Sunday, July 26, 2015

Jika Allah Tahu, Mengapa? (Kelas Tiranus III)


Oleh : Yadi S. Lima

Kelas Tiranus III (26 Juli 2015)

Jika Allah tahu, mengapa Allah membiarkan ( mengijinkan, tidak berbuat apa-apa atau menunda pertolongan ) atas sesuatu hal yang tidak kita inginkan (hal yang buruk / jelek)? Karena bila hal yang baik terjadi, biasanya kita tidak bertanya mengapa hal itu terjadi.
Contoh : suatu ketika kita mendapat undian berhadiah. Lalu apa kita bertanya,”Mengapa saya mendapat hadiah undian?” atau setelah 60 tahun pernikahan yang harmonis dan penuh kelimpahan, apakah kita bertanya, “Mengapa Tuhan membiarkan perempuan ini bertemu saya?” Kita tidak bertanya mengapa? Kalau bagus kita tidak bertanya mengapa? Jadi pertanyaan “mengapa” di sini ditujukan kepada hal-hal yang tidak begitu baik. Dari sudut filosofi , ini adalah masalah kejahatan sehingga timbul pertanyaan “mengapa?”.
Pertanyaan ini sudah dibahas orang sebelum Tuhan Yesus datang ke dalam dunia.Misalnya oleh Epicurus yang merupakan filsuf Yunani terkenal dan sangat baik. Ia mungkin meninggal karena kanker namun menjelang ajalnya, ia masih bisa memberikan hiburan kepada orang lain agar tidak takut mati.
Masalah kejahatan (the problem of evil) sudah setua filsafat. Masalah ini dapat ditemukan pada tulisan Epicurus. Ini dipakai sampai sekarang , jadi sudah 2300 tahun. Masalah ini  dipakai sebagai alasan Bertrand Russel untuk tidak menjadi Kristen.

Pertanyaannya  bukanlah “Bagaimaan menghilangkan atau mengurangi kejahatan?” tetapi “Mengapakah Tuhan yang Maha Baik tidak mau menghilangkan kejahatan?” Atau “Mengapakah Tuhan yang maha kuasa tidak mampu menghilangkan kejahatan?”





The Problem of evil



Proposisi 1: Allah itu haruslah MAHA BAIK dan MAHA KUASA

Implikasi dari Proposisi 1: Yang tidak maha baik dan maha kuasa tak dapat disebut Allah

Proposisi 2: Ada kejahatan dalam dunia (di mana Allah adalah Bos dari dunia ini)
Dalam dunia ini ada kejahatan. Yaitu ada orang yang tidak bersalah difitnah , masuk penjara.
Ada orang yang cocok pada sebuah jabatan tapi yang menduduki jabatan itu adalah orang lain.
Ada orang yang gara-gara agamanya tidak boleh menduduki jabatan tinggi, terhambat karirnya atau dianiaya.
Ada juga kejahatan alamiah : gempa bumi : orang baik, tidak jahat, sedang tidur tertimpa balok lalu mati.
Ada tak terhitung banyaknya kejahatan.

Bukankah Tuhan itu Bos , mengapa terjadi begitu?

Pertanyaan: Mengapakah ada kejahatan dalam dunia di mana ada Allah yang Maha Baik dan Maha Kuasa? Bagaimanakah ini MUNGKIN terjadi? (how is it POSSIBLE?)

Suatu ketika saat sedang menunggu bus malam, calon penumpang ditodong  “pilih harta atau nyawa”. Lalu datang Superman. Orang tersebut merasa aman karena pasti penjahat tidak bisa berbuat jahat. Penjahat yang badannya besar bertato dan wajahnya seram juga melihat Superman. Penumpang tersebut kemudian berteriak minta tolong tapi diacuhkan oleh Superman, bahkan saat memegang tubuh Superman untuk meminta bantuan, penumpang tersebut disingkirkan dengan tangannya. Penumpang tersebut menjadi jengkel dengan Superman (seharusnya dia bisa menolong saya misalnya dengan mengangkat penjahat dan memutar-mutarnya di udara). Hal itu terjadi saat orang menderita kejahatan dan merasa diacuhkan Tuhan.

Kalau Tuhan maha kuasa,maha tahu dan katanya baik, mengapa ia biarkan ini bisa terjadi? Itu sebabnya kita perlu mengerti logika problem of evil

Proposisi 3: Jika Allah maha baik pastilah Ia mau dan akan melenyapkan kejahatan atau menciptakan dunia di mana tidak ada kejahatan – maka tidak akan ada kejahatan dalam dunia

Proposisi 4: Jika Allah maha kuasa pastilah Ia mampu melenyapkan kejahatan dalam dunia (atau menciptakan dunia yang tidak ada kejahatannya)

Tetapi FAKTANYA à ADA KEJAHATAN dalam dunia ini

Tuhan disalahkan seperti Superman , saat ada nenek-nenek dirampok dan tidak ada yang menolongnya.




Di dunia ini pasti ada kejahatan. Anak kecil lahir kakinya satu. Ada yang kena down syndrome. Ada orang lahir buta, yang salah siapa?
Ada kejahatan dan cari kambing hitamnya. Kita ingin hukum orang. Begitu tidak ketemu, kita salahkan Tuhan.

Ia mampu tapi kenapa tidak melakukan, maka Dia 'kejam sekali'.

Karena adanya kejahatan dalam dunia ini tidak dapat dibantah, maka ada TIGA kemungkinan PENJELASANNYA

  1. Allah ingin melenyapkan kejahatan, tetapi Ia TIDAK MAMPU melakukannya (Allah yang berduka tanpa daya di Atas Sana, Ia TIDAK MAHA KUASA)

  1. Allah mampu melenyapkan kejahatan dari dunia ini, tetapi (somehow) ia TIDAK MAU melakukannya (dengan demikian Ia adalah Allah yang KEJAM, Ia TIDAK MAHA BAIK)

  1. Allah memang Tidak Mau DAN Tidak Mampu untuk melenyapkan kejahatan (Ia tidak maha baik sekaligus tidak maha kuasa)

KESIMPULAN: Tidak mungkin Allah ada (karena fakta adanya kejahatan dalam dunia ini)


Theodicy


Ada banyak usaha untuk menjawab problem of Evil à Theodicy

Old Mythologies, Siddharta Gautama, Gnostics, Augustine, Thomas Aquinas, Leibniz, kaum Deist, C.S. Lewis, Alvin Plantinga

Kemungkinan jawaban

1)    Allah memang tidak ada – Atheism/Materialism à Epicurus, Russell, Hume
2)    Kejahatan hanyalah ILUSI

·         Kejahatan diterima sebagai bagian dari realitas. Realitas adalah peperangan / keseimbangan abadi antara gelap/terang, jahat/baik, Yin/Yang, Kerusakan/Penciptaan, Kematian/Kelahiran (mis. Hiduisme, Gnostisisme, Mitologi Barat-Timur)

·         Kejahatan adalah ilusi, penyadaran dari ilusi adalah obatnya. Samsara adalah akibat keterikatan pada dunia materi, pembebasannya adalah penyadaran (awakening) lewat meditasi, filsafat, disiplin diri, dll (Buddhism)

Kejahatan diterima sebagai bagian dari realitas seperti  adanya peperangan / keseimbangan abadi antara gelap-terang, jahat-baik, yin-yang, kerusakan-penciptaan, kematian-kelahiran dll. Di film silat dikatakan  kalau tidak ada gelap tidak ada terang, kalau tidak ada jahat tidak ada baik. Hal ini tidak benar. Kalau tidak ada gelap maka tidak ada terang, ini tidak benar. Karena Tuhan menciptakan yang baik. Sebagai orang Kristen, kita percaya Tuhan menciptakan dunia ini baik sesuai dengan komentarNya. Lalu Dia menciptakan manusia yang dilihatnya sebagai sungguh amat baik (tidak dikatakan sungguh amat jahat). Namun di antara yang amat baik itu, di kemudian hari muncul korupsi, kerusakan, distorsi, sehingga yang baik itu menjadi berkurang baiknya. Kalau tidak ada yang baik, tidak ada yang jahat, Ini amin. Misal : ada yang bilang Hawa jahat. Ia makan buah dari pohon yang pengetahuan yang baik dan yang jahat. Apakah Hawa  akan tertarik makan buah pohon itu bila tidak punya mulut, gigi, tangan, keinginan, mata? Tanpa gigi, mungkin buah itu harus di-blender dulu. Apakah pohon itu menarik, kalau Hawa buta? Tidak. Bisa juga mungkin masih wangi tercium. Hawa bisa berdosa karena hal-hal baik seperti adanya pohon, gigi, usus sehingga  makannya nikmat. Sampai hari ini orang berdosa waktu makan nikmat. Kalau makan seperti sakit melahirkan, maka tidak ada yang gemuk. Tapi bukan enak makan apel, minum cocacola, kalau makan sakit maka ia tidak akan makan buah pohon. Bukan sebaliknya ada baik karena ada tidak baik. Kalau sebaliknya benar.


-          Kejahatan adalah ilusi, penyadaran dari ilusi adalah obatnya. Samsara adalah akibat keterikatan pada dunia material, pembebasannya adalah penyadaran (awakening) lewat meditasi, filsafat, disiplin diri dll (Buddhism). Misal : kita usaha namun tidak ada perkembangan. Modelnya masih begitu saja sehingga gulung tikar. BATA saat ini tidak setrendi yang lain, padahal di masa lalu mereknya sangat top. Kalau tidak berkembang apakah kita akan berkata : puji Tuhan atau why me Lord (berpikir sebagai kejahatan). Kalah usaha kejahatan buat yang kalah karena yang menang tidak berpikir, “Wah toko sebelah gulung tikar, wah aku melakukan kejahatan.” Jahat itu karena kamu anggap jahat. Itu proses alam saja. Ada yang mati dan lahir. Waktu mati sedih. Kalau manusia tidak ada yang mati, maka berapa jumlah penduduk dunia? Sekarang saja 7 miliar. Kalau tidak ada yang mati, maka  kira-kira penduduk dunia ada 60 miliar yang bisa tidak tertampung dunia. Jadi apakah kita berkata, “Puji Tuhan ada yang mati?” Jadi jahat itu adalah ilusi. Jahat karena kamu terikat sesuatu. Samsara : kamu terikat pada dunia materi.  Kalau kita sudah melek, maka tidak ada problem itu.

Theodicy dalam kekristenan

Tidak mungkin memakai teori mitologi pra-Kristen, Hindu atau Buddhism karena tidak kompatibel dengan kepercayaan Kristiani

Jadi bagaimana mungkin ada Allah yang BAIK dan MAHAKUASA seperti yang diajarkan Alkitab dan Gereja sementara memang ada kejahatan dalam dunia ini?

Onto-Theology dari st. Augustinus à “Kejahatan adalah Ketidakhadiran
Kebaikan” (deprivatio Boni)


·         Kejahatan sebagai Ketidakhadiran menghindarkan Allah dari dilemma sebagai

‘pencipta kejahatan’ dan / atau ‘bukan satu-satunya Allah dalam dunia’ (dualisme)

·         Keselamatan sebagai tindakan Allah yang membuat dunia kembali menjadi UTUH

·         Mempertahankan kedaulatan Allah sebagai yang MENOPANG segala yang ada, termasuk apa yang kemudian menyeleweng menjadi jahat

·         Orang-orang jahat pun dapat melakukan dosa karena Allah menciptakan tubuh, memelihara tubuh mereka dan memungkinkan ciptaan begini-begitu. Mis. Pencurian terjadi karena ada NILAI (cobalah mencuri di Bulan atau Pluto)

Ilustrasi : kertas tissue, tidak ada bolong. Lalu dibuat bolong, Bolong itu apa? Apakah buat bolong ? Kalau tidak ada kertas, apakah ada bolong? Ada bolong tanpa kertas. Tidak ada. Bolong bukan keberadaan, tapi ketiadaan Ada dan tiada tidak simetris. Bukan A dan anti-A. Kenapa ? Tanpa tissue tidak ada bolong (tissue lain). Tidak ada bolong tanpa tissue. Bolong bergantung tissue. Tissue tidak bergantung bolong. Baik ada suatu keberadaan. Allah menciptakan keberadaan. Tidak ada yang ada yang Tuhan adakan sejak awal. Kalau bukan TUhan yang adakan, tidak ada yang tidak ada. Tuhan mengadakan ada bukan tidak ada. Maka yang namanya ada, baik karena Tuhan menciptakan baik, tidak mungkin menciptakan tidak baik. Jahat timbul dari yang baik seperti ada bagian kertas tissue yang dibolongin. Hawa yang tidak punya tangan dan mata, tidak mungkin ia berdosa. Semua jenis kejahatan dalam dunia, tidak mungkin ada kalau Tuhan tidak menciptakan dunia ini.

Apakah kita bisa ada di bulan? Kenapa kita bisa nyolong mic? Karena GKKK Mabes punya mic. Kalau di bulan tidak ada apa-apa , maka tidak bisa mencuri. Jadi dalam dunia ini, bisa ada jahat karena ada baik. Bukan tidak ada jahat, tidak ada baik. Kebaikan tidak tergantung kepada kejahatan tetapi kejahatan tergantung dari kebaikan. Seperti parasit. Kutu anjing ada karena ada anjing. Tidak sebaliknya. Bila tidak ada anjing tidak ada kutu anjing (akan mati).

Theodicy Augustinian



·         Kejahatan tidak diciptakan

·         Allah menciptakan segala yang ADA (Kej 1:1, Yoh 1:3)

·         Segala yang ada itu BAIK (Kej 1: 31)

·         Yang baik itu kemudian terbawa-bawa oleh PEMBERONTAKAN manusia (Kej 3)

·         Baik itu adalah karakteristik mendasar dari segala yang ADA; jahat itu soal BAGAIMANAnya segala yang ada itu setelahnya



·         Mis. Manusia itu baik, pernikahan dimaksudkan menjadi baik, tetapi manusia bisa memukuli istri dan istri merongrong suami – memukuli dan merongrong orang lain itu BUKAN SALAH TUHAN – itu bukan CIPTAAN, tetapi salah satu KEMUNGKINAN yang dibuka oleh ciptaan – diserahkan Tuhan sebagai respon manusia

Theodicy Leibniz



·         Allah menciptakan dunia (Ia dapat juga tidak melakukannya)

·         Allah menciptakan dunia yang mungkin untuk jatuh, sehingga muncul kejahatan (Ia tentu dapat menciptakan dunia yang tak mungkin jatuh)

·         Allah menciptakan dunia yang TERBAIK

·         Dunia yang ‘dapat jatuh’ adalah lebih baik daripada dunia yang ‘tidak mungkin jatuh’ karena adanya KEBEBASAN dalam dunia yang mungkin untuk jatuh

Tetapi ‘mengapa TUHAN mengizinkan kejahatan yang sedemikian jahat’ atau khususnya ‘menimpa SAYA’? (Why me?)


Felix culpa


·         Kejatuhan Adam adalah ‘pelanggaran yang berbahagia”

·         “Allah tidak mengizinkan kejahatan yang tidak akan dipakai-Nya untuk menghasilkan kebaikan yang lebih besar” (Ambrose dari Milan, Augustinus, Thomas Aquinas, Leibniz)

·         “ … Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia …” – Roma 8: 28


Polemik Medieval: God’s Will or God’s Law?

Dalam masa akhir Abad Pertengahan ada polemik antara sifat ADIL Tuhan dan KEDAULATAN Tuhan. Polemik antara KEHENDAK Tuhan dan HUKUM-Nya.

Kehendak tak perlu dijelaskan

mis. “Aku MAU makan es krim rasa Vanilla!” (mengapa bukan Coklat? Tak perlu dijelaskan!

Aku suka Vanilla. Mengapa suka Vanilla? Apakah sudah terbukti Vanilla lebih enak dari Coklat? Tidak usah ditanya lagi! AKU MAU ES KRIM VANILLA!)

Hukum perlu penjelasan

mis. “Aku akan bayar Rp 2.5 juta untuk laptop Lenovo X201 itu sesuai kesepakatan kita kemarin” (Mengapa bukan Rp 25 juta? Sebab aku hanya beli SATU, BUKAN SEPULUH, mengapa bukan Rp 500 ribu? Sebab penjualnya tidak akan mau? – harus ada ALASAN RASIONALnya)

God’s Will di atas God’s Law

Orang yang menekankan bahwa Allah itu BERDAULAT akan menekankan KEHENDAK Allah di atas Hukum-Nya. Allah TIDAK DIIKAT oleh Hukum-Nya sendiri. Ia tidak diikat oleh hukum Logika dan peraturan apapun. Dia itu KEADILAN, KEBENARAN, KEBAIKAN itu sendiri. Pengetahuan kita tentang apa itu Adul, Benar, dan Adil sangat terbatas.



Allah Maha Kuasa tetapi memang tidak ‘Maha Baik’ (versi kita)à Menekankan KEDAULATAN Allah di atas PENGETAHUAN KITA AKAN apa itu baik / buruk

Jadi bagian kita, manusia adalah untuk TUNDUK dan MENERIMA apapun ketetapan Allah. Jangan banyak tanya. Dia itu TUHAN. Bos di atas segala Bos. Bos tidak pernah salah!

“… apakah dayaku, kalau Allah bangkit berdiri; kalau Ia mengadakan pengusutan, apakah jawabku kepada-Nya?” – Ayub 31: 14

Sebab Engkaulah Allah tempat pengungsianku. Mengapa Engkau membuang aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh? – Mazmur 43: 2

Dia itu TUHAN

“Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” – Rom 11: 34

“Kepada siapa TUHAN meminta nasihat untuk mendapat pengertian, dan siapa yang mengajar TUHAN untuk menjalankan keadilan, atau siapa mengajar Dia pengetahuan dan memberi Dia petunjuk supaya Ia bertindak dengan pengertian?” – Yesaya 40: 14

God’s law di atas God’s will

Sebaliknya, orang lain menekankan bahwa Allah tak bisa SEWENANG-WENANG. Allah itu TELAH MEMBERIKAN HUKUM dan Ia tak akan melanggarnya sendiri!

Allah pun tidak bisa seenak perut-Nya sendiri. Dia BUKAN DIKTATOR KEJAM.

Allah mewahyukan KEBENARAN – Ia bukan seperti Allah lain yang tidak menjelaskan alasan-alasan tindakan-Nya selain “Aku MAU begini dan Aku Bos-nya!”


Allah ingin menjelaskan kehendak-Nya pada manusia

“Sungguh, segala meja penuh dengan muntah, kotoran, sehingga tidak ada tempat yang bersih lagi. Dan orang berkata: "Kepada siapakah dia ini mau mengajarkan pengetahuannya dan kepada siapakah ia mau menjelaskan nubuat-nubuatnya? Seolah-olah kepada anak yang baru disapih, dan yang baru cerai susu! Sebab harus ini harus itu, mesti begini mesti begitu, tambah ini, tambah itu!" Yesaya 28: 8-10

“Dengarlah firman TUHAN, hai pemimpin-pemimpin, manusia Sodom! Perhatikanlah pengajaran Allah kita, hai rakyat, manusia Gomora! … Marilah, baiklah kita berperkara! -- firman TUHAN--Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju … (Yesaya 1: 10-18)


Konsekuensi buruk tiap pilihan



Menekankan God’s (sovereign) will à Tidak lagi mencari penjelasan rasional yang dapat disepakati bersama – teologi tidak berkembang (Fides quarraens intellectum tidak dihayati)


Kemampuan intelektual orang berbeda-beda, orang IQ tinggi cenderung lebih sedikit, kaum ELIT akan berkuasa, kaum kebanyakan bisa tertindas


Solusi dilemma Medieval


“Deus legibus solutus, sed non ex Lex” (John Calvin)
God is above the civil law but not lawless

Walaupun TUHAN tidak diikat oleh Hukum, Ia ada DI ATAS Hukum, tetapi Ia tidak ada DI LUAR Hukum itu (sebab Ia tidak melawan Diri-Nya sendiri)

Apa hubungannya ini dengan Problem of evil?

Orang yang menekankan God’s (sovereign) will akan menjawab Problem of Evil dengan cara semacam: “Tuhan memang ada, tidak usah banyak tanya mengapa ada kejahatan, kita toh tak dapat berbuat apa-apa, terima saja, minta ampun dan perkenan Tuhan saja”

Orang yang menekankan God’s law akan menjawab: “Adanya kejahatan pasti mencerminkan hukum dan keadilan Tuhan, mungkin itu HUKUMAN atas kesalahan kita juga atau DISIPLIN buat kita – PASTI ADA MAKSUDNYA”

Jika orang menerima bahwa Allah memang berdaulat sehingga Ia BEBAS dari ikatan hukum apapun, tetapi Ia memilih untuk TIDAK BERDIRI DI LUAR Hukum Dia sendiri, maka Theodicy harus mengandung hal-hal ini:

Pengakuan bahwa penyataan hukum Allah itu akan mengungkapkan karakter dan niat-Nya yang baik – Ia tak pernah menjadi diktator lalim

Allah berdaulat akan sejarah, tidak ada yang lepas dari PENETAPAN-Nya, kehendak Allah pasti terjadi – Ia BUKAN tidak berdaya

Sejarah, seperti sebuah kisah (mis. Film atau novel) tidak akan dapat buru-buru dihakimi sebelum kisahnya selesai. Selama sejarah belum selesai kita belum dapat menyimpulkan bahwa Allah tidak adil karena mengizinkan hal-hal tertentu

Pengertian kita akan sejarah juga terbatas karena kita punya IQ terbatas, perspektif terbatas, dan tidak hidup terus dari awal sampai akhir sejarah


Allah sewenang-wenang?

Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? Bukankah tangan-Ku yang membuat semuanya ini, sehingga semuanya ini terjadi? demikianlah firman TUHAN. Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku. Orang menyembelih lembu jantan, namun membunuh manusia juga, orang mengorbankan domba, namun mematahkan batang leher anjing, orang mempersembahkan korban sajian, namun



mempersembahkan darah babi, orang mempersembahkan kemenyan, namun memuja berhala juga. Karena itu: sama seperti mereka lebih menyukai jalan mereka sendiri, dan jiwanya menghendaki dewa kejijikan mereka, demikianlah Aku lebih menyukai memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang dan mendatangkan kepada mereka apa yang

ditakutkan mereka; oleh karena apabila Aku memanggil, tidak ada yang menjawab, apabila Aku berbicara, mereka tidak mendengarkan, tetapi mereka melakukan yang jahat di mata-Ku dan lebih menyukai apa yang tidak Kukehendaki. Dengarlah firman TUHAN, hai kamu yang gentar kepada firman-Nya! Saudara-saudaramu, yang membenci kamu, yang mengucilkan kamu oleh karena kamu menghormati nama-Ku, telah berkata: "Baiklah TUHAN menyatakan kemuliaan-Nya, supaya kami melihat sukacitamu!" Tetapi mereka sendirilah yang mendapat malu. Dengar, bunyi kegemparan dari kota, dengar, datangnya dari Bait Suci! Dengar, TUHAN melakukan pembalasan kepada musuh-musuh-Nya! - Yesaya 66: 1-6

Umat Tuhan di sini mungkin menganggap Allahnya bertindak sewenang-wenang, tetapi itu adalah karena Ia sedang menghukum umat-Nya sendiri, atau jika tidak, tentu ada maksud-Nya yang tak dapat kita pahami karena kita ini manusia belaka yang tidak dapat melihat seperti Dia.


Jawaban Final TUHAN atas Problem of Evil


Pandanglah kepada Yesus yang tersalib

ž  “Eli, Eli lama sabakhtani!” Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

(Mazmur 22 dan Matius 27: 46

ž  Solidaritas Allah dalam ketidakadilan dan kejahatan yang dialami manusia

ž  “dia tertikam oleh pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita .. Dan oleh  bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” Yesaya 53: 5 .
Kemenangan Tuhan atas kejahatan dunia 

_____
QA

1.     Predestinasi : kita dipilih sebelum diciptakan. Lalu kenapa diciptakan kalau akhirnya tidak baik?

                   Efesus 3:1-13 Paulus memberikan prinsip predestinasi dari segi positifnya. Predestinasi diajarkan bahkan sebelum Calvin (bukan Calvin yang menemukan). Ditemukan oleh bapak-bapak gereja (Thomas Aquinas juga sempat ditanyakan). Institutio karya Calvin berulang kali direvisi (ditambahkan) sehingga bukunya menjadi tebal, awalnya bagian tentang predestinasi sangat pendek. Ketika orang bertanya lalu ditambahkan. Alasan “untuk bersyukur karena diselamatkan” diajarkan pada orang yang sudah selamat , bukan pada yang tidak terima Tuhan dan tidak percaya sampai akhir.
          Jangan ajarkan predestinasi pada orang yang baru terima Tuhan dan jangan juga tidak diajarkan setelah orangnya siap. Karena dengan mengetahui predestinasi, menjadi alasan untuk mengucap syukur pada Tuhan yang tidak ada habis-habisnya. Efesus pasal 3 tidak ada tanda “titik” sampai ayat terakhir.
          Jawabannya : Tuhan menciptakan sebagian orang menjadi alat untuk memuiakan Tuhan secara negative. Seperti bangsa Babilonia dibangkitkan untuk menghajar umat TUhan. Alat tersebut seperti tissue toilet yang dibuat untuk membersihkan kotoran dan setelah dipakai lalu dibuang.
          Roma 11:34.

2.     Buta (bukan salah ortu tapi untuk menyatakan kemuliaan Allah). Namun bila tidak melihat (buta terus) bisa dipakai untuk memuliakan Allah?

          Bukan melalui kesuksesan saja Tuhan menyatakan diriNya. Di hal-hal yang negatif pun bisa menjadi kemuliaan Allah. Contoh : melalui kekalahan bangsa Israel Allah menyatakan kemuliaanNya. Lewat kemenangan juga kekalahan Allah menyatakan sesuatu.  Harus ada penyesatan itu, tapi celakalah orang itu. Seperti yang terjadi pada Yudas. Tuhan memakai pelanggaran Yudas.

3.     Ada cara mudah untuk menjelaskan kalau Tuhan tahu mengapa?
          Tidak ada.

4.     Tuhan seperti bisa dinegosiasikan di Alkitab?

          Orang percaya adalah orang yang jujur pada Tuhan. Ia utarakan juga pada Tuhan kemarahannya. Bergumul dan bergulat. Itu olahraga yang sangat intim. Beda dengan anggar (pedang ketemu pedang), tinju (kepalan tangan saja yang bertemu).  Ada masa dan waktu untuk mengalami proses. Di kitab Efesus seperti ada lintas waktu (lihat ke belakang), di sana sejarah sudah terjadi,  tapi bagi yang mengalaminya saat sedang dijalankan mereka berada dalam ketidaktahuan. Yesus tahu akan di Getsemani, lalu mengapa doa semalaman? Bergulat adalah bagian dari proses. Dalam proses Yesus melanggar. Kita mencontoh pergulatan Yesus (biar kehendak Tuhan yang terjadi)

5.     2 Raj 13:18. Raja Yoas disuruh pukul tanah dan ia memukul 3 kali (harusnya lebih banyak), bagaimana tahu harus pukul lebih banyak?

          Contoh ini tidak bisa diterapkan ke segala macam konteks. Nabi dan raja tidak tahu berapa kali dipukul. Tuhan tahu. Saat kita diuji, agar kita tahu dan orang lain tahu (kalau Tuhan sudah tahu).

6.     Manusia hidup untuk memuliakan Tuhan. Apakah Bangsa Babilon (juga Jokowi) tahu ia melakukan tugas Tuhan untuk memuliakan Tuhan? 

          Tuhan dimuliakan , manusia ingin berdedikasi kepada Tuhan. Tuhan dimuliakan oleh batu-batu , batu tidak punya keinginan. Batu bisa jadi pesuruh Tuhan. Tuhan dimuliakan bukan oleh sesuatu yang punya kesadaran untuk memulikan Tuhan. Manusia memuliakan Tuhan. Orang-orang yang tidak sadar dipakai Tuhan. Dia diperalat Tuhan dan Tuhan bisa pakai cara lain. Tapi Tuhan memilih dan memutuskan cara ini. Raja Asyria dengan keserakahan nya merampas dan menghancurkan kerajaan Israel. Jadi anak-anakNya dibersihkan. Raja Asyria tidak tahu sedang diperalat.  Jokowi dengan niat baik bisa memuliakan Tuhan. Kejujuran, keadilan walau tidak bukan orang Kristen, selaras dengan kehendak Tuhan. Ibarat anak tiri lebih cinta mamanya daripada anak kandung.

7.     Apakah setelah orang percaya di surga akan ada kejahatan dengan adanya free will manusia?

          Manusia bisa berubah. Bagi anak yang malas lalu berubah menjadi tidak malas. Sewaktu malas, ia ingin rajin. Setelah rajin tidak ingin malas. Ketika sedang malas, belajar adalah perjuangan.  Setelah diubah jadi rajin, malas-malasan itu menjadi siksaan. Setelah disempurnakan setelah mati , Kristus datang maka menjadi baik menjadi second nature. Ia tidak mungkin jadi malas-malasan.  Natur manusia pelit. HP baru Rp 2,5 juta lalu HP yang sama ditawarkan Rp 25 juta. Tidak mungkin beli yang Rp 25 juta . Ini natur manusia : bayar semurah-murahnya untuk  dapat yang sebaik-baiknya. Setelah  ditebus, manusia tetap bisa berdosa, tetapi tidak mungkin. Anak kecil main piano fals, setelah sempurna bisa buat fals, tetapi ia tidak mau lagi buat fals. Kalau pun fals ia sedang tidak fit. Misal : kita diminta menyiksa orang selama 30 hari 30 malam, maka sebagai orang percaya tidak mau melakukan. Karena setelah diangkat dan diperbaiki, keinginan pun juga tidak. Ada batas dijaga oleh Tuhan sehingga tidak bisa sejahat-jahatnya.  Agustinus (dan juga kemudian Luther ) : sesudah jatuh dalam dosa, tidak mungkin tidak berdosa. Setelah percaya, mungkin tidak berdosa. Setelah itu non pose pocare (tidak mungkin berdosa)  karena pernah cicipi dosa.  Seperti pemakai narkoba, setelah tidak pakai maka hanya ingat saja (sudah pernah coba, setelah pernah coba tidak ingin balik).

          Empat status manusia menurut Agustinus :
          manusia sebelum jatuh dalam dosa : dapat berdosa (posse peccare),      dapat tidak berdosa (posse non peccare)
          manusia setelah jatuh dalam dosa :  tidak dapat tidak berdosa (non posse non peccare)
          manusia yang sudah lahir baru : dapat berdosa (posse peccare), dapat tidak berdosa (posse non peccare)

          manusia dengan tubuh kemuliaan : tidak dapat berdosa (non posse pecarre)

No comments:

Post a Comment