Monday, May 21, 2018

Penderitaan Kristus Teladan Kita

Ev. Putra A.P. Waruwu

1 Petrus 2:18-25
18  Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis.
19  Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.
20  Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.
21  Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
22  Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
23  Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.
24  Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.
25  Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.

Pendahuluan

              Di dalam dunia ini ketika kita mengingini sesuatu pasti yang diingini itu punya kualitas. Misalnya, kalau kita mau membeli makanan kita akan melihat terlebih dulu cita rasa dan isinya seperti apa. Kalau kita membeli handphone kita bertanya tentang fitur,kualitas dan kelebihannya seperti apa. Ketika memilih pasangan hidup kita juga punya kriteria tertentu seperti penampilan, sikap dll. Semua kriteria dan kualitas yang dituntut adalah yang baik dan bisa memuaskan kita. Ketika datang beribadah di gereja, kita punya kerinduan ingin menikmati ibadah yang kusuk , indah dan menyenangkan hati. Kalau ibadahnya adem-ayem maka setelah selesai ibadah, kita merasa tidak mendapat apa-apa. Setiap kita menginginkan segala sesuatu yang berkualitas yang bisa kita lihat dari penampilan (casing). Tetapi kita juga melihat manusia dituntut dan membutuhkan kualitas dari sebuah karakter. Orang percaya yang sudah diselamatkan, janji imannya berkata,”Saya akan berusaha menjadi orang yang rendah hati dan sabar”. Itu keinganan kita ketika menjadi bagian atau milik dari Kristus. Ketika semua keadaan normal, tidak ada yang mengganggu, mengusik atau menyinggung, kita menjadi orang yang sabar dan rendah hati. Tetapi ketika mendapat umpatan, fitnahan, cacian, makian, cemoohan, apa yang menjadi respon kita? Apakah kita tetap sabar dan rendah hati atau menjadi sebaliknya kita menjadi seperti singa yang ingin menerkam orang yang sedang mengusik kehidupan kita?
              Hal-hal yang tidak menyenangkan adalah alat ukur melihat keberadaan kita sesungguhnya. Ketika diperhadapkan dengan banyaknya persoalan dan tantangan hidup, saat itu kita sedang diuji imannya (siapa kita sebenarnya di hadapan Tuhan). Hari ini kita belajar dari 1 Petrus 2:18-25 dalam satu tema “Penderitaan Kristus adalah Teladan Kita”. Teladan yang diberikan Kristus tidak tanggung-tanggung karena berada paling atas (tertinggi). Bagaimana kita meneladani Dia di tengah penderitaan yang sedang dialami?
              Kenapa Rasul Petrus mau menuliskan bagian ini kepada orang-orang Kristen yang saat itu berada di Asia Kecil? Kita ditarik untuk kembali melihat akan pengorbanan Kristus di kayu salib, penderitaan dan sakit penyakit, sebelum Dia mati dan bangkit pada hari ketiga. Kita sedang ditarik ke belakang untuk kembali melihat dan mengingat bagaimana penderitaan itu harusnya menjadi teladan untuk kita.  Surat ini ditujukan kepada orang-orang  Kristen di Asia kecil saat itu yang tengah menderita karena iman percaya kepada Tuhan. Orang-orang Kristen ini adalah pendatang dari beberapa daerah dan negeri berkumpul di Asia Kecil. Asia Kecil merupakan tempat berkumpul dan berdiamnya orang-orang kafir (orang-orang yang tidak mengenal Tuhan dan belum percaya Tuhan). Mayoritas di sana adalah orang kafir. Suatu waktu orang-orang  Kristen datang berkumpul dengan orang-orang kafir di sana. Bukan hal yang mudah dan enak berkumpul pada komunitas seperti itu. Banyak tantangan dan persoalan hidup yang menjadi bagian hidup mereka. Mereka hidup di bawah tekanan, penganiyaan , tuduhan, direndahkan, hidup sebagai budak bahkan ada yang hidup dengan suami non Kristen. Itu merupakan penderitaan mereka saat itu, bagaimana mereka berjuang untuk mempertahankan iman di tengah lingkungan yang sangat tidak mendukung. Namun di tengah penderitaan itu, Rasul Petrus mengirimkan sebuah surat kepada mereka yang memberikan penghiburan dan kekuatan. Isinya tentang bagaimana mereka harus bersikap di tengah penderitaan yang mereka alami. Karena Rasul Petrus melihat orang-orang Kristen ini telah mendapat hak yang sama untuk menjadi ahli waris kerajaan Allah. Penderitaan yang digambarkan Rasul Petrus dalam surat ini merupakan ujian untuk membuktikan kemurnian iman. Jadi kita harus memiliki pola pikir yang sama dahulu untuk memahami perikop ini.

Definisi Penderitaan

              1 Petrus 2:18-25 berkisah tentang bagaimana Kristus mengalami banyak penderitaan, untuk apa Ia mengalami penderitaan itu  dan apa hasil dari penderitaan yang Ia alami. Dalam dunia yang telah jatuh dalam dosa, penderitaan adalah hal yang biasa. Penderitaan itu ada 2 yaitu ada  yang karena dosa kita dan ada yang karena perkenanan Tuhan bagi kita. Pada Kejadian 3 mengisahkan bagaimana Tuhan menghukum manusia di Taman Eden akibat dosa manusia itu sendiri. Kita harus berpikir mengapa kita menderita? Apakah karena dosa kita atau karena kasih karunia Allah memperkenankan kita mengalaminya? Dalam Kejadian 3 dikisahkan bagaimana seorang perempuan akan susah ketika mengandung dan melahirkan, bagaimana seorang laki-laki akan susah mencari nafkah hidup (engkau akan berpeluh ketika menikmati hasil jerih payah). Sakit dan susah bukan? Semua itu karena Tuhan menetapkan kita untuk menjalani dan menikmati penderitaan itu.
              Sebagian orang memilih melarikan diri dari masalah yang dihadapi, sebagian juga memilih untuk tetap bertahan dan setia, namun ada juga yang menyalahkan diri, orang lain atau keadaan. Di KBBI, penderitaan adalah suatu situasi ketidaknyamanan karena keberadaan kita sedang diusik oleh sesuatu atau oleh orang lain. Kita tidak nyaman karena diganggu dan diusik, itu namanya penderitaan. Tetapi yang menarik, ketika Rasul Petrus megingatkan penderitaan yang terberat adalah ketika kita diperlakukan dengan tidak adil tanpa alasan yang benar. Maka Petrus kembali mengingatkan dengan kisah penderitaan Kristus. Dalam kalimat yang lebih sederhana, penderitaan adalah  suatu keadaan di mana seseorang mau menderita karena kebenaran.
              Ingatkah kita akan kisah Rasul Petrus yang menulis surat ini? Bagaimana akhir hidupnya? Ia mati dengan cara disalib dengan posisi terbalik. Bukan hal yang mudah dan enak, tetapi Tuhan berkenan bagi dia. Dalam surat Paulus dikatakan “kasih karuniaKu cukup bagimu”. Petrus kembali mengingatkan kita, bagaimana seharusnya kita meresponi penderitaan kita, menghadapi tantangan iman di tengah keluarga, dunia pekerjaan ,lingkungan masyarakat atau gereja saat ini. Bukan berarti di tempat ini tidak ada tantangan iman. Justru di sini banyak tantangan iman. Walau sama-sama Kristen tetapi pola pikir kita berbeda-beda. Kalau kita tidak mempunyai satu titik temu yang jelas, maka kita akan bisa berpisah. Bagaimana kita meresponi penderitaan yang sedang kita alami, karena kita tengah berbuat kebenaran?

Makna Penderitaan Bagi Orang Kristen (Penghiburan Rasul Petrus dalam menghadapi penderitaan)

1.     Orang-orang Kristen tidak dikecualikan dalam hal penderitaan.

Jadi jangan tanya mengapa kita menderita karena itu sudah menjadi bagian kita. Kristus panggil kita bukan dengan paggilan yang “nanti kita akan mendapat sesuatu”. Yesus mengatakan,”Kalau mau mengikut Aku, maka sangkal diri ,pikul salib baru ikut Aku.” Itu bukan perkataan mudah untuk dilakukan karena seringkali kita lari dari Tuhan ketika menghadapi banyak tantangan hidup yang membuat kita tidak bisa berkembang dengan baik. Tetapi Rasul Petrus mau mengingatkan, ketika engkau menderita itu merupakan penetapan Allah. Ingatkah kita tentang kedaulatan Allah? Itulah keadilan Allah. Penderitaan karena kebenaran bukanlah kebetulan atau kecelakaan melainkan panggilan hidup kita. Ketika menyiapkan tema ini, “Oh Tuhan, penderitaan pun Engkau sebut panggilan dalam hidup kami.” Kata panggilan dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Saya menulis tugas akhir tentang panggilan pelayanan dalam dunia kerja. Dalam penelitian kata panggilan vokasi itu disebut bahwa penderitaan itu dikhususkan bagi orang-orang tertentu. Saya dan bapak-ibu adalah orang-orang yang diperkenankan untuk dipanggil menderita karena kebenaran. Ketika Allah memanggil kita untuk menderita maka Allah juga menghibur kita dengan anugerah keselamatan yang Ia sediakan bagi kita. Itulah penghiburan, kekuatan dan jaminan kita. Bukan awal yang menentukan tetapi akhirnya seperti apa. Di awal bisa kita katakan, “Saya setia ikut Tuhan” tetapi akhirnya belum tentu karena siapa tahu kita bisa berpaling dari Tuhan.
         Ada sebuah lagu yang sampai hari ini membuat saya bingung dan belum rela hati menyanyikannya judulnya “Suka-sukaMu Tuhan”. Lirik lagunya “Sungguhlah hidupku t'lah ditebus oleh kuasa darah yang kudus. Sekarang hidupku bukan millikku lagi. Apapun yang Tuhan mau lakukan, apa pun yang Tuhan mau inginkan, asalkan Tuhanku senang, semua kurelakan namaNya dimuliakan. Suka-sukaMu Tuhan (5x)”. Awalnya saya mendengarnya di sekolah teologi. Saya komplain ke bagian ibadah karena merasa kalimatnya tidak tetap. Bagi saya “Tuhan itu tidak suka-suka, Dia teratur, tersturktur, kreatif dan jelas”. Mereka menjawab dengan rohani,”Iya betul. Tetapi Tuhan itu maha segalanya , apa pun bisa Dia lakukan”. Akhirnya saya kalah namun setiap kali dinyanyikan saya tidak ikut menyanyi. Bahasa terkadang membuat kita bingung namun intinya : Allah berdaulat atas kita. Tadi malam saat menyiapkan khotbah saya mendengarkan lagi lagu itu dan merasa tidak tenang. Bagi saya, saya ingin mengatakan Allah berdaulat dan Dia yang menetapkan.

2.     Ketika kita menderita ingatlah ada satu pribadi sebelum kita yang telah menderita jauh lebih susah dari yang kita alami yaitu Kristus Penebus mulia yang menyelamatkan kita dari belenggu dosa.

Apa yang telah dilakukan Kristus dalam penderitaanNya bukan sebatas penghiburan tetapi itu adalah keteladanan hidup dan iman. Teladan itu adalah model dan pola yang dicontoh dan layak diikuti. Teladan sejati kita adalah Kristus. Apa yang dilakukan Kristus bukan hanya terbatas untuk dikagumi atau disyukuri, tetapi apa yang dilakukan Kristus adalah kemenangan untuk diikuti. Artinya kita dipanggil untuk siap menderita, berjuang karena iman kita. Kristus telah melakukan itu dan meninggalkan jejak-jejak bagi kita. Kalau kita menjelajah di sebuah tempat yang belum pernah kita datangi lalu tertinggal dari rombangan maka umumnya kita mencari jejak kemana-mana dan jejak itulah yang Kristus tinggalkan untuk kita. Saya mengajak untuk kita berpikir mengikut Tuhan itu susah, setelah ini kita akan menderita di sana? Tidak! Tetapi ingat hidup menderita demi iman kepada Kristus adalah panggilan yang Tuhan berikan pada kita! Penderitaan dan panggilan kita tidak sama (identik) dengan penderitaan Yesus tetapi ada mirip-miripnya, serupa tapi tak sama. Kita juga menderita hari ini di tengah dunia yang bergejolak dan menolak iman kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus. Penderitaan Kristus bertujuan untuk mendamaikan kita dengan Allah. Tetapi penderitaan kita adalah sarana bagi orang lain untuk mengenal Allah. Itu yang penting. Kalau Kristus mati untuk kita didamaikan dengan Allah, saat ini kita menderita supaya orang lain mengenal Allah melalui kehidupan kita. Bagaimana kita meresponsi setiap penderitaan yang sedang kita alami?

3 teladan Kristus atas penderitaan yang dialami.

1.     Kristus bersedia menderita tanpa melakukan kesalahan

Ayat 22. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketidak-berdosaan Kristus merujuk pada 2 hal : keseluruhan hidupNya yang tidak berdosa dan responNya yang benar dalam menghadapi penderitaan itu. Kristus tidak berdosa ketika Dia menerima dan menanggung penderitaan dan Dia tidak berdosa saat Ia menghadapi penderitaan. Ini yang sulit untuk kita. Kristus menerima dan siap disalibkan, Dia tidak berdosa, tidak melakukan apa-apa dan tidak mengancam. Ketika Dia mengalami penderitaan pun Dia juga tidak melakukan apa-apa. Kita bisa jadi menerima penderitaan tetapi ketika menjalani penderitaan, adakah kita tidak melakukan dosa? Apakah kita malah bersungut-sungut kepada Tuhan? Ketika kita melihat saudara/i kita sedang berjuang dengan imannya , mengalami dan merasakan ketidakadilan hidup, menjadi korban dari peristiwa memilukan, jangan tanya mereka dulu tetapi tanyalah diri sendiri, apakah kita mengumpat mereka yang melakukan itu atau kita mau berdoa bagi mereka? Mudah bagi seseorang untuk berbohong demi menghindari penderitaan. Ingat Rasul Petrus ketika ditanya,”Kamu juga salah seorang dari Dia kan?” Petrus menjawab , “Bukan!”.  “Kamu juga kan? Terlihat dari bahasamu!” Petrus kembali menyangkal.  Inilah kenyataan hidup. Inilah konsep yang Alkitab ingin ajarkan. Terkadang supaya kita aman, nyaman tidak terusik, maka iman seringkali menjadi taruhannya. Tidak sedikit sejarah mencatat banyak orang yang menyangkal iman, meninggalkan Tuhan dan berpaling dari Tuhan. Tidak demikian dengan Kristus. Tidak ada tipu daya dalam mulutNya. Kata “tipu daya” pengertiannya suatu kondisi di mana seseorang tidak tersenyum kepada orang lain tetapi pada saat yang bersamaan ia mengutuki orang itu di dalam hatinya. Misal :  saya merasa biasa saja saat bertemu dengan seorang teman, teapi jauh dalam hati saya sedang mengutukinya. Itulah tipu-daya. Yesus tidak melakukan itu. Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu?
Dalam buku “The Voice of the Martyrs” dikisahkan tentang Nikolai Khamara, seorang penjahat dari Rusia yang masuk ke penjara Uni Soviet tahun 1970 karena mencuri. Di sana ia bertemu dengan orang Kristen yang  setia beribadah dan berdoa. Ketika dapat makanan mereka berbagi dengan orang-orang di sekitar mereka. Akhirnya di dalam penjara Khamara menjadi seorang percaya kepada Tuhan. Setelah dibebaskan ia kembali ke Rusia dan bergabung gerakan penginjilan dari  gereja bawah tanah. Ketika banyak melakukan penginjilan di beberapa tempat, mereka ketahuan. Gembala sidangnya ditangkap dan dipaksa untuk menyangkali iman, meninggalkan Tuhan tetapi ia tidak mau melakukannya. Akhirnya gembala sidangnya diancam dengan menangkap pengikut nya jika tidak mau menyangkal iman. Khamara ditangkap dibawa dan dihadapkan kepada gembalanya. Gembalanya kembali ditantang, “Sangkal imanmu dan kalau tidak mau matanya dicungkil.” Gembala menangis tetapi Khamara berkata,”Setialah kepada Kristus dan jangan mengkhianati Dia. Saya bahagia menderita demi nama Kristus.” Akhirnya mata Khamara dicungkil. Pendetanya menangis histeris karena tidak kuat melihat penderitaan dari seorang pengikutnya yang militan dalam penginjilan. Gembala diperhadapkan dengan penderitaan yang semakin panjang,”Sangkal imanmu dan kalau tidak lidahnya akan dipotong!” Gembalanya menangis tetapi Khamara berkata,”Saat mataku diambil aku melihat hal-hal yang lebih indah daripada yang aku lihat dengan mataku. Aku akan melihat Sang Juruselamat. Untuk itu anda harus setia kepada Tuhan.  Jikalau kalian menginginkan lidahku sekarang ini, maka potonglah lidahku!” Adakah iman seperti itu Tuhan temui di dalam hidup kita? Jangankan kita berkorban mau dicungkil matanya, mau dipotong tangan-kakinya atau lidahnya, tetapi bagaimana ketika dalam lingkungan , keluarga dan masyarakat ada orang-orang yang tidak bisa menerima keberadaan kita sebagai orang Kristen? Adakah kita mulai undur atau kita tetap memiliki semangat yang sama untuk mengabarkan siapa Tuhan di tengah kesulitan yang sedang kita alami? Inilah kenyataan hidup. Zaman dahulu telah terjadi pada Yesus dan bapa gereja dan orang-orang setelah itu. Hari ini pun juga terjadi. Minggu lalu kita dikagetkan dengan bom yang memilukan di Surabaya. Beberapa gereja menjadi sasaran bom. Maka doakan kami (hamba Tuhan, karyawan dan tukang-tukang) yang tinggal di gereja. Kita tidak tahu, sekalipun kita mengatakan lingkungan kita aman. Dahulu kondisi GPPS aman karena di sepanjang jalan raya besar ada banyak gereja. Tetapi kalau Tuhan ijinkan terjadi seperti itu, siapa bisa menahan dan menolak? Natan dan Evan (anak usia 11 dan 8 tahun) menjadi korban bom di Gereja Katolik Maria Tak Bercela itu. Ada artikel yang menulis bagaimana respon seorang ibu ketika menghadapi kenyataan itu? Mereka Katolik yang setia dan dikatakan dalam artikel itu Ibu Wenny (mamanya) berkata,”Aku memaafkan pelaku. Aku mau belajar seperti Bunda Maria yang ketika Yesus disalibkan, ia tidak melakukan apa-apa yang mungkin membuatnya berdosa, ia menerima dan memaafkan itu.” Adakah rasa dendam dan kebencian yang masih tersimpan dalam hati kita? Bersediakah kita menderita sekalipun kita tidak bersalah tetapi karena kita sedang memperjuangkan iman kita? Para pemuda juga bergumul dengan iman mereka, lingkungan kerja mereka berada seakan-akan tidak menolong mereka untuk bertumbuh dalam kerohanian. Ketika saya menyinggung sesuatu yang rohani, hal itu akan mengancam saya. Inilah yang Kristus teladankan untuk kita, menderita tanpa salah.

2.     Bersedia menderita dengan sabar.

Ayat 23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Kata “caci maki” lebih tepat diterjemahkan dengan “kata-kata mengejek”. Pelecahan secara verbal seperti “Kalau kamu anak Allah selamatkanlah diriMu.” Ada kata-kata ejekan yang keluar dari mulut tentara-tentara Romawi yang sedang menghajar dan membawa Yesus untuk disalib di bukit Golgota. Tetapi dikatakan, ketika dicaci maki Dia tidak membalas dengan caci-maki. Kalau melihat bagian ini, rasanya kita enak dan teduh mendengarnya, tetapi ketika diperhadapkan pada bagian ini, belum tentu kita bisa tenang dan menerima. Dunia mengajarkan kejahatan dibalas dengan kejahatan , caci maki dibalas dengan caci maki (contoh : memang hanya dia yang punya mulut? Kita punya mulut, tetapi jangan gunakan mulut seperti itu). Senjata paling tajam ada di mulut. Lebih sakit daripada ditikam langsung, maka Yesus tidak mau berkata apa-apa, tetapi Dia diam dan menyerahkan diri kepada Tuhan. Ketika iman kita ditentang, boleh kita berjuang untuk mempertahankan iman tetapi jangan sampai membuat keributan dan menimbulkan masalah. Yesus bukan hanya tidak membalas tetapi Dia juga tidak mau mengancam karena Yesus seratus persen Allah dan manusia. Ia punya kuasa baik di langit maupun di bumi, tetapi Ia tidak menggunakannya untuk mengancam para tentara Romawi. Seharusnya Dia bisa berkata, “Kamu hati-hati. Setelah ini kamu akan binasa. Kamu tidak tahu gua siapa?” Tetapi Yesus tidak melakukannya , Dia hanya berdoa bagi mereka yang menganiaya bagi mereka, “Ya Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Manusia ada batas kesabaran. Ada ungkapan berkata, “Terlalu sabar diinjak-injak orang, tidak apa asal tidak diinjak-injak dan ditinggalkan Tuhan.” Kita harus sabar sampai kapan pun. Ada ukuran kesabaran? Tidak ada alat ukurannya (belum ditemukan). Itulah iman kita, iman tidak ada ukuran yang nyata kecuali firman Tuhan sendiri.
Ketika saya hendak menulis tentang karakter dan iman. Dosen saya bertanya, “Apa ukuran iman sehingga kamu bisa mengukur iman seseorang?”. Saya katakan ,”Tidak lain dan tidak bukan, hanya firman Tuhan yang menjadi standar dan ukuran dari iman itu sendiri. Ketika Yesus tidak mengancam, ini mengingatkan kita, bahwa bukan hanya orang yang berkuasa yang bisa mengancam, tetapi orang yang tidak berdaya dan memiliki kekuatan pun juga bisa mengancam. Tidak berdaya bukan berarti tidak mampu untuk membalas. Mungkin kita kalah fisik dengan orang yang sedang bermasalah dengan kita, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hati kecil kita berkata, bisa saja ada umpatan dan kutukan. “Kamu ya…!!” Yesus menghindari keduanya. Ia tidak membalas dan tidak mengancam melalui kutukan atau semacamnya. Yesus menyerahkan semua kepadaNya yang adalah Allah yang adil. Ia menyerahkan hidupNya, perkaraNya , penderitaanNya dan musuh-musuhNya, semuanya Yesus serahkan kepada Allah yang di surga. “ Ketika bagi Yesus semuanya, maka bagi Yesus kita serahkan semua tantangan kehidupan dan penderitaan yang sedang kita alami , menderita dengan sabar. Kemarin dalam pembesukan kami dapat jadwal ke RS Husada di bangsal Nusa Indah. Menarik karena umumnya pasien lagi down. Biasanya saat kita datang, mereka sedang bersuka cita tetapi  kemarin mereka sedang down. Ada ibu yang jadi langganan kita. “Ibu sedang apa?” dijawab,”Saya sedang error.” “Mau didoakan tante?” dijawab,”Boleh”. Jadi kita doakan. Setelah itu kita keluar bertemu dengan anak muda, 21 tahun. Namanya Fernando, anaknya cakap putih. Ia sedang berbaring dan menutup muka dengan bantal guling. Setelah sudah banyak pertanyaan diajukan tetapi tidak dijawab. Pasien disebelahnya, bapak-bapak hanya melihat kita. “Ada apa Pak? Dia tidur”. Tetapi Tuhan gerakan kita untuk bertanya banyak hal tetapi ia tidak mau menjawab. Akhirnya ia ditanya, “Kamu sekolah tidak?” Tidak . “Lalu adikmu?”  “Tidak mau sekolah karena ikut-ikutan aku.” Baru dia mulai cerita banyak hal. “Kamu mengapa ? Apa yang dipikirkan?” “Saya tidak mau cerita”. “Kamu apa yang mau didoakan?” “Saya tidak mau cerita!” Saya mulai takut, sebentar lagi ia ngamuk. Dia tidak mau cerita dan akhirnya kita tinggalkan dan pindah ke kamar sebelah. Yang ini bisa didoakan dan sedikit sharing. “Apa yang dipikirkan ?” “Tidak ada.” “Sakit apa?” “Tidak ada yang sakit.” “Di sini enak tidak ?” “Enak.” Setelah didoakan kita pindah lagi ke kamar paling depan. Kita bertemu dengan seorang bapak muda. Mungkin ia seorang professional dilihat dari cara bicara dan postur tubuhnya, kelihatannya ia seorang intelektual. Kita tanya sedikit dan selesai. Kita kembali ke Fernando, bertanya lagi namun tetap tidak menjawab. Setelah disinggung tentang adiknya baru ia mau terbuka. Akhirnya ia duduk dan menyampaikan maksudnya,”Saya mau pulang. Saya sudah bolak-balik masuk ke sini. Dokter sudah ijinkan pulang  tapi tidak diinjinkan pulang oleh Mami. Karena saya tidak mau minum obat di rumah. Kadang saya marah omelin papi mami karena mendengar sesuatu yang bising sehingga membuat saya pusing. Saya mau pulang” “Tunggu sabar ya. Ketika kamu tidak diijinkan pulang bukan berarti doamu tidak dijawab oleh Tuhan.” Ia pun minta dibawa pulang, minta dibayarkan rumah sakit karena uang ibunya sudah habis. Dia sebutkan nilai nominal biayanya. “Bagaimana mau bawa pulang, nanti kamu kumat lagi masuk sini lagi?” Dia tersinggung,”Jangan tertawa dong!” Kita diam. Tetapi yang dinantikan dia mau keluar dari tempat itu. Terlepas dari persoalan yang dialami, ia mau keluar. Tetapi kita datang untuk menguatkan. Tidak mudah berkata kepada orang lain untuk sabar.

3.     Bersedia menderita bagi orang lain.

ini paling penting dan membuat kita harus berjuang lebih keras lagi. Ayat 24-25 Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.  Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu. Ungkapan “dosa” diletakkan di awal ayat 24. Ini menunjukkan Kristus tidak mengenal dosa, tetapi diperkenankan Allah untuk menggantikan kita sebagai korban untuk disalibkan. Semua penderitaan akibat dosa Dia pikul dibahuNya untuk kebaikan kita. Ia bukan saja memikul dosa-dosa kita tetapi membuat kita hidup untuk kebenaran. Terbebas dari kuasa dan hukuman dosa adalah satu hal yang penting tetapi hidup untuk kebenaran adalah juga hal yang penting. Artinya ketika kita telah merasakan dan mendapatkan keselamatan kita diminta tindakan nya apa? Buktinya apa? Adakah kita menjadi orang Kristen yang duduk diam, berpangku tangan, menikmati dan menunggu semuanya berjalan seperti biasa atau kita punya kegerakan hati untuk mau berjuang, berbagi dengan orang-orang lain, tidak selalu ngomong tetapi melalui sikap hidup kita bisa menceritakan tentang hidup Kristus. Itulah yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita : mau bersedia menderita bagi orang lain. Ketika melihat orang di sekitar kita susah dan sulit, kekurangan adakah sejenak kita mau memutar pikiran kita , mencoba merasakan apa yang sedang mereka rasakan dan mengambil suatu keputusan untuk membantu mereka. Itulah penderitaan kita hari ini : mau menderita bagi orang lain. Bukan hanya itu,  bilur-bilur Kristus juga menyembuhkan kita. Ketika ayat ini menyebutkan bilur-bilur Kristus menyembuhkan kita , jangan disalahpahami karena bukan berarti semua penyakit akan sembuh dan segera sirna. Tetapi pengertian utama adalah penebusan dan pembalikkan hidup untuk hidup di dalam kebenaran. Itulah yang menyembuhkan, menguatkan dan memampukan setiap kita. Bilur-bilur  Kristus menjadi kesembuhan bagi setiap kita. 
Saat pembesukan kemarin, kita melayani di ruang ICU bertemu seorang bapak yang menderita tumor otak sehingga dipasangi selang untuk mengeluarkan cairan yang ada di otak. Kita datang dan bertanya. Namun beberapa pertanyaan dijawab tidak sesuai mungkin fokus pikirannya sedang terbagi. Tetapi ia minta “Tolong doakan saya. Ini sulit.” Beliau meneteskan air mata, saat itu tidak ada keluarga yang mendampingi. Sedikit waktu yang diberikan kepada kita, karena sebenatar lagi ia akan menjalani MRI. Ia minta dikuatkan dan didoakan. Ada nada-nada keputusasaan dan kelemahan ada di sana. Tetapi yang ia minta hanya satu yaitu,”Tolong doakan saya!’” Ketika ada teman , rekan , sahabat dan anggota keluarga minta “Tolong doakan saya!”, adakah kita telah berdoa untuk mereka? Adakah kita mau meluangkan sedikit waktu untuk berdoa bagi dia? Kadang saat bertemu jemaat di pasar minta didoakan, walau sudah meng-iya-kan, terkadang saya lupa mendoakannya. Tetapi hari ini, Yesus mengajarkan kita bersedia menderitalah bagi orang lain. Kita telah merasakan anugerah pemeliharaan Kristus. Dia memanggil dan menyelamatkan jiwa kita. Daniel Agung Putra Kusuma, siswa SMA kelas 2 usia 15 tahun yang menjadi salah satu  korban bom di depan gereja GPPS Surabaya, dalam cuplikan Mata Najwa saat berkunjung ke rumah duka, diceritakan bagaimana anak ini yang bekerja setiap Minggu sebagai tukang parkir di depan gereja yang cukup besar dan banyak jemaat, ia bekerja menjadi juru parkir menggantikan kakeknya. Tetapi pagi itu kejadian naas terjadi. Mobil datang menabrak pagar berusaha masuk. Daniel dan temannya berusaha menghalangi dan tidak ada yang tahu seketika itu bom meledak. Saya tidak habis pikir, bagaimana jika setelah ini kita keluar gereja dan menghadapi penderitaan lahir, adakah kita seperti mereka yang memberi maaf bagi mereka yang melakukan? Neneknya Daniel berkata, “Tuhan sayang kita. Tuhan mengasihi kita. Semua ada dalam perencanaan Tuhan.” Terkadang kita menolak kesusahan terjadi dalam hidup kita. Kita maunya  enak , nyaman dan aman saja, tidak mau susah, sulit, tidak mau berkorban. Tetapi peristiwa yang terjadi hari-hari ini kembali mengingatkan, menegur dan bahkan mungkin sedang menampar kita untuk mempertanyakan bagaimana iman kita di hadapan Tuhan? Mungkin kita saat melihat peristiwa itu berkata,”Tuhan saya bersyukur mereka bisa mengampuni.” Tetapi suatu waktu saat kita menghadapi seperti itu, adakah kita seperti mereka yang mau mengampuni dan menderita berkorban bagi orang lain?” Penderitaan ada untuk mendisiplinkan manusia, Allah membawa manusia mencapai suatu tujuan. Adakah saat ini kita sedang menghadapi persoalan besar? Penderitaan yang sedang kita alami, bagaimana kita meresponi setiap penderitaan itu? Tidak ada lagi alasan dirundung kesusahan dan diliputi penyesalan. Tidak ada lagi waktu untuk menyalahkan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Waktu yang ada adalah memandang Allah yang menetapkan dan mengontrol segala sesuatu. Pandanglah kepada Kristus yang telah lebih dahulu mempersiapakan jalan bagi kita.  Relakah kita memuliakan Allah melalui penderitaan kita? Amin .
             



No comments:

Post a Comment