Sunday, October 29, 2017

Stagnasi vs Reformasi








Pdt. Jimmy Lucas

Wahyu 3:14-22
14   "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:
15  Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!
16  Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
17  Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
18  maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
19  Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
20  Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
21  Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.
22  Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."

Pendahuluan

              Tema pagi ini adalah “Stagnasi vs Reformasi”. Setiap kali mendengar kata “reformasi” beberapa dari kita memiliki gambaran mental tentang pertentangan gereja. Kata reformasi seringkali identik dengan adu argumentasi, berdebat doktrin, bersikap “saklek” (harus doktrin ini bukan doktrin itu). Kata ini menimbulkan perasaan tidak enak. Sejatinya kata “reformasi” tidak mengacu pada kekerasan. Sejatinya ia tidak mengacu pada perdebatan  atau kekerasan hati (berpegang pada doktrin tertentu), tetapi mengacu pada hati yang penuh kasih, hati yang menyala-nyala untuk melihat kebenaran Tuhan ditegakkan di gereja Tuhan, penuh kasih akan jiwa-jiwa terhilang untuk mengenal dan hidup dalam kebenaran firman Tuhan.
              Tanggal 31 Oktober adalah hari peringatan reformasi. Secara tradisi pada tanggal 31 Oktober 1517 Martin Luther (lahir 10 November 1483 di Lutherstadt Eisleben Jerman dan meninggal 18 Februari 1546) memakukan 95 tesisnya di pintu Gereja Kastil dan menerbitkan salinannya di Gereja Wittenberg. Saat itu gereja dipercaya sedang menyimpang. Paus sedang membangun Basilika Petrus di Roma yang membutuhkan dana yang sangat banyak . Dibutuhkan dana yang begitu besar sehingga  keluar surat pengampuanan dosa bersama dengan kotak persembahan-nya. Diumumkan, “Barangsiapa memasukkan uang ke dalam kotak dan membeli surat pengampunan dosa maka ia dilepaskan dari api penyucian (purgatory) di neraka”. Dengan kata lain gereja sedang jualan pengampunan. Ini membuat Martin Luther marah dan kemudian bergerak membuat 95 tesisnya dan memakukan di pintu gereja Kastil (menempelkan copi nya di gereja Wittenberg). Saat itulah di seluruh Eropa menyala api reformasi dan sejak itulah terjadi perpisahan Katholik dan Protestan. Reformasi yang memunculkan protestan bukanlah reformasi yang menimbulkan gerakan orang protes. Protestan bukan sekumpulan orang sedang protes. ‘Protestan’ berasal dari Bahasa Latin Pro Testamentum yang berarti kembali ke injil (untuk perjanjian). Semangat reformasi adalah semangat kembali pada perjanjian, perjanjian Baru, pada ajaran Tuhan, kasih karunia. Sehingga slogan reformasi adalah sola fide (hanya karena iman), sola scriptura (hanya karena Kitab Suci), sola gratia (hanya karena anugerah). Reformasi pada dasarnya bukanlah  sebuah gerakan tegar tengkuk, ‘gede’ otot, hati bebal, sejatinya ia gerakan penuh kasih untuk mengembalikan orang kepada satu-satunya kebenaran yang dinyatakan dalam Alkitab. Sejatinya reformasi adalah sebuah reaksi pada stagnasi yang dialami gereja.
              Gereja yang mengalami stagnasi mengalami kemunduran. Gereja jalan di tempat , ia kehilangan ‘intinya’, ia akan untuk mundur ke belakang. Gereja mengalami kesuaman rohani. Itu sebabnya antara stagnasi dan reformasi tidak pernah bisa berjalan beriringan di gereja. Kita harus memilih apakah harus berada dalam kondisi stagnasi atau reformasi. Tuhan Yesus memberi teguran yang sangat keras ke jemaat Laodikia yang mengalami stagnasi dan kesuaman rohani. Wahyu 3:17a Tuhan berkata tentang orang-orang di Laodikia, Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa. Tetapi di mata Allah mereka melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang (Wahyu 3:17b). Mereka mengalami stagnasi rohani namun mereka sedang merasa mengalami kenyamanan rohani.

Tanda stagnasi rohani

1.    Kesuaman rohani.

         Wahyu 3:15a Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Suam artinya tidak panas dan tidak dingin alias  anyep (hangat-hangat). Laodikia tidak punya sumber air sendiri. Air dari Laodikia berasal dari Hieropolis yang bukan saja digunakan untuk minum tapi untuk menyembuhkan penyakit. Jaraknya sekitar 10 km dari Hieropolis dialirkan ke Laodikia. Air panas yang menempuh perjalanan sepanjang 10 km saat sampai di Laodikia bukan saja menjadi suam tapi anyep. Air ini terjun sejauh 100 m dan tertampung di sebuah danau besar yang menampung air Laodikia yang sudah menjadi anyep. Masalahnya air ini menguap dan meninggalkan kaporit. Sehingga air yang seharusnya menyembuhkan penyakit malah mendatangkan penyakit. Tuhan Yesus berkata ,  Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. (Wahyu 3:16). Ia membandingkan kondisi jemaat Laodikia dengan kondisi air Laodikia bahwa ia sudah menjadi suam-suam kuku dan yang menyebabkan sakit. Suam-suam kuku terjadi saat orang merasa puas pada dirinya sendiri. Sehingga ia tidak menyadari kondisi rohaninya. Ia merasa melihat padahal ia buta. Ia merasa dirinya kaya sebenarnya miskin. Ia merasa dirinya berpakaian tetapi telanjang di mata Allah. Ia bukan orang yang kuat secara rohani tetapi  ia sakit secara rohani. Itu sebabnya gereja yang stagnasi mengalami sakit secara rohani. Ini tanda pertama dan Tuhan berkata bahwa Ia akan memuntahkannya.

2.    Tuhan Yesus berada di luar hidup gereja (jemaat).

Wahyu 3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. . Ayat ini dipakai oleh banyak pendeta saat KKR. Begitu dilakukan altar call ayat ini didengungkan. Ini salah tafsir. Ayat ini ditujukan kepada jemaat Laodikia. Yang menerima surat ini adalah orang Kristen. Mengapa orang Kristen harus membuka hati lagi untuk menerima Yesus? Tidak! Seharusnya buat orang Kristen , Kristus ada di hidup mereka. Ironisnya, jemaat Laodikira yang merasa kaya, berpakaian, melihat kebenaran rohani, justru tidak memiliki Yesus dalam hidup mereka. Mereka menjalani ritual dan tradisi kekristenan tapi tidak punya hubungan pribadi dengan Yesus. Jemaat ini bergereja tetapi Yesus berada di luar mereka dan hati mereka. Mereka orang-orang yang tidak mengasihi Yesus. Tuhan Yesus menegaskan, “Kalau hal ini dibiarkan maka kita mengalami stagnasi rohani” Yesus mengundang kita untuk membuka pintu hati dan hidupmu, membiarkan Yesus masuk kembali dan berjamu denganmu. Yesus rindu agar orang percaya memiliki hubungan intim dengan Dia. Melalui hubungan intim dan dalam inilah kita bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan untuk kita bisa bertumbuh. Kita bisa mendapat saleb agar mata kita bisa melihat, kita mendapat pakaian rohani agar kita tidak telanjang dan memiliki kekayaan sesungguhnya. Semua kekayaan rohani yang diperoleh saat ada persekutuan yang intim dan dalam dengan Yesus. Buka hatimu dan hidupmu! Biarkan Ia masuk dan memerintah sekali lagi. Ini intinya. Stagnasi rohani adalah hal yang paling harus diwaspadai, harus dilawan sampai kita kembali kepada Bapa. Stagnasi rohani harus kita benci karena Allah membencinya. Para Rasul berjuang melawan stagnasi rohani. Jemaat Korintus  mengalami stagnasi rohani karena berselisih satu dengan lain. 1 Kor 3:1-3 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.   Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya.  Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi.
Salah satu ciri jemaat mengalami stagnasi rohani sering bertengkar satu dengan lain, ribut untuk masalah yang tidak penting satu dengan lain (ribut tentang bendera dll). Orang yang sering ribut dalam gereja, selisih dan iri hati adalah  manusia duniawi. Manusia duniawi dikenakan pada jemaat Korintus yang adalah orang Kristen. Ini orang-orang yang mengalami stagnasi rohani. Ditunjukkan dengan iri hati, ribut untuk hal yang tidak signifikan (krusial). Makanannya susu. Kita yang sudah berusia dewasa, tidak mungkin makan susu terus setiap hari. Tapi kalau sakit tidak bisa makan nasi tiap hari, maka daripada terlanjur meninggal sehingga terpaksa minum susu. Kalau orang dewasa minum susu setiap hari maka itu tandanya ia sakit dan perlu berobat. Rasul Paulus memperlakukan jemaat ini seperti jemaat yang sedang sakit, “Aku beri kamu susu, kamu anak kecil, kamu manusia duniawi dan belum manusia rohani”. Saat stagnasi rohani, bukan hanya berselisih ia akan berhenti bertumbuh. Rasul Petrus juga melawan stagnasi rohani. Kalau Ia mengingatkan bahwa kalau tidak bertumbuh dalam pengenalan Yesus, maka kita akan menjadi buta dan picik.  2 Petrus 1:5-9 Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan,  dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan,  dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.
Jangan menganggap remeh stagnasi rohani. Saat mengalami itu kita menjadi buta dan picik. Buta adalah tidak mampu melihat pekerjaan Allah dan tidak mampu melakukan apa yang penting bagi kita secara rohani. Picik dalam bahasa aslinya berarti melihat dengan cara terbatas. Mertua saya orangnya tinggi besar dan dulu mempunyai hobi main bulutangkis. Karena sukanya main bulutangkis, ia pun membangun hall bulutangkis sebanyak 4 lapangan. Teman-temannya datang. Orang tua yang sudah veteran main bulutangkis saat melakukan smes berbunyi. Siapa yang terkena smes maka rasanya sakit. Mertua saya terkena smes tepat di mata sehingga terkena glukoma. Saya pun mengantarnya ke rumah sakit mata Nusantara, Kedoya. Dokter berkata, “Papamu melihat seperti lubang kunci.” Saya membantahnya,”Tidak dokter, matanya masih terbuka lebar.” Dokter itu berkata,”Tidak, matanya terbuka lebar tetapi ia melihat seperti melihat melalui lubang kecil.” Maka tidak mengherankan sewaktu ia menyetir, cat mobilnya menjadi baret karena ia tidak bisa mengukur jarak dan melihat dengan baik. Sewaktu ia bawa mobil pasti ada yang baret atau penyok karena matanya itu padahal hobinya selain bulutangkis adalah mengemudi mobil. Sewaktu matanya sehat, saat ia mengajak pulang ke Jambi dari Jakarta lalu balik kembali ke Jambi pulang pergi maunya ia mengemudi mobil sendiri. Ia tidak mau disetirkan orang lain. Ia senang mengemudi. Begitu matanya rusak maka ia tidak bisa lagi menyetir mobil, ia pun hanya duduk di mobil senyum-senyum sambil menyalahkan ini-itu. Itu yang terjadi saat orang tidak bertumbuh di dalam Tuhan. Itu yang terjadi saat kita mengalami stagnasi rohani. Rasul Petrus berkata,”Engkau seperti orang buta dan picik. Engkau akan melihat seperti orang melihat melalui lubang kunci. Engkau tidak bisa melihat kiri dan kanan. Hidupmu bertabrakan dengan banyak hal. Engkau seperti melihat dalam lubang kunci, tidak tahu tapi sok tahu (ini-itu salah) sehingga menjadi orang menyebalkan di gereja dan menjadi CTM = church trouble maker (tukang biang kerok di gereja). Gereja tidak bertumbuh gara-gara orang seperti ini. Menyalahi gereja saja karena tidak bertumbuh padahal gara-gara dia ada di gereja maka gereja tidak bertumbuh. Orang yang  mengalami stagnasi  menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan. Banyak kekisruhan dalam gereja. Itu sebabnya kita tidak boleh membiarkan diri kita mengalami stagnasi rohani (tidak bertumbuh secara rohani).
Yesus melawan stagnasi rohani saat melihat bangsa Israel hidup dalam Taurat dan tradisi nenek moyang tanpa cinta Allah. Matius 15:1-9  Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata:  "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan."  Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:  Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." Orang yang stagnasi rohani , ia tetap beribadah dan melakukan ritual rohani. Jadi stagnasi rohani mungkin tidak bisa dikenali dari permukaan, stagnasi rohani adalah masalah sikap hati. Kita masih bisa hadir di gereja dan terlibat dalam pelayanan dan memberi untuk pekerjaan Tuhan, masalahnya kita sedang melakukan ritual, kebiasaannya, terikat tradisi tetapi sebenarnya hati kita jauh dari Allah. Bibir memuliakan tapi hati jauh dari Tuhan. Ini yang dibenci Allah . Ini yang membuat Yesus ngamuk di Bait Allah. Orang datang beribadah karena ritual (karena kami orang Israel). Orang datang ke Bait Allah memberi persembahan karena beginilah cara kami menerima pengampunan dosa. Orang datang ke Bait Allah karena ingin berdagang, mencari koneksi (relasi) dan mencari kangtau. Yesus mengambil tali, mencambuk para pedagang, menjungkir balikkan meja penukar uang, membuka sangkar burung merpati dan berkata, “Enyah kamu. Engkau menjadikan  rumah BapaKu sarang penyamun”.
Stagnasi rohani adalah hal yang dibenci Allah. Ketika Allah melihat stagnasi rohani dalam hidup kita dan kehidupan gereja kita,  percayalah bahwa Allah akan bertindak. Ketika gereja Roma Katholik mengalami stagnasi rohani, Allah mengirim para reformator dimulai dari Martin Luther untuk mereformasi gereja Roma Katholik. Ketika aliran protestan mengalami stagnasi , Allah mengutus John Wesley (lahir 3 Juni 1703 di Epworth, Lincolnshire Britania Raya dan meninggal 2 Maret 1791 di London, Britania Raya) melakukan kebangunan rohani. Ketika kekristenan mengalami stagnasi , Allah memunculkan Ch. F. Parham, ada reaksi yang memunculkan gerakan Pentakosta lalu kemudian gerakan Pentakosta mengalami stagnasi muncul gerakan karismatik , kebangkitan di Azusa Street (1906). Ini adalah sebuah reaksi. Ada perbedaan antara yang terjadi ketika Martin Luther memakukan tesisnya, itu reformasi. Ada kesadaran doctrinal atas pelanggaran doctrinal dan kesuaman rohani yang berusaha diantisipasi oleh Martin Luther. Itu reformasi. Ketika gerakan kekristenan memudar, Wesley kembali membangkitkan kerohanian dan ia berjalan ribuan km dengan menunggang kudanya. Itu reformasi. Tapi saat kekristenan pudar muncul gerakan Pantekosta, ini adalah sebuah reaksi. Ketika gerakan Pantekosta memudar lalu muncul karismatik, ini sebuah reaksi. Ketika  gerakan Karismatik memudar lalu muncul gerakan gelombang ketiga , ini adalah reaksi. Ada perbedaan antara reformasi dan reaksi , tetapi penyebabnya sama yaitu stagnasi rohani. Orang-orang yang mencintai Allah akan berusaha kembali pada Allah. Ketika mereka melihat ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman dan tidak baik,  mereka berusaha kembali kepada Allah. Itu reformasi. Reformasi pada dasarnya suatu gerakan kembali ke Allah.
Beberapa tahun lalu, saya sering diundang untuk khutbah di sebuah gereja suku. Gereja ini gereja tradisional tetapi bukan gereja Tionghoa, saya tidak bisa berkhotbah di kebaktian umum karena bahasanya beda. Saya berkhotbah di ibadah kontemporer. Saya khotbah seperti di BCS (Bright Community Service) GKKK CPL. Formatnya sama dengan BCS. Saya bertanya,”Pak apa alasan menggunakan format seperti BCS?”. Mereka berkata,”Tua-tua yang datang sudah dari kecil Kristen, mereka datang tidak ada semangat. Anak muda hilang dan mereka pergi ke GBI, GPdI , JPCC. Maka kami berpikir membuat ibadah seperti mereka.” Jemaat dari suku ini , batuk saja merdu. Jadi full band. Pembukaan panggil artis rohani. Pemimpin pujian dipilih yang bagus suaranya. Ibadah ini bertahan sekitar 1 tahun lalu tutup. Karena cara ibadahnya berubah tetapi spiritualitas nya dan hatinya tidak berubah. Setiap kali saya berkhotbah, saya ‘silet’ dosanya tetapi tidak ada pertobatan. Setelah keluar ruang ibadah, mereka merokok. Saya dekati, rokok disembunyikan. Tata ibadah dan gaya ibadah berubah, tetapi kerohanian tidak. Itu reaksi bukan reformasi. Reformasi pada dasarnya adalah gerakan lemah lembut kembali ke Allah, kembali lagi kepada kebenaran alkitabiah, kebenaran-kebenaran yang ortodoks. Kita kembali ke origin of our faith. Kita kembali pada hal yang paling mendasar dari kerohanian, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.  Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.   Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:37-39). Reformasi adalah upaya secara total kembali pada Allah. Kita bukan saja melakukan ritual dan aktivitas rohani , kita kembali kepada kerohanian sejati , upaya mengasihi Allah dan mempersembahan seluruh hidup kepada Allah. Kalau orang Kristen tidak mempunyai semangat ini, berhenti mengasihi Allah dan hidup secara tradisional dan hidup dalam liturgi yang kosong, hidup tanpa mengasihi Allah tetapi tetap datang ke gereja maka gereja akan mengalami stagnasi dan bila itu terjadi maka Allah akan bertindak.
Berapa lama kita pergi ke gereja? Berapa ibadah yang kita lalui? Pertanyaannya, apakah kita menjadi orang yang lebih mengasihi Allah, bergantung pada Allah, lebih berserah pada Allah? Seberapa jauh kita ‘melemparkan’ diri ke Allah saat pergumulan begitu berat menghadang, mempercayakan diri pada Allah saat di depan ada prospek yang menjanjikan, melakukan disiplin rohani untuk sekali lagi tenggelam di dalam Allah? Seberapa jauh?
Saya baru pulang di Kalbar melayani anak-anak SMP. Mereka lebih tinggi dari anak-anak SMP di Jakarta. Mungkin makanannya berbeda. Badannya besar-besar. Siswa yang berbadan kecil minoritas. Saya baru pulang melayani retreat di SKKK Kosambi Baru  kelas 11. Tinggi mereka setinggi kelas 11. Saya layani anak-anak di Jawa yang cara berpikirnya beda. Anak SMA di SKKK Kosambi Baru, kalau lulus mau lanjut kemana. Di Kalbar, manusia punya indra keenam tidak? Bisa melihat setan tidak? Kalau tidak tidur semalaman lalu badannya bergoyang karena pusing dikatakan orang kerasukan. Seolah-olah mereka tidak pegang gawai (gadget). Apa yang mereka lihat di gadget mereka kalau bicara kembali ke zaman batu. Cara pakaiannya sama seperti orang Korea, tapi cara berpikirnya seperti zaman batu. Orang sakit , orang masuk angin dianggap kerasukan. Apa yang membedakan? Yang membedakan orientasi hidup. Orang di Jakarta dan daerah mungkin orientasinya berbeda. Tetapi orientasi rohaninya sama, kalau bukan orientasi ke Allah akan mundur ke belakang. Kalau orientasi rohani mu adalah mencari berkat maka akan mundur ke belakang. Kalau apa yang diinginkan kesembuhan, kekayaan, kesuksesan maka engkau tidak menginginkan Allah. Bagi kami yang terpenting adalah di atas segala-galanya engkau mencintai, menginginkan dan merindukan Allah. Saya rindu agar setiap kita berdoa agar ada rasa lapar dan haus dalam hidup kita.
Salah satu reformasi yang saya kagumi  adalah John Calvin (lahir 10 Juli 1509 di Noyon, Perancis dan meninggal 27 Mei 1564 di Jenewa, Swiss). Ia tidak seperti Luther yang hatinya lembut, hanya orangnya meletup. Luther juga senang main musik. Calvin orangnya lebih statis . Ia orangnya tenang, stabil, yang dikerjakan itu-itu saja. Tapi justru tulisan Calvin menjadi pondasi reformasi dan menjadi pondasi pendirian gereja seperti GKKK. Tulisannya sudah bertahan selama 500 tahun dan masih dipelajari sampai sekarang. Ia punya moto yang dipegang sampai ia kembali kepada Bapa : Cor meum tibi offero, Domine, prompte et sincere (kepadaMu ya Allah kupersembahkan hatiku dengan segera dan tulus). Ketika Allah memanggil ,dia segera datang. Ketika Allah meminta, ia segera memberi. Ia berikan dengan tulus. Itu reformasi. Semoga itu yang kita miliki di hadapan Allah.

No comments:

Post a Comment