Sunday, August 21, 2016

Keluarga yang Berubah


Pdt. Njoo Mee Fang M.Th.

Efesus 4:1,15-17
1   Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
15  tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
16  Dari pada-Nyalah seluruh tubuh,  —  yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota  —  menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
17  Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia

Pendahuluan

                Saat ini terdapat banyak tipe keluarga. Keluarga yang sekarang dikatakan sebagai keluarga modern memiliki nilai yang berbeda dengan Alkitab. Ada film Amerika yang berjudul Modern Family (Keluarga Modern). Film serial yang mulai ditayangkan oleh ABC tahun 2009 ini sudah dibuat banyak episode. Serial ini telah menerima beberapa nominasi penghargaan seperti Emmy Award untuk kategori Outstanding Comedy Series, Outstanding Supporting Actor in a Comedy Series, dan Outstanding Supporting Actress in a Comedy Series. Film ini sangat terkenal dan menjadi acuan tentang keluarga modern. Serial ini menceritakan kehidupan keluarga di Los Angeles yang saling terhubung. Jay Pritchett ,sang kepala keluarga, telah bercerai dengan istri pertamanya dan kemudian menikah dengan istri keduanya yang jauh lebih muda darinya yaitu Gloria, seorang janda dengan 2 anak. Jay sendiri telah memiliki dua orang anak dari pernikahan pertamanya yakni Claire (menikah dengan Phil Dunphy dan memiliki 3 orang anak) dan Mitchell (gay dan tinggal berdua dengan kekasihnya dengan seorang putri hasil adopsi). Sedangkan Gloria juga memiliki 2 anak yakni Manny dan Fulgencio dari pernikahan sebelumnya. Inilah cermin keluarga modern yang menyetujui pernikahan sesama jenis asalkan cinta (daripada berlainan jenis tapi terus bertengkar setiap hari) dan membiarkan terjadinya perceraian lalu boleh menikah kembali (asal ada kecocokan). Keluarga di Indonesia belum banyak yang seperti ini. Namun demikian orang-orang di Indonesia termasuk remaja dan pemudanya mendengar lagu-lagu dan menonton  film-film yang mengadopsi nilai-nilai seperti ini. Hal ini terjadi bukan hanya di kota besar tetapi juga melanda kota-kota kecil di Indonesia. Nilai yang coba ditanamkan melalui lagu dan film seperti itu adalah agar kita tidak boleh membedakan orang-orang sehingga cinta sejenis dan perceraian dianggap tidak bermasalah dan jangan dipersoalkan. Seringkali lagu-lagu dalam bahasa asing masuk ke dalam benak kita dan disimpan tanpa dimengerti maknanya. Keluarga modern digambarkan seperti ini, yang penting cinta, cocok dan ‘bahagia’ tanpa ada nilai yang standar dan benar. Itu yang ditawarkan film Barat namun secara perlahan tapi pasti film-film  Indonesia juga mengarah ke sana. Film Modern Family ini terkenal di seluruh dunia. Anak saya merasa film ini bagus, lucu dan menarik. Orang-orang Kristen di dunia menghadapi tantangan ini bahkan ada yang sudah mengalaminya.

Perubahan (tantangan) yang Dihadapi Keluarga

1.     Perubahan pusat keluarga.
Yang menjadi pusat yang utama dalam keluarga adalah :
-        suami / pencari nafkah
Pusat keluarga pada zaman ini  adalah suami. Karena ia yang mencari nafkah. Khususnya dalam budaya Tionghoa hal ini sangat dipegang. Suami seperti emas dalam keluarga. Di antara keluarga yang paling utama adalah ayah. Kalau makan bagian yang terbaik (misal : dada dan paha ayam) untuk ayah, setelah itu sisanya baru untuk ibu atau anak-anaknya.
-        Nyonya boss yang menjadi pusat keluarga. Anggapannya ayah adalah raja yang berkuasa di luar rumah. Ibu adalah ratu di dalam rumah tangga. Di rumah Ibu yang tentukan seperti saat rebutan saluran TV dengan anak, maka siaran TV untuk ibu, baru anak.
-        Anak yang menjadi nomor satu karena anak adalah tumpuan dan investasi masa depan.
Orang tua mengatakan, “Dulu kami menderita sehingga sekarang jangan sampai anak menderita.” Sehingga orang tua bekerja keras agar jangan sampai anaknya dihina orang lain. Anak dimanjakan seolah-olah pusat dari keluarga. Ada yang mengatakan bahwa anak adalah raja yang paling berkuasa. Raja menguasai negara, ratu menguasai raja dan anak menguasai ratu. Jadi yang menguasai negara adalah anak.
-        Mertua penyandang dana.
Yang paling parah terjadi bila yang berkuasa adalah mertua sebagai penyandang dana. Ia menentukan segala sesuatu seperti sekolah, mau pergi ke mana, makan apa? Cukup banyak perceraian yang disebabkan mertua.
-        Gawai (gadget), media sosial dan TV.
Ini yang praktis kita lihat sehari-hari. Di rumah semua bisa tenang kalau punya pegangan seperti itu sendiri. Begitu TV rusak sehingga tinggal 1 maka terjadi keributan. Yang menang adalah pemegang remote TV.

Siapa yang menjadi pusat keluarga hari ini? Pandangan masyarakat di atas mempengaruhi keluarga Kristen sehingga kita tidak tahu siapa yang menjadi pusat keluarga. Hal ini harus dipikirkan baik-baik, kalau hanya tertuju pada suami, istri, anak, mertua apalagi TV, maka keluarga rentan dijatuhkan. Di rumah ada gantungan baju dari plastik dan besi. Misalnya kita menggantung handuk pada gantungan dari plastik tidak masalah tetapi menggantung jas tidak mungkin pada gantungan dari plastik tapi dari besi yang kuat. Karena semua manusia punya keterbatasan. Menggantungkan diri pada suami, istri, anak, TV maka semuanya bersifat sementara, kita tidak bisa menggantungkan hidup pada manusia karena manusia adalah terbatas adanya.

Tuhan Yesus sumber dari tubuh , seluruh keluarga.

Firman Tuhan kembali mengajak orang Kristen untuk menempatkan Kristus sebagai kepala keluarga. Tuhan Yesus seharusnya menjadi kepala rumah tangga kita. Firman Tuhan mengatakan Kristus adalah kepala artinya Ia bisa melihat dengan lebih luas. Kepala keluarga memiliki posisi yang paling tinggi dalam keluarga kita. Ia bisa melihat lebih luas. Semakin tinggi posisi kita, maka horizon dan wasasan kita jauh lebih luas. Yang paling kita harapkan adalah Kristus karena Ia bisa memandang dari segala jurusan. Ialah kepala dari seluruh ‘tubuh’ karena Kristuslah yang membentuk lembaga pernikahan yang diciptakan sejak awal dengan diciptakannya Adam dan Hawa. Allah mencipta keluarga dan pernikahan sehingga ada Adam, Hawa, Kain dan Habel dll. Tuhanlah yang memunculkan cinta. Dari Tuhanlah buah kandungan itu ada.

Tubuh rapi tersusun diikat menjadi satu.

Surat kepada jemaat Efesus ini sering dikhotbahkan dengan aturan yang rapi. Bagaimana suami mengasihi istri, istri tunduk kepada suami, anak menghormati orang tua, orang tua dalam mendidik anak jangan membuat anak marah. Tuhan Yesus  memiliki peraturan yang rapi untuk seluruh keluarga. Bila kita mengikuti peraturan yang ditetapkan Tuhan Yesus, maka keluarga seperti bangunan yang kukuh dengan Kristus sebagai kepala. Keluarga diikat menjadi satu. Keluarga akan sukses kalau semua anggota keluarga menjalankan perannya. Ayah, ibu dan anak-anaknya bekerja-sama mengerjakan bagiannya masing-masing, bergotong royong dan bisa mewujudkan petunjuk Yesus sebagai kepala. Yesus sebagai pusat keluarga berarti Ia yang bertanggung jawab atas kelangsungan keluarga. Setiap anggota keluarga menerima pertumbuhannya. Kepala yang betanggung jawab memberi pertumbuhan. Tuhan Yesus adalah harapan dari keluarga. Istilah kepala keluarga berarti orang yang betanggung jawab mencari nafkah. Kalau Kristus kepala keluarga maka Kristuslah yang bertanggung jawab memelihara keluarga dan Ia memberi pertumbuhan pada semua anggota keluarga. Semua anggota keluarga menerima pertumbuhan artinya di dalam Kristus ada harapan dalam semua keluarga.

Kita semua adalah manusia berdosa, sehingga pasti ada kekurangan dalam keluarga. Pasti semua keluarga punya kesusahan masing-masing. Kalau Tuhan menjadi kepala keluarga Ia memberi pertumbuhan dan memperbaiki semua bagian yang tidak sempurna. Ia menanam, menyiram, dan memberi pertumbuhan. Kita tidak bisa mengubah orang lain. Suami tidak bisa mengubah istri dan sebaliknya. Orang tua sulit mengubah dan mengatur anak baik yang berusia 20 tahun tapi juga yang  5 tahun. Kita tidak berdaya mengubah orang lain. Kalau Kristus menjadi kepala mengandung janji Ia memberi pertumbuhan. Kita semua yang memerlukan pertumbuhan jadi lebih baik karena Ia kepala keluarga yang ditetapkan Tuhan bagi kita.  Maka jadikanlah Yesus sebagai pusat keluarga kita, bukan suami, istri atau anak. Dengan menjadikan Tuhan Yesus sebagai kepala keluarga, maka diharapkan keluarga kita bisa menjadi aman karena Ia tidak berubah , berkuasa dan baik. Jangan menempatkan Yesus sebagai sampingan dalam keluarga seperti yang dikatakan pepatah : ‘menangisnya sama aku, bahagianya sama dia’ ; ‘Ada perlu ya? Pantasan cari gua’. ‘Aku seperti kerupuk di warung mie ayam’. Jangan saat susah baru mencari Tuhan, sedangkan kalau bahagia cari yang lain. Kalau susah baru berdoa, kalau susah baru disapa. Keluarga nyaman kalau masing-masing punya hiburan. Kapan keluarga menyapa Tuhan? Mari jadikan Yesus sebagai kepala. Bukan hanya sekedar slogan , merek , tekad dan niat.

2.    Tujuan Keluarga

Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan paling jauh keluarga. Anak muda kalau mencari pasangan berkata, “Tolong doakan si A karena saya naksir. Saya naksir A karena saya tidak bisa berbahasa Inggris, tidak bisa masak dan tidak rapi, sedang A bisa.” Ini mencari pasangan hidup atau pembantu? Ada juga yang mencari pasangan karena mau enak (ada pembantu), supaya saat tua ada yang merawat atau tidak kesepian. Sedangkan anak memperlakukan orang tua sebagai mesin ATM, sehingga kalau perlu sikapnya manis. Semua orang mencari kebutuhan diri sendiri, paling jauh untuk keluarganya dan ini menyedihkan sekali. Sekarang anggota keluarga semakin egois. Jadi jangan terkejut anggota keluarga saling menuntut satu dengan yang lain : mana uang belanja? kenapa tidak ada kenaikan? Kamu istri bisa apa? Yang lain bisa dandan , bisa ini-itu. Orang tua menuntut, mengapa anaknya tidak pernah menelpon atau mengirim SMS. Orang tua merasa sudah membelikan  pulsa tetapi kenapa tidak dihubungi. Anak merasa  orang tua yang harus mencari anak (yang bingung kan mereka). Ada suatu perubahan. Contoh : zaman orang tua kita orang menikah memperhatikan marga untuk melanjutkan marganya seperti marga saya ‘Njoo’. Jadi kakak laki –laki saya menikah untuk meneruskan marga ‘Njoo’.  Sekarang orang menikah tidak peduli dengan marga malah ada yang malu kalau memakai nama marga. Orang jadi egois (untuk diri sendiri). Jadi jangan harap untuk memikirkan negara dan keluarga. Ini ditentang Firman Tuhan yang memberi tujuan kepada keluarga kristen, yaitu bertumbuh di dalam kasih. Makin hari makin bisa mengasihi orang lain bukan hanya diri sendiri. Manusia sejak lahir hanya mengasihi diri sendiri karena bayi hanya bisa mengasihi diri sendiri tidak peduli orang tua yang mengantuk karena menjaganya. Jadi dari bayi, manusia mengasihi diri sendiri. Setelah punya adik ia mengiri sehingga diberitahu ‘Itu adik’. Jadi ia belajar mengasihi orang tua dan adik. Waktu masuk sekolah diajar untuk mengasihi teman dan orang lain. Saat bertumbuh, ia belajar mengasihi sahabat dan orang lain yaitu pacar. Saat berpacaran mulai berpikir bagaimana ia rela berkorban walau jauh. Setelah pacaran lalu ia menikah dan belajar sebagai suami-istri jangan mau menang sendiri. Ini petumbuhan. Lalu saat memperoleh anak, belajar bagaimana mengasihi dan berkorban walau  belum ada ‘keuntungan’ sema sekali. Setelah punya anak, belajar mengasihi saudara seiman dalam gereja. Setelah itu belajar mengasihi gereja.

Tujuan keluarga dari mengasihi diri sendiri baru keluarga, gereja dan negara. Itu  tujuan berkeluarga dan ini egois. Jadi bukan makin hari saya dipenuhi kebutuhannya dan dibantu. Keluar dari kebutuhan diri sendiri lalu mengasihi orang lain. Tujuan keluarga Kristen : semakin bisa mengasihi sesama. Bertumbuh dalam kasih berarti semakin bisa mengasihi sesama & Tuhan. Dalam pertumbuhan, firman Tuhan mengingatkan untuk teguh bepegang pada kebenaran yaitu kasih yang benar, kudus dan suci. Jadi tidak boleh atas nama kasih lalu mengasihi dengan tidak benar seperti hubungan cinta sejenis. Mengasihi dengan benar berarti setelah menikah hanya mengasihi suami sendiri bukan suami orang lain. Mengasihi dalam standar yang benar tidak ngawur. Dengan teguh berpegang pada kebenaran : Kasih yang ‘benar’. Pasal 4:1   Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.  Kalau orang Kristen dipanggil untuk bertumbuh dalam kasih maka bertumbuhlah. Ayat 17 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia.  Sebagai orang Kristen , tumbuhlah maju naik kelas jangan hanya mengasihi diri sendiri dan jangan menjadi orang yang tidak mengenal Tuhan. Sekeliling kita makin banyak dosa yang ngawur seperti perselingkuhan, perceraian, hamil di luar nikah di gereja mulai banyak. Cinta harus dikuduskan, jangan asal cinta dan mengasihi. Jadi marilah kita di dalam keluarga saling membangun dan menumbuhkan. Jangan saling memanjakan. Kalau ada kesalahan ditegur. Belajar memikirkan. Sebagai anak apa yang harus bisa dilakukan untuk orang tua , jangan tunggu sampai kaya. Orang tua tidak meminta uang dari anaknya, anak harus memikirkan bagaimana mencintai dengan mengirim SMS, menyapa dll. Sebagai suami bagaimana bisa bertumbuh dalam kasih dan mendukung kemajuan istri bukan dengan sekedar memberi uang. Istri mendukung suami supaya makin dewasa dan mencintai Tuhan. Mari saling mendukung secara sehat

3.     Persekutuan keluarga.

Ada pepatah, Jika ingin jalan cepat, berjalanlah sendiri Jika ingin berjalan jauh, jalanlah bersama-sama. Sebagai keluarga kita dipanggil untuk bergandengan tangan karena hidup ini panjang. Mulailah dari keluarga. Marilah kita memiliki persekutuan keluarga yang baik. Dahulu persekutuan keluarga mementingkan relasi sekarang memperhatikan kepentingan sendiri dan hobi dahulu baru memperhatikan kebutuhan yang lain. Sekarang untuk melakukan pembesukan sulit. Saat besuk, susah bertemu. Yang paling mudah pergi ke mal dan bertemu di sana. Karena di mal sering bertemu. Ada yang menonton satu keluraga minimal semingu sekali. Nonton bersama tidak salah tetapi kalau hanya melakukan persekutuan dengan jalan-jalan dan menonton, kita keliru. Semua makanan dan tontonan sifatnya sementara, tidak membuat kita saling memperhatikan karena makan dan nontonnya masing-masing. Di gereja , orang tua mau cepat-cepat pulang. Papa rapat di gereja lalu istri SMS,”Masih berapa lama lagi?” Diburu-buru karena mau ke mal. Katanya hari Minggu adalah hari keluarga. Lalu makan di mal, 2 jam masing-masing pergi sendiri lalu kumpul lagi dan pulang. Di rumah masing-masing lagi. Ada yang menonton TV dan main gawai lagi. Jangan ikut-ikutan seperti ini. Semua hiburan justru memecah relasi dalam keluarga. Di dalam kasih kita bertumbuh ke arah Kristus membangun dirinya dalam kasih.

Ulangan 6:5-7 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.  Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,  haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Musa tahu mengasihi orang tidak mudah, orang sering kali lupa sehingga Musa menasehatkan,”Ajarkanlah berulang-ulang kepada anak dalam perjalanan, berbaring dan bangun. Setiap saat berbicara apa arti mengasihi dalam keluarga. Jangan menyerahkan diri dan anak kepada falsafat dunia. Orang tua jangan merelakan anak dan diri sendiri dimasukkan konsep yang tidak sehat. Jangan keliru dalam membentuk persekutuan. Adakan persekutuan keluarga di rumah masing-masing. Agar firman Tuhan mendapatkan tempat dalam keluarga kita dan menjadi dasar dalam kehidupan.


Kalau Alkitab hanya untuk pajangan lebih baik membeli lukisan saja. Jadikan Alkitab pedoman.  Persekutuan keluarga dimulai dari dengan doa bersama, menyanyi, membaca Alkitab / renungan. Kalau tidak berani memimpin renungan, baca saja Alkitab-nya. Ini menjaga keluarga dari goncangan dan keluarga punya jalan hidup yang lebih terjaga karena Tuhan hadir dan memberikan kekuatan. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Sedangkan politik divide et impera memecah belah. Iblis memecah belah keluarga, suami –istri, orang tua-anak melalui media sosial. Mari bersatu untuk menghadapi tantangan di dunia ini. 

No comments:

Post a Comment