Sunday, September 3, 2017

Beribadah = Panggilan Berharga dari Allah yang Kudus


Ev. Susan Maqdalena

1 Petrus 1:18-19
18  Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
19  melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

Filipi 2:2-4
2  karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3  dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4  dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Ulangan 23:1-8
1   "Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah TUHAN.
2  Seorang anak haram janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN.
3  Seorang Amon atau seorang Moab janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN sampai selama-lamanya,
4  karena mereka tidak menyongsong kamu dengan roti dan air pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena mereka mengupah Bileam bin Beor dari Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau, supaya dikutukinya engkau.
5  Tetapi TUHAN, Allahmu, tidak mau mendengarkan Bileam dan TUHAN, Allahmu, telah mengubah kutuk itu menjadi berkat bagimu, karena TUHAN, Allahmu, mengasihi engkau.
6  Selama engkau hidup, janganlah engkau mengikhtiarkan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sampai selama-lamanya.
7  Janganlah engkau menganggap keji orang Edom, sebab dia saudaramu. Janganlah engkau menganggap keji orang Mesir, sebab engkaupun dahulu adalah orang asing di negerinya.
8  Anak-anak yang lahir bagi mereka dalam keturunan yang ketiga, boleh masuk jemaah TUHAN."

Pendahuluan

                Sejauh mana kita mampu menghidupi ibadah sebagai sebuah panggilan yang berharga dari Allah yang kudus? Bila kita mampu memahami, melihat, mengalami, mengakuinya maka kita akan mengenal kasih Kristus. Karena melalui pengorbanan Yesus di kayu saliblah ,Allah melayakkan kita. Seandainya kita masih hidup seperti pada zaman Perjanjian Lama di mana Allah memberikan syarat-syarat untuk masuk menjadi jemaat Tuhan untuk membedakan bangsa Israel dari bangsa lainnya, sehingga Israel harus hidup dalam keadaan yang sangat sulit. "Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah TUHAN. Seorang anak haram janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN. Seorang Amon atau seorang Moab janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN sampai selama-lamanya, karena mereka tidak menyongsong kamu dengan roti dan air pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena mereka mengupah Bileam bin Beor dari Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau, supaya dikutukinya engkau. (Ulangan 23:1-4). Kalau hukum ini secara harafiah (tulisan) kata demi kata (termasuk koma dan titik) masih berlaku maka pada hari ini mungkin tidak ada jemaat GKKK Mabes yang masuk. Tidak ada yang berani mengatakan bahwa saya layak masuk ke jemaah Tuhan. Sangat mungkin sekali gereja ini akan kosong karena kita termasuk di antara ayat-ayat  yang ditulis dalam Ulangan 23. Orang seperti yang diutarakan dalam Ulangan 23 itu tidak boleh masuk ke dalam jemaah Tuhan dan beribadah kepadaNya. Kalau ditarik dalam lingkup yang luas  maka tidak ada yang bisa masuk beribadah di gereja. Namun kita bersyukur seberapa besar dosa kita, kita masih boleh beribadah. Setiap minggu dalam votum disampaikan bahwa sesungguhnya ibadah ini  terjadi karena Allah yang memanggil. Kalau bukan karena Allah yang memindahkan kita dari gelap ke dalam terang maka kita tidak bisa datang ke rumah ibadah.

Mengapa Beribadah = Panggilan Berharga dari Allah yang Kudus?

1.    Allah bersedia ditemui umatNya.

Ibadah menunjukkan Allah yang kudus, pencipta, secara kualitatif berbeda jauh dari kita, tidak ada titik temu dengan ciptaanNya, tetapi Allah bersedia diajak bicara, ditemui, melihat penyembahan kita, sekalipun penyembahan kita tidak sempurna. Allah bersedia ditemui, dijangkau, bersedia mendengar dan didekati. Yesaya 55:6 Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Ada saatnya tidak ada lagi kesempatan untuk berjumpa dengannya.
Suatu kali ada seorang ayah membuatkan mainan perahu layar untuk anaknya. Sang Anak kemudian bermain dengan perahu tersebut. Saat bermain, tiba-tiba perahu tersebut terbawa arus sungai. Karena sosoknya masih kecil maka ia tidak bisa mengejar perahu tersebut. Perahu buatan ayahnya sangat bagus baik bahannya maupun warnanya sehingga ia sangat menyenanginya. Akhirnya perahu tersebut hanyut dan hilang. Sang anak merasa sedih sekali. Seminggu kemudian sewaktu berjalan di pasar bersama ayahnya, ia melihat perahu tersebut dipajang di sebuah toko. Sambil menunjuk ke mainan perahu ia berkata, “Ayah itu perahu saya!”. Kemudian ia melanjutkan, “Ayo  kita mengambilnya! Itu kan ayah yang buat.” Namun ayahnya menjawab,”Perahumu sudah hilang dan ditemui oleh orang lain. Perahu itu sudah menjadi milik orang lain.” Lalu mereka pun pergi ke toko itu dan tawar-menawar dengan si pemilik toko. Pemilik toko akhirnya menetapkan suatu harga dan ayahnya pun membayarnya sehingga sang anak pun bisa mendapatkan kembali perahunya. Memang ilustrasi ini tidak bisa sepenuhnya menggambarkan doktrin penebusan.
Manusia merupakan milikNya karena diciptaNya namun suatu kali manusia memberontak dan terhilang. Tetapi Allah menebusnya kembali, bukan dengan uang. 1 Petrus 1:18-19  Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,  melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
Allah menebus dengan harga yang sangat luar biasa, yaitu diriNya sendiri menjadi manusia. Sehingga panggilan untuk beribadah adalah panggilan yang berharga. Pribadi Allah sendiri yang menciptakan , menebus dan memanggil maka tidak ada harga yang lebih tinggi dari harga diri Allah itu sendiri. Ketika mendengar kalimat “pergi ke gereja” dan “lakukan itu untuk Tuhan” itu bukan kalimat yang omong kosong tanpa dasar, tetapi sesungguhnya Allah yang bertindak. Kalau kita mampu memahami hal ini, maka kita akan menghargai setiap panggilan Allah dalam hidup kita. Panggilan itu ibadah dalam konteks yang sangat besar dari waktu kita buka mata sampai dipanggil kedua kalinya maka hidup ini adalah ibadah. Identitas dan hidup kita telah ditebus dan lunas dibayar. Status kita adalah orang tebusan. Kita adalah anak Allah, umat Allah , utusan Allah dan penyembah Allah. Itulah sebabnya kita adalah pelaku dalam ibadah. Dalam hidup sehari-hari kita pelaku (dalam konteks sempit). Kita bukan penonton atau penikmat ibadah tetapi pelaku ibadah. Penikmat atau penonton ibadah berbeda sekali dengan pelaku ibadah. Pelaku ibadah bersifat aktif sedangkan  penikmat ibadah bersifat pasif. Penonton hanya melihat dan setelah itu tidak punya tanggung jawab lagi. Sebagai pelaku maka dalam hidup setiap hari memberi respon. Orang yang tahu berterima kasih pasti berespon yang baik dan sebaliknya.
Dikisahkan ada dua orang anak muda yang main judi dan kalah. Karena tidak mampu langsung membayar hutang dari orang yang meminjamkannya, maka kedua pemuda ini dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi tidak sampai 2 jam kemudian, salah satu ayah dari anak yang berjudi sudah membayar lunas uang jaminan karena ia orang kaya. Tetapi ibu dari anak muda yang satu lagi hanyalah seorang ibu yang bekerja sebagai buruh cuci baju dari rumah ke rumah. Untuk mengumpulkan uang sebesar Rp 50 juta untuk menebus hutang anaknya, sang ibu tidak tahu sampai kapan harus bekerja. Ternyata 5 tahun kemudian, dari hasil kerjanya selama ini dan dengan meminjam dari tetangga, akhirnya sang Ibu bisa mengumpulkan uang sejumlah Rp 50 juta sehingga ia bisa menebus dan mengeluarkan anaknya dari penjara. Kemudian seminggu setelah keluar dari penjara, anak ini bertemu temannya yang bersama-sama masuk sel penjara dan telah bebas lebih dahulu. Rupanya anak orang kaya tersebut tetap berjudi setelah keluar dari penjara. Dia tahu tempat yang mana yang bagus untuk berjudi dan kembali mengajak temannya yang baru keluar dari penjara ini. Namun Si Pemuda Miskin berkata, “5 tahun ibuku membanting tulang untuk mengeluarkan saya. Seumur hidup saya tidak akan pernah berjudi lagi!” Hal ini dikatakannya karena ia tahu berterima kasih ke orang tuanya. Orang yang tahu berterima kasih akan apa yang telah diperbuat Kristus dalam hidupnya memiliki respon yang berbeda. Respon kita selama ini kualitasnya seberapa? Itu urusan pribadi kita dengan Tuhan, walaupun bisa terlihat dalam hidup dan buah sehari-hari.
Seekor singa yang sedang enak-enak tidur tiba-tiba terbangun. Ia merasa  marah karena ada yang gatal di lehernya. Karena marah ia menangkap apa saja yang melintas di depannya termasuk seekor tikus. Sang tikus pun berkata,”Ampun Raja! Jangan bunuh saya, Raja.” Sang Raja menegurnya, “Mengapa kamu membuat leher saya jadi gatal?” Sang tikus berkata, “Maaf Raja, saya pikir itu tumpukan jerami untuk menutupi lubang di sarang saya.” Namun Singa berkata,”Tidak bisa, saya mau membunuhmu.” Dia berkata, “Jangan raja. Jangan makan saya. Bebaskan saya maka di kemudian hari saya akan menolong raja.” Suatu kali ada seorang pemburu yang membuat perangkap untuk menangkap singa dan ternyata singa ini masuk perangkap itu sehingga ia mengaum-ngaum ingin membebaskan diri. Tikus mendengar auman singa dan mencarinya. Akhirnya ia melihat Singa sedang terperangkap. Ia berkata, “Tenang raja. Aku akan membebaskanmu.” Ia pun menggigiti  tali yang menjerat Singa. Tepat saat pemburu datang, singa sudah terbebas dan masuk hutan. Fabel ini ingin mengajarkan bahwa tikus saja bisa membalas budi , masa manusia tidak bisa melakukannya? Sebenarnya dengan cara apapun kita tidak bisa membalas dan melunasi hutang kita, tetapi respon kita yang terus diperbarui dan makin berkualitas , hubungan intim dengan Tuhan yang semakin baik adalah respon yang disukai Allah. Tikus saja bisa membalas budi, mengapa manusia tidak bisa melakukannya? Yang lebih parah lagi adalah kalau kita tidak punya niat untuk berespon terhadap apa yang Allah telah perbuat.

2.    Ibadah adalah panggilan Allah agar umatNya bisa hidup “saling”

Filipi 2:2-3 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; Pada Filipi 2 Rasul Paulus menasehati untuk hidup saling mengasihi, menasehati, menguatkan satu dengan lain. Hidup “saling” berarti bukan hidup untuk diri sendiri dan tidak peduli. Untuk melakukan hidup “saling” itu tidak mudah karena perlu satu kekuatan yang mendorong dari dalam diri kita. Kita harus betul-betul punya niat dan tekad untuk hidup seperti itu. Hidup saling ini bisa dibangun kalau dilatih, diinginkan dan sedikit demi sedikit dilakukan, tanpa menunggu siapa yang melakukan terlebih dahulu.
Dalam salah satu bukunya Pdt Dr Andar Ismail, S.Th (penulis buku seri “Selamat”) menulis budaya furusato di Jepang. Furusato adalah budaya saling seperti saling tenggang rasa, respek, bekerja keras, disiplin, berjiwa amal, bersama-sama dalam komunitas dll. Zaman dahulu saat Jepang masih menjadi masyarakat agararis, budaya Furusato membuat mereka memelihara hubungan dengan kuat sekali. Kalau ada panen, mereka kerjakan bersama-sama. Kalau ada yang pindah mereka kerjakan bersama-sama. Semua dikerjakan bersama-sama. Kalau ada yang senior (petani yang lebih tua) datang ke sawah saat matahari sudah tinggi (pk 9) sementara yang junior sedang mencangkul sawah, demi menjaga tenggang rasa dan hormat, maka yang muda akan mengatakan ke yang tua, “Waduh hari masih pagi sekali  Bapak sudah datang” walaupun sebenarnya hari sudah siang. Apakah petani yang tua tidak tahu bahwa hari sudah siang? Tahu, tetapi pernyataan itu disampaikan demi menjaga hubungan harmonis di masyarakat mereka. Itu menjaga budaya mereka. Kalau orang sekarang mungkin mengatakannya sebagai munafik (kalau telat ya katakan telat, kalau datang pagi ya katakan pagi). Budaya furusato itu ternyata bukan hanya dilakukan di masayarakat agraris, tetapi waktu Jepang berubah menjadi negara maju (masyarakat agraris tinggal 12%), mereka menerapkan furusato di perusahaan-perusahaan mereka. Antara karyawan senior dan junior saling menghormati. Komitmen  dan loyalitas betul-betul dijaga. Kerja keras dan lembur atas prakarsa sendiri (tidak dipaksa, dibangun sendiri). Mereka pekerja keras dan membuat Jepang bisa maju. Di Indonesia, kalau diminta lembur, karyawan akan bertanya berapa uang lemburnya sehingga kita sendiri tidak bisa menikmati kemajuan. Tetapi para pemimpin perusahaan Jepang membalasnya dengan memberikan hasil yang optimal. Mereka tidak mencuri dan membayar dengan pantas pegawai yang bekerja keras. Maka karyawan Jepang merasa malu kalau harus berpindah-pindah pekerjaan. Mereka punya idealisme untuk bekerja di perusahaan dengan membangun loyalitas.
Dalam hidup berkomunitas , orang Kristen Jepang juga menerapkan budaya ini dalam gereja, khususnya di gereja yang ada di pinggiran kota. Umumnya gereja di Jepang, gedungnya kecil. Biasanya paling banyak memuat 200 kursi untuk 200 orang. Mereka tidak pakai alat yang canggih. Lalu setelah ibadah, mereka menyapu gedung gereja dan menyikat toilet. Karena mereka punya budaya seperti itu. Sedangkan di Jakarta, apa relevansinya? Kita tidak punya budaya yang sedemikian. Ibadah adalah panggilan Allah untuk saling kenal. Jangan sampai sudah 20 tahun di gereja, namun nama-nama jemaat yang lain tidak tahu. Seharusnya antar jemaat saling kenal dan tahu namanya. Itu baru hal kecil belum lagi tahu hobi, pekerjaannya dll walau tidak perlu tahu sampai terlalu rinci karena akan dianggap kepo. Kalau kita “saling” , baru kita berdampak untuk orang-orang di sekitar kita. Kita bisa berdampak kalau kita peduli. Jangan bubar ibadah langsung hilang dan cuek satu dengan lain. Komunitas ini dibuat oleh Allah sangat berharga untuk mendewasakan kita. Di dalam ibadah di gereja sangat berharga komunitas (kita tidak bisa kita hidup sendiri). Kita tidak tahu kelemahan kita tanpa disampaikan oleh orang lain. Untuk mengenal talenta kita perlu orang lain melihatnya.

3.    Ibadah berharga oleh karena Allah yang kudus mengijinkan kita untuk berjumpa di tempat yang ditetapkan yaitu gereja.

Gereja adalah tempat khusus yang Allah tunjuk walau bukan berarti Allah tidak bisa memakai tempat dan sarana yang lain. Namun gereja adalah tempat yang ditunjuk Allah yang kudus untuk menyatakan diri secara khusus. Kalau melihat ketetapan Allah dalam kitab Ulangan 23:1-8 kita bisa pesimis bila kita tidak melihat bahwa Allah yang kudus dipermainkan oleh umat yang tidak kudus. Jadi bukan tanpa sebab (ada latar belakang dan tujuannya). Kekudusan Allah tidak bisa dipermainkan. Maka dengan detil Allah mengatakan, “Kamu yang begini atau begitu tidak boleh jadi jemaah Tuhan”. Contoh : yang hancur buah pelirnya atau terpotong kemaluan tidak bisa masuk dalam jemaah Tuhan karena pada masa itu ada ritual yang sedemikian untuk umat laki dan ada perempuan yang melacur, maka Allah merasa tidak senang.  Saat itu ada campuran (sinkretis) di mana orang mengikut Tuhan tapi masih melakukan hal yang tidak disukai Tuhan. Maka jangan mengotori diri dengan hal yang lain. Karena hidup pribadi dengan Tuhan tidak bisa (boleh) mendua hati. Pada ayat 2-6 Allah berbicara tentang bayi haram, namun tidak serta merta Allah tidak sayang dengan anak yang dilahirkan dalam kondisi apapun melainkan agar kita jangan hidup seenaknya, jangan mengambil keputusan sembarangan yang akan membuat menyesal. Contoh : keturunan Lot terjadi dari hasil hubungan antara Lot dengan anak-anaknya sendiri. Allah marah seakan-akan Allah tidak sanggup memberikan Lot keturuan. Anak-anaknya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka. Itu yang Allah sangat marah kepada mereka, sehingga Allah mengatakan, “Jangan anggap rendah keturuan Esau, yang selalu ingin konfrontasi keturunan Yakub. Belajarlah untuk mengampuni karena pernah diperbudak di Mesir.” Di tengah kota Jakarta, di mana dunia kehilangan kasih, hal ini tidak mudah dilakukan.

Penutup


Beribadah mencakup orang-orang, aktivitas, konsentrasi (fokus), persiapan dan segala sesuatunya. Sehingga ketika bicara tentang hidup beribadah, jangan menggeser nilai ibadah menjadi sesuatu yang rendah. Misal : gedung gereja bahkan lebih jelek daripada gedung pertunjukkan. Datang ke gereja dilakukan dengan lebih jelek daripada datang ke bioskop. Datang ke gereja , beribadah ke pada Tuhan bahkan lebih jelek daripada datang ke catatan sipil, rumah duka, kantor administrasi lainnya. Ketika datang ke gedung konser yang ingin mempertontonkan seni yang indah , kita tahu dress code apa yang digunakan, minimal pakaian semi formal, minimal  tidak terlambat , karena kalau telat merasa rugi (sudah bayar tiket). Yang ingin dikatakan, gereja umatnya harus aktif bukan seperti orang yang datang ke gedung pertunjukkan. Kalau di gedung konser orang datang untuk melihat pertunjukkan tetapi di gereja bukan seperti itu. Kita harus aktif dalam ibadah. Kita bukan lagi datang untuk melihat pemusiknya Gereja bukan gedung konser. Kalau konser dilihat dulu siapa yang memberi pertunjukkan, siapa yang menjadi singer-nya. Kalau penyanyinya cantik mau datang, sedangkan kalau jelek tidak mau datang. Bila begitu, akan menjadi apa gereja ini? Itu hanya contoh saja. Mari kita memeriksa hati kita sendiri. Jangan malah terjadi kebalikannya di mana di gedung pertunjukkan acara dilakukan dengan sangat profesional, sedangkan di gereja ibadah diadakan secara tidak profesional (asal-asalan). Kalau di gedung bioskop orang mencari penghiburan tetapi di gereja kita belajar menjadi penghibur buat yang lain. Di gedung bioskop kita mencari sesuatu yang membuat kita menjadi sebagaimana kita mau, di gereja kita bagaimana terhadap yang lain? Kantor catatan sipil, rumah duka, kantor catatan administrasi dll, hanya didatangi saat ada kepentingan. Tetapi bila di gereja orang hanya datang untuk kepentingan sesaat lalu sesudahnya tidak datang lagi, itu menjadi lain cerita. Kita di jakarta dan tinggal dekat gereja, tetapi kalau datang hanya saat mau saja, bagaimana kita menikmati apa yang Allah  berikan? Yang membangun gereja ini adalah kita. 

No comments:

Post a Comment