Sunday, June 25, 2017

Allah Itu Nyata (Gereja Tidak Eksklusif dan Egois)


Ev. Natanael

Efesus 2:11-22
11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -- sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat," yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --
12  bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.
13  Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.
14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,
15  sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,
16  dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
17  Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat,"
18  karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.
19  Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
20  yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
21  Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.
22  Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

Kol 3:11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.

Pendahuluan

                Hampir dua bulan di TV ada berita tentang kondisi di Suriah yang nyaris tidak ada gedung yang utuh. Kalaupun ada gedung, bentuknya sudah setengah hancur. Bisa kita membayangkan  apakah kita bisa ke gereja dalam kondisi seperti itu? Kita bersyukur hari ini kita tidak perlu ada kegelisahan dan ketakutan saat datang ke rumah Tuhan. Sehingga waktu datang ke rumah Tuhan seharusnya kita memberikan hati yang siap, hati yang mau menyembah dan hati yang mau taat. Kalau tidak memiliki hati seperti itu, kita datang ke gereja hanya karena rutinitas semata atau hanya kewajiban sebagai orang Kristen saja. Apa yang firman Tuhan katakan tentang gereja? Tema kita hari ini “Allah itu Nyata” (Gereja tidak eksklusif dan egois). Bicara tentang gereja, sekali lagi kita harus berpatokan pada apa itu gereja? Tanpa pengertian yang benar dan tanpa mengetahui gereja, maka kita tidak bisa menilai apakah gereja itu eksklusif atau egois.

Pengertian Gereja

Banyak di antara jemaat yang masih bingung , apa itu gereja? Jemaat di sini berkata,”Gereja saya adalah Gereja Kristen Kalam Kudus.” Itu nama gereja seperti ,”Saya dari Gereja Kristen Kebenaran.” Kalau saya katakan , “Apa itu gereja, kita harus bisa menilai apakah gereja saya ini eksklusif atau egois atau ada sesuatu yang lain?” Bila diperhatikan , gereja adalah  orang-orang yang diambil dari dunia yang gelap dan berdosa. Gereja itu dipanggil keluar (dipisahkan) dari dunia oleh karena kita sudah percaya Kristus. Jadi kita dipisahkan dari dunia, kita dikuduskan, kita dilayakkan dari berbagai macam suku dan agama.
Paling tidak ada 2 kisah (fenomena) di dalam Alkitab yang mengindikasikan bahwa gereja itu bukan milik sekelompok orang, yang dalam hal ini orang Yahudi yang merasa mereka adalah umat pilihan Allah, bangsa kudus, imamat yang rajani, sedangkan yang lain dianggap masyarakat kelas dua seperti orang Yunani, orang barbar (Skit) bahkan budak yang mungkin disetarakan dengan masyarakat kelas empat. Mereka beranggapan,”Saya umat pilihan Allah.”

1.     Pada Kisah Para Rasul 2 dikisahkan saat Pentakosta, ketika orang-orang percaya berkumpul di suatu rumah.  Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dan ada fenomena murid-murid berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Mereka adalah orang-orang Yahudi yang mengerti satu bahasa (bahasa Yahudi), tetapi saat itu mereka menggunakan berbagai macam bahasa yang ada dan orang-orang  Yahudi yang berasal dari segala bangsa di kolong langit yang hadir di sana mengerti. Ini mengindikasikan gereja mulai membuka diri pada bangsa yang lain.

2.     Pada Kisah Para Rasul 10 diceritakan bahwa ketika Petrus selesai bekerja sebagai nelayan dan merasa lelah lalu pergi ke bagian atas rumah untuk berdoa. Tiba-tiba rohnya diliputi kuasa ilahi dan ia mendapat penglihatan di langit turun berbagai jenis binatang yang menurut orang Yahudi tergolong binatang yang najis. Lalu ada suara yang mengatakan, "Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!". Reaksi dari Petrus, "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir." Jangan kata makan, mungkin menyentuh saja harus cuci tangan berkali-kali. Tetapi Tuhan menyuruh makan sampai tiga kali. Saat itu Petrus tidak tahu bahwa penglihatan itu ditujukan untuk Kornelius, seorang perwira pasukan Roma (centurion) yang disebut pasukan Italia. Akhirnya Rasul Petrus membaptisnya sebagai anak Tuhan.

Dari 2 cerita ini jelas sekali bahwa gereja tidak diperuntukkan untuk satu bangsa saja. Bisa saja pengertian gereja bersifat eksklusif, tetapi jangan lupa perkataan Kristus,”Aku mengutus engkau dalam dunia. Jadilah terang dan garam. Setelah Aku memisahkanmu dari pendosa menjadi anak terang, Aku kembalikan kamu ke dalam dunia agar engkau menjadi terang dan garam di dalam dunia.” Dalam pengertian ini , jelas bahwa gereja bukan gedung. Gereja itu bukan fisiknya. Gereja itu adalah anda dan saya yang dikembalikan ke dunia. Tugas kita menjadi terang dan garam. Karena di dalam dunia, pasti kebalikannya. Dunia yang tadinya gelap dan busuk karena dosa, kamu datang untuk menjadi penawar dan menghambat pembusukan itu. Di mana pun gedung gereja itu ada tidak masalah. Yang menjadi soal adalah aksi kita ini di dalam dunia.

Saya belum pernah ke Tiongkok. Sekali waktu saya menonton film China Cry (1990) , sebuah  film misionaris. Hal ini sudah berlalu lama sekali yakni waktu saya masih kuliah di STT Iman. Saat menonton, tiba-tiba suaranya tidak ada. Saya merasa heran. Saya kira ada kerusakan atau masalah sound system. Mungkin teknisi nya sibuk. Ternyata bukan begitu. Dikisahkan orang-orang dalam film tersebut sedang merasa ketakutan luar biasa. Penyebabnya : kalau mereka ketahuan memuji nama Tuhan dan menyanyikan lagu gereja, maka tahu sendiri akibatnya. Akibatnya mereka ingin memuji Tuhan tetapi tidak bisa karena ketakutan kepada pemerintah. Gedung gerejanya  tidak sebagus di sini, dan mereka berada di bawah tanah. Saat kebaktian , hanya diterangi oleh 1 lampu saja. Cara membaca Alkitabnya beramai-ramai. 1 orang membaca 1 ayat secara bergilir lalu sharing apa yang didapat dari ayat yang dibaca. Kalau menyaksikan hal seperti itu, apakah hal ini memberi inspirasi bagi kita? Tuhan menciptakan gedung gereja ini supaya kita datang kepada Tuhan, ingin mendapatkan firman Tuhan, tidak menyia-nyiakan dan membiarkan diri kita hanyut pada firman Tuhan. Apakah hal ini menjadi kerinduan kita? Apabila dikatakan eksklusif terlebih lagi. Tuhan hadir tidak pilih-pilih. Dia datang ke dunia sebagai manusia, pasti ada bangsa yang Ia pilih. Ia ingin beritanya sampai ke semua bangsa. Bukan saja kepada orang-orang Tionghoa atau orang-orang Barat tetapi kepada semua manusia. Semua etnis, tanpa terkecuali. Kalau begitu, apakah gereja kita eksklusif , menyendiri, dan merasa lebih baik? Sifat eksklusif seperti itu keliru. Tidak benar bila merasa pelayaan saya lebih indah dari yang lain.

Tanpa mengurangi hormat ke gereja tertentu yang berbeda dengan gereja Injili, saat menjadi mahasiswa teologia, kami diminta untuk pergi studi banding ke gereja-gereja lain . Maka pada pagi hari saya ke gereja Katolik, sedangkan sorenya  ke gereja lain lagi. Saya konsentrasi dan mencatat apa yang saya dapati. Satu hal yang saya perhatikan terkait fenomena ini : mereka tidak aplikasi saja tanpa firman yang benar. Selama ini yang diekspose adalah emosi saja, namun sekarang dikombinasi dengan firman yang benar. Jadi bukan sekedar emosi saja seperti ber-‘jingkrak-jingkrak’ sampai jatuh, tetapi mau diisi dengan firman Tuhan yang benar. Gereja sekali lagi bukan soal gedung. Gereja itu anda dan saya. Kalau begitu, mari menilai diri kita masing-masing. Sejak Pilkada DKI, seolah-olah di antara rakyat Jakarta terjadi perpecahan sehingga timbul slogan :  Saya Indonesia, saya Pancasila. Artinya negara kita sedang berhati-hati. Kita ingin negara ini bersatu. Kalau negara ini ingin bersatu apalagi anak-anak Tuhan. Kalau negara ingin tidak pilih-pilih lagi tetapi Bhineka Tunggal Ika, apalagi anak-anak Tuhan. Siapa kita? Kita ditebus dengan darah Kristus dan Roh Kudus yang sama. Menjadi manusia yang baru tidak ada lagi tembok yang memisahkan. Tidak ada lagi yang mengatakan saya yang lebih baik.

Dalam hal ini ,kecenderungan kita menarik diri ini akan menjadi sesuatu yang kita perlu waspadai.Saya punya pengalaman suatu ketika sedang praktek di suatu gereja. Sebelum beribadah, saya berbicara dengan tukang sampah yang mau menagih uang iuran. Melihat hal itu ada teman saya bertanya , “Mengapa kamu berbicara dengan dia sih? Kita kan sudah mau beribadah. Ya tidak bolehlah.” Saya bertanya,”Mengapa?” Akhirnya saya paham karena tukang sampah dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Apakah seperti ini panggilan kita? Kita merasa lebih rohani. Kita merasa lebih baik dari panggilan dia. Seharusnya sebagai anak-anak Tuhan, Rasul Paulus sudah mengatakan, “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” (1 Tim 1:15).  Seharusnya panggilan kita adalah menarik mereka untuk menjadi satu dalam tubuh Kristus.

Panggilan dan tugas gereja

1.    Bersaksi.
Kalau kita merasakan kasih  dan pengorbanan Tuhan Yesus tetapi tidak berani bersaksi, tinggal 2 kemungkinan : apakah belum mengerti kasih Tuhan atau merasa mereka bukan bagian saya. Bersaksi tentang kasih Kristus dan bagaimana kita diselamatkan itu menjadi tantangan. Tiap kali melakukan kunjungan ke rumah jemaat (besuk), saya bertanya,”Apakah ada yang belum percaya?” Biasanya dijawab,”Oh ada. Mama atau papa saya.” Lalu saya catat namanya dan membawa dalam doa saya. Dua atau tiga kali saya kerjakan seperti ini. Bersyukur, tepat pada waktunya Tuhan memanggil mereka datang ke gereja, dan sekarang sudah dibaptis. Itu karena Tuhan yang hebat bukan saya. Saya ingin mereka merasakan kasih Tuhan. Kalau tidak mengakui kasih Tuhan, kita tidak akan pernah menyaksikan kasih Tuhan apalagi mau berkorban. Sebatas apa pengertian kita tentang kasih Tuhan? Apakah sekedar cerita Sekolah Minggu seperti  Tuhan Yesus lahir di Betlehen lalu mati di Golgota? Kalau benar, itu sangat dangkal sekali. Dia yang mati buat saya. Dia yang sudah menyelamatkan jiwa saya. Tadinya saya di dalam dunia yang berdosa sekarang saya sudah dipindahkan ke terangnya yang ajaib, saya mau menyaksikannya kepada dunia. Mungkin kepada keluarga , teman bisnismu atau tetanggamu. Kalau hal yang satu ini sulit dilaksanakan, saya yakin yang berikutnya lebih sulit lagi.

2.    Persekutuan.
Kita rindu untuk dikenyangkan oleh firman Tuhan. Berapa banyak kita datang ke gereja dengan antusias? Kita lebih takut untuk datang terlambat ke bandara. Untuk itu, 2 jam sebelumnya kita sudah hadir. Bagaimana dengan ke gereja?. Apakah kita rindu dikenyangkan dan hati kita ingin dipuaskan? Apakah seperti itu? Bersekutu untuk menikmati satu dengan yang lain. Tidak lagi ada tembok-tembok. Yang pemuda sendirian, pemuda dan orang tua tidak sambung. Siapa bilang? Apalagi Sekolah Minggu, dikatakan ini pelayanan anak kecil. Tidak ada hubungannya dengan orang dewasa. Apakah seperti itu? Gereja yang tidak punya Sekolah Minggu adalah  gereja yang tidak punya masa depan. Waktu kita datang ke gereja, apakah kita rindu Firman Tuhan? Saya ingin mendengarnya dan mau bersekutu dengan semua di dalam persekutuan?

3.    Melayani
Setelah kita rindu menyaksikan kasih Tuhan, dikenyangkan firman Tuhan dalam persekutuan atau ibadah lalu kita merasa rindu mau melayani (diakonia). Kalau begitu, minimal kita bisa menilai apakah saya, gereja yang eksklusif atau egois. Allah itu nyata. Justru di dalam kenyataan itu, wakilnya adalah kita. Itu wujud yang seharusnya gereja nyatakan dan harus terlihat. Masyarakat harus bisa merasakannya. Kehadiran saya harus bisa dirasakan oleh masyarakat.

Ketiganya harus dinyatakan. Sebagai manasia yang baru Firman Tuhan katakan, tidak ada lagi tembok-tembok pemisah. Di dalam Kristus, engkau adalah ciptaan yang baru. Luar bisa firman Tuhan. Siapa pun yang mau datang, silahkan datang beribadah pada Tuhan.

Di dalam hidupnya, Mahatma Gandhi, tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan India dengan cara damai, sering mengutip dari Khotbah di Bukit (Matius 5-7). Seorang misionaris , E. Stanley Jones, bertemu dengan Gandhi dan bertanya,"Sekalipun Anda sering mengutip kata-kata Kristus, mengapa Anda kelihatannya dengan keras menolak untuk menjadi pengikutnya? Jawab Gandhi, "Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus Anda. Tapi saya tidak suka dengan orang Kristen Anda." "Jika orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Kristus, seperti yang ditemukan di dalam Alkitab, seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini," katanya lagi. Kita akan mengerti mengapa Gandhi mempunyai pandangan itu jika kita melihat pada pengalamannya saat ia bekerja sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan yang menjalani sistem apartheid pada waktu itu. Sebagai seorang anak muda, Gandhi sangat tertarik dengan Kekristenan dan ia mempelajari Alkitab dan ajaran-ajaran Kristus. Dia serius mempertimbangkan untuk menjadi seorang Kristen dan mencari sebuah gereja untuk dikunjungi yang dekat dengan tempat tinggalnya. Di pagi minggu saat ia mau melangkah masuk ke gereja, seorang penerima tamu menghalangi langkahnya. "Mau ke mana kamu orang kafir?" tanya seorang pria berkulit putih padanya dengan nada yang angkuh. Gandhi menjawab, "Saya ingin mengikuti ibadah di sini." Penatua gereja itu membentaknya dengan berkata, "Tidak ada ruang untuk orang kafir di gereja ini. Enyahlah dari sini atau saya akan meminta orang untuk melemparkan kamu keluar!" Suatu tindakan keangkuhan dari seorang yang seharusnya mewakili Kristus menghentikan langkah seorang Gandhi untuk mempertimbangkan kekristenan bagi dirinya, namun dia tidak dapat menyangkal kebenaran ajaran dan juga teladan hidup Kristus. Itulah yang membuatnya mengangkat hal-hal yang baik yang ditemukan di dalam ajaran dan kehidupan Kristus dan menerapnya sebagai falsafah kehidupannya.
Di dalam ucapannya kepada organisasi Misionaris Wanita (Women Missionaries) di tanggal 28 Juli 1925, Gandhi berkata, "...sekalipun saya bukan seorang Kristen, namun sebagai seorang pelajar Alkitab, yang mendekatinya dengan iman dan rasa hormat, saya ingin menyajikan pada Anda intisari dari Khotbah di Bukit." Di dalam ucapannya, Gandhi berkata bahwa terdapat ribuan pria dan wanita hari ini, yang sekalipun tidak pernah mendengar tentang Alkitab atau Yesus, namun memiliki iman dan lebih takut pada Tuhan ketimbang orang-orang Kristen yang mengenal Alkitab dan Sepuluh Perintah. Gandhi pernah berkata kepada seorang misionaris yang lain, "Cara paling efektif untuk penginjilan adalah hidup di dalam Injil, menjalaninya dari awal, pertengahan dan akhirnya. Bukan saja mengkhotbahkannya, tapi hidup menurut terang itu. Jika Anda melayani orang lain, dan Anda meminta orang lain untuk melayani, mereka akan mengerti. Tapi Anda mengutip Yohanes 3.16 dan meminta mereka untuk menyakininya, dan itu sama sekali tidak menarik bagi saya, dan saya yakin, orang lain juga tidak akan memahaminya. Injil itu lebih kuat kuasanya saat dijalani/dipraktik ketimbang dikhotbahkan." "Bunga mawar tidak perlu berkhotbah. Ia hanya menebarkan wewangiannya. Aroma itu adalah suatu khotbah tersendiri...aroma kesalehan dan kehidupan spiritual jauh lebih halus dari wewangian bunga mawar." Tidak ada orang Kristen yang mawas diri yang akan menyangkal kebenaran kata-kata Gandhi. Di lain pertemuan dengan seorang misionaris, Gandhi berkata, "Jika Yesus datang kembali ke bumi. Dia akan memungkiri banyak hal yang dilakukan di dalam nama Kekristenan."
Saat berbicara dengan misionaris Stanley Jones yang meminta saran dari Gandhi, Gandhi menyampaikan, "Pertama, saya menyarankan semua orang Kristen dan misionaris mulai hidup lebih mirip dengan Yesus Kristus. Kedua, praktikkan tanpa mengencerkan atau mengubahnya. Ketiga, jadikan kasih daya penggerak Anda, karena kasih adalah unsur sentral di dalam Kekristenan. Keempat, pelajarilah agama non-Kristen dengan lebih sistematis untuk menemukan kebaikan yang terkandung di dalamnya, agar kalian mempunyai pendekatan yang lebih simpatis." Gandhi melihat dengan tepat jantung permasalahan yang melanda umat Kristen pada umumnya. Sekalipun, beliau telah meninggal , tapi pengamatan masih berlaku sampai ke hari ini. Yang pasti, umat Kristen pasti akan dapat menjadi saluran kasih Tuhan yang lebih efektif jika kita mempertimbangkan sarannya.


                Ilustrasi tentang Gandhi ini menjadi tantangan buat kita bukan? Apakah kita justru membangun tembok-tembok itu kembali dan memisahkannya kembali? Herannya, terjadi di dalam tubuh Kristus. Rasul Paulus menyampaikan dalam 1 Kor 12:15-18,”Andaikata kaki berkata: "Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh," jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?  Dan andaikata telinga berkata: "Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh," jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman? Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.” Mari kita wujudkan semua dalam tubuh ini. 3 hal : bersaksi , bersekutu dan melayani. Kita akan bisa menilai apakah kehidupan kita ada dalam hal ini. 

No comments:

Post a Comment