Monday, February 27, 2017

Hilangnya Satu Generasi Akibat Dosa (Allah dan Kekudusan Umat / Orang Muda)


Pdt. I Made Mastra

2 Tim 1:1-8
1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus,
2 kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.
3 Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.
4 Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.
5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.
6 Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.
7  Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
8  Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.

Pendahuluan

                Pada 2 Tim 1:5 dikatakan Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. Pada ayat itu disebutkan bahwa Timotius memiliki iman yang tulus ikhlas yang dalam bahasa Yunani berarti iman yang tidak munafik yaitu iman yang tampak di dalam sama dengan yang tampil di luar. Apa yang tampak di luar berasal dari dalam. Bagaimana memiliki iman seperti itu? Ia mempunyai nenek bernama Lois dan  ibu yang bernama Eunike. Keduanya orang Yahudi, tetapi bapaknya bukan orang Yahudi. Jadi Timotius adalah anak campuran (bukan asli Yahudi). Waktu Rasul Paulus memberitakan Injil ke sana, keluarga ini menerima Tuhan Yesus. Timotius saat itu masih seorang anak. Bagaimana seorang anak bisa menjadi orang yang mempunyai iman yang tulus ikhlas (sejati)? Kita merenungkan tema hari ini “Hilangnya Satu Generasi Akibat Dosa (Allah dan Kekudusan Umat / Orang Muda)”. Pernahkah melihat di sekeliing kita ada banyak generasi yang hilang imannya?
                Beberapa tahun lalu saya pergi pelayanan ke daerah Kupang (ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur),  masuk ke pedalaman di kota So-e (ibukota Kabupaten Timor Tengah). Di situ ada pendeta-pendeta yang bukan saja khotbah di hari Minggu tetapi juga hidupnya bermain jimat. Di sana banyak orang yang meninggalkan Tuhan (kekristenan). Jumlahnya bukan hanya 1-2 keluarga, melainkan jemaat dari 7 desa! Bahkan sekarang saya dengar ada 15 desa yang dulunya dikenal sebagai desa Kristen telah meninggalkan Tuhan. Bukankah dulu mereka orang Kristen semuanya? Bagaimana kemudian mereka (generasi berikutnya) meninggalkan Tuhan? Generasi yang mula-mula sungguh-sungguh hidup bagi Tuhan, tetapi  generasi berikutnya hilang. Hal ini terjadi karena generasi terdahulu tidak membina generasi berikutnya. Ada seseorang yang berkata, “Kebangunan rohani hanya terjadi pada 1 generasi dan tidak otomatis berlangsung pada generasi berikutnya”. Hal ini ada benarnya. Lihat saja negara-negara di Amerika Serikat, Eropa dan lainnya. Dahulu mereka begitu serius dalam beragama kristen. Banyak misionaris yang berasal dari sana, tetapi apa yang kita lihat sekarang di sana? Generasi yang jauh dari Tuhan. Mereka mewariskan kebudayaan Kristen yang baik, tetapi mereka sendiri tidak lagi ada sebagai orang yang memiliki  iman yang sejati!

Iman yang Sejati

                Timotius memiliki iman sejati karena belajar dari nenek dan ibunya. Jadi pendidikan dalam keluarga adalah hal yang sangat penting. Musa mengatakan hal yang sama ketika ia akan meninggalkan dunia ini. Ulangan 6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Ayat ini mengatakan untuk mendidik anak (mengajarkan firman Tuhan) sampai ke anak cucumu baik pada waktu duduk, berjalan, berbaring atau bangun. Mendidik anak ini bukan ditugaskan pertama-tama pada gereja, tetapi utamanya adalah rumah tangga. Bisakah generasi kita memiliki iman sejati untuk diteruskan pada generasi berikut? Bagaimana itu bisa terjadi? Pendidikan dalam rumah tangga sangat penting. Bagaimana mendidik dalam rumah tangga sehingga memiliki iman sejati seperti pada nenek Lois, mama Eunike dan Timotus? Orang tua harus memberikan kesaksian (keteladanan) hidup dalam rumah tangga. Sehingga apa yang tampak di luar sama dengan apa yang ada di dalam, ini yang disebut integritas.
                Kita sering berkata kepada anak-anak, “Kamu lakukan apa yang saya katakan, tetapi dalam hati kita katakan, “Jangan lakukan apa yang saya perbuat.” Itu bukan integritas yang baik. Integritas mempunyai pengaruh yang besar sekali. Mendidik anak juga sama. Bukan apa yang kita katakan yang mengubah mereka, tetapi apa yang mereka lihat yang akan membawa pengaruh. Di dalam kepemimpinan adalah kepengaruhan. Kita bisa memimpin orang sepanjang kita bisa mempengaruhi orang itu. Waktu pengaruh kita sudah tidak ada, kita sudah tidak bisa memimpin orang itu lagi. Anak-anak selalu mengikuti teladan orang tua. Waktu saya masih remaja di Bali dahulu, ada seorang pendeta dari India datang ke Bali menceritakan bahwa di India juga terdapat banyak sapi seperti di Bali. Tetapi ada beda katanya, sapi di India tidak boleh dipotong. Karena sapi itu adalah kendaraan Dewa Brahma. Jadi kalau ada sapi yang tidur di suatu tempat jangan diganggu karena dewanya juga berada di dekat-dekat situ. Dia kemudian bertanya satu pertanyaan, “Anak-anak tahukah kamu apa sebabnya warna pantat sapi itu putih?” Kami berpikir keras namun tidak bisa menjawab. Lalu pendeta itu berkata, “Kalau di India waktu hari mulai gelap dan ada seekor induk sapi melahirkan. Maka saat anak sapi yang baru lahir membuka mata, semuanya terlihat gelap. Dia kemudian melihat lingkaran putih di pantat milik induknya lalu mengikutinya sehingga ia bisa hidup” Saya masih mengingat cerita ini sampai hari ini. Sebagai induk atau orang tua, tingkah – laku  kita diikuti oleh anak-anak. Apa yang kita perbuat, akan diikuti anak kita.
Lalu saya teringat satu cerita yang lain. Seorang anak sedang libur sekolah. Hari pertama liburan, ia merasa senang sekali. Ia bangun tidur lalu mengetok pintu kamar orang tuanya namun tidak ada yang membuka pintu. Ia mengetok sampai 3 kali namun pintu tetap tidak dibukakan. Lalu ia memberanikan diri membuka pintu dan terkejut. Ternyata papa-mamanya sedang berlutut di tempat tidur sedang berdoa. Ia pun menutup pintu dengan perlahan. Besoknya ia ketuk lagi. Satu kali ketuk saja dan lalu ia membuka lagi pintunya. Ia melihat kembali, kedua orangtuanya sedang berlutut berdoa. Pada hari ketiga, ia tidak lagi mengetuk pintu  namun ia langsung membuka pintu dan langsung berlutut ikut berdoa di samping orang tuanya. Orang ini kemudian menulis buku yang mengatakan bahwa “Sejak hari itu sampai hari ini saya tidak pernah bangun pagi tanpa berlutut berdoa.” Jadi teladan yang diberi ke anak-anak sangat berpengaruh pada mereka. Saya bersyukur memiliki orang tua yang memberi teladan yang baik bagi saya. Pagi hari masih gelap sekitar  pk 4.30 - pk 5 orang tua saya sudah berjalan kaki ke gereja lalu berdoa di sana. Saya yang masih kecil mengikuti mereka kesana. Kemudian papa-mama makin sibuk, sehingga saya sendiri pergi ke sana untuk berdoa. Hanya terdapat beberapa orang tua di sana dan hanya saya satu-satunya anak kecil. Sewaktu selesai berdoa, saya dikatakan sebagai anak-anak yang menang. Jadi sejak itu saya terus memiliki kebiasaan pagi untuk terus berdoa.
                Apa yang kita lakukan (perbuat) dengan sejati membawa pengaruh pada orang lain. Ini dialami oleh Timotius sehingga Rasul Paulus berkata “Nenekmu dan  ibumu punya iman sejati. Kamu juga punya iman sejati.” Mulai dari orang tua, lalu teruskan pada generasi berikut. Ini harus terjadi pada rumah tangga. Bukan gereja yang bertanggung-jawab. Orang tua yang punya tanggung jawab. Mengajar anak-anak di meja makan, waktu berjalan, berdiri dan sebagainya. Tuhan Yesus mengatakan ,” sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yoh 13:15)” Demikian juga dengan Rasul Paulus. Waktu memanggil Timotius ke Miletus dan mereka bercakap di sana. Kis 20:18 Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: "Kamu tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini: Kamu tahu, melihat sendiri, meyakini dan melihat dengan benar aku hidup seperti ini Kis 20:34 Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Ayat 31 Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata. Kalau hidup berpura-pura mungkin bisa dilakukan dalam waktu 1-2 bulan. Seperti waktu main topeng, selama 1-2 hari mungkin masih bisa pakai topeng (topeng itu bukan muka sendiri), tetapi kalau terus menerus tidak mungkin. Seperti Rasul Paulus mengatakan bahwa selama 3 tahun ia bersama-sama dengan mereka sehingga mereka tahu seperti apa tingkah lakunya. Ini berarti dalamnya seperti itu, luarnya otomastis sama dengan dalamnya. Memberi teladan kepada anak-anak tidak bisa dengan pura-pura. Suatu kali saya diundang untuk pelayanan di Semarang. Begitu turun dari pesawat , penjemput sudah menunggu di bawah tangga pesawat. Saya sampai berpikir,”Kenapa bisa sampai dijemput di sana?” Rupanya yang menjemput orang penting (berpengaruh) di sana. Barang-barang saya juga ada yang urus. Setelah sampai di rumahnya, barang-barang saya di taruh di lantai atas. Saya pun bisa beristirahat dengan baik di sana. Pagi-pagi keesokan harinya saya sudah bangun dan membuka jendela. Yang mengherankan di pagi itu ada suara anak yang sedang dipukul dan menangis keras mimpi ampun. Rupanya Bapak keluarga itu benar-benar marah karena anaknya yang masih SD kelas 2-3 merokok. Sehingga anak itu ditarik ke halaman belakang untuk dipukul dan berkata,”Sudah dilarang merokok! Anak kecil tidak boleh merokok!” Setelah capai memukul lalu Sang Bapak mengambil rokok dan menghisapnya. Pemandangan ini membuat saya sangat tidak enak. Ia melarang anaknya merokok dengan alasan anak kecil tidak boleh tetapi orang tua boleh. Kapan anaknya akan berhenti merokok? Anak melihat kelakuan seperti itu dan akan mengikutinya.

Iman yang Sensitif (Punya Kepekaan)

Timotius memiliki iman sejati karena nenek dan ibunya punya iman sejati. 1 Tim 1:4-5 Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku. Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. Pada awal ayat 4 dikatakan,”Apabila aku terkenang akan airmatamu yang kaucurahkan...” Timotius adalah seorang anak laki-laki dan Rasul Paulus mengatakan hal itu menunjukkan bahwa iman sejati nya karena punya kepekaaan. Iman sejati itu perlu kepekaan sehingga kita bisa mengerti dan berhubungan baik dengan orang-orang  lain. Manusia adalah makhluk sosial sehingga pasti berhubungan dengan orang lain baik di keluarga dengan sesama anggota keluarga, di masyarakat dengan tetangga, di gereja dengan banyak orang yang berbeda latar belakangnya. Di  keluarga bisa terjadi banyak masalah. Suami-istri menikah begitu saja, tanpa belajar latar belakang pasangan sehingga istri tidak tahu suami dan sebaliknya. Kalau istri mengenal latar belakang suami seperti apa atau sebaliknya, maka ia bisa mengerti misalnya mengapa perkataan suami kasar atau suami tidak biasa berbincang. Kepekaan seperti itu dibutuhkan. Di gereja, seringkali kita tidak peka dengan keadaan orang lain. Kepekaan dibutuhkan dan iman sejati punya kepekaan. Pada ayat 7 dikatakan Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Ayat ini mengatakan , iman yang kuat berarti dia mungkin pernah mengalami kelemahan dan kemudian dikuatkan. Iman sejati pasti bertumbuh. Iman selalu dibentuk oleh Tuhan agar semakin kuat. Sejak menerima Tuhan Yesus, Timotius datang ke gereja dan bertumbuh, sampai ia bertemu Rasul Paulus yang mengajaknya pelayanan. Kemudian Rasul Paulus meminta Timotius untuk ikut melayani di Efesus. Efesus bukanlah tempat yang sederhana tetapi tempat yang punya banyak permasalahan. Tetapi Timotius memiliki iman yang kuat. Iman yang kuat ini dibutuhkan kalau kita mau meneruskannya pada generasi yang berikut. Waktu anak melihat orang tua mempunyai iman yang kuat mereka bisa mengikutinya. Seperti orang tua yang berdoa setiap pagi, maka anaknya akan ikut. Semua tokoh besar berkata, “Aku ikut orang tuaku”. Seorang pengkhotbah besar abad lalu, DL Moody berkata, “Semua yang aku rasakan sekarang, aku warisi dari orang tuaku.” Semoga Tuhan menolong kita untuk terus bertumbuh semakin kuat.
                Suatu waktu saat di Singapore saya diminta untuk pelayanan di Korea. Waktu ini telepon genggam baru keluar. Saat mau berangkat ke korea, ada seorang jemaat bertanya, “Berapa nomor handphone-mu? Saya berkata, “Saya tidak punya. Di tempatku HP belum banyak.” Dalam hati saya berkata, “Nanti, saya ingin membelinya satu di Korea.” Ternyata harganya lebih mahal di sana. Waktu balik ke Singapore, setelah pelayanan ada yang memberikan telepon genggam yang ukurannya saat itu masih besar seperti setrikaan. Lama-lama HP berukuran kecil keluar dan saya masih memakai yang besar. Sehingga anak-anak yang punya HP seperti itu berkata dengan bercanda ke saya, “Papa , di sebelah sana ada yang sedang membangun tembok. HP papa taruh saja di sana untuk ditembok.” Saya menjawab, “Eh, papa mau mulai berdoa sekarang.” Seminggu kemudian, ada orang datang membawa sebuah tas kecil. Dia berkata, “Mungkin ini bagus untukmu.” Rupanya HP terbaru. Setelah ia pulang, terdengar suara telpon berdering. Kami bertanya-tanya,”Itu telepon siapa?” Suaranya terdengar asing. Setelah dicari-cari ternyata ternyata itu suara HP baru tersebut. Anak-anak berkata,”Rupanya papa punya HP baru.” Lalu mereka berkata, “Wah kalau begitu doa itu ada khasiatnya.” Belakangan  bila ada apa-apa, seorang anak yang berkata, “Papa bantu dong dalam doa.” Waktu kita memberi teladan ke anak, mereka melihat dan mengikuti jalan itu. Lois pasti memberi teladan yang baik. Bahkan diikuti dalam hidup Timotius.

Iman yang penuh kasih.

Hubungan iman dengan kasih . Beriman adalah satu hal. Tetapi dorongan iman itu datang dari kasih. Kasih itu punya dorongan yang besar sekali. Ia ibarat ukuran kapasitas mesin (sentimeter kubik ,cc) mobil. Kalau mesinnya berukuran kecil maka kekuatannya kecil dan sebaliknya. Dulu waktu harga bahan bakar (bensin) naik, ada orang berkata, “Aku malas pakai mobil karena mahal harga minyaknya.” Tetapi ada juga yang berkata, “Kalau mau murah pergi ke Puncak  naik bajaj saja!” Kemudian kami naik bajaj, mesinnya kecil dan pakai minyaknya sedikit. Bajaj berjalan lewat Gunung Sahari tidak masalah, namun sewaktu mau naik ke Puncak bajajnya mundur karena kekuatannya kecil. Di gereja tidak kurang orang seperti itu. Ada semangat, tetapi tidak punya kekuatan yang besar. Kita membutuhkan iman yang punya kekuatan besar. Untuk itu perlu ada dorongan kasih. Ada yang mengatakan iman yang tidak mementingkan diri sendiri. Iman yang memikirkan orang lain. Timotius memikirkan orang lain bukan dirinya.

Penutup

Kesimpulan yang kita dapatkan hari ini, kita harus meneruskan iman ini kepada generasi berikut. Bukan berhenti pada diri kita sendiri. Sangat berbahaya kalau kita merasa puas. Setelah berkata Haleluya lalu berhenti. Kita dihadirkan di sini untuk meneruskan iman pada generasi di bawah kita. Semoga Tuhan menolong kita dengan memulainya dari dalam keluarga kita. Agar kita hidup bagi Tuhan di depan anak-anak, memberi teladan pada orang di sekitar kita. Iman yang di dalam kita, muncul dalam perbuatan yang sama dengan iman yang kita katakan. Itu yang dikatakan menyenangkan hati Tuhan. Amin.

No comments:

Post a Comment