Monday, April 9, 2018

Masalah Boleh Muncul Tapi Pemeliharaan Allah Selalu Ada





Ev. Rony Sofian

Matius 6:25-34 Hal Kekuatiran
25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
26  Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
27  Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?
28  Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,
29  namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
30  Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?
31  Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
32  Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
33  Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
34  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

Pendahuluan

              Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang kehidupan. Ada sebuah pandangan (peribahasa) yang cukup dikenal “Hidup ini ibarat roda pedati. Kadang ia ada di bawah, terkadang berada di atas.” Sebagian besar mengartikan pandangan ini secara harfiah bahwa "bila sedang mengalami kesusahan mereka berfikir sedang berada di bawah, adapun bila mereka mendapatkan keberhasilan mereka cenderung berfikir "saya sedang berada di atas”. Tetapi kenyataannya tidak selalu seperti itu. Ada orang yang hidupnya selalu di bawah alias  tidak pernah berada di atas. Bertahun-tahun ia menjalani hidup yang rasanya seperti di bawah terus dengan beban menindih. Ada juga yang hidupnya di atas terus. Jadi belum tentu hidup seperti roda pedati.
              Ada juga yang mengatakan bahwa hidup itu ibarat sebuah garis lurus (linear), ada awal dan akhirnya. Dalam menjalaninya, ada faset (bagian) yang tidak akan terulang. Hidup dan usia memang tidak terulang lagi. Pada Mazmur 90:10 dikatakan Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Bila usianya melebihi 80 tahun maka selebihnya adalah penderitaan. Saya sudah menjalani umur kehidupan saya lebih dari separuh, ada juga yang baru memulainya atau yang tinggal mencapai garis akhir, tetapi kehidupan tetap merupakan misteri. Yang usianya lebih lebih muda belum tentu lebih menikmati masa hidup yang lebih panjang dari yang usianya lebih tua karena Tuhan bisa saja memberi umur yang panjang bagi yang  lebih tua itu. Hidup ini sesungguhnya misteri. Dalam menjalaninya kita harus mengakui walaupun kita anak Tuhan dan telah mengikuti Yesus dan menjadikan Dia sebagai tempat kita bergantung, hidup tidak selalu baik dan lancar saja. Mengikut Tuhan Yesus tidak selalu sejahtera tetapi menghadapi masalah. Itu adalah separuh kebenaran. Hidup ini ada pergumulan, kita akan melalui proses pembentukan sehingga setiap hari semakin serupa dengan Tuhan Yesus.
              Kedua, ,kita tidak tahu apa yang terjadi di depan. Misal : sepatu yang kita pakai , tidak tahu apakah kita akan memakainya lagi besok. Kalau ditanya, apakah lebih enak kalau tahu kapan kita meninggal, kebanyakan menjawab “tidak enak” padahal bukankah kita bisa melakukan persiapan bila tahu? Tapi saya memilih tidak tahu. Misalnya usianya tinggal 4 tahun lagi, maka dalam usia yang tersisa akan menjadi banyak pergumulan dan semakin mendekati akhir akan semakin stress. Ada banyak pergumulan dan tekanan dalam hidup kita.

Kekuatiran Hidup

              Sejauh manusia hidup pasti ada masalah dan kekuatiran adalah sepupunya. Satu-satunya tempat tidak ada masalah adalah TPU (tempat pemakaman umum). Kalau sudah di dalam kuburan manusia tidak lagi menghadapi pergumulan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan sehingga hal ini membuat kita khawatir. Kekuatiran didefisinikan perasaan tertekan karena gelisah dan takut akan sesuatu hal yang mungkin saja terjadi namun belum tentu terjadi. Kita kuatir karena terlalu memikirkannya, sekalipun belum tentu terjadi. Beberapa waktu lalu, datang seorang a-yi ke saya. Dia bertanya,”Kalau Pak Rony berangkat dengan keluarga besar, apakah Pak Rony pergi dengan satu pesawat?” Dia khawatir kalau pesawatnya mengalami kecelakaan maka semua anggota keluarga akan meninggal secara bersamaan). Padahal kekuatiran ini belum terjadi dan itu menakutkannya. Walau belum terjadi tapi karena perkataan seperti itu terkadang membuat kita jadi ikut kuatir dan merasa takut. Namun sebagai orang percaya, kita percaya bahwa Tuhan yang menopang dan memelihara. Bukankah kita seharusnya menyadari hal ini?

Kekuatiran hidup membuat kita terjaring dan terkukung (terpenjara) sedangkan hidup dalam Kristus memerdekakan. Hidup dalam kekuatiran membuat takut dan gelisah. Hidup yang benar adalah jangan kamu terlalu khawatir. Hidup menghadapi semakin banyak halangan dan kesulitan. Misal : dengan peraturan pemerintah berubah maka  impor barang menjadi susah, bagaimana kita tidak menjadi kuatir. Namun kebenaran firman Tuhan berkata, “Jangan kamu kuatir!”

Kita tidak perlu kuatir. Mengapa?

1.     Ada sesuatu yang lebih penting dari segala hal yang kita kuatirkan dalam hidup ini yaitu hidup itu sendiri.

Kalau kita diberikan hidup, itu jauh lebih berharga dari semuanya. Matius 6:25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
Seringkali kita lupa bersyukur untuk hidup kita. Apakah ada yang saat bangun tidur lalu berdoa untuk mengucapkan syukur atas tarikan nafas setiap hari? Padahal kalau kita masuk ke rumah sakit barulah tersadar bahwa oksigen itu relatif mahal harganya. Kita baru saja memperingati Jumat Agung dan merayakan Paskah. KematianNya membuat kita hidup hari ini dan nantinya. Hidup itu lebih penting dari segala sesuatu, itulah anugerah yang besar. Keselamatan yang tidak bisa kita peroleh dengan usaha sendiri tetapi melalui pengorbanan di kayu salib. Sewaktu kita percaya Yesus sebagai Allah, kita menerima janji Allah yang diwariskan kepada kita. Sebagai Allah, Dia berjanji untuk menyertai kita, tapi semuanya itu terjadi hanya karena kita tinggal di dalam Dia. Yoh 15: 4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Pada ayat 5 bagian terakhir ditekankan sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Relasi kita dengan Tuhan sebagai orang yang sudah menerima anugerah dari Allah , itu jauh lebih penting dari segala hal dalam hidup ini. Kalau Dia sudah memberikan hidup yang kekal untuk kita, bagaimana kita menjalani hidup kita? Apakah kita mengasihi dan mengutamakan Dia? Jangan kuatir akan hidupmu karena banyak hal yang lebih penting!

2.     Kekuatiran adalah sia-sia.

Matius 6:27  Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Kalimat ini adalah kalimat retorik ini yang jawabannya tidak. Kalau kuatir bisa membuat hidup ini jauh lebih panjang, saya juga mau. Bahkan kalau kuatir saja bisa membuat kita terbebas dari masalah, siapa yang tidak mau?  Mengkhawatirkan banyak hal tidak membuat kita jauh lebih sehat dan masalah kita selesai, bahkan menambahkan beban yang belum tentu terjadi dan membuat kita semakin berat dalam menjalani hidup ini. Yesus memberikan contoh burung-burung yang terbang tetapi dipelihara Allah dan bunga bakung yang didandani Allah. Di alam ada rumput-rumput liar dan seringkali kita takjub dengan begitu indah bagian-bagiannya tapi usianya tidak panjang. Dia tidak bekerja dan mengerjakan banyak hal tetapi Tuhan pelihara dan dandani. Daripada khawatir dalam hidup ini lebih baik kita mengambil sikap jangan hidup dengan menanggung kekuatiran yang tidak harus kita tanggung karena belum tentu terjadi, tetapi menarilah seperti bunga di padang yang bebas bergoyang ditiup angina karena Allah penciptaMu memelihara engkau.

Hidup kita jauh lebih berharga dari burung-burung di udara dan bunga di ladang.  Waktu Allah menciptakan kita , Dia berkata,”Sungguh amat baik”. Barang-barang yang limited edition lebih berharga dan mahal daripada barang-barang mass product. Seandainya ada produk tas Hermes yang salah satunya dimiliki kita, maka kita akan menjaganya. Lebih baik beli tiket pesawat satu lagi daripada ta situ ditaruh di bawah. Kita bukan limited edition, tetapi satu-satunya. Setiap kita unik di mata Tuhan. Ia mengasihi dan menciptakan   kita berharga. Orang tua tanpa sadar sering membandingkan anak. Kalau kamu baik dan rajin kamu anak mama, kalau bandel kamu anak papa. Kita menghargai orang yang lebih pintar, penampilan lebih baik dan lebih sukses dalam hidupnya. Sedang yang ‘kurang’ akan kurang dihargai. Manusia bisa begitu tetapi Allah mengasihi kita dengan luar biasa. Dia mati dan menebus saya. Kalau Dia berikan yang terbaik dengan mati untuk menebus kita, apalagi yang harus kita khawatirkan dalam hidup kita? Apa yang kita bisa berikan yang paling berharga bagi Tuhan kecuali hidup kita? Masalahnya : apa yang kita pandang baik bisa berbeda dengan apa yang Tuhan pandang baik. Selain baik Allah berkuasa, lalu untuk apa kita khawatir? Karena kekuatiran itu menjadi sia-sia.

3.     Allah memelihara ciptaanNya terutama kita anak-anakNya.

Matius 6:30-31 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Kalau burung di langit dipelihara, apalagi kita. Karena dia Allah yang memelihara hidup kita. Masalahnya : Kita suka punya pandangan yang keliru tentang Allah. Kalau Allah memelihara tidak berarti kita bebas dari masalah. Kalau Allah memelihara hidup kita, kita bisa menyelesaikan masalah kita dengan cara paling mudah. Kalau Allah memelihara kita berarti Dia menuntun kita di jalan yang tidak pernah keliru sekali pun mungkin Dia melewati masalah demi masalah dalam hidup kita. Kalau Allah memelihara , maka Dia berjalan dan menuntun kita. Kalau pun kita harus berjalan di padang gurun sekalipun, Tuhan bisa mengubah menjadi padang rumput yang berair tenang. Itu janji Tuhan dan itu iman. Masalahnya : apakah kita memilih kuatir dan berlari ke sesuatu yang lain yang bukan Allah atau kita datang dan berserah kepada Tuhan? Percaya kepada Tuhan tidak hanya mengakui bahwa Dia baik dan berkuasa dalam hidup kita. Tetapi kita mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan karena kita tahu Dia berkuasa untuk memelihara hidup kita. Saat kita menaruh kekuatiran kita di tangan Allah,  Dia menaruh kedamaian-Nya  di hati kita.
18 tahun lalu ketika saya menuju Malang untuk sekolah teologi, saya berangkat dari Kosambi Baru. Sebelum pergi, ada teman-teman  yang mengajak saya ke Ancol. Saya belum pernah pergi ke sana sehingga saya dibawa dan dibayarin ke Ancol  lalu pergi bermain ke Dufan. Mereka berkata, “Pokoknya Dufan itu menyenangkan dan banyak permainan menarik di dalamnya” Saya tertarik dan percaya kepada mereka. Menjelang masuk ke Dufan, ada seorang teman berkata, “Kalau mau menarik, maka mulailah dari permainan Kora-Kora (seperti Bahtara Nuh). Dan menjelang naik, mereka berkata,”Kalau mau menikmati sensasi main Kora-Kora maka duduklah di paling ujung. Karena saya percaya kepada mereka, maka saya bersedia duduk di belakang dengan diapit mereka. Sambil menunggu sampai tempat terisi penuh, mereka tersenyum sehingga membuat saya tenang dan tersenyum. Saya menunggu permainan dimulai. Saat dimulai, bagian penyangganya naik, saya berpegangan. Mereka melihat saya dan tersenyum-senyum, saya juga tersenyum. Saya pikir ini permainan aman dan permainan dimulai. Makin ditarik makin tinggi dan sampai ketinggian tertentu dilepas. Saat dilepas, saya tahu bahwa saya tidak suka permainan ini. Waktu dilepas, sepertinya jantung saya tinggal di atas. Saya berteriak, “Berhenti! Saya tidak mau.” Makin saya berteriak, makin mereka tertawa.  Saya begitu pucat. Dari kecil hidup saya keras dan tidak pernah menangis. Tetapi di atas Kora-Kora itu saya menangis. Sekian lama berayun, setiap kali turun ,jantung saya terasa tertinggal di atas. Akhirnya waktu mau berhenti saya berkata “Puji Tuhan!” tetapi ternyata diputar lagi sampai akhirnya berhenti. Waktu berhenti, saya ucapkan terima kasih ke Tuhan , penderitaan saya selesai dan waktu turun saya muntah. Semua isi perut saya keluar. Sejak itu semua permainan di sana tidak menarik bagi saya. Jadi saya hanya membawakan tas mereka dan hanya main istana boneka karena itu aman. Saya tidak berani naik permainan lain seperti Halilintar. Saya tidak akan mimpi mencoba. Bagi yang lain, Ancol seperti tidak ada apa-apanya karena lebih seru di Disney Land Hong Kong. Saya tidak berani.
Berbeda sekali dengan anak kecil yang tinggal di pinggir Jakarta. Dia berkata ke papanya,”Papa, saya ingin ke Jakarta. Saya tidak mau diajak ke mal tetapi saya hanya ingin masuk Ancol dan tidak usah main semua tetapi hanya satu saja yang putar-putar itu (Halilintar).” Karena setiap kali melihat iklan di TV tentang Ancol, dia senang. Ia merengek minta ke papanya untuk ke Ancol. Papanya berjanji,”Kalau semester ini prestasi baik, papa ajak ke Ancol.” Dia belajar sungguh dan ujiannya baik. Papanya tepati janji dan membawanya ke Ancol. Permainan pertama yang dituju adalah Halilintar. Mereka menunggu antrian. Sambil menunggu giliran, anak ini melihat orang yang bermain lalu ia mengajak papanya pulang. Papanya heran dan bertanya alasannya. Dia berkata, “Tidak seindah seperti di TV. Di TV yang main tertawa-tawa tetapi itu ada menangis dan muntah-muntah.” Papanya berkata,”Tenang saja, sebentar lagi giliran kita. Itu tidak ada yang jatuh” Tetapi karena masih kecil, dia tetap ketakutan. Dia menarik papanya untuk pulang. Papanya berkata,”Nak, tenang saja. Kalau nanti kita di kereta dan kamu takut, tutup matamu. Saat kereta berputar kamu masih takut, kamu berteriak ‘Papa’ dan papa akan menjawab ‘Anakku’” Hal itu terjadi, anaknya berteriak dan memanggil papanya. Lalu papanya membalas. Perlahan-lahan sang anak bisa menikmati permainan itu sampai akhirnya berhenti. Saat turun, anak itu malah mengajak papanya bermain lagi.
Hidup kita seperti saat main Halilitar. Bertahun-tahun hidup dan usaha berjalan lancar dan tiba-tiba kita terjun bebas. Kita kesulitan membiayai anak-anak studi dan kebingungan sakit-menyakit menerpa mereka sementara asuransi tidak bisa menutupi biayanya. Bisnis yang tadinya lancar tiba-tiba entah mengapa customer pegi satu persatu. Kita merasa terjun bebas dan membuat kita ketakutan. Tetapi ingatlah Tuhan berkata,”Anakku, Aku di sini.” Kita berteriak,”Saya tidak sanggup” tetapi Allah berkata,”Aku di sini bersamamu!” Hidup ini bisa berputar tetapi Allah berjanji untuk selalu memelihara, menjaga dan menyertai kita. Kalau itu terjadi, kenapa harus khawatir dan menyerah dan berkata kepada Tuhan,”Tuhan aku berhenti , aku tidak sanggup ikut Tuhan. Kenapa hidup ini begitu berat dan aku tidak sanggup menjalaninya.” Tetapi ingatlah yang terbaik yang sudah diberikan untuk kita (hidup yang kekal). Dia Allah yang baik dan berkuata. Tetapi Dia juga Allah yang Mata Tahu, dia tahu pergumulan dan kebutuhan hidup kita. Suatu kali seorang jemaat berkata,”Pak Roni, orang pikir saya baik-baik saja. Padahal sebenarnya saya tinggal menghitung hari kebangkrutan saya. Kalau orang lain mendengar saya bangkrut, mereka tidak percaya. Mereka melihat hidup saya yang sukses padahal hidup saya penuh pergumulan. Bahkan untuk memberi makan anak saya besok, tidak tahu apa saya masih sanggup atau tidak.” Setiap pergumulan kita pasti berat tapi jangan lupa kita punya Tuhan yang tahu apa yang kita butuhkan dalam hidup ini.

4.     Allah tahu yang kita perlukan

Matius 6:32-33 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.  Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Kalimat ini adalah  bagian dari khotbah Tuhan Yesus di bukit yang begitu terkenal. Khotbah ini bicara tentang satu bagian yang penting bahwa Yesus dalam dunia tidak untuk membuat fans club dan mencari pengikut. Alkitab mengatakan kemanapun Dia pergi, orang banyak berbodong-onong. Tetapi Yesus tidak puas dengan orang banyak yang berbondong-bondong karena bukan itu yang menjadi tujuanNya datang ke dunia. Bila kita bergabung dengan sebuah fans club, maka kita akan bergaya, bertingkah , cara berpakaian – dan potongan rambutnya mengikuti idola kita. Namun suatu kali pamor sang idola turun, maka klubnya juga bubar. Yesus tidak mau menjadi seperti itu. Dia datang ke dalam dunia mencari murid-murid yang berkomitmen penuh untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai kerajaan Allah.
Pada kitab Matius pasal 5-7 Yesus berbicara tentang nilai-nilai hidup seorang anggota kerajaan Allah. Kita menjadi bagian dari kerajaan itu sewaktu kita percaya kepada Tuhan Yesus sehingga sikap dan cara hidup kita harus berbeda dengan dunia. Nilai-nilai hidup kita harus berbeda dengan dunia. Dalam 3 pasal itu, Yesus sedang membalik nilai-nilai dunia. Contoh : Ia berkata, “Barang siapa menampar pipi kananmu berikan kepadanya pipi kirimu”. Kalau kita pernah ditampar pipi kanan atau kiri umumnya kita membalas. Tetapi Tuhan mengajarkan prinsip pengampunan. Kita harus mengampuni seberapa kali pun kita disakiti. Dunia mengajar kepada kita, kalau kamu baik kepada kita,maka kita akan baik kepadamu. Demikian juga bila kita diperlakukan jahat. Tanpa sadar itu menjadi nilai hidup kita dan Yesus membaliknya. Di sini Dia katakan, “Kalau engkau ingin mendapatkan semua itu maka carilah dahulu Kerajaan Allah.” Hiduplah berdasarkan nilai-nilai yang Tuhan Yesus ajarkan dalam 3 pasal ini. Setidaknya ada 7 sikap radikal yang harus kita punya dalam hidup ini. Hiduplah sesuai dengan apa yang Yesus ajarkan dan di sanalah kita akan menikmati segalanya. Jadi bukan hanya belajar. Dikatakan “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya”. Kebenaran tidak hanya bicara pengetahuan. Kebenaran  Firman Tuhan yang dipelajari di gereja tidak akan mengubah hidup kita kecuali dilakukan dengan taat dan setia dalam hidup kita. Entah berapa lama kita telah menjadi orang Kristen dan membaca Alkitab dari Kejadian-Wahyu dan menghafal banyak ayat Alkitab, tetapi kalau kita tidak melakukannya maka kita tidak akan berubah. “Carilah dulu kerajaan Allah dan kebenarannya” artinya belajarlah kebenaran itu, hidupi dan lakukan dalam hidup kita. Sebagai orang Kristen, terkadang kita tahu banyak tentang Allah, pertanyaannya apakah kita melakukan kebenaran itu dalam hidup kita.
Tokoh India, Mahatma Gandhi bisa jadi membaca apa yang Yesus ajarkan pada khotbah di bukit itu jauh lebih banyak dari kita, kemana pun ia pergi ia membawa penggalan dari 3 pasal itu. Suatu kali ia berkata,”Tidak ada guru-guru lain di dunia yang mengajarkan yang jauh lebih tinggi dari yang diajarkan Yesus. Namun mengapa ia tidak ikut Yesus dan tidak menjadi orang Kristen?  Dalam suatu wawancara ia berkata,”Saya suka Kristus-mu tetapi saya tidak suka orang Kristen. Orang Kristen tidak hidup seperti Kristus hidup.” Ini bukan kutipan kata-kata indah, buat saya ini cermin untuk hidup. Sudahkah kita menghidupi kebenaran firman Tuhan itu dalam hidup kita?

Penutup

Hari ini kita belajar tentang kekuatiran. “Carilah dahulu Kerajaan Allah. Dia memelihara kita”  Kita belajar untuk tidak perlu khawatir dalam hidup kita karena ada sesuatu yang lebih besar. Kekuatiran itu sia-sia. Allah memelihara kita karena kita adalah anak-anakNya.  Tetapi semuanya ini tinggal menjadi pengetahuan belaka, kalau kita tidak melakukannya. Setelah pulang mari renungkan sejenak, apakah ada yang membuat kita menggelantung dan khawatir. Misal batuk tidak sembuh-sembuh sehingga membuat kita khawatir ada penyakit yang lebih berat, demikian juga dengan kondisi perusahaan yang hanya bisa bertahan selama dua tahun ini tanpa tahu apakah bisa bertahan di masa depan. Mari datang kepada Tuhan dan bersandar padaNya. Kalau gelisah dengan kondisi bisnis, regulasi yang ketat sehingga barang tertahan di pelabuhan tidak bisa masuk lalu diakali oleh orang Indonesia. Tidak dapat barang, tapi bisa didapat barang lain yang mirip aslinya. Tetapi apakah kita tergoda melakukannya demi kehidupan mempertahankan bisnis? Kita khawatir dan gelisah dengan kehidupan seperti relasi keluarga yang semakin jauh, suam-suam kuku, anak-anak yang semakin tidak bisa dikontrol dan menyendiri di kamar, tidak mendengar apa yang kita sampaikan. Apa yang kita kuatirkan dan kepada siapa kita datang? Setiap mengawali dan mengakhiri khotbah saya selalu berkata, “Kalau saudara-saudara pulang dari tempat ini tanpa membawa pesan khusus dari Tuhan, maka sia-sialah ibadahnya”. Mari renungkan sejenak, pergumulan apa yang begitu membebani, apa yang dialami hari-hari belakangan ini. Tuhan bicara apa secara pribadi (jangan hanya dipikir). Kalau tangkap sesuatu tulislah, bawa pulang dan renungkan sepanjang minggu.  Kedua, mari pikirkan kalau Tuhan sudah bicara secara pribadi dan meneguhkan untuk kita tidak kuatir karena Dia tahu kebutuhan kita, pertanyaan berikutnya  : apa yang harus kita lakukan mulai hari ini? Bergantung dan bersandar pada Tuhan, menolak godaan berbuat curang, mengampuni orang yang menyakiti kita? Kalau kita tidak sampai ke sana, tidak heran kita tidak akan bertumbuh. Kita tahu kebenaran Allah, tetapi belum tentu kebenaran itu menguasai hidup kita.



No comments:

Post a Comment