Sunday, September 29, 2013

Rindu akan Tuhan

Ev Helen Sung

Maz 42:1-4
Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran bani Korah. (42-2) Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"
Maz 137:1-4
Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion.  Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?

Suatu saat ada seseorang jatuh ke laut. Ia dikelilingi oleh air laut. Di mana-mana air laut. Namun ia berseru-seru,”Saya perlu air. Saya perlu air.” Berkali-kali ia berseru. Sungguh ironis, orang yang dikelilingi air namun masih terus berteriak perlu air karena air laut memang tidak bisa dimunum langsung karena mengandung kadar garam yang tinggi. Air memang merupakan kebutuhan utama manusia. Tanpa air, manusia tidak bisa hidup. Pemazmur mengatakan, “Bila tidak ada Tuhan ibaratnya seperti tidak ada air.” Maka pemazmur mengatakan, “Hatiku rindu akan Engkau. Seperti rusa yang rindu sungai yang berair.”

Waktunya Menyembah Tuhan
Saat itu orang-orang Israel sedang ditawan oleh bangsa Babel sehingga tidak bebas menyembah Tuhan. Sewaktu mengigat negara sendiri, bangsa Israel sangat sedih karena saat itu mereka sangat bebas menyembah Tuhan. Semuanya bersukacita datang ke bait Allah menyembah Allah. Setelah ditawan di Negara Babel, mereka tidak bisa bebas menyembah Allah lagi. Karena bangsa Babel adalah bangsa yang menyembah berhala, Tuhan kita sangat humoris.  Ia tahu orang Israel sangat suka menyembah berhala sehingga Ia biarkan mereka ditawan di negara Babel yang menyembah berhala. Contoh : mereka menyembah sapi emas yang mereka kira membawa mereka keluar dari Mesir. Sehingga setelah meninggal, jasad Musa disembunyikan karena dikhawatirkan orang Israel akan menyembahnya bila mengetahui tempat jasadnya dikuburkan. Tuhan membiarkan mereka ditawan di Babel selama 70 tahun supaya mereka jera (takut) dan tidak berani lagi menyembah berhala, Mazmur 137 mengatakan bahwa orang Israel pernah duduk-duduk di tepi sungai Babel. Ketika duduk, mereka menangis memikirkan Sion yang menggambarkan Yerusalem. Ketika mengingat Sion mereka meratap karena di Babel mereka tidak bebas menyembah Tuhan. Orang Babel terus menertawakan mereka, “Di manakah Tuhanmu?” atau “Kalau Tuhan ada, mengapa engkau ditawan di Babel?” dan mereka tidak bisa menjawabnya. Mereka ingin menyanyikan lagu penyembahan kepada Tuhan di Babel tetapi penulis Mazmur berkata, “Bagaimana kami menyanyi tentang Yehova di negari asing?” sehingga mereka merasa kesepian. Mereka tidak merasakan kehadiran Tuhan. Musuh dibiarkan menertawakan mereka supaya mereka mengetahui apa yang mereka hadapi bila hidup jauh dari Tuhan.

Sekarang ini kita hidup dalam zaman mas dan Tuhan menaruh kita di negara Indonesia, negara yang  penduduknya bebas menyembah Dia. Maka kita jangan menganggap bisa beribadah atau tidak, bukan merupakan masalah. Kita jangan menganggap ibadah sebagai sesuatu yang suka-suka saja (kalau suka datang, tidak suka tidak datang).  Ada juga yang datang ke rumah Tuhan untuk beribadah tapi tanpa memiliki kerinduan kepada Tuhan bahkan ada yang sampai tertidur. Bagaimana jikalau misalnya pemerintah melarang kita beribadah? Maka kita harus menghargai kesempatan beribadah saat ini. Tanpa menilai apakah cara membawakan khotbah enak atau tidak, kita dengan hati rindu datang beribadah kepadaNya. Melalui kebersamaan dalam rangkaian ibadah termasuk puji-pujian, doa, pembacaan Alkitab, kita akan bertemu dengan Tuhan. Umat Kristen Tiongkok mengalami kesulitan beribadah selama puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Ketika aliran komunis datang, semua kepercayaan dan agama harus dimusnahkan. Mereka menganggap tidak ada Tuhan sehingga tidak perlu beribadah, maka semua gereja dan  wihara berubah menjadi tempat peternakan sapi. Hal ini menakutkan. Umat Kristen yang mengasihi Tuhan rindu untuk datang beribadah kepada Tuhan. Mereka beribadah dengan cara satu per satu datang ke rumah jemaat. Karena bila datang serombongan, keberadaan mereka akan diketahui sehingga mereka akan ditangkap polisi. Saat beribadah mereka bernyanyi tanpa mengeluarkan suara. Mereka bergandengan tangan dan hanya membuka mulut bernyanyi dengan hati memuji Tuhan. Melihat keadaan demikian sungguh tergerak hati kita. Hari ini, kita bebas memuji Tuhan dengan suara keras, boleh bertepuk tangan bahkan menari. Kita sangat bebas beribadah, tetapi kenapa kita tidak menghargai waktu ini? Sekarang pintu Injil di Negara Tiongkok sudah terbuka, yang percaya Tuhan semakin hari semkain banyak, Kita harus rindu mendekat dan mengenal Tuhan kita. Jangan asal sempat baru datang beribadah. Kalau kita memiliki hati yang rindu, walaupun bagaimana sibuknya, kita datang beribadah menyembah Tuhan kita. Sekali tidak beribadah ada rasa kehilangan.

Pada tahun 1986, saya bersama Pdt Paulus Sung pergi ke Tiongkok. Waktu itu kehidupan bergereja belum sebebas sekarang, walaupun sekarang pun masih dikendalikan pemerintah. Pada hari  Minggu, kami mencari gereja mau beribadah namun tidak tahu di mana tempatnya. Saat bertanya dimana gereja, bahkan ada yang tidak tahu apa itu gereja.. Setelah mencari-cari akhirnya ketemu. Karena saat itu taxi tidak sebanyak sekarang, maka kami menunggu lama sekali sehingga sewaktu tiba di gereja sudah terlambat. Ibadah sudah selesai dan jemaat sudah pulang. Kami pun mencari pendetanya dan mengobrol. Sewaktu bertanya umur sang pendeta, ia menjawab, “Saya berumur 60 tahun. Saya pendeta termuda di tempat ini.” Waktu mendengar hal ini, saya merasa beruntung karena usia 21 tahun saya sudah menjadi penginjil.

Kita harus datang ke gereja untuk beribadah dengan kerinduan kepada Tuhan. Bukan saja di gereja, di rumah juga harus menyembah Tuhan. Demikian pula di tempat kerja. Setiap saat mendekat pada Tuhan. Karena Tuhan suka saat kita dekat denganNya. Hari ini, mungkin kita tidak dapat bekerja bagi Tuhan mengerjakan pelayanan yang besar-besar. Hal ini tidak apa-apa karena Tuhan mau kita tidak henti-hentinya berdekat kepadaNya. Ibarat sepasang  muda-mudi yang sedang berpacaran. Mereka tiap hari ingin bertemu. Tiap hari berharap mendengar suaranya. Hal ini sekarang dapat dilakukan dengan mudah karena ada ponsel (HP). Dulu saat saya pacaran tidak ada HP bahkan tIdak punya telpon. Seminggu kami bertemu sekali yaitu hari Senin, hari di mana kami beristirahat. Siang hari Pdt Sung datang dan sore hari sudah pulang. Mengapa kita rindu berdekat? Karena kita mengasihi dia. Kalau engkau berpacaran tanpa rasa cinta, maka tidak usah lagi pacaran. Karena kita mencintainya kita rindu bertemu dan mendengar suaranya. Mengapa kita terhadap Tuhan tidak demikian? Karena kita tidak sungguh-sungguh atau cukup mencintaiNya. Hati kita tidak sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan. Kalau kita sungguh-sungguh, kita pasti setiap saat rindu kepada Tuhan, berdekat kepadaNya, senang mendengar suaraNya, karena suara Tuhan sangat lemah lembut. Berdekat kepada Tuhan bukan hanya berdoa meminta Tuhan memberikan ini-itu atau saat kita mengalami begitu banyak masalah. Mari kita berdekat pada Tuhan, hati berpaling padaNya dan merenungkan cinta Tuhan.



No comments:

Post a Comment