Tuesday, August 13, 2019

Pedulikah dengan Gereja Anda?





Pdt. Jimmy Lucas

Efesus 4:1-16
1  Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
3  Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:
4  satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,
5  satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
6  satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
7  Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.
8  Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."
9  Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?
10  Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.
11  Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,
12  untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,
13  sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,
14  sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,
15  tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
16 Dari pada-Nyalah seluruh tubuh,  —  yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota  —  menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.

Pendahuluan

              Hari ini kita merayakan HUT GKKK Mangga Besar ke-38. 38 tahun jelas bukan usia yang muda, ini adalah usia dewasa. Biasanya seorang lelaki diukur kedewasaannya di usia ini berdasarkan pencapaian-pencapaian dan perolehan-perolehan yang dimiliki. Kemarin seorang anak didik saya dari gereja sebelumnya datang berkunjung ke rumah dan kami berdiskusi. Saya menggunakan momen di malam itu untuk meminta maaf secara pribadi kepada anak didik saya tersebut. Sebab selama saya menggembalakan dia, saya memandang ‘rendah’ dia. Bagaimana tidak? Mukanya seperti Mr. Bean. Secara natur, kantong matanya berwarna hitam. Bila tidak mengenalnya orang akan mengira bahwa ia memakai ganja. Anak saya begitu pulang berkata,”Pa, who is that?” Saya menjawab,”Mengapa Joan?”. Anak saya berkata, “Dia seperti orang mabuk”. Saya berkata kepadanya, “De, koko minta maaf karena selama ini koko meremehkan kamu!“ Meremehkan saja sudah salah, tetapi yang membuat saya merasa lebih bersalah, adalah siapa dia hari ini. Dia orang yang biasa-biasa saja. Pada waktu saya menggembalakannya, dia adalah seorang anak remaja yang tidak menonjol, tidak pandai bicara, tidak berpenampilan rupawan, tidak cerdas, bukan hanya pendiam juga tetapi juga bukan orang hiperaktif. Dia terlalu biasa (so-so, mediocre) sehingga kemudian saya merasa, “Kamu sepertinya tidak ada harapan, saya kalau pegang orang yang lebih menonjol, lebih berprestasi , lebih cerdas jadi saya secara total mengabaikannya.” Hari ini , ia adalah seorang leader di sebuah bisnis dan menolong teman-teman yang dulunya saya anggap berprestasi naik ke posisi yang luar biasa. Dia seorang pemimpin luar biasa! Hari ini ia seorang leader, membiayai papa-mamanya. Hari ini saya mendengar kabar (yang bisa dikonfirmasi) bahwa dia membeli mobil sedan, cash and carry (jenisnya saya tidak tahu, tetapi orang yang mengenalnya berkata, “Dia hebat karena mobil cash and carry). Luar biasa tapi bukan karena ia membeli mobil. Ia sepantasnya demikian di usia 32 tahun. Di usia 32 tahun ia telah menjadi seorang pria mandiri, dengan penghasilan yang mapan, tingkat kedewasaan yang matang, seorang pemimpin yang diakui. Buat saya, ini yang namanya pertumbuhan yang sesuai dengan usianya. Saya pernah berkunjung ke kos adik ipar saya dan di sana saya melihat seorang pria berusia 40 tahun sedang membaca komik dan main game dan belum menikah. Buat saya ini adalah aib sendiri. Terlepas apapun latar belakangnya dan kisah seseorang, namun secara umum kita berharap di usia tertentu orang mendapatkan pencapaian tertentu. Usia GKKK Mangga Besar 38 tahun, apa pencapaian yang sudah didapat ? Apakah usia 38 tahun selaras dengan jumlah jemaat yang hadir, pertumbuhan kerohanian setiap orangnya, jumlah Pos Pelayanan (PP) atau bakal jemaat yang didirikan olehnya. Pertanyaannya : apakah eksistensi kita hari ini selaras, sepantasnya dengan usia yang ke-38 tahun? Bertumbuhkan kita?
              Agar sebuah gereja bertumbuh, setiap orang harus memberi sumbangsih. Sebab gereja bukan gedung atau menaranya. Gereja adalah orangnya. Tanpa jemaat ,  gereja bukan apa-apa. Gereja tetap bukan apa-apa bila jemaat tidak memberi sumbangsih untuk pertumbuhan gereja. Bila kita merasa bahwa ini adalah gereja atau rumahmu, tempat di mana kita bertumbuh, maka seyogianya maka kita harus berpikir apa sumbangsih ,partisiapsi aktif apa yang bisa kita berikan ke gereja agar gereja bertumbuh secara signifikan. Setiap orang di gereja sepatutnya memberikan sumbangsih, menunjukkan kepedulian kepada gereja. Sejatinya gereja hanya punya 1 tujuan. Keberadaan sebuah gereja adalah untuk membangun jemaat untuk menjadi dewasa secara rohani, menolong kita bertumbuh dewasa.

Dewasa Rohani

              Apa yang dimaksud dengan dewasa secara rohani? Pada Efesus 4: 13 dikatakan bahwa sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, Alkitab versi American Standard Version bila diterjemahkan  secara hurufiah berbunyi,”Sampai kita semua mencapai kepada kesatuan iman dan pengetahuan tentang anak Allah, ke arah manusia yang tumbuh seutuhnya ke arah ukuran perawakan kepenuhan Kristus”. Kalau kita belajar sintaks bahasa Yunani, maka kalimat “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan  yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” sebenarnya adalah kalimat yang saling menjelaskan. “Kedewasaan penuh” dijelaskan sebagai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Kedewasaan penuh adalah suatu kondisi di mana kita menjadi manusia yang utuh yaitu  manusia yang memenuhi ukuran kepenuhan Kristus. Secara teologis hal ini disebut sebagai deification atau teosis (pengilahian). Ini tidak berarti kita menjadi Allah secara esensial, tetapi deification  / teosis adalah suatu kondisi di mana kita menjadi semakin menyerupai Allah dalam segala sesuatu. Ini kedewasaaan rohani yang sesungguhnya.

Bagaimana Mencapai Kedewasaan Rohani?

Rasul Paulus menunjukkan hal ini (deification/pengilahian) bisa tercapai dengan 2 syarat :

1.     Hidup sesuai dengan panggilan ilahi.
Artinya kita hidup sesuai dengan kualitas  karakter kristiani seperti rendah hati, lemah lembut, sabar, punya kasih yang nyata dan ada upaya nyata untuk menjaga kesatuan tubuh Kristus. Kita harus melatih diri untuk mempunyai kualitas ilahi.
2.     Memberi sumbangsih nyata kepada tubuh Kristus.
Allah memberikan 5 jawatan : rasul-rasul, nabi-nabi, gembala-gembala, pengajar-pengajar, pemberita Injil. Tujuannya untuk memperlengkapi orang-orang  kudus bagi pekerjaan  pelayanan , bagi pembangunan tubuh Kristus. Rohani dipilih dan dipakai Allah untuk memperlengkapi jemaat sehingga kita semua bisa memberi sumbangsih , dengan demikian melakukan pekerjaan pelayanan. Kata pelayanan berasal dari bahasa Yunani diakonia artinya office relief service yang diterjemahkan secara hurufiah  pelayanan lepas resmi. Ini adalah sebuah supporting ministriy pelayanan pendukung. Pelayanan utama dilakukan oleh kelima jawatan, sedangkan kita memberikan pelayanan pendukung yang sifatnya diakonos. Diakonia adalah pelayanan misi. Pelayanan jemaat adalah pelayanan segala sesuatu yang sifatnya menolong, menopang kehidupan orang lain, pelayanan yang bersifat fisik , sekecil apapun ini adalah pelayanan yang bisa kita lakukan untuk Tuhan. Kelima jawatan ini memberikan pelatihan sehingga apa pun yang dilakukan semuanya bisa bersumber dan bermuara demi hormat kemuliaan nama Tuhan. Memberikan sumbangsih adalah budaya umat Israel sejak Perjanjian Lama. Dalam pembangunan kemah suci, setiap orang didorong untuk memberi sesuatu seperti yang tertulis pada Keluaran 38:24-25 Segala emas yang dipakai untuk segala pekerjaan mendirikan tempat kudus itu, yakni emas dari persembahan unjukan, ada dua puluh sembilan talenta dan tujuh ratus tiga puluh syikal, ditimbang menurut syikal kudus.  Perak persembahan mereka yang didaftarkan dari antara jemaah itu ada seratus talenta dan seribu tujuh ratus tujuh puluh lima syikal, ditimbang menurut syikal kudus Sebuah Kemah Suci dibangun begitu megah , karena setiap warga Israel, umat Allah membeti sesuatu untuk pembangunan itu. Ini diteruskan pada gaya hidup jemaat mula-mula seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul ayat 4:32-35 Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.  Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.   Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa  dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.
Agar tujuan gereja tercapai yaitu deification, setiap orang mengalami pembaruan semkain menyerupai Kristus, jemaat harus memenuh kedua syarat ini. Pertama, kita harus melatih diri memiliki karakter ilahi. Kedua, kita memberi sumbangsih pada gereja Tuhan dengan cara memberikan pelayanan diakonia satu dengan yang lain. Setiap orang memberi sumbangsih  sehingga gereja Tuhan semkain kuat dan memuliakan nama Tuhan. Orang mengalami pembaruan Kristus. Jemaat harus mencapainya, harus melatih diri untuk punya karakter Ilahi dan memberi pelayanan diakonos satu dengan lain. Setiap orang memberi sumbangsih sehingga gereja Tuhan semakin kuat dan memuliakan nama Tuhan. Di dalam Tuhan, orang-orang yang menolak untuk melakukan hal ini dan orang-orang  yang terorientasi pada hidupnya sendiri adalah orang-orang yang tidak bisa memberi sumbangsih kepada gereja. Orang-orang yang terorientasi pada diri sendiri adalah orang-orang yang tidak layak mengikuti Yesus Kristus. Itu sebabnya di dalam Lukas 9:59-60 dikatakan   Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku."  Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.", Orang yang tidak berpikir dalam konteks pertumbuhan rohani, orang yang tidak berpikir untuk memberikan sumbangsih pada Kerajaan Allah , orang yang berpikir tentang hidupnya sendiri , adalah orang yang tidak bisa mengikut dan berjalan bersama Yesus. Syarat satu-satunya agar gereja berfungsi dengan baik adalah mendorong gereja mencapai tujuan ilahinya (deification) , hal itu berarti setiap orang harus menolong dirinya sendiri, bertumbuh dan memiliki kualitas karakter ilahi dan setiap orang memberikan sumbangsih nyata pada satu dengan lain dan menolong orang lain bertumbuh di dalam Tuhan.

Dulu pernah trend acara makan dengan daun. Kita urunan atau ada yang sponsori. Kombinasi dan main taruh saja. Makanannya nikmat, bonding-nya dapat. Tetapi hal ini trend terlalu ketinggalan zaman, gereja dari dulu sudah melakukan itu. Setiap perjamuan kasih, setiap orang membawa makanan, tidak boleh lebih dari Rp 10.000. Kalau lebih dari Rp 10.000 maka kelebihan yang lain kita yang bayar. Sehingga akhirnya semua bawa yang Rp 10.000.Misal : roti sobek, gorengan. Saya selalu menjadi bagian sponsor dengan menjadi koki. Yang menarik saya praktekkan hal itu di gereja di mana saya melayani dulu. Di persekutuan remaja, kebaktian umum. Juga waktu saya buka sosei dojo, anak dojo saya minta melakukan hal itu. Bawa makanan, barang dan dibagi-bagi. Yang hean ada 5 orang @ Rp 10.000 berarti nilainya Rp 50.000. Dengan uang sebanyak Rp 50.000 lalu pergi ke restoran, bisa tidak untuk makanan 5 orang? Sulit! Kalau satu orang bawa Rp 10.000 dan membawa makanan seharga Rp 10.000 (misal : gorengan), maka kita bisa makan sampai batuk. .Artinya setiap orang memberikan sumbangsih, walau pun nilainya kecil, maka setiap orang akan terpuaskan. Setiap kebutuhan akan terpenuhi karenanya. Inilah yang namanya spirit memberi sumbangsih, semangat saling berbagi. Masalahnya, kita sulit sekali utnuk bisa saling berbagi, memberi sumbangsih kalau kita menjadi orang yang terorientasi pada diri sendiri. Banyak anak muda yang hidup lebih egosis daripada generasi sebelumnya,
Anak muda zaman sekarang sepertinya sulit berbagi dengan yang lain. Sebab yang dikejar adalah kesuksesan dan keunggulan pribadi. Saya tidak menyalahkan, sirik, marah , bila ada anak-anak muda yang hidupnya sukses. Saya senang, bila anak muda hidupnya sukses maka perpuluhan dan persembahan kasih ke gereja akan bertambah. Fasilitas di gereja juga menjadi nomor satu. Permasalahannya : seringkali kita menidentifikasikan sukses dengan performance luar. Apa yang dimaksud sukses? Bisa jalan-jalan keluar negeri seperti keliling Eropa , bisa punya mobil mewah (Ferari, Lamborgini dll). Sukses berarti pakai ikat pinggang LV, pakai tas  dan jas bermerek. Semuanya bermerek. Begitu keluar mobil, langsung merapikan jas terlebih dulu. Kita seringkali mengidentifikasikan sukses dengan penampilan seperti itu. Celakanya banyak anak muda mengejar hal ini tanpa membayar harga yang seharusnya demi punya penampilan (main gesek kartu kredit). Demi jalan-jalan ke luar negeri, hutang banyak-banyak. Semuanya lebih fokus pada penampilan luar bukan pada upaya yang seharusnya. Kalau sukses dan punya penghasilan baik, silahkan beli mobil mewah. Kalau sukses dan bisa jalan-jalan keluar negeri  silahkan. Itu uangmu. Kalau misalnya ada orang berkata,”Sombong, mentang-mentang kaya!” memang kenapa? Memang kaya sehingga belinya itu. Kalau orang kaya ,rumahnya 7-8 unit di Pondok Indah, Puri Indah, Pantai Indah, Metro Permata Indah dll. Dengan rumah begitu tapi kalau beli mobil Karimun maka orang akan tertawa.  Apalagi rekan bisnisnya punya tanker, jual beli tanker, jual-beli mic maka mobilnya harus sesuai. If you earn it, you earn it! Tapi kalau pekerjaanmu hanya marketing yang keliling-keliling pakai motor bebek lalu jalan-jalan ke Eropa maka pertanyaannya darimana uangnya selain warisan? Bagaimana membiayai gaya hidup yang begitu hebat itu? If you don’t earn, then you don’t earn it. Jangan karena penampilan, kita menggali lobang tutup lobang. Jangan gara-gara penampilan, gesek kanan-gesek kiri, ujung-ujungnya tercekik. Engkau akan menyusahkan gereja sendiri, menyusahkan hidupmu sendiri. Kamu hanya akan fokus pada bagaimana membayar hutang dan tidak fokus pada bagaimana menolong orang lain bertumbuh di dalam Tuhan. Yang penting bukan suksesnya tapi perjalanan menuju sukses. Karena perjalanan menuju sukses, selalu berbicara mengenai kualitas karakter yang dibutuhkan untuk menjadi sukses.

Kembangkan kualitas karakter ilahi

Saya minta maaf ke anak muda di atas,”De ,koko minta maaf sama kamu. Koko minta maaf sungguh-sungguh dengan tulus karena koko meremahkan kamu. Apakah kamu yang paling cemerlang dan paling ganteng di gereja? Apakah kamu paling hebat di gereja?” “Tidak, ko” jawabnya, “Betul, kamu tidak kaya, tidak ganteng. Tetapi satu hal yang Koko angkat topi kepadamu adalah kamu tidak pernah menyerah! Kamu ditolak, namun kamu maju, kamu diremehkan, kamu berkembang. Kamu tidak pernah menyerah walaupun kondisi kamu sangat minim.” Pelajaran dari hal ini adalah  dia sukses karena dia punya karakter yang dibutuhkan. Orang bertumbuh bukan karena penampilan luar, tetapi orang bertumbuh karena apa yang ada di dalam.
Itu sebabnya kalau mau bertumbuh di dalam Tuhan di dalam kehidupanmu, kembangkan kualitas karakter yang dibutuhkan untuk engkau bertumbuh. Orang yang mentalnya mengemis, orang yang selalu negatif , ia tidak bisa memberi sumbangsih pada gereja. Orang yang selalu menjadi benalu, ia tidak bisa memberi sumbangsih pada gereja. Tetapi kalau orang ini berpikir mandiri, terus berpikir positif, ia betul mencintai Allah dan orang lain, ia berusaha menjadikan dirinya teladan sesulit apapun, baru ia bisa memberi sumbangsih pada gereja, karena dia sendiri tidak menjadi beban di gereja. Itu sebabnya saya selalu mendorong, “Jangan Jimmy Lukas lagi karena ia bukan pendeta tapi motivator”. Saya motivator memangnya mengapa? Menyusahkanmu? Saya memotivasi orang agar sukses. Kejar kesuksesan, memiliki karakter yang dibutuhkan. Ketika engkau sukses maka engkau mandiri dan tidak menjadi beban buat orang lain. Kalau tidak jadi beban untuk orang lain, anda bisa memberi sumbangsih dengan tulus, bukan bulus. Kelihatan baik ternyata dagang dan jualan di gereja, Gereja dijadikan tempat mencari kangtaw terus. Akhirnya orang-orang di gereja merasa illfeel. Tidak bisa seperti itu . Mari bertumbuh miliki kualitas karakter yang baik. Bertumbuh di dalam Tuhan,  bertumbuh sebagai manusia. Kalau orang non Kristen saja bisa bertumbuh menjadi mandiri, mengapa orang Kristen tidak bisa? Mari bertumbuh, kejar kualitas karakter yang dibutuhkan. Jadi orang yang lebih sabar, punya kasih untuk membantu orang lain, orang yang berusaha maksimal menjaga kesatuan tubuh  Kristus, bukannya malah memecah tubuh Kristus.  Kalau sudah menjadi orang seperti ini, baru kita bisa memberi sumbangsih, kita mulai berpikir,”apa yang bisa saya berikan pada orang lain?”. “Oh A Miau tidak punya pekerjaan, bagaimana caranya agar ia bisa punya pekerjaan?” “Oh si A Cin sakit-sakitan, bagaimana caranya supaya ia tidak sakit-sakitan?”. Akhirnya setiap orang betul-betul memberi sumbangsih, bukan sekedar,”Kau saudaraku, kau saudariku” lalu tepuk pundak, melakukan salam tangan. Bukan itu! Karena ada yang setelah tepuk pundak dan salam tangan, namun saat keluar parkiran, ia memaki-maki. “Kurang ajar, kau menyerobot! Aku yang keluar duluan, kau serobot!” Di dalam gereja baru selesai kebaktian, mau pulang ributnya seperti itu. Pantas di mana? Betul tidak begitu? Hanya ketika kita bertumbuh di dalam Tuhan, kita bisa memberi sumbangsih secara nyata. Mulailah pikirkan bagaimana kita bisa menolong gereja ini bertumbuh.
Di sini ada iuran anggota. Apakah jemaat membayar iuran anggota? Jangan-jangan pura-pura bodoh saat ditagih iuran anggota. Di sosei dojo, saya tekankan, “Anda tidak bayar jasa guru. Orang latihan 20 tahun, kamu pikir, ilmunya berharga berapa? Engkau pikir iuran bulanan itu bisa membayar jasa gurumu? Tidak ! Gurumu tidak dibayar. Kamu bayar iuran bulanan untuk membayar fasilitas dojo seperti listrik, air, telepon. Semua harus ada yang bayar. Kamu bayar untuk kepentingan sendiri. Kita bayar iuran anggota. Semua listrik, air harus ada yang tanggung. Kalau itu saja kamu  tidak peduli, bagaimana bisa memberi sumbangsih nyata pada gereja?” Di sini ada dana untuk misi, apakah jemaat memberi dana untuk itu? Di sini ada dana untuk kebutuhan diakonia untuk orang sakit dan orang miskin, apakah kita memberinya? Uang tidak dibawa  mati. Kalau untuk yang tidak bawa mati saja, kita begitu pelit setengah mati, bagaimana kita mati-matian memberi hati untuk Yesus? Tidak mungkin! Buat duit saja kamu menggenggam begitu, bagaimana kamu bisa memberi untuk orang lain? Tidak mungkin! Saya juga bukan orang yang kebanyakan duit. Saya juga bukan tipe pendeta  yang demi pekerjaan Tuhan mengorbankan segala-galanya sampai anak tidak makan. Bukan begitu caranya! Tetapi saya punya anggaran untuk memberi. Saya selalu menyisihkan apa yang saya punya. Bukan ‘menyisihkan’ , karena kalau menyisihkan itu uang sisa. Saya selalu mengkhususkan sejumlah besar uang, untuk perpuluhan, persembahan, pemberian, karena saya tidak mau  hidup saya dikendalikan uang. Saya tidak mau pulang ke rumah Bapa, setengah mati karena saya jatuh hati pada apa yang ada di dunia ini. Saya tidak mau! Anggap saja, tidak bisa memberi uang, tetapi bisa beri tenaga, hadir lebih awal di gereja, bisa tidak membantu membersihkan gereja? Bisa tidak bantu melap gereja? Bisa tidak berdoa bersama-sama?

Penutup

Saya ingat, bapa saya pernah menjadi ketua majelis, lalu ia berkata,”Jimmy, papa tidak mau jadi ketua majelis lagi.” Saya bertanya,”Mengapa papa tidak mau jadi ketua majelis lagi. Nanti dosa lho pa. Tuhan sudah kasih selamat, tetapi papa tidak mau melayani.” “Eit, saya bukan tidak mau melayani, saya hanya berkata bahwa saya tidak mau jadi ketua majelis.” Mengapa pa?” tanya saya. Ia menjawab,”Yang namanya majelis banyak uang. Papa hanya kuli” “Tidak begitu juga Pa” sahut saya. “Iya, tapi kenyataannya begitu Jim.” Saya tidak mau berdebat, “Papa mau ngapain kalau tidak mau jadi ketua majelis?” tanya saya. Ia menjawab,” Papa jadi diakonia saja” katanya lagi. Ia mendaulat dirinya menjadi diakonia. Benar saja, begitu ia turun jadi ketua majelis, jemaat tiap kali ada yang sakit, yang ditelpon adalah bapak saya duluan. Begitu ada yang meninggal, kebanjiran pk 3 subuh, bapak saya yang ditelpon duluan. Saya tahu darimana? Waktu papa saya terserang struk tahun 2013, tiap hari ada 10-20 orang yang membesuk ke rumah sakit. Tiap kali mereka besuk, saya menemani mereka. Ada saja testimoninya. “Aduh Jimmy, Om kalau tidak ada papamu, anak Om tidak sekolah. Papa kamu yang carikan beasiswanya“ “Aduh Jimmy, emak ini waktu kebanjiran si Opa sudah tidak ada, Oma kebanjiran pk 3 subuh, air sudah naik, sudah mau dekat kasur. Bingung mau telpon siapa, jadi telpon papa kamu. Ia datang ngerobok (masuk dalam air) dan masuk ke rumah Oma itu dan angkat lemari sendiri”. Bapak saya orangnya pendek dan kekar. Jadi dia apa-apa angkat sendiri. Ini yang kemudian membuat kami bangga.Papa saya tidak meninggalkan uang , harta dan warisan. Yang ia tinggalkan adalah nama baik karena ia konsisten memberi sumbangsih pada pada warga gereja. Di TPU Tegal Alur, nama papa saya Pdt. Lukas. Jadi kalau dipanggil “pendeta Lukas.. Pak Pendeta! Pak Pendeta”  menjawab ,”Yang menjadi pendeta itu anak saya.” Sama saja, saya juga pendeta Lukas, tetapi bapak saya sudah menjadi pendeta duluan, walaupun tidak ada gereja yang menahbiskan dia. Setiap kali ia menjadi panitia terus. Yang mengurus pemakaman, mengurus jenazah dari rumahnya ke rumah duka, dari rumah duka sampai ke liang lahat, ia yang mengurusnya. Semua dia! Dapat apa sebagai balasnya? Tidak dapat apa-apa! Dia hanya berkata,”Yesus baik sudah menjaga kamu semua hingga semua bisa kuliah. Papa tidak bisa balas apa-apa. Papa hanya bisa kasih ini.” Ia hanya bisa memberi sumbangsih.
Kemarin saya pergi ke rumah papa saya, papa saya sudah terbaring lumpuh, tidak berdaya. Tidak bisa bergerak. Jadi ia mengobrol dengan anak saya, Joan. Anak saya cerita,”Kung Kung, Joan sudah bisa bela diri! Kemarin ada orang pegang Joan di belakang. Joan balas seperti ini dan memukulnya” Papa saya tersenyum mendengarnya. Entah dia melihat atau tidak, tetapi seperti tidak melihat. Ia hanya senyum. Mama saya mengangkatkan tangannya , karena ia sudah tidak mampu mengangkat tangannya sendiri. Tangannya digoyang oleh mama saya. Tidak lama mama saya bercerita,”Jim, papamu seminggu ini tersenyum” Kemarin ada jemaat gereja datang ajak papamu berdoa. Papamu tutup mata sendiri, lalu ia berdoa. Setelah amin, dia buka mata lagi! Jemaat yang membesuknya senang sekali dan berkata,’Aduh Ci, senangnya melihat ko Lukas bisa diajak berdoa, bisa senyum seperti itu. Hati kita menjadi hangat! Kita melihat Tuhan baik, adil. Kita percaya dan amini bahwa Tuhan akan sembuhkan ko Lukas”. Dalam hati ,saya berkata,”saya anaknya, iman saya saja tidak sebesar itu” tetapi ini jemaat yang pernah papa layani. Orang-orang yang pernah rasakan kemurahan dan kebaikan hatinya. Ini orang-orang yang dengan setia mendoakan dia. Lepas dari papa saya akan sembuh atau tidak, dia sudah meninggalkan sebuah teladan bagi saya. Bukan masalah kau punya apa, bukan masalah pendidikanmu seperti apa, tetapi masalah hatimu seperti apa. Apakah kamu punya hati yang mau memberi sumbangsih pada gereja Tuhan, pada jemaat Kristus? Mari pikirkan ini baik-baik. Apa yang kau beri buat gerejamu?


No comments:

Post a Comment