Sunday, November 23, 2014

Pahit Hati : Hidup Tanpa Pengampunan


Pdt. Imanuel Adam

Mat 6:14-15
14  Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
15  Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Pendahuluan

                Orang yang sakit hati tidak pernah bisa bahagia. Orang yang sakit hati tidak pernah bisa menikmati hidupnya. Hidupnya penuh dengan beban, yang paling utama adalah beban sakit hati! Orang yang sakit hati adalah orang yang tidak punya pengharapan. Sebenarnya orang seperti ini, mengalami kerusakan gambar dirinya. Tuhan Yesus datang ke tengah dunia ini, ingin memulihkan kita. Karena dalam hidup ini kita selalu merasa sakit hati. Kita merasa tertekan dan kecewa. Semua itu merupakan gambaran dari rusaknya diri kita. Tuhan menciptakan kita dan Dia tidak menginginkan rusak gambar diriNya dalam hidup kita. Tuhan ingin kita kembali seperti yang Dia ajarkan. Dalam kitab Kejadian dicatat manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (Kejadian 1:26a Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita). Dan Tuhan ingin agar kita memiliki gambarNya. Gambar itu harus ada dalam hidup kita. Kalau kita memiliki gambar Allah, maka kita tidak akan sakit hati. Karena gambar Allah rusak, maka kita menjadi sakit hati.

Berpikir Seperti Allah dan Mengetahui Jalan Tuhan

                Tuhan Yesus mengajarkan bahwa orang Kristen adalah orang yang berpikir dan merasa dalam Tuhan. Alkitab mengajarkan hal itu karena kebanyakan dalam hidup ini, gerak hidup kita digambarkan oleh pikiran dan hati kita. Kalau kita katakan, “Aku bodoh”, maka kita menjadi bodoh. Kalau kita mengatakan, “Aku tidak bisa”, maka kita jadi tidak bisa. Dunia mengajarkan untuk tidak bisa, dunia mengajarkan untuk selalu ragu-ragu karena dunia mengajarkan hidup ini tidak jelas. Kalau kita bertanya ke orang dunia, “Setelah meninggalkan dunia ini kamu mau kemana?” Jawabannya, “Tidak tahu”. Tetapi kalau orang Kristen ditanya,”Kemana kamu pergi setelah meninggalkan dunia ini?” Jawabannya jelas, “Bersama-sama dengan Tuhan”. Namun kalau kita bergaul dengan orang dunia, maka kita menjadi ragu-ragu apakah kita masuk sorga atau tidak. Maka kita harus mulai berpikir di dalam Tuhan.
                Untuk berpikir dan mengetahui jalan Tuhan, kita bisa melihat Alkitab yang merupakan firman Tuhan, Kalau kita berpikir dalam Tuhan, maka kita akan melihat kehidupan ini dengan cara pandang yang baru. Hidup itu menjadi indah. Hidup itu tidak menyusahkan. Karena firman Tuhan mengajarkan, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37). Sedangkan dunia mengajarkan, “banyak yang mustahil dalam hidup”.
                Orang yang berpikir dalam Tuhan akan menundukkan pikirannya dan dia akan belajar pada firman Tuhan dan tidak mendahulukan pikirannya. Karena ia tahu, firman Allah adalah firman yang hidup dan mampu memberi ia hidup. Itu yang membuat dia tidak ragu-ragu. Orang yang berpikir di dalam Tuhan akan belajar menarik dirinya dari godaan-godaan dunia ini. Karena ia tahu, godaan dunia ini tidak bisa memberi dia hidup. Ia hanya mencari hidup sebab Yesus mengajarkan "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6)..

Pengikat Pikiran dan Hati

                Mengapa banyak orang Kristen tidak bisa melakukan firman Tuhan? Karena dalam hidupnya ada banyak ikatan. Ikatan ang mengikat pikiran dan hatinya. Firman Tuhan mengatakan "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16:10) . Kalau kamu diikat oleh hal yang kecil, maka kamu akan diikat oleh hal-hal yang besar. Ada orang yang tidak bisa makan, kalau tidak ada sambal, krupuk, kuah. Karena kita mengatakan tidak bisa, maka kita benar-benar menjadi tidak bisa. Itu ikatan. Kalau hidup kita diikat oleh hal kecil, maka kita tidak siap oleh perkara besar dan diikatnya. Tuhan meminta kita untuk keluar dari perkara itu.
                Dahulu saya terikat kopi. Waktu kecil, saya tinggal di Bandung yang dingin. Setelah makan pagi, mama saya menyediakan kopi, setelah itu baru saya berangkat ke sekolah. Setelah pulang dari sekolah dan makan siang , mama saya juga menyiapkan segelas kopi. Malam hari sebelum tidur untuk menghadapi udara di Bandung yang sangat dingin, mama saya menyiapkan segelas kopi dan kami minum segelas kopi. Berbeda dengan orang yang tidak bisa tidur karena minum kopi, sedangkan kami tidak bisa tidur kalau belum minum kopi. Hal ini terjadi bertahun-tahun sampai saya jadi pendeta. Karena terikat kopi, setelah berdoa pagi dan saat teduh, maka selesai keluar kamar maka saya akan mencari kopi (bukannya istri) terlebih dahulu. Itulah ikatan. Yang dicari adalah yang mengikatnya. Saya tahu saya terikat. Saya tidak keluar dari ikatan itu,karena pikiran dan hati saya ada di kopi. Kopi adalah daerah nyaman (comfort zone) untuk saya. Kalau sudah minum kopi rasanya penglihatan jadi jelas. Kalau belum minum kopi semuanya jadi gelap. Itu cara berpikir orang yang diikat. Saya bisa keluar dari situasi itu, saya tahu ada kuasa yang lebih besar dalam kehidupan saya. Itulah kuasa Tuhan! Suatu hari saya berdoa, “Tuhan kalau bisa pagi ini, setelah berdoa dan keluar ruangan ini, mampukan mulut saya untuk tidak bicara soal kopi.” Itu sebabnya setelah keluar kamar, mulut saya terdiam! Karena pikiran dan hati saya sedang diarahkan Tuhan. Saat saya keluar kamar, istri saya berkata, “Pi, tetangga sebelah baru pulang dari Kalimantan. Dia tahu Papi senang kopi dan dia buatkan Papi segelas kopi”. Baru saja berdoa, tantangan sudah ada. Saya tidak mau melihat kopi itu, saya mulai siap untuk pergi pelayanan. Dan saya melayani sampai siang hari. Siang hari saya pulang ke rumah. Setelah makan, istri saya berkata, “Papi kenapa kopinya belum diminum?” “Sebentar” jawab saya lalu saya pegang gelas kopinya dan berdoa,  “Tuhan berikan kekuatan untuk tidak ngopi selama satu hari” dan  Tuhan memberikan kekuatan. Lalu setahun saya tidak minum kopi. Sekarang ada kopi atau tidak puji Tuhan. Jadi saya bisa keluar dari ikatan kopi. Tuhan yang memampukan saya.
                Firman Tuhan mengajarkan, kalau kita mulai berpikir dalam Tuhan, maka kita akan menarik diri untuk tidak jadi sama dengan dunia.  Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Kita harus berpikir, “apa yang menjadi pikiran surga menjadi pikiran kita”. Apa yang menjadi kerinduan sorgawi akan menjadi kerinduan kita. Itu diajarkan dalam doa Bapa kami, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga (Mat 6:10). Apa yang ada di sorga itu harus ada dalam hidupmu. Itu sebabnya, “Jauhkan dirimu dari hal-hal yang bukan sorgawi” walaupun hal ini tidaklah mudah.
                Saya melayani jemaat Tionghoa, yang masih berpegang pada budaya Tionghoa yang tinggi. Suatu hari saya memberkati sebuah pernikahan. Setelah selesai sang mempelai berkata,”Pak Pendeta , kami ingin punya foto bersama Bapak.” Saya pun bersiap di depan mimbar untuk berfoto. Saya mengambil posisi di sebelah kiri, mempelai wanita di tengah dan mempelai pria di kanan. Saat akan difoto, kedua orang tua mengatakan “Jangan difoto!” Karena orang Tionghoa percaya tidak boleh foto bertiga karena yang di tengah akan mati. Kemudian kedua orang tua nya mengatakan, “Pak pendeta saja yang ada di tengah”. Saya bertanya kepada kedua mempelai yang merupakan aktivis gereja. “Apakah kalian percaya bila kita difoto bertiga, yang di tengah akan meninggal?”. Dijawab, “Tidak. Mati hidup ada di tangan Tuhan”. Lalu saya bertanya lagi, “Maka siapa yang di tengah? “ Sang mempelai menjawab,”Pak Pendeta saja”.
                Kadang kita berada dalam situasi tertentu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kita takut mati, padahal mati tidaknya kita di tangan Tuhan. Orang KrIsten harus menarik dari kebiasaan yang salah dan selalu bersekutu dengan Tuhan. Orang seperti inilah yang akan mempunyai damai sejahtera Tuhan. Ketika damai sejahtera Tuhan ada, maka kita akan terdorong untuk membagikan damai sejahtera itu, sehingga semua orang yang ada di sekeliling kita juga mempunyai damai sejahtera. Damai sejahtera itu akan membuat kita mampu mengampuni. Kita tidak akan sakit hati lagi, walau tandanya masih ada.
               
Penutup

                 Saat berusia 11 tahun, saya berenang di kolam renang baru sebuah hotel. Selesai berenang saya ke tepi. Tanpa disadari kaki saya terkena paku cukup dalam dan paha saya berdarah! Saat itu saya tidak merasa sakit, karena saya berada di dalam air. Tetapi waktu keluar dari kolam, saya melihat darah bercucuran di paha kiri saya. Saya merasa sakit lalu cepat-cepat mencari obat merah. Saya obati luka saya dengan obat merah dan saat itu sakitnya luar biasa. Sekarang kalau saya melihat kaki kiri, masih ada bekas lukanya, tapi saya tidak merasa sakit lagi. Demikian halnya dengan orang yang mengampuni. Pada awalnya ia merasa sakit hati. Namun ketika ia mengampuni, maka terangkatlah sakit hatinya walau tandanya masih ada. Setelah itu kita akan lebih berhati-hati berhadapan dengan orang lain. Saat berbicara harus lebih baik agar tidak sakit hati lagi. Karena Tuhan yang memulihkan, maka kita bisa mengampuni orang lain. Oleh karena itu bawa sakit hatimu ke Tuhan. Hampiri orang yang membuat kita sakit hati dan rangkul mereka. Dengan demikian kita melepaskan pengampunan. Kita telah meyembuhkan orang itu dan tanpa disadari kita menyembuhkan diri sendiri. Itu yang Tuhan ajarkan agar tidak membawa sakit hati begitu lama. Karena sakit hati berarti membawa beban yang berat. Mau berapa lama kita akan membawanya? Tuhan mengajarkan untuk membawa beban yang berat itu kepadaNya. Tuhan Yesus berkata, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat 11:28). Bawa sakit hatimu kepada Tuhan, minta kepada Tuhan kekuatan supaya kita bisa mengampuni orang lain. Kita bisa menang terhadap sakit hati karena kita mengenal Tuhan kita. Tuhan yang penuh kasih dan peduli kepada kita!


No comments:

Post a Comment