selama-lamanya” keluar dari hati sang pemazmur.

c.     Kasih setia Allah adalah nyata dalam kondisi susah

Pada Matius 26:30 dikatakan Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun. Ada beberapa penafsir mengatakan puji-pujian yang dinyanyikan oleh Yesus adalah puji-pujian dari Mazmur 136 yang dikenal sebagai “Hallel (artinya pujian) Mesir (Hallel Agung)”. Ini adalah madah pujian dalam tradisi orang Israel yang dinyanyikan pada waktu mereka mau merayakan Paskah :  “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia Allah”. Hal ini sangat menarik karena Tuhan Yesus menyanyikan ayat ini sebelum Dia disangkal oleh Petrus, dikhianati oleh Yudas, imam-imam membawaNya ke pengadilan sebelum disalib. Artinya Tuhan Yesus ingin mengajarkan kasih setia Allah adalah nyata. Dalam kondisi susah sekalipun Tuhan tetap setia kepada kita. Kalau kita pernah disangkal atau tidak diakui maka itu merupakan peristiwa yang sangat menyakiti hati kita karena kita tidak diakui lagi oleh orang yang mengenal kita. Kalau kita punya anak, pada zaman dahulu untuk menghormati orang tua diajarkan dengan jalan menceritakan dongeng seperti Malin Kundang (dongeng asal Sumatra Barat). Maling Kundang sangat dikenal. Untuk menghormati orang tua dikatakan,”Jangan seperti Maling Kundang”. Kisahnya tentang seorang anak yang setelah besar merantau lalu berhasil dan menjadi kaya, punya istri yang cantik dan berlimpah kekayaan. Kemudian datanglah orang tua yang miskin dan tidak diakui oleh Maling Kundang. Cerita ini sangat membekas dalam diri saya. Waktu saya mau menyangkal orang tua saya yang miskin  saya teringat cerita ini dan saya pun takut dikutuk menjadi  batu dalam posisi berjongkok. Jadi saya rasa takut sehingga akhirnya cerita itu membuat saya tidak boleh menyangkal orang tua. Saat tidak diakui oleh anak, orang tua, kerabat yang menimbulkan hati yang sangat sakit. Waktu Yesus menyanyikan lagu “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya” Dia akan disangkal. Yesus merasakan perasaan paling pedih dalam hidup manusia yaitu disangkal oleh orang yang dikasihi. Bukan saja Yesus disangkal oleh Petrus, kemudian Yudas juga mengkhianatiNya. Waktu hati kita dikhianati itu merupakan tikaman yang mematikan seluruh enersi kita, hati, perasaan dan emosi kita seperti ditikan dengan belati dan membuat seluruh kekuatan kita lumpuh karena pengkhianatan adalah sesuatu yang paling mengerikan dalam hidup manusia. Yesus mengalami peristiwa ini dan peristiwa itu tidak membuat Dia tidak menyanyikan kasih setia Allah. Pada waktu Dia harus masuk dalam jalan salib (via dolorosa) sekali lagi Dia membuktikan bahwa kasih setia Allah tidak pernah undur dalam peristiwa ini. Itu sebabnya Yesus mengatakan di dalam pujian itu,”kasih setia Allah luar biasa” sampai selamanya.

Tema yang diambil  dalam ucapan syukur GKKK Mangga Besar,”Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setianya” berdasarkan kebenaran Allah sendiri. Kasih setia Allah tidak bisa diukur oleh kita hanya saat senang denganNya atau merasakan keberhasilan saja. Tetapi kasih setia Allah justru akan bisa dinikmati pada saat kita mengalami kesulitan demi kesulitan.

Penutup

              Saya melayani dan menjadi hamba Tuhan di GKKK Mangga Besar selama 4 tahunan (bulan Agustus 2018 genap 5 tahun). Waktu pertama bergabung saya bertanya ke majelis,”Apakah gedung gereja yang sudah sedemikian rusak itu tidak mau direnovasi?” Dijawab oleh majelis,”Bukan tidak mau renovasi tetapi kami tidak mempunyai dana.” Waktu itu saya sampaikan,”Mari kita mulai renovasi. Kita adakan gerakan membawa perpuluhan yang dicanangkan secara teratur untuk diberikan setiap awal bulan.” Majelis merasa was-was karena sudah lama berlangsung sedangkan saya adalah pendatang baru, sepertinya hal itu sederhana dan mudah saja walau sebenarnya tidak. Tetapi saya percaya kasih setiaNya luar biasa. Selama 4 tahun gedung gereja ini benar-benar direnovasi mulai dari  lantai 4 untuk kelas Sekolah Minggu, lalu turun ke ruang untuk ibadah remaja-pemuda, kantin, cat dinding gereja lalu beralih ke ruang kebaktian umum. Selama 4 tahun Allah membuktikan kasihNya sehingga gereja tidak pernah kekurangan. Saya suka menanyakan berapa jumlah kas gereja yang dijawab bendahara majelis besarnya nihil. Saya katakan,”Puji Tuhan jumlahnya tidak minus”. Kalau sampai minus berarti kita berada dalam keadaan sulit sehingga kita harus berjuang lebih keras lagi. Setiap kali saya bertanya ke bendahara majelis, selalu jumlah uangnya berada dalam kondisi ‘net’ (bergulir) . Istilah net (bergulir) diambil dari istilah bulutangkis. Di mana saat bergulir (netting), bolanya tidak bisa dijangkau oleh lawan. Jadi bola kok (shuttlecock) yang paling manis berada di net lawan karena tidak bisa dikembalikan lawan. Itulah bola kemenangan. Kemarin ada mantan jemaat yang datang dan berkata, “Kalau kas gereja di sini belum defisit itu masih bagus. Karena gereja saya sudah defisit.” Dia katakan bahwa kondisi gereja kita lebih baik karena tidak defisit. Kita seringkali mengukur kasih setia Allah dari sudut-sudut  : selalu positif , berhasil dan ada padahal kasih setia Allah justru sangat nyata dalam segala keterbatasan kita.  Itu sebabnya tema hari ini diangkat agar kita melihat kasih setia Allah sungguh nyata. Saya rindu agar setiap kita mengalami kasih setia Allah bukan dalam cerita orang atau karena teori tetapi karena kita mengalami sendiri kasih Allah itu nyata walaupun padang gurun yang akan dialami begitu panjang dan dahsyat. Mungkin kita akan mengalami sakit dan kesulitan tetapi hal itu tidak pernah menghilangkan kasih setia Allah. Mungkin kita berada dalam kesulitan ekonomi tetapi kesulitan tersebut tidak pernah menggoyangkan kasih setia Allah. Mungkin kita sedang bergumul untuk anak yang akan studi dan tidak ada biaya namun  kesulitan itu tidak pernah membuat Allah menarik kasih setiaNya. Maka mari bersama pemazmur kita berkata,”Kasih setia Allah sungguh dan selama-lamanya sampai selama-lamanya”.

No comments:

Post a Comment